Tetap Setia pada Kebenaran, Bukan pada Kasih Sayang

10 April 2022

Oleh Saudara Jiaming, Tiongkok

Suatu hari pada Juli 2017, aku menerima surat dari pemimpin gerejaku yang mengatakan bahwa gereja sedang mengeluarkan pengikut yang bukan orang percaya, dan memintaku untuk menuliskan penilaian tentang perilaku adik laki-lakiku. Aku merasa terkejut dan sedikit gugup. Apakah gereja akan mengeluarkan adikku? Kalau tidak, mengapa mereka menyuruhku menuliskan tentang perilakunya? Aku tahu dia tidak membaca firman Tuhan atau menghadiri pertemuan di waktu luangnya, tetapi malah selalu pergi bersenang-senang dengan teman-temannya, mengikuti tren duniawi dan sama sekali tidak memperlihatkan ketertarikan dalam hal iman. Dia bahkan menyuruhku untuk tidak terlalu berfokus pada imanku, tetapi lebih sering pergi ke dunia luar, seperti yang dilakukannya. Aku berusaha mempersekutukan firman Tuhan kepadanya, tetapi dia selalu tidak mendengarkan dan bahkan merasa kesal, berkata, "Cukup sudah! Tidak ada gunanya kau memberitahuku semua ini. Aku tidak peduli!" Kemudian dia pergi tidur. Saudara-saudari menawarkan diri untuk bersekutu dengannya berkali-kali, menasihatinya untuk membaca firman Tuhan dan pergi ke pertemuan, tetapi dia selalu menolak. Dia berkata percaya kepada Tuhan itu sangat terbatas, bahwa dia harus selalu mencari waktu untuk menghadiri pertemuan, dan bahwa sejak awal bergabung dengan gereja bahkan bukan pilihannya—dia hanya melakukannya untuk menyenangkan ibu kami. Seperti itulah sikapnya selama ini. Dilihat dari sikapnya, dia benar-benar pengikut yang bukan orang percaya, dan mengeluarkan dia dari gereja tentu saja sesuai dengan prinsip. Namun, hubungan kami selalu sangat dekat. Sejak kecil, dia selalu menyimpan makanan untukku saat dia memiliki sesuatu yang lezat, dan selalu memberiku separuh uang yang orang berikan kepadanya. Suatu kali, seorang guru menghukumku setelah pulang sekolah, dan adikku sangat sedih sampai menangis. Kebanyakan saudara kandung di desa kami tidak sedekat kami. Saat memikirkan semua itu, aku tidak sanggup menulis tentang masalah dirinya; aku tak mau memutuskan ikatan di antara kami. Jika aku jujur tentang perilakunya, dan gereja akhirnya mengeluarkannya, bukankah itu berarti dia tak akan memiliki kesempatan untuk diselamatkan? Bukankah itu berarti aku kejam dan tidak berperasaan? Bagaimana jika dia tahu apa yang kutulis tentangnya, dan tak mau lagi berbicara denganku? Kuputuskan untuk menulis sesuatu yang lebih positif, mengatakan dia terkadang membaca firman Tuhan, dan sekalipun dia tidak pergi ke pertemuan, di dalam hatinya dia masih percaya kepada Tuhan. Itu akan memberinya sedikit kelonggaran. Ketika pemimpin membacanya, dia mungkin akan lebih banyak bersekutu dengannya dan mungkin dia tidak akan dikeluarkan. Namun, jika aku tidak jujur tentang perilakunya, itu berarti aku berbohong dan menutupi yang sebenarnya. Itu akan menyesatkan saudara-saudari kami dan mengganggu pekerjaan gereja. Di satu sisi, ini pekerjaan gereja, dan di sisi lain, ini adikku. Aku tak tahu mana yang harus kupilih. Aku benar-benar sedih, dan tak bisa cukup tenang untuk melaksanakan tugasku. Pemikiran bahwa aku harus menulis tentang perilakunya membuat pikiranku buntu; aku bahkan tidak tahu bagaimana memulainya. Makin kupikirkan, makin kacau perasaanku, jadi aku berdoa dalam hati, "Tuhan, aku ingin bersikap adil dalam mengevaluasi adikku, tetapi aku dikekang oleh kasih sayang, jadi aku tak mampu melakukannya. Kumohon bimbinglah aku agar tidak dikendalikan oleh kasih sayang dalam evaluasiku, tetapi mengikuti firman-Mu."

Setelah berdoa, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Mereka yang membawa anak-anak dan kerabat mereka yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan ke dalam gereja semuanya bersikap sangat egois, dan mereka hanya menunjukkan kebaikan. Orang-orang ini hanya berfokus untuk bersikap penuh kasih, tanpa menghiraukan apakah mereka percaya atau tidak dan tanpa menghiraukan apakah itu adalah maksud Tuhan atau bukan. Sebagian orang membawa istri mereka ke hadapan Tuhan, atau membawa orang tua mereka ke hadapan Tuhan, dan apakah Roh Kudus setuju atau tidak dengan ini atau sedang bekerja di dalam diri mereka, mereka secara membabi buta 'mengadopsi orang-orang berbakat' bagi Tuhan. Manfaat apa yang mungkin dapat diperoleh dari memberikan kebaikan kepada orang-orang yang tidak percaya ini? Bahkan seandainya mereka, yang tanpa kehadiran Roh Kudus, bergumul untuk mengikuti Tuhan, mereka tetap tidak dapat diselamatkan seperti yang mungkin diyakini orang. Mereka yang dapat menerima keselamatan sebenarnya tidak mudah didapatkan. Orang-orang yang belum mengalami pekerjaan Roh Kudus dan ujian, serta belum disempurnakan oleh Tuhan yang berinkarnasi, sama sekali tidak dapat disempurnakan. Oleh karena itu, dari saat mereka mulai mengikuti Tuhan secara status, orang-orang itu tidak memiliki kehadiran Roh Kudus. Mengingat kondisi dan keadaan mereka yang sebenarnya, mereka sama sekali tidak dapat disempurnakan. Karena itu, Roh Kudus memutuskan untuk tidak mencurahkan terlalu banyak energi untuk mereka, dan Dia juga tidak memberikan pencerahan atau membimbing mereka dengan cara apa pun; Dia hanya mengizinkan mereka untuk mengikuti, dan pada akhirnya mengungkapkan kesudahan mereka—ini sudah cukup" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa keinginanku mengatakan hal-hal baik tentang adikku agar tidak dikeluarkan dari gereja dan memberinya kesempatan untuk diselamatkan adalah angan-anganku sendiri. Firman Tuhan dengan sangat jelas berkata bahwa mereka yang tidak sungguh-sungguh mengikut Tuhan, tetapi yang hanya percaya kepada-Nya secara sebutannya saja, tidak dapat diselamatkan. Tuhan hanya menyelamatkan orang yang mencintai dan menerima kebenaran. Hanya orang semacam itulah yang dapat memperoleh hadirat dan pekerjaan Roh Kudus, yang memahami dan memperoleh kebenaran, dan yang pada akhirnya diselamatkan oleh Tuhan serta bertahan hidup selama bencana. Pada dasarnya, pengikut yang bukan orang percaya muak akan kebenaran. Mereka tak pernah mampu menerima kebenaran, dan seberapa pun lamanya mereka percaya, perspektif, pandangan hidup, dan nilai-nilai mereka tidak pernah berubah. Mereka persis seperti orang tidak percaya. Tuhan tidak mengakui mereka, dan mereka tak akan pernah mendapatkan pencerahan atau bimbingan Roh Kudus. Mereka bisa saja mengikuti sampai akhir, tetapi mereka tak akan pernah mengubah watak hidup mereka—mereka tidak dapat diselamatkan. Memikirkan perilaku adikku, dia tidak mencintai kebenaran, dia muak akan kebenaran. Dia menganggap hal yang paling bernilai adalah kesenangan duniawi, sama seperti orang tidak percaya, bukan membaca firman Tuhan atau pergi ke pertemuan, dan yang pasti bukan melaksanakan tugasnya. Bahkan dia sering berkata, "Percaya kepada Tuhan itu tidak ada gunanya. Bukan hal penting apakah kau percaya atau tidak." Dia tidak mau mendengarkan persekutuan siapa pun, dan terlalu banyak persekutuan membuatnya kesal. Dilihat dari perilaku adikku secara keseluruhan, dia adalah pengikut yang bukan orang percaya, dan Tuhan tidak akan mengakuinya sama sekali. Dia tak akan pernah memperoleh pekerjaan Roh Kudus ataupun memahami kebenaran. Sebaik apa pun tulisanku tentang dirinya untuk mempertahankannya di gereja, dia tak akan pernah bisa diselamatkan. Karena pada saat itu, aku sudah meyakini bahwa dia adalah pengikut yang bukan orang percaya, jika aku terjebak dalam kasih sayang dan menutupi dirinya agar dia tetap berada di gereja, bukankah itu berarti aku jelas melanggar prinsip? Jika aku tidak menuliskan penilaian adikku dengan jujur dan akurat berdasarkan fakta, melainkan menyesatkan saudara-saudariku untuk mempertahankan seseorang di dalam gereja yang seharusnya sudah dikeluarkan, bukankah itu berarti menghambat pekerjaan gereja? Menyadari betapa serius akibatnya, aku tahu aku harus mengabaikan kasih sayangku, mengikuti prinsip, dan memberi ke gereja informasi yang akurat tentang adikku—hanya itulah yang sesuai dengan maksud Tuhan. Setelah memahami hal ini, kutuliskan penilaianku tentang adikku dan menyerahkannya kepada pemimpin, merasa aku akhirnya melakukan hal yang benar. Pada akhirnya, sesuai dengan prinsip, gereja mengeluarkan adikku, dan aku bisa dengan tenang menerima hasil itu. Berkat bimbingan firman Tuhan, aku tidak bertindak berdasarkan kasih sayang dan melindungi adikku, tetapi aku mampu mengevaluasi dirinya secara jujur dan objektif. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan.

Kemudian, pada Juli 2021, pemimpin gereja memintaku menulis penilaian tentang ibuku. Aku teringat bagaimana belakangan ini ibuku memberitakan Injil dengan cara yang tidak sesuai prinsip, yang hampir membuat beberapa saudara-saudari ditangkap. Ketika orang lain menunjukkan masalah dirinya, dia tidak mau menerimanya, sebaliknya dia terus memperdebatkan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saudara-saudari tidak berani membahas masalah dirinya setelah itu. Sebenarnya, ibuku membuat masalah bukan untuk yang pertama atau kedua kalinya. Pernah, selama pertemuan, pemimpin meminta seorang saudari untuk membacakan firman Tuhan, dan bukan meminta ibuku. Ibuku mulai berkata pemimpin itu menindasnya dan dia adalah pemimpin palsu. Seorang saudari mendengar suara ibuku terlalu keras dan memintanya untuk mengecilkan suaranya serta memperhatikan sekitarnya. Ibuku menuduh saudari itu hanya mencoba mencari-cari kesalahannya dan menyuruh saudari itu untuk jangan datang lagi lain kali. Dia selalu memperdebatkan hal yang sangat sepele dan menjadi pembuat onar dalam pertemuan. Dia telah menjadi gangguan dalam kehidupan bergereja. Saudara-saudari bersekutu dengannya dan memangkasnya berkali-kali, berharap dia akan merenungkan dirinya dan bertobat, tetapi dia tak mau menerimanya. Dia bahkan memutarbalikkan fakta dengan berkata dia hanya mengatakan satu hal kecil yang salah dan orang terlalu membesar-besarkannya. Dia tak mau menerima kebenaran. Berdasarkan prinsip, seseorang yang berperilaku seperti itu haruslah diisolasi agar merenungkan dirinya sehingga dia tidak mengganggu dan memengaruhi pertemuan saudara-saudari. Aku tahu aku harus menulis kepada gereja tentang perilakunya secara akurat sesegera mungkin, tetapi aku teringat betapa dia benci kehilangan reputasinya dan betapa meledak-ledak temperamennya. Dia cenderung bersikap dingin terhadap siapa pun yang mengkritiknya. Jika dia tahu aku telah menulis tentang masalah dirinya, akankah dia mampu menerimanya? Bukankah akan memalukan baginya jika dia tahu akulah yang menulis hal-hal tentang dirinya? Akankah dia menjadi negatif dan melepaskan imannya? Semakin kupikirkan, semakin aku merasa sedih dan aku terus mengingat betapa dia dahulu menyayangi dan memperhatikanku. Ketika aku masih kecil dan mengalami demam tinggi di tengah malam, dia menggendongku di punggungnya dan membawaku ke dokter di desa terdekat. Demamku sangat tinggi hingga dokter terlalu takut untuk merawatku, jadi malam itu juga ibuku menggendongku ke rumah sakit kota yang jaraknya lebih jauh lagi. Dia selalu membantuku dalam segala hal dalam hidupku, memikirkan setiap rincian terkecil dalam merawatku. Dia melahirkan dan membesarkanku, memberitakan Injil kepadaku dan membawaku ke hadapan Tuhan. Dia mendukungku dalam tugasku. Dia sangat baik kepadaku—jika kusingkapkan dirinya, bukankah itu berarti aku tak punya perasaan? Bukankah itu akan melukai hatinya? Jika orang lain tahu bahwa akulah yang telah menyingkapkan gangguannya terhadap kehidupan bergereja, akankah mereka mengkritikku karena terlalu kejam dan begitu tak berperasaan terhadap ibuku sendiri? Akankah mereka menganggapku anak lelaki yang tak tahu berterima kasih? Aku tahu ibuku bukanlah orang yang menerima kebenaran, tetapi dia begitu menyayangiku. Bagaimanapun, dia adalah ibuku. Jadi, sekalipun pemimpin terus mendesakku untuk menuliskan penilaian itu, aku terus menundanya. Dahulu, kami adalah keluarga orang percaya. Kami selalu menyanyikan lagu pujian dan berdoa bersama, membaca firman Tuhan dan berbicara dari hati ke hati. Itu adalah saat yang sangat membahagiakan, dan terkadang kenangan itu muncul di benakku. Namun kini, adikku telah dikeluarkan, dan ibuku mungkin akan diisolasi agar merenungkan dirinya. Aku merasa sengsara dan tidak tahu bagaimana menghadapi situasi itu. Suasana hatiku menjadi tidak baik saat melaksanakan tugasku dan aku tidak merasa terbeban untuk mencari kebenaran untuk membantu saudara-saudariku dengan masalah mereka. Aku hanya bersikap asal-asalan dalam pertemuan, linglung dan tak mampu mempersekutukan apa pun. Aku hanya bersikap asal-asalan sepanjang hari, benar-benar merasa menderita. Aku tahu keadaanku tidak baik, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, memohon agar Dia membimbingku keluar dari kenegatifanku sehingga aku tidak dikekang oleh kasih sayang.

Beberapa waktu kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Masalah apa yang ada kaitannya dengan perasaan? Pertama adalah bagaimana engkau menilai anggota keluargamu sendiri, dan bagaimana engkau memperlakukan hal-hal yang mereka lakukan. 'Hal-hal yang mereka lakukan' di sini tentu saja termasuk ketika mereka mengacaukan dan mengganggu pekerjaan gereja, ketika mereka menghakimi orang lain di belakang mereka, ketika mereka melakukan beberapa tindakan pengikut yang bukan orang percaya, dan sebagainya. Dapatkah engkau memperlakukan hal-hal ini secara tidak memihak? Ketika engkau perlu menulis penilaian tentang anggota keluargamu, mampukah engkau melakukannya secara objektif dan tidak memihak, dengan mengesampingkan perasaanmu sendiri? Ini ada kaitannya dengan caramu memperlakukan anggota keluargamu. Selain itu, apakah engkau menyimpan perasaan terhadap orang-orang yang akrab denganmu atau yang pernah membantumu sebelumnya? Mampukah engkau memandang tindakan dan cara berperilaku mereka secara objektif, tidak memihak, dan akurat? Jika mereka mengacaukan dan mengganggu pekerjaan gereja, akankah engkau mampu dengan segera melaporkan atau menyingkapkan mereka setelah engkau mengetahuinya?" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (2)"). "Sebagai contoh, katakanlah kerabat atau orang tuamu adalah orang yang percaya kepada Tuhan, dan karena melakukan kejahatan, menimbulkan gangguan, atau tidak menerima kebenaran, mereka dikeluarkan. Namun, engkau tidak tahu yang sebenarnya mengenai mereka, tidak tahu mengapa mereka dikeluarkan, merasa sangat kesal, dan selalu mengeluh bahwa rumah Tuhan tidak memiliki kasih dan tidak adil terhadap orang. Engkau seharusnya berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran, jadi menilai orang macam apa sebenarnya kerabatmu ini berdasarkan firman Tuhan. Jika engkau benar-benar memahami kebenaran, engkau akan mampu menilai mereka secara akurat, dan engkau akan memahami bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah benar, dan bahwa Dia adalah Tuhan yang adil. Dengan demikian, engkau tidak akan memiliki keluhan, engkau akan mampu tunduk pada pengaturan Tuhan, dan tidak akan berusaha membela kerabat atau orang tuamu. Intinya di sini bukanlah untuk memutuskan hubungan kekerabatanmu; ini hanya bertujuan untuk mengetahui orang macam apa mereka, sehingga engkau mengetahui yang sebenarnya mengenai mereka, dan mengetahui mengapa mereka disingkirkan. Jika engkau benar-benar memahami hal-hal ini, dan pandanganmu benar dan selaras dengan kebenaran, engkau akan mampu berdiri di pihak Tuhan, dan pandanganmu tentang hal ini akan sepenuhnya sesuai dengan firman Tuhan. Jika engkau tidak mampu menerima kebenaran atau tidak memandang orang berdasarkan firman Tuhan, dan masih memandang orang berdasarkan hubungan kekerabatan dan dari perspektif lahiriah, maka engkau tidak akan pernah mampu menyingkirkan hubungan jasmani ini, dan akan tetap memperlakukan orang-orang ini sebagai kerabatmu—bahkan lebih dekat daripada saudara-saudarimu di gereja, dan jika itulah yang terjadi, akan ada pertentangan antara firman Tuhan dan pandanganmu terhadap keluargamu dalam hal ini—bahkan akan ada konflik, dan dalam keadaan seperti itu, mustahil bagimu untuk berdiri di pihak Tuhan, dan engkau akan memiliki gagasan dan kesalahpahaman tentang Tuhan. Oleh karena itu, jika orang ingin mencapai kesesuaian dengan Tuhan, pertama-tama, pandangan mereka tentang segala hal harus sesuai dengan firman Tuhan; mereka harus mampu memandang orang dan hal-hal berdasarkan firman Tuhan, menerima bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, dan mampu mengesampingkan gagasan tradisional tentang manusia. Siapa pun atau masalah apa pun yang kauhadapi, engkau harus mampu mempertahankan perspektif dan pandangan yang sama dengan Tuhan, dan perspektif serta pandanganmu harus selaras dengan kebenaran. Dengan demikian, pandanganmu dan caramu memperlakukan orang tidak akan bertentangan dengan Tuhan, dan engkau akan mampu tunduk kepada Tuhan dan sesuai dengan Tuhan. Orang-orang semacam itu tidak akan pernah bisa lagi menentang Tuhan; merekalah orang-orang yang ingin Tuhan dapatkan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagaimana Mengenali Esensi Natur Paulus"). Firman Tuhan menolongku untuk memahami bahwa kita tidak boleh menilai segala sesuatu atau orang-orang dari perspektif emosi. Kita harus menaati kebenaran firman Tuhan untuk dapat membedakan esensi natur seseorang dan orang macam apa mereka. Inilah cara yang benar untuk menilai seseorang, memastikan kita tidak jatuh ke dalam perangkap kasih sayang. Aku selalu menganalisis situasi ibuku dari perspektif emosi, berpikir bahwa dialah yang melahirkanku dan betapa dia mencintai dan merawatku. Ini membuatku sulit untuk mengambil pena dan menuliskan penilaianku yang sebenarnya. Namun, Tuhan berkata kita harus membedakan orang berdasarkan esensi natur mereka; mampu membedakan esensi natur mereka adalah satu-satunya cara untuk melepaskan diri kita dari kasih sayang dan memperlakukan orang dengan adil dan sesuai prinsip. Orang macam apakah ibuku sebenarnya? Dia bersemangat dan peduli terhadap orang lain dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi itu hanya berarti dia baik hati. Dia merawatku dengan baik, tetapi itu hanya berarti dia memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Namun pada dasarnya dia congkak, dan tidak mau menerima kebenaran. Dia berprasangka buruk dan menentang siapa pun yang menunjukkan masalah dirinya atau memangkasnya, dan selalu bersungut-sungut karenanya. Jika itu hal buruk, dia bahkan mengonfrontasi orang lain dan menyusahkan mereka tanpa henti hingga membuat orang-orang merasa terkekang. Berdasarkan perilakunya, jika dia terus berkumpul dengan saudara-saudari, dia pasti akan mengganggu kehidupan bergereja dan menghalangi jalan masuk kehidupan orang lain. Jika dia diisolasi untuk merenungkan dirinya sesuai dengan prinsip, semua orang bisa kembali mengadakan pertemuan dengan baik dan pengaturan itu akan menjadi peringatan baginya. Jika dia benar-benar merenungkan dan mengenal dirinya sendiri, itu akan bermanfaat bagi hidupnya. Namun, jika dia menentang dan menolaknya, atau bahkan melepaskan imannya, dia akan disingkapkan dan disingkirkan. Maka aku pasti bisa melihat esensi naturnya dengan lebih jelas, apakah dia lalang atau gandum akan terlihat jelas dalam sekejap, dan tidak ada alasan bagiku untuk berusaha menahannya di gereja. Pada waktu itulah, aku dapat memahami maksud Tuhan. Tuhan mengatur situasi ini dengan harapan aku akan mendapatkan kearifan dan belajar melihat esensi natur orang berdasarkan firman-Nya, agar aku bisa mengesampingkan kasih sayang dalam tindakanku dan memperlakukan orang berdasarkan prinsip.

Setelah ini, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapakah musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku beriman, tetapi tidak memiliki kebenaran? Bukankah mereka adalah orang-orang yang hanya berupaya untuk memperoleh berkat tetapi tidak mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan? Engkau masih bergaul dengan setan-setan itu sekarang dan memperlakukan mereka dengan hati nurani dan kasih, tetapi dalam hal ini, bukankah engkau sedang menawarkan niat baikmu kepada Iblis? Bukankah engkau sedang bersekutu dengan setan-setan? Jika orang telah berhasil mencapai titik ini dan masih tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan terus secara membabi buta menjadi penuh kasih dan belas kasihan tanpa hasrat untuk mencari maksud Tuhan atau mampu dengan cara apa pun menganggap maksud-maksud Tuhan sebagai milik mereka, maka akhir hidup mereka akan menjadi lebih buruk. Siapa pun yang tidak percaya kepada Tuhan dalam daging adalah musuh Tuhan. Jika engkau sampai bisa memiliki hati nurani dan kasih terhadap musuh, bukankah itu berarti engkau tidak memiliki rasa keadilan? Jika engkau sesuai dengan mereka yang Kubenci dan yang dengannya Aku tidak sependapat, dan tetap memiliki kasih dan perasaan pribadi terhadap mereka, bukankah itu berarti engkau memberontak? Bukankah engkau sedang dengan sengaja menentang Tuhan? Apakah orang semacam itu memiliki kebenaran? Jika orang memiliki hati nurani terhadap musuh, kasih kepada setan-setan, dan belas kasihan kepada Iblis, bukankah itu berarti mereka dengan sengaja mengganggu pekerjaan Tuhan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku yang sebenarnya. Aku tahu ibuku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tetapi tidak mau menerima kebenaran, dan ketika orang lain berusaha membantunya menyelesaikan masalah dirinya, memangkasnya, dia tidak dapat menerima bahwa hal itu adalah dari Tuhan. Dia selalu meributkan setiap hal sepele dan mengganggu kehidupan bergereja, berfungsi sebagai antek Iblis. Namun, aku tak mau ambil sikap dan menyingkapkan dirinya, aku malah terus menutupi dan melindunginya. Kupikir tidak menyingkapkannya atau menulis penilaian yang jujur adalah tindakan yang berhati nurani. Padahal, aku sebenarnya sedang mengasihi dan berhati nurani terhadap Iblis, sama sekali tidak memikirkan pekerjaan gereja atau apakah jalan masuk kehidupan saudara-saudariku akan dirugikan. Aku sedang memihak Iblis dan berbicara mewakili Iblis. Bukankah ini yang Tuhan sebut "sengaja menentang Tuhan"? Kasihku tidak berprinsip, dan aku tak mampu membedakan yang benar dan yang salah—ini adalah kasih yang keliru. Aku sedang melindungi ibuku, membuatnya bisa terus mengganggu kehidupan bergereja. Aku turut andil dalam kejahatannya. Dengan bertindak seperti itu, bukankah aku melukai orang lain dan diriku sendiri? Aku dibutakan oleh kasih sayangku, dilumpuhkan olehnya. Pemimpin mendesakku beberapa kali untuk menuliskan penilaian tentang ibuku, tetapi aku terus menundanya dan aku menunda pekerjaan gereja. Setelah menyadari hal ini, hatiku dipenuhi rasa bersalah. Aku tidak tahu mengapa aku selalu dikekang oleh kasih sayang ketika menghadapi situasi seperti ini. Apa masalah sebenarnya? Aku datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan mencari, memohon agar Dia membimbingku untuk memahami masalahku.

Aku membaca satu bagian firman Tuhan, yang menolongku untuk mengenal diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Dengan prinsip apa firman Tuhan menuntut orang untuk memperlakukan orang lain? Kasihilah apa yang Tuhan kasihi, bencilah apa yang Tuhan benci: inilah prinsip yang harus dipatuhi. Tuhan mengasihi orang yang mengejar kebenaran dan mampu mengikuti kehendak-Nya; orang-orang ini jugalah yang harus kita kasihi. Orang yang tidak mampu mengikuti kehendak Tuhan, yang membenci dan memberontak terhadap Tuhan—orang-orang ini dibenci oleh Tuhan, dan kita juga harus membenci mereka. Inilah yang Tuhan tuntut untuk manusia lakukan. ... Jika seseorang adalah orang yang menyangkal dan menentang Tuhan, yang dikutuk oleh Tuhan, tetapi orang itu adalah orang tua atau kerabatmu, dia tak tampak seperti orang yang jahat sejauh yang engkau tahu, dan selalu memperlakukanmu dengan baik, engkau mungkin tidak akan mampu membenci orang tersebut, dan bahkan akan tetap berhubungan erat dengannya, hubunganmu dengannya tidak berubah. Mendengar bahwa Tuhan membenci orang-orang semacam itu membuatmu sedih, dan engkau tak mampu berpihak kepada Tuhan dan tak mampu menolak mereka dengan tegas. Engkau selalu dikekang oleh perasaan, dan tak mampu melepaskan mereka sepenuhnya. Karena apa hal ini terjadi? Ini terjadi karena perasaanmu terlalu kuat, dan emosimu itu menghalangimu untuk menerapkan kebenaran. Orang itu baik kepadamu, jadi engkau tak mampu memaksa dirimu untuk membenci dirinya. Engkau hanya bisa membencinya jika dia benar-benar menyakitimu. Apakah kebencian seperti itu sesuai dengan prinsip kebenaran? Selain itu, engkau dikendalikan oleh gagasan tradisional, berpikir mereka adalah orang tua atau kerabatmu, jadi jika engkau membenci mereka, engkau pasti akan dicemooh oleh masyarakat dan dicela oleh opini publik, dianggap orang yang tidak berbakti, tidak memiliki hati nurani, dan bahkan bukan manusia. Engkau mengira engkau pasti akan menerima kutukan dan hukuman ilahi. Sekalipun engkau ingin membenci mereka, hati nuranimu tidak akan membiarkanmu. Mengapa hati nuranimu berfungsi seperti ini? Itu karena cara berpikir tertentu telah ditaburkan ke dalam dirimu sejak engkau masih kecil, melalui apa yang diwariskan oleh keluargamu, didikan orang tuamu, dan indoktrinasi budaya tradisional. Cara berpikir seperti ini berakar begitu dalam di hatimu, dan itu membuatmu secara keliru menganggap berbakti kepada keluarga sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, dan apa pun yang kauwarisi dari leluhurmu selalu merupakan hal yang baik. Engkau telah mempelajarinya terlebih dahulu dan itu tetap dominan dalam dirimu, menciptakan batu sandungan dan gangguan besar dalam iman dan penerimaanmu akan kebenaran, membuatmu tak mampu menerapkan firman Tuhan, tak mampu mengasihi apa yang Tuhan kasihi, dan membenci apa yang Tuhan benci. Engkau tahu di dalam hatimu bahwa hidupmu berasal dari Tuhan, bukan dari orang tuamu, dan engkau juga tahu bahwa orang tuamu bukan saja tidak percaya kepada Tuhan, tetapi mereka juga menentang Tuhan, bahwa Tuhan membenci mereka dan engkau harus tunduk kepada Tuhan, berpihak pada Tuhan, tetapi engkau tidak mampu memaksa dirimu untuk membenci mereka, sekalipun engkau mau. Engkau tak mampu mengubah hatimu, tak mampu mengeraskan hatimu, dan tak mampu menerapkan kebenaran. Apakah sumber hal ini? Iblis menggunakan budaya tradisional dan gagasan moralitas semacam ini untuk mengikat pemikiran, pikiran, dan hatimu, membuatmu tak mampu menerima firman Tuhan; engkau telah dikuasai oleh hal-hal dari Iblis ini, dan dibuat tak mampu untuk menerima firman Tuhan. Ketika engkau ingin menerapkan firman Tuhan, hal-hal ini menyebabkan gangguan di dalam dirimu, dan menyebabkanmu menentang kebenaran dan tuntutan Tuhan, membuatmu tidak berdaya untuk melepaskan diri dari belenggu budaya tradisional ini. Setelah berjuang selama beberapa waktu, engkau berkompromi: engkau lebih memilih untuk menganggap gagasan tradisional tentang moralitas adalah benar dan sesuai dengan kebenaran dan karena itu engkau menolak atau meninggalkan firman Tuhan. Engkau tidak menerima firman Tuhan sebagai kebenaran dan engkau sama sekali tidak berpikir bagaimana agar engkau diselamatkan, merasa engkau masih hidup di dunia ini, dan hanya bisa bertahan hidup jika engkau mengandalkan orang-orang ini. Karena tidak mampu menanggung kritikan masyarakat, engkau lebih suka memilih melepaskan kebenaran dan firman Tuhan, menyerahkan dirimu kepada gagasan tradisional tentang moralitas dan pengaruh Iblis, lebih memilih untuk menyinggung Tuhan dan tidak menerapkan kebenaran. Bukankah manusia begitu menyedihkan? Apakah mereka tidak butuh diselamatkan oleh Tuhan?" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengenali Pandangannya yang Keliru Barulah Orang Dapat Benar-Benar Berubah"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa Dia menuntut kita untuk mengasihi yang Dia kasihi dan membenci yang Dia benci. Tuhan Yesus juga pernah berkata: "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara laki-laki-Ku? ... siapa saja yang mengikuti kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dan saudara-Ku perempuan, dan ibu-Ku" (Matius 12:48, 50). Tuhan mengasihi orang yang mengejar kebenaran dan yang mampu menerimanya. Hanya jenis orang inilah yang boleh kuanggap sebagai saudara-saudari dan hanya jenis orang inilah yang harus kukasihi dan kubantu dengan kasih. Semua orang yang muak akan kebenaran dan tidak pernah menerapkannya adalah pengikut yang bukan orang percaya, bukan saudara-saudari. Sekalipun mereka adalah orang tua atau kerabat kita, kita harus mengenali dan menyingkapkan mereka berdasarkan prinsip kebenaran. Ini bukan berarti kita tidak boleh berbakti kepada orang tua kita, atau tidak mau merawat mereka kelak, tetapi ini berarti kita harus memperlakukan mereka secara rasional dan adil, sesuai dengan esensi natur mereka. Namun, "Darah lebih kental daripada air" dan "Manusia bukan benda mati; bagaimana bisa dia bebas dari emosi?" adalah racun Iblis yang kuikuti. Aku tidak berprinsip dalam caraku memperlakukan orang, dan aku selalu melindungi dan memihak keluargaku berdasarkan kasih sayang. Ketika menuliskan penilaian adikku, aku tahu dia sudah tersingkap sebagai pengikut yang bukan orang percaya dan harus dikeluarkan dari gereja, tetapi aku terjebak dalam kasih sayangku dan tidak mau menuliskan yang sebenarnya. Aku ingin menyembunyikan fakta dan menipu saudara-saudariku. Ketika pemimpin menyuruhku menulis penilaian tentang ibuku, aku tahu dia mengganggu kehidupan bergereja dan aku harus menulis penilaian yang akurat dan objektif untuk membantu pemimpin menyingkapkan dan membatasi dirinya. Namun, mengingat dia adalah ibuku, dan betapa baiknya dia kepadaku, aku takut jika aku menulis tentang perilakunya dengan jujur, aku akan selalu merasa bersalah dan akan menyesalinya. Aku juga takut orang lain akan menganggapku kejam dan tidak berperasaan. Karena sangat waswas dan khawatir, aku terus menundanya. Aku sadar bahwa racun Iblis ini telah berakar begitu dalam di hatiku, menjebakku dalam kasih sayangku. Kasih sayang itu membuatku tidak berprinsip dalam caraku memperlakukan orang lain, dan membuatku menghambat pekerjaan gereja. Aku sedang berpihak pada Iblis, memberontak dan menentang Tuhan. Pada kenyataannya, ibu dan adikku adalah pengikut yang bukan orang percaya dan menyingkapkan perilaku mereka adalah hal yang adil. Itu berarti melindungi pekerjaan gereja dan memenuhi tuntutan Tuhan. Itu berarti mengasihi yang Tuhan kasihi, membenci yang Tuhan benci, dan merupakan kesaksian menerapkan kebenaran. Namun, aku menganggap menerapkan kebenaran dan menyingkapkan Iblis sebagai sesuatu yang negatif; aku menganggapnya tidak berperasaan, tidak berhati nurani, dan kejam. Betapa kelirunya aku! Aku menganggap yang benar itu salah, dan yang salah itu benar. Aku diikat oleh kasih sayangku dan dipenuhi kenegatifan karenanya, tanpa motivasi untuk melaksanakan tugasku. Tanpa pencerahan dan bimbingan Tuhan yang tepat waktu, kasih sayangku pasti telah membunuhku. Hidup dalam kasih sayang hampir mengakhiri hidupku. Aku benar-benar melakukan sesuatu yang sangat berbahaya!

Kemudian, aku lebih banyak merenungkan diriku dan menyadari bahwa keenggananku menulis tentang ibuku berasal dari pemahaman keliru lainnya, yaitu bahwa menyingkapkan dirinya berarti aku tidak berperasaan, karena dia telah membesarkanku dengan penuh kebaikan. Aku membaca satu bagian firman Tuhan yang mengubah perspektifku tentang hal ini. Firman Tuhan katakan: "Tuhan menciptakan dunia ini dan menghadirkan manusia, makhluk hidup yang mendapat anugerah kehidupan dari Tuhan, ke dunia. Selanjutnya, manusia memiliki orang tua dan kerabat dan tidak sendirian lagi. Sejak pertama kali manusia melihat dunia lahiriah ini, dia telah ditakdirkan untuk berada dalam penentuan Tuhan dari semula. Napas kehidupan dari Tuhanlah yang menyokong setiap makhluk hidup sepanjang masa pertumbuhannya hingga dewasa. Selama proses ini, tak seorang pun merasa bahwa manusia bertumbuh dewasa di bawah pemeliharaan Tuhan; melainkan, mereka meyakini bahwa manusia bertumbuh dewasa di bawah pemeliharaan yang penuh kasih dari orang tuanya, dan bahwa naluri kehidupannya sendirilah yang mengatur proses pertumbuhannya. Anggapan ini ada karena manusia tidak memahami siapa yang menganugerahkan kehidupannya dan dari mana kehidupan itu berasal, apalagi cara naluri kehidupan menciptakan keajaiban. Manusia hanya tahu bahwa makanan adalah dasar keberlanjutan hidupnya, bahwa kegigihan adalah sumber keberadaannya, dan bahwa keyakinan dalam benaknya adalah modal yang menjadi sandaran kelangsungan hidupnya. Tentang kasih karunia dan perbekalan Tuhan, manusia sama sekali tidak menyadarinya, dan dengan demikian, manusia menyia-nyiakan kehidupan yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan .... Tak seorang pun di antara umat manusia yang dipelihara Tuhan siang dan malam mengambil inisiatif untuk menyembah-Nya. Tuhan hanya terus bekerja pada manusia seperti yang telah direncanakan-Nya, yang terhadapnya Dia tanpa harapan. Dia berbuat demikian dengan harapan bahwa, suatu hari, manusia akan terjaga dari mimpinya dan tiba-tiba memahami nilai dan makna kehidupan, harga yang Tuhan bayar untuk semua yang telah diberikan-Nya kepada manusia, dan keinginan yang mendesak yang dengannya Tuhan berharap manusia dapat kembali kepada-Nya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa secara lahiriah, ibuku melahirkan dan membesarkanku, dan dialah yang merawatku dalam hidup ini. Namun sebenarnya, sumber kehidupan manusia adalah Tuhan dan semua yang kunikmati telah diberikan oleh Tuhan. Tuhan memberiku hidup dan mengatur keluarga dan rumah bagiku. Pengaturan Tuhan jugalah yang memampukanku mendengar suara-Nya dan datang ke hadapan-Nya. Aku seharusnya bersyukur kepada Tuhan, dan aku harus menerapkan kebenaran dalam segala hal yang datang ke hadapanku untuk memuaskan Tuhan dan membalas kasih-Nya. Aku tidak seharusnya berpihak pada keluargaku dan bertindak bagi Iblis, menghalangi pekerjaan gereja. Menyadari hal ini membuatku harus berubah. Aku harus datang ke hadapan Tuhan untuk bertobat, dan aku tak boleh terus mengikuti kasih sayangku. Setelah itu, aku secara akurat menyingkapkan perilaku ibuku yang mengganggu kehidupan bergereja.

Sebulan kemudian, aku terpilih menjadi pemimpin gereja. Aku tahu beberapa jemaat masih belum sepenuhnya mengenali perilaku ibuku. Kupikir, "Aku harus berbicara kepada mereka tentang ibuku yang telah mengganggu kehidupan bergereja agar mereka dapat belajar untuk mengenali dan memperlakukan ibuku berdasarkan prinsip kebenaran." Namun, saat akan melakukannya, aku merasakan konflik batin. Jika selama persekutuan dan penelaahan, saudara-saudari benar-benar mampu mengenali perilaku ibuku, akankah mereka mengabaikannya? Akankah hal ini membuat ibuku sedih? Aku merasa tak sanggup mengatakan apa pun. Aku sadar aku kembali dikekang oleh kasih sayang dan aku ingat firman Tuhan yang kubaca sebelumnya—bahwa aku harus mengasihi yang Tuhan kasihi dan membenci yang Dia benci. Ibuku menyebabkan masalah dalam kehidupan bergereja, dan itu adalah sesuatu yang Tuhan benci. Aku tak boleh terus melindunginya karena kasih sayangku kepadanya. Adalah tanggung jawabku untuk menyingkapkan dan menganalisis situasi ini berdasarkan prinsip kebenaran agar saudara-saudari dapat memiliki kearifan. Jadi, aku bersekutu dan menganalisis tentang bagaimana ibuku telah mengganggu kehidupan bergereja, dan orang-orang pun memperoleh sedikit kearifan dan memetik beberapa pelajaran. Kebanyakan orang akhirnya setuju bahwa ibuku harus diisolasi untuk merenungkan dirinya. Setelah menerapkan hal ini, aku merasa tenang dan damai. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku atas bimbingan dan pencerahan firman-Nya yang membantuku memahami kebenaran, menemukan prinsip untuk kuterapkan dan memahami bagaimana memperlakukan anggota keluargaku. Tanpa itu, aku pasti masih dikekang oleh kasih sayang, melakukan hal-hal yang menentang Tuhan. Pengalaman ini memperlihatkan kepadaku bahwa dalam memperlakukan orang dan menangani situasi di dalam gereja, semua itu harus dilakukan berdasarkan prinsip kebenaran. Hanya inilah yang sesuai dengan maksud Tuhan. Itu juga merupakan satu-satunya cara untuk merasakan kebebasan dan mendapatkan rasa damai di hatiku. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kesadaran Yang Terlambat

Oleh Saudari Lin Min, Tiongkok Tahun 2013, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Saat itu, aku sangat antusias. Aku...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh