Telah Kutemukan Tempatku

03 Juni 2022

Oleh Saudari Si Fan, Korea

Setelah percaya Tuhan, aku mengejar dengan sangat antusias. Apa pun tugas dari gereja, aku patuh. Saat kesulitan dalam tugasku, aku bisa menderita dan terima dampaknya tanpa mengeluh. Tak lama, aku mulai melakukan penyiraman petobat baru, dan aku terus dipromosikan. Aku merasa aku orang berbakat, yang dibina oleh rumah Tuhan, dan aku mengejar lebih banyak daripada yang lain, jadi, asalkan bekerja keras, aku akan dipromosikan dan dapat peran penting. Saat memikirkan ini, aku sangat bangga.

Kemudian, aku melihat saudara-saudari seusiaku mendapat peran penting sebagai ketua tim dan pengawas, dan aku merasa iri. Kupikir, "Jika mereka dapat peran penting di usia semuda itu, dihargai oleh ketua, dan dikagumi saudara-saudari, aku tak bisa puas dengan keadaan sekarang dan harus mengejar dengan baik, dan berjuang membuat terobosan besar dalam tugasku agar aku bisa berperan penting juga." Jadi, aku bekerja lebih keras. Aku bersedia bergadang dan menderita. Saat alami kesulitan, aku mencari firman Tuhan untuk menyelesaikannya. Tapi usahaku itu tak mendatangkan perubahan. Karena kemampuan kerjaku yang buruk, aku ditugaskan dalam pekerjaan rutin. Setelah itu, saat melihat orang lain dipromosikan, aku makin iri. Aku tahu aku kalah dari mereka, jadi, aku selalu menyemangati diriku, "Aku tak boleh putus asa atau puas dengan keadaan ini. Aku harus terus mengejar dan meningkatkan diri. Aku masih harus baca lebih banyak firman Tuhan dan lebih berusaha dalam jalan masuk kehidupanku. Setelah ada peningkatan dalam kemampuan profesional dan jalan masuk kehidupanmu, kau akan dipromosikan." Jadi, sambil bekerja keras untuk meningkatkan diri, aku juga menantikan hari aku dipromosikan.

Tanpa sadar, aku sudah melakukan tugas ini selama dua tahun, dan rekan baruku terus datang dan pergi. Ada yang dipromosikan, ada yang menjadi ketua dan pekerja. Aku mulai berpikir, "Aku sudah lama melakukan tugas ini, dan mereka yang telah melakukannya lebih singkat telah dipromosikan, jadi, kenapa tugasku belum berubah? Apa para pemimpin merasa aku tak pantas dibina dan hanya cocok untuk tugas rutin? Apa aku tak punya kesempatan untuk dipromosikan? Apa aku akan terus punya tugas tidak penting seperti ini?" Saat memikirkannya, aku merasa seperti bola kempis. Aku tak serajin seperti dalam tugasku yang sebelumnya dan merasa tak perlu terburu-buru mengerjakan tugas. Tiap hari, aku bekerja santai saja atau asal bekerja hingga tugas selesai. Hasilnya, beberapa penyimpangan dan kekeliruan sering muncul dalam pekerjaanku, tetapi aku tak anggap serius dan tak merenungkan diri. Kemudian, kudengar makin banyak saudara-saudari kenalanku yang dipromosikan, dan aku makin merasa sedih. Kupikir, "Beberapa dari mereka dulu punya tugas sama denganku, tetapi kini mereka sudah dipromosikan, sedangkan aku masih di tempat awal. Mungkin aku bukan orang yang mengejar kebenaran atau layak untuk dibina." Pemikiran itu bagai beban berat di bahuku. Rasanya sangat menyedihkan. Pada masa itu, aku sangat depresi dan tak termotivasi melakukan tugas. Aku selalu merasa tak punya masa depan dalam kepercayaanku kepada Tuhan. Aku merasa sangat sedih dan tak bisa menerimanya. Kupikir, "Apa aku seburuk itu? Apa aku hanya cocok untuk tugas rutin? Apa membinaku tak ada gunanya? Aku hanya ingin satu kesempatan. Kenapa aku harus tetap di sudut, tempat tak ada orang memperhatikanku?" Makin kupikirkan, makin aku sedih. Aku mendesah sepanjang hari dan kakiku terasa berat. Di masa itu, aku selalu menangis dalam diam saat malam, berpikir, "Jika kemampuan profesionalku di bawah yang lain, maka aku akan kerja keras untuk mengejar kebenaran. Aku akan lebih banyak membaca firman Tuhan dan lebih fokus pada jalan masuk kehidupan. Suatu hari, saat aku bisa bersekutu dengan pengetahuan nyata, saat para ketua melihatku fokus mengejar kebenaran, tidakkah mereka juga akan mempromosikanku?" Tapi saat memikirkan itu, aku juga merasa agak bersalah. Mengejar kebenaran adalah hal positif dan itulah yang harus dikejar orang percaya. Tapi aku memakai ini sebagai alasan untuk mengungguli yang lain. Jika aku mengejar seperti ini, dengan ambisi dan hasrat, Tuhan akan membencinya, 'kan? Kenapa aku tak puas melakukan tugasku dalam posisi tak penting? Aku merasa sangat bersalah, jadi, aku berdoa dan menangis, "Tuhan, aku tahu pengejaran status ini salah, tetapi ambisi dan hasratku kuat. Aku selalu merasa tak ada gunanya bekerja di posisi tak penting. Tuhan, aku tak bisa keluar dari kondisi ini. Tolong pimpin dan bimbing aku agar paham kehendak-Mu dan mengenal diriku."

Setelah berdoa, aku baca dua ayat firman Tuhan. "Bagi antikristus, status dan gengsi adalah hidup mereka. Bagaimanapun cara mereka hidup, di lingkungan mana pun mereka tinggal, pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, apa pun yang mereka perjuangkan, apa pun tujuan mereka, apa pun arah hidup mereka, semua itu berkisar tentang bagaimana memiliki reputasi yang baik dan posisi yang tinggi. Dan tujuan ini tidak berubah; mereka tidak pernah mampu melepaskannya. Inilah wajah para antikristus yang sebenarnya dan esensi mereka. Seandainya engkau menempatkan mereka di hutan primer jauh di pedalaman pegunungan, mereka tetap tidak mau meninggalkan status dan gengsi. Engkau dapat menempatkan mereka di antara kelompok orang mana pun, dan satu-satunya yang mereka pikirkan tetaplah status dan gengsi. Meskipun para antikristus juga percaya kepada Tuhan, mereka memandang pengejaran akan status dan gengsi sama dengan pengejaran iman kepada Tuhan dan menganggapnya memiliki bobot yang sama. Artinya, pada saat mereka menempuh jalan iman kepada Tuhan, mereka juga mengejar status dan gengsi mereka sendiri. Dapat dikatakan bahwa di dalam hati para antikristus, mereka percaya bahwa iman kepada Tuhan dan pengejaran akan kebenaran adalah pengejaran status dan gengsi; pengejaran akan status dan gengsi juga adalah pengejaran akan kebenaran, dan mendapatkan status dan gengsi berarti mendapatkan kebenaran dan hidup. Jika mereka merasa bahwa mereka belum memiliki gengsi atau status, bahwa tak seorang pun mengagumi mereka, atau memuja mereka, atau mengikuti mereka, mereka merasa sangat frustrasi, mereka yakin tidak ada gunanya percaya kepada Tuhan, itu tidak bernilai, dan mereka berkata dalam hati, 'Apakah kepercayaan kepada Tuhan seperti itu adalah sebuah kegagalan? Apakah itu sia-sia?' Mereka sering kali memikirkan hal-hal semacam itu di dalam hatinya, mereka memikirkan bagaimana mereka dapat memiliki kedudukan di rumah Tuhan, bagaimana mereka dapat memiliki reputasi yang tinggi di gereja sehingga orang-orang mendengarkan ketika mereka berbicara, dan mendukung mereka ketika mereka bertindak, dan mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi; agar mereka memiliki hak bicara di gereja, reputasi, sehingga mereka menikmati keuntungan, dan memiliki status—mereka sering kali merenungkan hal-hal semacam itu. Semua ini adalah hal-hal yang dikejar oleh orang-orang semacam itu" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tiga)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). "Bagi seorang antikristus, menyerang atau merusak reputasi dan status mereka adalah masalah yang bahkan lebih serius daripada berusaha mengambil nyawa mereka. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar atau sebanyak apa pun firman Tuhan yang mereka baca, mereka tidak akan merasakan kesedihan atau penyesalan karena tidak pernah menerapkan kebenaran dan karena telah menempuh jalan antikristus, dan karena memiliki natur dan esensi antikristus. Sebaliknya, mereka selalu memeras otak mencari cara untuk mendapatkan status dan meningkatkan reputasi mereka. Dalam pengejaran mereka yang konsisten akan reputasi dan status, mereka juga dengan berani menyangkali apa yang telah Tuhan lakukan. Mengapa Kukatakan hal itu? Di lubuk hati antikristus, mereka percaya, 'Semua reputasi dan status diperoleh oleh upaya orang itu sendiri. Hanya dengan memperoleh pijakan yang kokoh di antara orang-orang dan mendapatkan reputasi serta status, barulah mereka dapat menikmati berkat-berkat Tuhan. Hidup hanya bermakna ketika orang mendapatkan kekuasaan mutlak dan status. Hanya inilah kehidupan manusia yang wajar itu. Sebaliknya, orang bisa dianggap pengecut jika mereka tunduk pada firman Tuhan, tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan dalam segala hal, dengan rela berdiri dalam posisi sebagai makhluk ciptaan, dan hidup seperti manusia normal—tak seorang pun akan menghormati mereka. Status, reputasi, dan kebahagiaan seseorang harus diperoleh melalui perjuangan mereka sendiri; semua itu harus diperjuangkan dan diraih dengan sikap positif dan aktif. Tak seorang pun yang akan memberikannya kepadamu—menunggu dengan pasif tidak ada gunanya.' Beginilah cara seorang antikristus berhitung. Tentu saja, seperti itulah esensi yang antikristus miliki; jika engkau berusaha membuat mereka merenungkan firman Tuhan, mencari kehendak-Nya, dan mencari kebenaran untuk sampai ke titik di mana mereka dapat tunduk kepada Tuhan, bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, dan melayani sebagai pengikut biasa sampai mereka akhirnya mampu untuk menghormati Tuhan dan menjauhi kejahatan, maka mereka pasti tidak akan melakukan hal tersebut" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tiga)" dalam "Menyingkapkan Antikristus").

Membaca firman Tuhan menusuk hatiku. Tuhan mengungkapkan kalau antikristus lebih mementingkan status daripada kehidupan. Semua perkataan dan tindakan didasarkan pada itu, dan mereka juga hanya memikirkan cara mendapatkan dan mempertahankannya. Begitu kehilangan status, mereka kehilangan motivasi hidup. Demi status, mereka bisa menolak Tuhan, mengkhianati Tuhan, dan membuat kerajaan sendiri. Aku sadar selalu menganggap status sangat penting. Saat aku muda, keluargaku mengajariku, "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian," dan "manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah." Aku selalu menganggap hukum penyintasan Iblis sebagai kata-kata bijak. Kukira kehidupan untuk mendapatkan status dan sangat dihargai adalah kehidupan bermartabat dan bermanfaat, sedangkan merasa puas dengan posisiku dan menjadi orang biasa yang praktis menunjukkan aku kurang ambisi atau tujuan sungguhan. Kukira orang seperti itu tak berguna dan pengecut. Setelah percaya kepada Tuhan, pemikiran dan pandanganku tak pernah berubah. Kelihatannya, aku tak bersaing demi status, tetapi ambisi dan hasratku tidak kecil. Aku hanya mau tugas yang lebih penting, status tinggi, agar dihargai orang lain. Saat aku melihat saudara-saudari di sekitarku dipromosikan menjadi ketua tim dan pengawas, itu hanya meningkatkan hasratku. Untuk dipromosikan, aku bangun lebih pagi dan bergadang. Aku bersedia menderita dan menerima dampaknya demi tugasku. Saat harapanku hancur berkali-kali, aku penuh dengan keluhan dan pertentangan kepada lingkungan di sekitarku. Aku bahkan merasa tak ada gunanya percaya kepada Tuhan dan lelah terhadap tugasku. Aku cuma bekerja asal-asalan dan bekerja asal yang kubisa. Aku menyadari, sejak percaya Tuhan, jalan yang kuambil bukan jalan mengejar kebenaran. Semua tindakanku demi ketenaran dan status. Sebenarnya, saat aku bisa datang ke rumah Tuhan dan mengerjakan tugas adalah cara Tuhan memberiku kesempatan diselamatkan. Dalam tugasku, Tuhan mau aku mengejar kebenaran, memahami kebenaran, masuk dalam kenyataannya, dan bebas dari watak rusakku. Tapi aku melalaikan tugasku. Pikiranku bukan untuk mengejar kebenaran, aku hanya mendambakan status tinggi, dan saat hasratku tak terkabul, aku hanya memperburuk situasi. Aku tak punya hati nurani atau nalar! Kukira, walau bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, karena aku tak mengejar kebenaran, bahkan sekarang, aku tak tahu banyak soal watak rusakku. Aku bahkan tak bisa mengerjakan tugas dengan baik. Aku masih asal bekerja dan sering ada penyimpangan dan kekurangan dalam tugasku. Walau seperti itu, aku ingin dipromosikan dan melakukan tugas lebih besar. Aku sungguh tidak tahu malu! Baru saat itu aku menyadari, percaya kepada Tuhan, tanpa mengejar kebenaran, dan cuma mengejar status, akan membuatku lebih ambisius dan congkak, selalu mau di atas orang lain tetapi tak mampu mengikuti penataan Tuhan. Pengejaran semacam itu merusak diriku. Dibenci dan dikutuk oleh Tuhan. Aku memikirkan antikristus yang diusir dari gereja. Mereka tak mengejar kebenaran, mereka selalu mengejar ketenaran dan status. Mereka selalu mau dikagumi dan dijadikan panutan. Berusaha merebut hati dan mengendalikan orang, dan hasilnya mereka berbuat begitu banyak kejahatan dan disingkirkan oleh Tuhan. Bukankah pengejaranku sama seperti mereka? Bukankah aku berjalan di jalan untuk menolak Tuhan? Watak Tuhan adalah benar dan tak tersinggung. Jika menolak berubah, aku akan ditolak dan disingkirkan oleh Tuhan. Dengan pemikiran itu, aku berjanji pada diriku: Mulai sekarang, aku tak akan mengejar status, aku akan tunduk pada penataan Tuhan. Aku akan mengejar kebenaran dan melakukan tugas dengan benar dan bersikap praktis.

Suatu hari, dalam waktu teduhku, aku baca ayat lain firman Tuhan. "Karena orang tidak mengakui pengaturan Tuhan dan kedaulatan Tuhan, mereka selalu menghadapi nasib dengan menentang dan dengan sikap memberontak, dan mereka selalu ingin menyingkirkan otoritas dan kedaulatan Tuhan dan hal-hal yang telah ditentukan sebagai nasib mereka, berharap dengan sia-sia untuk mengubah keadaan mereka saat ini dan mengubah nasib mereka. Namun, mereka tidak pernah bisa berhasil dan mereka gagal pada setiap kesempatan. Pergumulan ini, yang terjadi jauh di dalam jiwa seseorang, mendatangkan rasa sakit mendalam yang terasa seakan tulang-tulang mereka telah diukir, pada saat hidup mereka digerogotinya. Apa penyebab kesakitan ini? Apakah karena kedaulatan Tuhan, ataukah karena seseorang dilahirkan tidak beruntung? Jelaslah bahwa keduanya tidak benar. Pada dasarnya, ini disebabkan oleh jalan yang orang ambil, cara-cara yang mereka pilih untuk menjalani hidup mereka. Sebagian orang mungkin tidak menyadari hal-hal ini. Namun, jika engkau sungguh-sungguh mengetahui, jika engkau sungguh-sungguh mengakui bahwa Tuhan berdaulat atas nasib manusia, jika engkau sungguh-sungguh memahami bahwa segala sesuatu yang telah Tuhan rencanakan dan putuskan bagimu itu memberikan manfaat dan perlindungan yang besar, engkau akan merasakan kesakitanmu mulai mereda, dan seluruh keberadaan dirimu menjadi relaks, bebas, dimerdekakan. Menilik keadaan kebanyakan orang, mereka secara objektif tidak bisa benar-benar memahami nilai praktis dan makna kedaulatan Sang Pencipta atas nasib manusia, walaupun pada tingkatan yang subjektif, mereka tidak ingin terus hidup seperti cara hidup mereka sebelumnya dan menginginkan kelepasan dari kepedihan mereka; secara objektif mereka tidak bisa benar-benar mengakui dan tunduk pada kedaulatan Sang Pencipta, dan terlebih lagi, mereka tidak tahu bagaimana mencari dan menerima penataan dan pengaturan Sang Pencipta. Jadi, jika orang tidak dapat benar-benar menyadari fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia dan atas segala hal yang berkenaan dengan manusia, jika mereka tidak dapat benar-benar tunduk pada kekuasaan Sang Pencipta, akan sulit bagi mereka untuk tidak dikendalikan dan dibelenggu oleh gagasan bahwa 'nasib orang berada di tangannya sendiri'. Akan sulit bagi mereka untuk menyingkirkan kepedihan dari pergumulan hebat mereka melawan nasib dan otoritas Sang Pencipta, dan tentu saja, akan sulit bagi mereka untuk menjadi benar-benar bebas dan dimerdekakan, untuk menjadi orang-orang yang menyembah Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan memengaruhi hatiku. Sebelumnya, aku tak pernah membandingkan keadaanku dengan yang diungkap oleh firman Tuhan. Kupikir firman Tuhan itu diarahkan kepada orang tak percaya, sedangkan aku percaya kepada Tuhan, dan aku mengenali dan mematuhi kedaulatan Tuhan. Tapi saat aku tenang dan merenungkan ayat itu, aku sadar mengenali kedaulatan Tuhan tak berarti mematuhi kedaulatan Tuhan. Itu tak berarti kau tahu kedaulatan Tuhan. Walau aku percaya Tuhan, pandanganku masih sama dengan orang-orang tak percaya itu. Orang-orang tak percaya selalu menganggap takdir manusia di tangan manusia, dan selalu mau melawan takdir. Mereka mau mengubah takdir melalui usaha sendiri dan hidup lebih baik. Hasilnya, mereka banyak menderita dan menerima banyak dampak buruk, hingga akhirnya mereka terluka tetapi tetap mereka tak mau berubah. Bukankah aku sama saja? Aku selalu mau mengubah keadaanku melalui usahaku sendiri dan bergantung pada usahaku untuk dapat promosi dan peran penting. Untuk tujuan itu, aku menderita dalam diam, menerima dampak buruk, dan bekerja untuk mempelajari kemampuan profesional. Saat hasratku tak tercapai, aku menjadi pasif dan menentang, serta menambah masalahku. Baru saat itulah aku lihat aku sangat merana dan lelah karena mengambil jalan yang salah dan memilih cara hidup yang salah. Aku menganggap kesesatan Iblis seperti, "Takdir seseorang berada di tangannya sendiri," dan, "Orang dapat menciptakan tanah air yang menyenangkan dengan tangannya sendiri" sebagai pepatah untuk diikuti. Aku yakin untuk mencapai tujuan, aku harus bekerja keras. Jadi, aku tak bisa memaksa diriku untuk mematuhi penataan di rumah Tuhan. Aku selalu mau melawan Tuhan, bebas dari kedaulatan-Nya, dan mendapat reputasi serta status melalui usahaku sendiri. Baru saat itulah aku lihat aku percaya Tuhan hanya dalam kata-kata saja. Aku tak percaya kedaulatan Tuhan di hatiku, dan aku tak bisa mematuhi penataan-Nya. Apa perbedaan antara orang percaya seperti aku dan orang tak percaya? Tuhan adalah Sang Pencipta, dan Tuhan punya kedaulatan dan mengendalikan semuanya. Takdir tiap orang, kualitas dan kemampuan khusus mereka, tugas yang mereka melakukan di rumah Tuhan, situasi apa yang mereka alami di waktu tertentu, dan lainnya semua dikendalikan dan ditakdirkan oleh Tuhan, dan tak ada orang bisa kabur dari itu atau mengubah apa pun. Hanya dengan mematuhi dan menerima kedaulatan Tuhan kita bisa menerima perlindungan dan berkat dari Tuhan, Mengetahui ini, aku mulai merasa pilu dan sedih. Bertahun-tahun aku percaya Tuhan, dan aku sudah banyak mendengar firman-Nya, tapi aku seperti orang tak percaya. Aku tak tahu kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, dan aku selalu menolak Tuhan. Aku sangat congkak dan bodoh! Aku merenungkan firman Tuhan, "Jika engkau sungguh-sungguh memahami bahwa segala sesuatu yang telah Tuhan rencanakan dan putuskan bagimu itu memberikan manfaat dan perlindungan yang besar, engkau akan merasakan kesakitanmu mulai mereda, dan seluruh keberadaan dirimu menjadi relaks, bebas, dimerdekakan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Aku berpikir, bagaimana aku tahu lingkungan ini baik untukku, dan melindungiku? Saat aku mencarinya, aku menyadari, sejak aku mulai percaya kepada Tuhan, aku tak pernah alami kegagalan, kemunduran, dikeluarkan, atau dipindahkan. Aku terus dipromosikan. Secara tak sadar, aku mulai berpikir aku mengejar kebenaran, dan aku tokoh penting untuk dibina di rumah Tuhan, jadi, aku menganggap dipromosikan adalah tujuan. Setiap dipromosikan, aku tak menganggapnya penugasan dan tanggung jawab dari Tuhan, dan aku tak mengejar kebenaran dengan sikap praktis atau memikirkan cara memakai prinsipku dalam tugasku. Malah, aku melihat penugasan dari Tuhan sebagai alat untuk mengejar status dan dikagumi oleh yang lain. Kukira makin tinggi posisi dan status, orang akan makin kagum dan menghargaiku, jadi, aku sangat fokus pada promosi dan selalu mencemaskan untung rugi. Aku sudah lama melupakan tujuan dalam kepercayaanku kepada Tuhan. Jika kuingat kembali, ambisiku terlalu besar. Jika aku dipromosikan sesuai keinginanku, aku tak tahu bisa secongkak apa diriku atau kejahatan apa yang akan kuperbuat. Ada begitu banyak contoh kegagalan seperti itu. Ada banyak orang yang bisa melakukan tugas dengan tulus padahal tak punya status, tapi begitu mereka punya status, ambisi mereka bertumbuh, mulai berbuat jahat, mereka menipu dan menarik orang. Untuk mempertahankan reputasi dan status mereka, mereka menjauhkan dan menekan orang lain, dan pada akhirnya membawa kehancuran pada diri. Aku menyadari kalau status, bagi orang yang mengejar kebenaran dan berjalan di jalan yang benar, sebagai penerapan dan penyempurnaan. Bagi orang yang tak mengejar kebenaran dan berjalan di jalan yang salah, sebagai pencobaan dan penyingkapan. Saat itu, aku masih tak punya status, hanya karena aku belum dipromosikan, aku sangat marah hingga tak ingin melakukan tugasku. Aku bisa lihat ambisi dan hasratku melebihi orang biasa. Jika aku dipromosikan untuk posisi penting, aku pasti akan gagal seburuk mereka. Saat itu, aku sungguh merasa ada niat baik Tuhan tak membuatku dipromosikan menjadi ketua tim atau pengawas. Tuhan memakai lingkungan ini untuk memaksaku berhenti dan merenungi diri, dan membuatku berbalik arah dan berjalan di jalan untuk mengejar kebenaran. Lingkungan itulah yang dibutuhkan kehidupanku, dan itulah perlindungan hebat Tuhan kepadaku. Memikirkan hal itu, membuatku merasa Tuhan melakukan hal baik. Aku buta dan bodoh, dan aku tak paham niat Tuhan, jadi, aku salah paham dan menyalahkan-Nya. Aku sudah menyakiti Tuhan.

Setelah itu, aku baca ayat lain dari firman Tuhan. "Hati seperti apakah yang Tuhan inginkan? Pertama-tama, hati ini harus jujur. Hati ini harus mampu melaksanakan tugas dengan tulus dan rendah hati, mampu melindungi pekerjaan rumah Tuhan, dan tanpa apa yang disebut sebagai cita-cita yang besar atau tujuan yang muluk-muluk. Hati ini haruslah hati yang mau berjalan selangkah demi selangkah dalam mengikuti Tuhan, menyembah Tuhan, dan hidup sebagai makhluk ciptaan. Hati ini tidak boleh berkeinginan untuk menjadi burung di udara atau makhluk ciptaan apa pun di planet lain, apa lagi ingin menjadi orang yang memiliki kemampuan supernatural. Selain itu, hati ini haruslah mencintai kebenaran. Apa yang terutama dimaksud dengan hati yang mencintai kebenaran? Mencintai hal-hal yang positif, memiliki rasa keadilan, mampu sungguh-sungguh berkorban untuk Tuhan, mampu sungguh-sungguh mencintai Tuhan, mampu menaati Tuhan, dan mampu bersaksi tentang Tuhan" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sangat tersentuh. Aku merasakan harapan dan persyaratan Tuhan bagi manusia. Tuhan tak mau manusia menjadi terkenal, hebat, atau angkuh. Tuhan tak meminta kita melakukan pekerjaan hebat atau punya pencapaian besar. Tuhan berharap manusia mengejar kebenaran dan tunduk pada penataan-Nya dalam tugas mereka, dan memenuhi tugas mereka dengan sikap praktis. Tapi aku tak paham niat Tuhan dan tak mengenali diriku. Aku selalu mau status, menjadi pemimpin atau figur berkuasa. Tanpa status dan perhatian, aku merasa menjalani hidup yang menyesakkan dan tak berguna. Aku tak punya kemanusiaan atau nalar sama sekali. Aku jelas hanya rumput yang mau menjadi pohon, kutilang yang mau menjadi elang, dan hasilnya aku tegang hingga sengsara dan kelelahan. Menyadari ini, aku berdoa, "Tuhan! Dulu, aku selalu mengejar ketenaran dan status. Aku selalu mau dikagumi. Aku tak puas untuk melakukan tugas dengan posisi tak penting, yang Engkau benci dan jijik. Kini aku paham ini adalah jalan yang salah. Aku mau tunduk pada penataan-Mu. Tak peduli apa aku dipromosikan nanti, aku akan mengejar kebenaran dengan sikap praktis dan bekerja dengan baik." Setelah berdoa, aku merasa sangat terbebas, dan aku merasa lebih dekat kepada Tuhan. Kemudian, dengan membaca firman Tuhan, aku tahu tentang kesalahan pandanganku tentang pengejaran. Firman Tuhan katakan: "Ada orang yang berkata, 'Ketika orang dipromosikan ke posisi kepemimpinan, mereka memiliki status, dan mereka bukan lagi orang biasa.' Apakah pernyataan ini benar? Ada orang yang berkata, 'Menjadi seorang pemimpin berarti engkau memiliki status, tetapi semakin tinggi statusmu, semakin parah ketika kau jatuh. Berada di posisi tertinggi berarti kau akan kesepian.' Apakah pernyataan ini benar? Ini jelas sekali salah. ... Ketika orang dipromosikan dan dibina di rumah Tuhan, itu bukan berarti mereka memiliki kedudukan atau status khusus di rumah Tuhan sehingga mereka dapat menikmati perlakuan dan perkenanan khusus. Sebaliknya, setelah mereka sangat ditinggikan di rumah Tuhan, mereka diberi kesempatan dan kondisi yang lebih baik untuk berlatih dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran sehingga mereka mampu melakukan pekerjaan yang lebih spesifik yang melibatkan prinsip-prinsip kebenaran. Artinya, prinsip-prinsip sangat terlibat dalam pekerjaan ini, dan tuntutan serta standar rumah Tuhan terhadap mereka akan lebih tinggi, yang sangat bermanfaat untuk jalan masuk kehidupan orang tersebut. Ketika orang dipromosikan dan dibina di rumah Tuhan, itu berarti mereka akan ditempatkan di bawah tuntutan yang ketat dan diawasi dengan ketat. Rumah Tuhan akan secara ketat memeriksa dan mengawasi pekerjaan yang mereka lakukan, dan akan berusaha memahami dan memberikan perhatian pada jalan masuk kehidupan mereka. Dari sudut pandang ini, apakah orang-orang yang dipromosikan dan dibina oleh rumah Tuhan menikmati perlakuan khusus, status khusus, dan kedudukan khusus? Sama sekali tidak, dan bahkan mereka semakin sedikit menikmati identitas khusus. Bagi orang-orang yang telah dipromosikan dan dipakai dalam peran penting, jika mereka merasa memiliki modal, dan mengalami stagnasi dan berhenti mengejar kebenaran, maka mereka berada dalam bahaya ketika menghadapi ujian dan kesengsaraan. Ada yang berkata, 'Ketika orang dipromosikan dan dibina sebagai pemimpin, itu berarti mereka memiliki identitas. Meskipun mereka bukan salah seorang dari anak-anak sulung, setidaknya mereka memiliki harapan untuk menjadi salah seorang dari umat Tuhan. Aku tidak pernah dipromosikan atau dibina, jadi harapan apa yang kumiliki untuk diperhitungkan sebagai salah seorang umat Tuhan?' Berpikir seperti ini keliru. Untuk menjadi salah seorang umat Tuhan, engkau harus memiliki pengalaman hidup, dan engkau harus menjadi orang yang taat kepada Tuhan. Entah engkau seorang pemimpin, pekerja, atau pengikut biasa, siapa pun yang memiliki kenyataan kebenaran, dia adalah salah seorang dari umat Tuhan. Sekalipun engkau adalah pemimpin atau pekerja, jika engkau tidak memiliki kenyataan kebenaran, engkau tetap adalah pelaku pelayanan" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). Dari firman Tuhan ini aku paham kalau promosi dan pembinaan di rumah Tuhan tak berarti seseorang punya status istimewa, atau mereka menerima perlakuan khusus seperti pejabat di dunia. Itu hanya kesempatan untuk penerapan. Itu hanya penugasan yang lebih penting dan tanggung jawab lebih besar bagi manusia. Dipromosikan dan dibina hanya berarti seseorang beralih dari satu tugas ke yang lain. Itu tak berarti identitas dan status seseorang lebih tinggi daripada yang lain, dan itu tak berarti kau paham kebenaran atau memiliki kenyataannya. Tidak dipromosikan tak berarti kau payah, dan tak berarti kau tak punya masa depan dan tak bisa diselamatkan. Singkatnya, tak peduli tugas apa yang kau laksanakan, entah kau dipromosikan atau tidak, Tuhan memperlakukan semua manusia dengan adil. Keluarga Tuhan mengatur tugas berdasarkan kualitas dan kemampuan, agar setiap kualitas dan kemampuan seseorang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Ini menguntungkan pekerjaan rumah Tuhan dan jalan masuk kehidupan kita sendiri. Entah kau dipromosikan untuk tugas penting atau tidak, harapan Tuhan bagi manusia dan perbekalan bagi semuanya sama saja. Tuhan mau manusia mengejar kebenaran dan mengubah watak selagi mereka mengerjakan tugas. Karena itu, penyelamatan Tuhan akan manusia tak tergantung pada status, kualifikasi, atau umur. Tapi, itu tergantung pada sikap manusia pada kebenaran dan tugas mereka. Jika kau berjalan di jalan untuk mengejar kebenaran, selagi kau bekerja, kau bisa lebih banyak berlatih, dan terus membuat kemajuan dalam hidup. Jika kau tak mengejar kebenaran, tak peduli setinggi apa statusmu, kau tak akan bertahan. Cepat atau lambat, kau akan dikeluarkan dan disingkirkan. Dulu, aku tak memiliki pemahaman yang suci tentang promosi. Kukira dipromosikan berarti mendapat status, dan dengan makin tinggi statusku, makin baik masa depan dan nasibku. Hasilnya, aku tak fokus mengejar kebenaran dalam tugasku dan hanya mengejar status. Baru saat itulah aku sadar pandangan ini konyol! Sebenarnya, rumah Tuhan memberiku kesempatan untuk berlatih, tapi kualitasku terlalu rendah untuk tugas yang lebih penting. Aku tak sadar diri, jadi, aku merasa mampu dan bisa dipromosikan untuk mendapat tugas yang lebih besar. Aku sangat tak mengenali diriku. Tak peduli pekerjaan apa yang kita lakukan di rumah Tuhan, kita perlu memahami kebenaran dan memasuki prinsip kebenaran agar pekerjaan kita mencapai hasil yang baik. Tapi aku tak paham kebenaran, dan aku tak bisa melakukan pekerjaan praktis. Meskipun aku dipromosikan, hal baik apa yang bisa kulakukan? Tidakkah aku hanya akan menghalangi? Aku tak hanya akan sangat kelelahan, tetapi juga menghalangi pekerjaan rumah Tuhan. Itu tak akan sepadan. Saat itu, aku akhirnya menyadari tugasku yang sekarang sangat cocok denganku. Aku mampu dan itu memanfaatkan keunggulanku. Ini sangat membantu untuk jalan masuk kehidupanku sendiri, dan bermanfaat untuk pekerjaan rumah Tuhan. Melalui pencerahan itu dan bimbingan dari firman Tuhan, aku makin paham akan niat Tuhan, dan temukan tempatku, dan kondisiku yang pasif sudah teratasi.

Setelah itu, aku tak lagi dikendalikan statusku, dan aku memikul beban dalam tugasku. Saat tak sibuk bekerja, aku menggunakan waktu luang untuk berlatih berkhotbah dan menjadi saksi bagi Tuhan. Saat aku melihat seseorang yang sangat percaya Tuhan dan mencintai kebenaran menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku merasa sangat tenang dan nyaman. Akhirnya, aku paham tak penting betapa penting posisimu, yang penting, apa kau bisa memainkan peran sebagai makhluk ciptaan selagi bekerja. Ini adalah hal terpenting. Sekarang, walau aku sering dengar kabar saudara-saudari yang kukenal dipromosikan, aku lebih tenang, dan aku tak lagi iri atau cemburu, karena aku tahu walau kami punya pekerjaan berbeda, kami semua berjuang demi tujuan sama, yaitu menyebarkan Injil kerajaan Tuhan sebaik mungkin. Kini akhirnya aku temukan tempatku. Aku hanya makhluk ciptaan kecil. Tugasku adalah mematuhi pengaturan dan penataan Sang Pencipta. Ke depannya, tak peduli apa tugasku, aku siap menerima, mematuhi, dan melakukan yang terbaik untuk memuaskan Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Apa yang Kupetik dari Kegagalan

Oleh Saudara Shi Fang, Korea Pada tahun 2014, aku dilatih sebagai produser video untuk gereja. Pada waktu itu, sebuah video baru mulai...

Kekayaan Hidup

Oleh Wang Jun,Provinsi Shandong Selama bertahun-tahun sejak menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, aku dan istriku...