Aku Telah Merasakan Sukacitanya Bersikap Jujur

07 April 2025

Pada bulan Maret tahun 2023, aku bertanggung jawab atas pekerjaan penginjilan di sebuah gereja. Hasil pekerjaan di gereja ini cukup buruk. Aku sudah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi masih saja tidak ada peningkatan, dan aku merasa sangat cemas. Suatu hari, aku mendengar bahwa para pemimpin akan datang ke pertemuan untuk memeriksa pekerjaan, dan aku merasa sangat gelisah. Aku berpikir, "Terakhir kali, saat para pemimpin datang, mereka mempersekutukan masalah tentang membina orang-orang dengan kami, tetapi aku masih belum menemukan kandidat yang cocok. Ketika para pemimpin melihat bahwa aku sudah lama menerapkan, tetapi masih tidak bisa melaksanakan pekerjaan dengan baik, akankah mereka menganggap bahwa kemampuan kerjaku masih kurang? Jika itu terjadi, mereka akan sepenuhnya kehilangan kesan baik tentang aku!" Malam itu, saat aku berusaha tidur, setiap kali aku memikirkan para pemimpin yang datang untuk memeriksa pekerjaan, aku tidak bisa menenangkan hatiku dan merasa sangat khawatir.

Keesokan harinya, ketika para pemimpin datang untuk memeriksa pekerjaan, aku takut mereka akan melihat hasil yang buruk dan menganggapku tidak bisa melakukan pekerjaan nyata. Jadi sebelum mereka sempat bertanya, aku cepat-cepat menjelaskan bagaimana aku telah mengalihkan tugas para pekerja penginjilan, dan bagaimana aku telah menindaklanjuti perkembangan pekerjaan penginjilan. Mereka menanyakan beberapa pertanyaan kepada saudari yang menjadi rekan kerjaku, Xiao Lin, dan setiap kali aku mendengar Xiao Lin melewatkan beberapa hal, aku langsung menambahkan untuk melengkapi apa pun yang dia lewatkan, aku ingin menunjukkan kepada para pemimpin bahwa aku memiliki kemampuan kerja dan bisa melakukan pekerjaan nyata. Setelah percakapan ini, para pemimpin tidak mengatakan apa pun, dan aku menghela napas lega. Beberapa waktu kemudian, para pemimpin bertanya kepada kami tentang penyimpangan dan kesulitan yang kami alami dalam memberitakan Injil baru-baru ini. Aku berpikir, "Belakangan ini, pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku belum membuahkan hasil, apa mungkin sebaiknya aku memberi tahu mereka tentang situasinya agar mereka bisa membantu mencari tahu penyebabnya?" Namun, kemudian aku berpikir, "Jika aku mengemukakan masalah ini, dan mereka menemukan masalah lain dengan tugas-tugasku, bukankah akan semakin jelas bahwa kemampuan kerjaku kurang? Bukankah aku hanya akan mempermalukan diri sendiri jika mengatakannya?" Setelah memikirkan ini, aku menelan kata-kata yang sudah di ujung lidahku. Saat sore hari, para pemimpin mengoreksi dan memangkasku, lalu mengatakan, "Kau bilang kau telah melaksanakan tugas ini dan itu, membuatnya seolah-olah tidak ada masalah atau kekurangan, tetapi pekerjaanmu masih tidak membuahkan hasil. Kau harus merenungkan penyebab dari masalah ini." Setelah para pemimpin pergi, aku merasa agak gelisah, dan aku merasa sangat bersalah karena tidak menyingkapkan bagaimana keadaan pekerjaan yang sebenarnya. Aku teringat dengan firman Tuhan ini: "Banyak orang lebih suka dihukum di neraka daripada berkata dan bertindak jujur. Tidak mengherankan bahwa Aku punya perlakuan lain yang menanti mereka yang tidak jujur" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Jelas-jelas aku mengalami kesulitan dalam tugasku, tetapi ketika para pemimpin datang ke pertemuan, aku takut untuk mengungkapkan kurangnya kemampuan kerjaku dan kehilangan muka, jadi aku tidak berbicara. Oleh karena itu, kesulitan tidak teratasi dan pekerjaan terkena imbasnya. Aku merasa bahwa natur ini cukup serius. Aku sedang menipu orang lain dan Tuhan. Hatiku terasa seperti terbakar oleh perasaan tidak nyaman.

Kemudian, aku membaca firman Tuhan ini: "Antikristus pada dasarnya jahat; mereka tidak memiliki hati yang jujur, hati yang mencintai kebenaran atau hati yang mencintai hal-hal positif. Mereka sering kali hidup di sudut-sudut gelap, tidak bertindak dengan sikap yang jujur, mereka tidak mengatakan yang sebenarnya, dan mereka memendam hati yang jahat dan licik terhadap orang lain dan Tuhan. Mereka ingin menipu orang lain dan juga menipu Tuhan. Mereka tidak mau menerima pengawasan dari orang lain, apalagi pemeriksaan dari Tuhan. Ketika berada di antara orang lain, mereka tidak pernah ingin siapa pun mengetahui apa yang mereka pikirkan dan rencanakan di lubuk hatinya, orang seperti apa sesungguhnya mereka, serta sikap apa yang mereka miliki terhadap kebenaran, dan sebagainya; mereka tidak ingin orang lain mengetahui hal-hal ini, dan mereka juga ingin menipu Tuhan, menyembunyikannya dari Tuhan. Itu sebabnya, ketika seorang antikristus tidak memiliki status dan kesempatan untuk memanipulasi situasi dalam sekelompok orang, tidak ada yang benar-benar dapat mengetahui apa yang sebenarnya maksud di balik perkataan dan tindakannya. Orang akan bertanya-tanya: 'Apa yang mereka pikirkan setiap hari? Apakah ada maksud apa pun di balik pelaksanaan tugas mereka? Apakah mereka sedang memperlihatkan kerusakan? Apakah mereka merasa cemburu atau benci terhadap orang lain? Apakah mereka memiliki prasangka apa pun terhadap orang lain? Bagaimana pandangan mereka tentang perkataan orang lain? Apa yang mereka pikirkan ketika menghadapi hal-hal tertentu?' Antikristus tidak pernah membiarkan orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam diri mereka. Sekalipun mereka mengungkapkan sedikit pendapat tentang sesuatu, mereka akan berbicara dengan samar-samar, ambigu, serta berbicara berbelit-belit, sehingga orang lain tidak bisa memahami apa yang sebenarnya ingin mereka sampaikan, dan tidak mengerti apa yang ingin mereka katakan serta ungkapkan, membuat semua orang bingung. Setelah orang seperti itu mendapatkan status, mereka menjadi lebih tersembunyi dalam berperilaku di sekitar orang lain. Mereka ingin melindungi ambisi, reputasi, citra dan nama baik, status serta martabat mereka, dan sebagainya. Itulah mengapa mereka tidak ingin terbuka mengenai bagaimana mereka bertindak atau motif mereka dalam melakukan segala sesuatu. Bahkan saat mereka melakukan kesalahan, memperlihatkan watak yang rusak, atau ketika motif dan niat di balik tindakannya salah, mereka tidak mau terbuka serta tidak membiarkan orang lain mengetahuinya, dan mereka pun sering kali menunjukkan citra polos dan sempurna untuk mengelabui saudara-saudari. Adapun terhadap Yang di Atas dan terhadap Tuhan, mereka hanya mengatakan hal-hal yang terdengar baik, dan sering menggunakan kebohongan dan taktik yang menipu untuk menjaga hubungan mereka dengan Yang di Atas. Ketika melaporkan pekerjaan mereka kepada Yang di Atas, dan berbicara dengan Yang di Atas, mereka tidak pernah mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa menemukan kelemahan mereka. Mereka tidak akan pernah menyebutkan apa yang telah dilakukan di bawah, setiap persoalan yang telah muncul di gereja, masalah atau kekurangan dalam pekerjaannya, atau hal-hal yang tidak bisa mereka mengerti atau pahami. Mereka tidak pernah mencari atau bertanya kepada Yang di Atas mengenai persoalan tersebut, dan sebaliknya, hanya menunjukkan citra serta penampilan sebagai orang yang kompeten dalam pekerjaannya, seolah-olah mereka mampu sepenuhnya melakukan pekerjaannya. Mereka tidak melaporkan masalah apa pun yang ada di gereja kepada Yang di Atas, dan betapa pun kacaunya keadaan di gereja, betapa pun besarnya kekurangan yang muncul dalam pekerjaan mereka, atau apa pun yang secara spesifik telah mereka lakukan di bawah, mereka berulang kali menutupi semua itu, berusaha keras agar Yang di Atas tidak akan pernah mengetahui sedikit pun kabar burung dan berita tentang hal-hal tersebut, bahkan sampai memindahkan orang-orang yang terkait hal-hal ini atau yang mengetahui kebenarannya ke tempat yang jauh demi menutupi situasi yang sebenarnya. Penerapan macam apa ini? Perilaku seperti apa ini? Apakah ini jenis perwujudan yang seharusnya dimiliki oleh orang yang mengejar kebenaran? Jelas sekali, bukan. Ini adalah perilaku setan. Antikristus akan berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan dan menutupi apa pun yang bisa berdampak pada status atau reputasi mereka, menyembunyikan hal tersebut dari orang lain dan dari Tuhan. Ini berarti menipu orang-orang di atas dan di bawah mereka" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sebelas). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa pada dasarnya antikristus itu jahat dan licik. Demi menjaga citra dan status mereka, setiap kali menghadapi masalah atau kesulitan dalam tugasnya, atau tidak peduli seberapa besar kerugian yang mereka sebabkan pada tugasnya, mereka menipu orang lain untuk menyembunyikan hal-hal ini dan berpura-pura kompeten dalam pekerjaan mereka. Perilaku ini adalah tindakan Iblis yang berusaha menipu atasan dan bawahan mereka. Aku merenungkan diriku, dan aku sangat sadar akan kenyataan bahwa efektivitas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku itu buruk, dan aku mengalami kesulitan dalam membina orang lain. Ketika para pemimpin datang ke pertemuan, seharusnya aku menyinggung hal ini dan membiarkan mereka membantu menyelesaikannya. Namun, aku takut mereka akan menganggapku kurang memiliki kemampuan kerja dan aku akan kehilangan citra baikku di mata mereka. Sebelum mereka sempat memeriksa pekerjaanku, aku cepat-cepat menjelaskan bagaimana aku telah berupaya menindaklanjuti pekerjaan, ingin supaya mereka menganggapku memiliki kemampuan kerja dan bisa menyelesaikan masalah nyata, sehingga kelihatannya seolah-olah hasil yang buruk bukan tanggung jawabku. Ketika para pemimpin datang untuk memeriksa bagaimana perkembangan pekerjaan penginjilan, aku sangat menyadari bahwa aku seharusnya mengungkapkan kesulitannya dan segera mencari solusi, tetapi aku takut mengungkapkan penyimpangan dan celah dalam tugasku yang akan membuatku kehilangan muka dan statusku, jadi aku tetap tutup mulut. Kemampuanku dalam bekerja memang kurang dan ada banyak masalah dalam tugasku, dan pekerjaan gereja telah mengalami kerugian, tetapi demi menjaga reputasi dan statusku, aku berusaha memberi kesan kepada orang lain bahwa aku kompeten dalam pekerjaanku. Apa pun kesalahan atau kejahatan yang antikristus lakukan, mereka akan melakukan segala cara untuk menyembunyikan dan menipu demi melindungi reputasi serta status mereka, tanpa peduli pada kepentingan rumah Tuhan. Aku telah berbohong dan menipu untuk menyembunyikan kenyataan bahwa aku tidak mampu melakukan pekerjaan nyata. Lalu, apa bedanya aku dengan seorang antikristus? Ketika memikirkan hal ini, aku menjadi sangat menyesal, jadi aku segera menulis surat kepada para pemimpin tentang keadaanku saat ini dan tentang kurangnya hasil dalam tugasku. Setelah para pemimpin memahami hal ini, meskipun mereka memangkas dan menegurku atas kelicikanku, mereka juga membimbingku untuk merenungkan diri dan membantu menemukan penyebab kurangnya efektivitas dalam pekerjaanku. Mereka mendapati bahwa aku hanya sekadar mengucapkan slogan dalam bekerja, tidak mempersekutukan solusi yang menjawab kesulitan saudara-saudariku yang sesungguhnya, dan gagal memberikan jalan penerapan untuk melangkah maju. Setelah mengidentifikasi masalahku, hatiku terasa jauh lebih terang.

Setelah itu, aku dengan sadar mulai melatih diri untuk menjadi orang yang jujur, tetapi terkadang aku masih mendapati diriku terikat oleh watak rusakku. Suatu ketika, saat para pemimpin datang ke sebuah pertemuan, aku teringat, saat itu ada seorang pekerja penginjilan yang memiliki kualitas yang cukup baik, tetapi dia bekerja menurut pemikirannya sendiri dan tidak memperhatikan soal memasuki prinsip-prinsip. Aku sudah bersekutu dengannya beberapa kali, tetapi tidak melihat adanya peningkatan, jadi aku berpikir sebaiknya membahas masalah ini dengan para pemimpin dan mencari cara untuk mengatasinya. Namun, kemudian aku berpikir, "Jika para pemimpin mengetahui kekuranganku, akankah mereka berkata bahwa kemampuan kerjaku kurang? Itu akan sangat memalukan! Mungkin lebih baik aku diam saja." Namun kemudian, aku mengingat pelajaran yang kupetik dari kegagalanku sebelumnya, dan aku teringat satu bagian dari firman Tuhan: "Jika engkau adalah pemimpin atau pekerja, apakah engkau takut rumah Tuhan akan mengajukan pertanyaan dan mengawasi pekerjaanmu? Apakah engkau takut rumah Tuhan akan menemukan penyimpangan dan kesalahan dalam pekerjaanmu dan memangkasmu? Apakah engkau takut setelah Yang di Atas mengetahui kualitas dan tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya, Dia akan memandangmu secara berbeda dan tidak mempertimbangkanmu untuk dipromosikan? Jika engkau memiliki semua ketakutan ini, terbukti bahwa motivasimu bukanlah demi pekerjaan gereja, engkau sedang bekerja demi reputasi dan status, yang membuktikan bahwa engkau memiliki watak antikristus. Jika engkau memiliki watak antikristus, engkau akan cenderung menempuh jalan antikristus dan melakukan semua kejahatan yang dilakukan oleh antikristus" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Delapan (Bagian Dua)). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku terlalu mementingkan citra dan statusku, dan hal ini membuatku bertindak dengan licik dan melakukan hal-hal yang merugikan kepentingan rumah Tuhan. Dalam hal ini, aku sedang berjalan di jalan seorang antikristus. Aku lalu mengungkapkan masalah-masalah yang aku ingin dibantu memecahkannya. Para pemimpin mendapati bahwa aku tidak bersekutu tentang kebenaran untuk menyelesaikan masalah, melainkan malah memanfaatkan posisiku untuk menguliahi orang lain. Hal ini justru mengekang mereka dan membuat mereka tidak memiliki jalan penerapan dalam melaksanakan tugas mereka. Ketika para pemimpin menunjukkan masalah ini, wajahku terasa panas, dan aku berpikir dalam hati, "Apa yang akan mereka pikirkan tentangku sekarang? Akankah mereka menganggapku tidak memiliki kemanusiaan? Ini sangat memalukan!" Aku mulai menyesal telah mengatakan yang sebenarnya. Namun kemudian aku berpikir, "Bukankah tujuan mengungkapkan masalah ini adalah untuk menemukan penyebabnya dan menyelesaikan masalahnya? Jika aku terkekang oleh citraku dan enggan menerima semua ini, bagaimana mungkin masalah dapat diselesaikan?" Kemudian, aku berdoa kepada Tuhan agar Dia membantuku memberontak terhadap diriku sendiri, menerima, dan tunduk. Aku juga teringat bahwa aku tidak hanya menunjukkan perilaku ini terhadap satu pekerja pengnjilan ini saja, tetapi juga terhadap yang lainnya. Ketika melihat bahwa efektivitas dalam tugas mereka buruk, aku tidak merenungkan tugas mana yang tidak kulaksanakan dengan baik atau mencari tahu kesulitan yang mereka alami, tetapi malah merasa bahwa citra dan statusku telah tercoreng, lalu menegur mereka. Hal ini bukan hanya gagal membantu mereka, tetapi juga membuat mereka terkekang. Kemudian, aku segera meminta maaf kepada saudara-saudariku, dan membuka hatiku untuk bersekutu tentang keadaanku. Keadaan para pekerja Injil pun sedikit membaik, mereka mulai menyadari kekurangan mereka dan bersedia mengupayakan perbaikan. Saat menindaklanjuti pekerjaan setelahnya, aku lebih memperhatikan tentang mempersekutukan prinsip-prinsip, dan memberikan lebih banyak jalan penerapan yang baik. Saat itu, meskipun agak memalukan untuk berlatih menjadi orang yang jujur dan terbuka kepada para pemimpin, hal ini membuatku mengenali masalahku dan segera membuat penyesuaian, hal ini sangatlah bermanfaat bagi jalan masuk kehidupan dan tugasku.

Setelahnya, aku juga berpikir, "Aku jelas tahu bahwa berlatih menjadi orang yang jujur adalah tuntutan Tuhan, tetapi kenapa aku selalu takut dipandang rendah dan enggan berlatih menjadi orang yang jujur?" Aku pun berdoa kepada Tuhan memohon bimbingan-Nya, dan aku teringat persekutuan Tuhan yang menganalisis sebuah pepatah yang telah ditanamkan dalam diri kita oleh keluarga kita, "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya." Lalu, aku mencarinya untuk membacanya. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ketika orang-orang yang lebih tua di keluargamu sering berkata kepadamu, 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya', tujuan mereka adalah agar engkau mementingkan reputasi yang baik, menjalani kehidupan yang membanggakan, dan tidak melakukan hal-hal yang akan menjadi aib bagimu. Lalu, apakah pepatah ini membimbing orang dengan cara yang positif atau negatif? Dapatkah pepatah ini menuntunmu pada kebenaran? Dapatkah pepatah ini menuntunmu untuk memahami kebenaran? (Tidak.) Dapat dikatakan dengan pasti bahwa jawabannya adalah 'Tidak!' Coba renungkan, Tuhan berfirman bahwa manusia itu harus berperilaku jujur. Setelah engkau melanggar, atau melakukan sesuatu yang salah, atau melakukan sesuatu yang memberontak terhadap Tuhan dan menentang kebenaran, engkau harus mengakui kesalahanmu, mengenal dirimu sendiri, dan terus menganalisis dirimu sendiri agar engkau mengalami pertobatan sejati, dan setelah itu, engkau harus bertindak berdasarkan firman Tuhan. Jadi, jika orang berperilaku jujur, apakah tindakan itu bertentangan dengan pepatah 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya'? (Ya.) Mengapa bertentangan? Karena pepatah 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya' dimaksudkan agar orang mementingkan sisi kehidupan mereka yang cerah dan berwarna serta melakukan lebih banyak hal yang akan membuat mereka terlihat baik—alih-alih melakukan hal-hal buruk dan tidak terhormat, atau memperlihatkan sisi buruk mereka—dan menghindarkan diri mereka agar tidak menjalani kehidupan yang tidak memiliki harga diri atau tidak bermartabat. Demi reputasi, demi harga diri dan kehormatannya, orang tidak boleh mengatakan apa pun yang buruk mengenai diri mereka sendiri, apalagi memberi tahu orang lain tentang sisi gelap dan aspek-aspek memalukan dalam dirinya, karena orang haruslah hidup dengan memiliki harga diri dan martabat. Agar memiliki martabat, orang harus memiliki reputasi yang baik, dan untuk memiliki reputasi yang baik, orang harus berpura-pura dan 'mengemas' dirinya. Bukankah ini bertentangan dengan berperilaku jujur? (Ya.) Ketika engkau berperilaku jujur, yang kaulakukan itu sepenuhnya bertentangan dengan pepatah 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya'. Jika engkau ingin berperilaku jujur, jangan menganggap penting harga dirimu; harga diri manusia sama sekali tidak berharga. Diperhadapkan dengan kebenaran, orang harus menyingkapkan dirinya, tidak berpura-pura atau menciptakan citra diri yang palsu. Orang harus mengungkapkan kepada Tuhan pemikirannya yang sebenarnya, kesalahan yang pernah dilakukannya, aspek-aspek dirinya yang melanggar prinsip-prinsip kebenaran, dan sebagainya, dan juga menceritakan yang sebenarnya tentang hal-hal ini kepada saudara-saudari. Orang tidak boleh hidup demi reputasinya, tetapi harus hidup demi dapat berperilaku jujur, hidup demi mengejar kebenaran, hidup demi menjadi makhluk ciptaan sejati, dan hidup demi memuaskan Tuhan dan diselamatkan. Namun, jika engkau tidak memahami kebenaran ini, dan tidak memahami maksud Tuhan, pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam dirimu akan cenderung mengendalikanmu. Jadi, ketika engkau melakukan sesuatu yang salah, engkau menutupinya dan berpura-pura, berpikir, 'Aku tidak boleh mengatakan apa pun tentang hal ini, dan aku juga tidak akan membiarkan siapa pun yang tahu tentang hal ini mengatakan apa pun. Jika ada di antaramu yang mengatakannya, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Reputasiku adalah yang utama. Hidup tidak ada gunanya jika bukan demi reputasi, karena reputasi lebih penting daripada apa pun. Jika orang kehilangan reputasinya, berarti dia telah kehilangan seluruh martabatnya. Jadi, kita tidak boleh mengatakan yang sebenarnya, kita harus berpura-pura, kita harus menutupi semuanya, karena jika tidak, kita akan kehilangan reputasi serta martabat kita, dan hidup kita akan menjadi tidak berharga. Jika tak seorang pun menghormati kita, berarti kita hanyalah orang yang tidak berharga, hanya sampah.' Mungkinkah engkau berperilaku jujur jika engkau bertindak dengan cara seperti ini? Mungkinkah engkau mampu sepenuhnya terbuka dan menganalisis dirimu sendiri? (Tidak.) Jelaslah bahwa dengan melakukan hal ini, engkau sedang mematuhi pepatah 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya' yang telah keluargamu tanamkan dalam dirimu. Namun, jika engkau melepaskan pepatah ini demi mengejar serta menerapkan kebenaran, pepatah ini tidak akan lagi memengaruhimu, dan tidak akan lagi menjadi semboyanmu atau prinsipmu dalam melakukan segala sesuatu, dan sebaliknya, apa yang kaulakukan justru akan berkebalikan dengan pepatah 'Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya'. Engkau tidak akan hidup demi reputasimu, atau demi martabatmu, sebaliknya, engkau akan hidup demi mengejar kebenaran, demi dapat berperilaku jujur, dan engkau akan berusaha memuaskan Tuhan serta hidup sebagai makhluk ciptaan yang sejati. Jika engkau mematuhi prinsip ini, engkau akan mampu melepaskan pengaruh pembelajaran dan pembiasaan yang keluarga tanamkan dalam dirimu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (12)"). Dari firman Tuhan, aku menemukan alasan mengapa aku selalu terkekang oleh kekhawatiran tentang citraku dan tidak bisa menjadi orang yang jujur. Semua ini adalah hasil dari pengaruh racun Iblis, "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya", yang sejak kecil telah tertanam dalam diriku. Aku telah mementingkan citra dan status di atas segalanya, percaya bahwa memiliki citra dan status di mata orang lain adalah hal-hal yang menghasilkan kehidupan yang mulia, bermartabat, dan berintegritas. Jika aku mengungkapkan kekuranganku, aku akan merasa kurang dihargai dan dipandang rendah oleh orang lain. Hal itu akan membuatku merasa seperti kehilangan hidupku dan itu sangat menyakitkan. Namun kenyataannya, mengungkapkan masalah dalam tugasku untuk mencari bimbingan dapat membantuku mengenali kekuranganku dan menemukan cara untuk menyelesaikan semua itu, sehingga aku bisa melaksanakan tugasku dengan baik. Namun, ketika masalah muncul dalam tugasku, aku tidak berusaha untuk menyelesaikannya, tetapi malah bertindak dengan licik untuk melindungi citra dan statusku. Bahkan ketika tindakanku merugikan pekerjaan, aku menutupi masalah-masalah dalam tugasku ini, dan sepanjang waktu, aku terus berbicara tentang pekerjaan yang telah kulakukan, membuat para pemimpin percaya bahwa aku tidak memiliki kesulitan dalam tugasku yang menghambat penyelesaian masalah tepat waktu. Aku berbohong untuk menyelamatkan citraku, dan aku berusaha menipu baik para pemimpin maupun Tuhan, tanpa memikirkan kepentingan gereja. Di mana martabat dan integritasku dalam situasi itu? Aku sedang menjalani hidup seperti Iblis. Martabat dan integritas tidak dipertahankan dengan menampilkan citra palsu atau melindungi muka. Hanya ketika seseorang mampu berlatih menjadi orang yang jujur, memiliki keberanian untuk mengakui kekurangan atau kesalahan, dan menerima serta menerapkan kebenaran dengan mengutamakan kepentingan rumah Tuhan, barulah mereka bisa dianggap sebagai orang yang memiliki integritas dan martabat. Hidup berdasarkan racun Iblis hanya membuat orang semakin jahat dan licik, serta melakukan lebih banyak perbuatan jahat, sehingga akhirnya dibenci dan akhirnya disingkirkan oleh Tuhan.

Kemudian aku teringat firman Tuhan ini: "Dan apa yang menjadi sumber dari pengejaran kepentingan diri sendiri? Sumbernya adalah orang-orang memandang kepentingan mereka sebagai sesuatu yang lebih penting daripada apa pun. Mereka melakukan tipu daya agar dapat menguntungkan diri mereka sendiri, dan karena itu watak licik mereka tersingkap. Bagaimana seharusnya masalah ini diselesaikan? Pertama, engkau harus mengenali dan memahami apa itu kepentingan, apa yang sebenarnya dibawanya kepada orang, dan apa konsekuensinya jika orang mengejar kepentingan. Jika engkau tidak dapat memahaminya, maka melepaskan kepentingan akan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Jika orang tidak memahami kebenaran, tidak ada yang lebih sulit bagi mereka untuk melepaskan daripada kepentingan mereka sendiri. Itu karena falsafah hidup mereka adalah 'Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya' dan 'Manusia mati demi mendapatkan kekayaan sama seperti burung mati demi mendapatkan makanan'. Jelas, mereka hidup untuk kepentingan mereka sendiri. Orang mengira tanpa memiliki kepentingan mereka sendiri—jika mereka harus kehilangan kepentingan mereka—mereka tak akan mampu bertahan hidup. Ini seolah-olah kelangsungan hidup mereka tidak dapat dipisahkan dari kepentingan mereka sendiri, jadi kebanyakan orang buta terhadap segala hal kecuali kepentingan mereka sendiri. Mereka memandang kepentingan mereka sendiri lebih tinggi daripada apa pun, mereka hidup demi kepentingan mereka sendiri, dan meminta mereka untuk melepaskan kepentingan mereka sendiri adalah seperti meminta mereka untuk menyerahkan nyawa mereka. Jadi, apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti itu? Orang harus menerima kebenaran. Hanya ketika mereka memahami kebenaran, barulah mereka dapat melihat esensi dari kepentingan mereka sendiri; hanya dengan cara demikianlah mereka mulai melepaskan dan memberontak terhadapnya, dan mampu menanggung penderitaan karena melepaskan apa yang sangat mereka cintai. Dan ketika engkau dapat melakukan hal ini, dan meninggalkan kepentingan dirimu sendiri, engkau akan merasa semakin tenang dan semakin damai di hatimu, dan dengan melakukan itu, engkau akan mengalahkan daging. Jika engkau berpaut pada kepentinganmu sendiri dan tidak mau melepaskannya, dan jika engkau sedikit pun tidak menerima kebenaran, di dalam hatimu, engkau mungkin berkata, 'Apa salahnya berusaha menguntungkan diriku sendiri dan tidak mau mengalami kerugian apa pun? Tuhan tidak menghukumku, dan apa yang dapat orang lakukan terhadapku?' Tak seorang pun yang dapat melakukan apa pun terhadapmu, tetapi dengan kepercayaanmu seperti ini terhadap Tuhan, akhirnya engkau akan gagal memperoleh kebenaran dan hidup. Ini akan menjadi kerugian besar bagimu—engkau tak akan mampu memperoleh keselamatan. Adakah penyesalan yang lebih besar dari ini? Inilah yang pada akhirnya kaudapatkan jika mengejar kepentingan dirimu sendiri. Jika orang hanya mengejar ketenaran, keuntungan, dan status—jika mereka hanya mengejar kepentingan diri mereka sendiri—mereka tidak akan pernah memperoleh kebenaran dan hidup, dan pada akhirnya, merekalah yang akan mengalami kerugian" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Mengetahui Watak Orang adalah Landasan untuk Mengubahnya"). Firman Tuhan mengingatkanku bahwa hanya dengan melepaskan kepentinganku dan berlatih menjadi orang yang jujur, barulah aku bisa memperoleh kebenaran dan mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Mendapatkan citra dan status mungkin bisa memuaskan keangkuhan sesaat, tetapi itu tidak dapat menuntun pada keselamatan. Aku merenungkan kembali bagaimana aku menyatakan kebenaran pada dua kesempatan tersebut. Meskipun pada saat itu terasa sedikit memalukan, melalui bimbingan dan bantuan para pemimpin, aku menyadari bahwa aku telah mengambil jalan yang salah dengan bekerja demi citra dan statusku, dan aku melihat penyimpangan dalam tugasku serta menemukan prinsip-prinsip dan jalan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Dibandingkan dengan itu, apa artinya kehilangan sedikit citra? Para pemimpin sudah menyadari kemampuan kerjaku yang buruk, dan aku harus menghadapi ini dengan berani dan menanganinya dengan benar, mengungkapkan masalah atau kesulitan apa pun dengan jujur dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Hanya dengan melaksanakan tugasku seperti inilah aku bisa membuat kemajuan. Sebaliknya, jika aku mencoba melindungi diri dengan bersikap licik, aku bukan hanya akan gagal memahami masalahku sendiri, tetapi itu juga akan berdampak pada efektivitas tugasku dan aku akan melakukan pelanggaran. Bukankah ini merupakan suatu kebodohan di pihakku? Menyadari hal ini, aku memutuskan untuk berlatih menjadi orang yang jujur dan berjalan di jalan keselamatan.

Setelah itu, aku terus mencari, dan aku menyadari bahwa aku selalu takut jika para pemimpin mengawasi serta memeriksa pekerjaanku. Itu terutama karena aku tidak memahami pentingnya pengawasan para pemimpin terhadap pekerjaan. Aku telah sangat dirusak oleh Iblis, dan aku bisa bertindak berdasarkan watak rusakku dalam tugasku kapan saja. Oleh karena itu, aku membutuhkan para pemimpin dan pekerja untuk sering mengawasi dan menanyakan pekerjaan, agar ketika masalah ditemukan, mereka bisa segera bersekutu dan membantu memperbaikinya. Ini juga akan membantuku terhindar dari melakukan kejahatan yang akan mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja. Ini merupakan pelindung bagiku! Selain itu, aku sangat mementingkan citra dan statusku, sering kali menginginkan hasil yang instan dan melanggar prinsip dalam tugasku, sambil berpikir bahwa aku memiliki rasa terbeban yang kuat terhadap tugasku. Bahkan ketika hasil pekerjaan buruk, aku gagal merenungkan dan mengenali diri, serta gagal mencari tahu alasan kenapa hal itu terjadi. Setelah para pemimpin memeriksa hal ini, meskipun mereka mengungkapkan dan memangkasku, melalui bimbingan dan persekutuan, aku bisa mengenali masalahku, dan aku menyadari bahwa menerima pengawasan dari para pemimpin itu sangatlah penting. Setelah itu, aku secara sadar berlatih menjadi orang yang jujur, dan baik saat berinteraksi dengan para pemimpin maupun saudara-saudariku, aku berlatih berbicara dengan jujur. Terkadang, ketika aku menghadapi masalah dalam tugasku dan tidak tahu cara mengatasinya, meskipun aku ingin terbuka, aku masih tetap takut dipandang rendah, jadi aku dengan cepat memberontak terhadap diriku sendiri, dan dengan membuka diri serta mencari persekutuan, tanpa sadar aku menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang ada. Aku mulai menyadari bahwa menjadi orang yang jujur sangat membantuku dalam hal tugas dan jalan masuk kehidupanku. Melalui pengalaman ini, aku mulai memahami pentingnya menjadi orang yang jujur, dan aku telah memperoleh pemahaman tentang watakku yang licik. Aku bisa mengaitkan pencapaian ini dengan bimbingan firman Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait