Selamat Tinggal Hari-Hari Mengejar Uang
Aku terlahir di keluarga miskin, di mana orang tuaku yang jujur dan pekerja keras menafkahi keluarga kami dengan bertani. Ketika masih...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Aku lahir dalam sebuah keluarga petani biasa, dan sejak kecil orang tuaku mengajariku bahwa aku harus tekun belajar agar saat dewasa, aku bisa meraih kesuksesan, menjalani hidup yang baik, tidak hidup seperti mereka, tidak berpendidikan, dan hanya bisa mencari nafkah dengan bertani, karena ini tak hanya sulit dan melelahkan, tapi juga dipandang rendah oleh orang lain. Jadi, aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku akan tekun belajar dan menghasilkan banyak uang agar hidupku mengungguli orang lain. Ketika bertumbuh dewasa, aku menjadi seorang dokter. Setelah menikah, aku bekerja keras untuk meningkatkan keterampilan profesionalku, tekun belajar dan mengikuti ujian sertifikasi. Aku menjalani hari-hariku seperti mesin, terkadang hanya tidur dua jam sehari. Berkat kerja kerasku, aku berhasil bekerja di sebuah rumah sakit di kota besar dan mulai memperoleh penghasilan yang baik. Karena penghasilanku besar, semua tetangga, kerabat, dan teman-temanku iri kepadaku. Aku senang dan merasa unggul, serta berpikir dalam hatiku, "Memiliki uang sungguh hebat!" Meskipun aku mengalami insomnia parah karena terlalu banyak bekerja dan tidak bisa tidur sepanjang malam, aku tetap berpikir apa yang telah kulakukan sepadan. Pada bulan Maret 2013, aku bersama seorang rekan membuka sebuah klinik rawat jalan yang besar. Kami memiliki beberapa departemen dan beberapa dokter yang sudah pensiun, bisnisnya pun berjalan lancar. Dalam sebuah acara makan malam, semua kerabat, teman, dan teman sekelasku memuji kemampuanku, katanya, "Kau masih sangat muda dan sudah punya rumah serta mobil, dan sekarang kau sudah membuka klinik yang besar. Kau benar-benar telah mencapai banyak hal untuk orang seusiamu!" Aku sangat senang, dan aku ingin membuat bisnisku lebih besar serta lebih baik. Kemudian, aku menjadi perwakilan hukum klinik tersebut, dan mengelola semua aspek klinik, baik besar maupun kecil. Saat itu, aku telah menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman lebih dari dua bulan, dan melalui pertemuan serta membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa semua yang kumiliki berasal dari Tuhan, dan Tuhan berdaulat, menyediakan serta memegang kendali atas semuanya. Tuhan telah membawaku ke rumah-Nya dan memberiku kesempatan untuk diselamatkan sehingga aku merasa sangat beruntung. Selama pertemuan, aku berpartisipasi aktif dalam persekutuan, dan setiap pertemuan mendatangkan banyak kenikmatan serta keuntungan bagiku. Aku sangat menikmati hari-hari seperti ini, dan meskipun pekerjaanku sangat padat, aku tetap berusaha mengatur waktuku untuk menghadiri pertemuan.
Tiga bulan kemudian, pemimpin bertanya apakah aku bersedia bertanggung jawab sebagai tuan rumah dalam pertemuan kelompok dan menindaklanjuti pekerjaan penginjilan saudara-saudari. Aku benar-benar ingin menerapkan pelaksanaan tugasku, tapi saat kupikir tentang sebuah pertemuan sebelumnya, seorang rekan merujuk seorang pasien ke klinik, klinik mengalami kerugian seribu yuan karena mereka tidak dapat menghubungiku lewat telepon. Rekanku mendampratku dengan marah saat itu, dan berkata jika itu terjadi lagi, aku harus mengganti kerugiannya. Dia bahkan mengganti kartu bank untuk transaksi klinik atas namanya. Jadi, jika aku menerima tugas tersebut, itu akan menyita banyak waktu, dan aku akan tidak punya cukup waktu di klinik. Aku khawatir ini berdampak pada bisnis, jadi aku pun menolak. Setelah beberapa saat, pemimpin itu mendatangiku lagi, mengatakan bahwa ada tugas yang mendesak, dan mereka belum dapat menemukan orang yang tepat untuk tugas tersebut saat itu, jadi mereka bertanya apakah aku bersedia bekerja sama. Aku sangat bingung, karena bisnis klinik lebih sibuk dari biasanya, dan lembaga medis juga harus mengikuti pelatihan, aku adalah perwakilan hukum, jadi jika aku tidak hadir, aku harus belajar lagi agar bisa praktik, dan ini akan memperlambat bisnis selama beberapa bulan serta mengakibatkan kerugian besar. Jadi, aku pun mencari alasan untuk menghindari tugas lagi. Malam itu, aku merasa sedikit kesal dengan alasanku menghindari tugas, jadi, aku pun berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku ingin melaksanakan tugasku, tetapi klinik sangat sibuk, dan benar-benar tidak bisa kutinggalkan. Aku merasa sangat kesal karena menolak tugasku, mohon bimbinglah aku untuk memahami maksud-Mu."
Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Pada zaman sekarang, yang harus kaucapai bukanlah tuntutan tambahan, melainkan tugas manusia, dan yang harus dilakukan oleh semua orang. Jika engkau bahkan tidak mampu melakukan tugasmu, atau melakukannya dengan baik saja engkau tidak mampu, bukankah ini berarti engkau mengundang bencana bagi dirimu sendiri? Bukankah engkau sedang mencari mati? Bagaimana mungkin engkau masih berharap dapat memiliki masa depan dan prospek? Pekerjaan Tuhan dilakukan demi kebaikan manusia, dan kerja sama manusia adalah demi kepentingan pengelolaan Tuhan. Setelah Tuhan melakukan segala sesuatu yang harus Dia lakukan, manusia dituntut untuk melakukan penerapannya tanpa kenal lelah, dan bekerja sama dengan Tuhan. Dalam pekerjaan Tuhan, manusia tidak boleh membatasi usahanya, harus mempersembahkan kesetiaannya, dan tidak boleh memuaskan diri dengan berbagai pemahaman atau duduk diam dengan pasif menunggu ajal menjemput. Tuhan bisa mengorbankan diri-Nya bagi manusia, lalu mengapa manusia tidak dapat mempersembahkan kesetiaannya kepada Tuhan? Tuhan bersikap sehati dan sepikir terhadap manusia, lalu mengapa manusia tidak bisa bekerja sama sedikit saja? Tuhan bekerja bagi manusia, lalu mengapa manusia tidak mampu melakukan sebagian tugasnya untuk kepentingan pengelolaan Tuhan? Pekerjaan Tuhan telah diselesaikan sampai sejauh ini, tetapi engkau semua melihat tetapi tetap tidak bertindak, engkau mendengar tetapi tidak bergerak. Bukankah orang-orang semacam ini adalah objek pembinasaan? Tuhan telah mengabdikan segala keberadaan-Nya kepada manusia, lalu mengapa, pada zaman sekarang, manusia tidak bisa melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh? Bagi Tuhan, pekerjaan-Nya adalah prioritas pertama-Nya, dan pekerjaan pengelolaan-Nya adalah yang paling penting. Bagi manusia, melakukan firman Tuhan dan memenuhi tuntutan Tuhan adalah prioritas pertamanya. Engkau semua harus memahami hal ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Tuhan dengan sepenuh hati mengabdikan diri untuk menyelamatkan manusia, dan diam-diam membayar harganya. Dia secara pribadi telah menjadi daging dan telah mengungkapkan jutaan firman di bumi ini, menyediakan semua kebenaran yang dibutuhkan manusia, memungkinkan orang-orang untuk memperoleh kebenaran dan diselamatkan. Namun, aku tidak tahu bersyukur, dan demi bisnis klinik, aku beberapa kali menolak tugasku demi menghasilkan lebih banyak uang dan supaya hidupku mengungguli orang lain tanpa memikirkan kebutuhan pekerjaan gereja sama sekali. Bagaimana bisa aku menjadi orang yang percaya kepada Tuhan? Setiap kali memikirkan ketika menolak tugasku, aku merasa sangat bersalah. Aku tidak ingin hidup seperti sebelumnya, tanpa hati nurani. Saat itu, aku punya suatu ide. Aku bisa menyewakan klinik tersebut, dan meskipun penghasilanku akan berkurang, itu sudah cukup, dengan begitu aku bisa melaksanakan tugasku dengan tenang. Aku menelepon rekanku untuk mengungkapkan pemikiranku, tapi dia berkata, "Apakah kau bodoh? Klinik ini punya masa depan yang cerah, jika terus seperti ini, kita akan kaya dalam dua tahun, dan kita akan memiliki semua yang kita inginkan. Kita perlu hidup sedikit realistis. Di masyarakat ini, tidak ada yang menghormatimu jika tidak punya uang!" Perkataan rekanku membuatku ragu, dan berpikir, "Jika aku menyewakan sahamnya, aku tidak akan menghasilkan banyak uang, dan bahkan modal awalku mungkin tidak kembali, bagaimana nanti anggapan kerabat dan teman-temanku tentangku?" Jadi, aku pun berdoa memohon bimbingan Tuhan. Aku teringat suatu pertemuan ketika saudara-saudari berbicara tentang bagaimana mengenali tipu daya Iblis dan tetap teguh dalam kesaksian selama kesulitan dan pencobaan, dan aku mulai mencari firman Tuhan tentang topik tersebut. Tuhan berfirman: "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan pada manusia, di luarnya tampak sebagai interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari gangguan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk tetap teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan. Misalnya, ketika Ayub diuji: di balik layar, Iblis bertaruh dengan Tuhan, dan yang terjadi kepada Ayub adalah perbuatan manusia, dan gangguan manusia. Di balik setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri engkau semua adalah pertaruhan antara Iblis dengan Tuhan—di balik semua itu ada peperangan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa orang, peristiwa, dan hal-hal yang kita jumpai setiap hari tampaknya merupakan interaksi antara orang-orang, tapi di balik ini ada pertempuran rohani, dan kita perlu tetap teguh dalam kesaksian kita. Sama seperti ketika Ayub menghadapi ujiannya, meskipun tampaknya dia telah kehilangan anak-anaknya dan harta bendanya dirampok dalam semalam, sebenarnya, pencobaan Iblislah yang berada di balik semua ini. Ketika Ayub tetap teguh dalam kesaksiannya bagi Tuhan, Iblis pun dipermalukan dan pergi. Sepintas, nasihat baik rekanku itu tampaknya demi kebaikanku sendiri, tapi di baliknya ada rencana jahat Iblis, karena Iblis berusaha menggunakan uang untuk mencobaiku agar terus mengelola klinik, membuatku tak punya waktu untuk melaksanakan tugasku, dan dengan begitu, menjauhkanku dari Tuhan. Aku tidak boleh jatuh dalam tipu daya Iblis. Jadi kubilang ke rekanku, "Bantu aku menyewakan klinik itu, kau mendapatkan 60%, dan aku akan mendapatkan 40%, dan sahammu akan tetap mendapatkan dividen." Rekanku bilang dia akan menghubungi salah satu teman sekelasnya untuk mengambil alih, tapi tanpa diduga, pihak lain menurunkan harga sedemikian rupa sehingga akhirnya, dia tetap tidak jadi menyewakannya. Aku tidak begitu mengerti, mengapa dia tidak menyewakannya dengan harga semurah itu? Kemudian, aku mengetahui bahwa teman sekelas rekanku sebenarnya adalah pacarnya, dan mereka telah bersekongkol untuk menekanku agar menyewakan klinik itu dengan harga murah. Aku sangat kesal, merasa bahwa meskipun aku telah memperlakukan rekanku dengan tulus, dia telah menipuku. Aku merasa bahwa dunia ini benar-benar menakutkan, dan tidak ada teman sejati! Aku merasa bahwa percaya kepada Tuhan itu baik, karena saudara-saudari itu murni dan terbuka, makan dan minum firman Tuhan, mempersekutukan kebenaran, dan berusaha membuang watak mereka yang rusak, jadi aku tidak ingin lagi mengelola klinik bersama rekanku. Namun, ketika kupikirkan semua tabungan yang telah kuinvestasikan selama bertahun-tahun untuk membuka klinik, dan tentang bagaimana aku akan menyerah sebelum mendapatkan kembali modal awalku, aku bertanya-tanya bagaimana orang lain akan melihatku. Semua orang mengatakan bahwa menjalankan klinik sangat menguntungkan, tapi jika aku kehilangan semua uangku dari situ, apa nanti anggapan teman-teman dan keluargaku tentang diriku? Apa nanti anggapan rekan-rekan sejawatku tentang diriku? Ketika kupikirkan semua ini, aku merasakan banyak tekanan dan kesedihan, dan aku merasa bahwa satu-satunya pilihanku adalah tetap tinggal di klinik.
Pada bulan September 2013, seorang anak laki-laki berusia sekitar satu setengah tahun, datang ke klinik untuk diinfus. Pada hari pertama, aku melakukan tes kulit untuk pengobatan tersebut, dan aku menanyai orang tuanya untuk memastikan bahwa anak tersebut tidak memiliki riwayat alergi, tapi tiba-tiba, pada pagi ketiga, setelah selesai melakukan infus, tepat saat aku hendak mencabut jarumnya, matanya berputar ke belakang, badannya mulai kejang, dan wajahnya berubah menjadi ungu kebiruan, kemudian matanya tertutup rapat dan dia tidak bisa menangis. Aku tertegun, dan bergegas mengobatinya sebagai alergi obat. Dua menit berlalu, dan wajah anak itu berubah menjadi ungu kehitaman, seolah-olah dia telah meninggal. Aku ketakutan, dan benar-benar panik, berpikir, "Tamat sudah! Tamat sudah! Anak ini akan meninggal di tanganku. Apa yang akan kulakukan jika dia meninggal?" Makin aku memikirkannya, makin takutnya aku, dan aku terus berseru kepada Tuhan dalam hatiku, "Ya Tuhan, tolong lindungi anak ini! Ya Tuhan, tolong selamatkan dia!" Setelah beberapa saat, muncul perasaan kuat dalam diriku, "Cairan yang diterima anak ini mengandung kalium. Mungkinkah ini hiperkalemia?" Aku segera berlari ke ruang perawatan, mengencerkan suntikan kalsium, dan memberikan suntikan intravena kepada anak tersebut. Aku berseru kepada Tuhan dalam hatiku saat memberikan suntikan. Saat sedang disuntik, anak itu menangis keras, dia batuk mengeluarkan dahak dan air liur dari tenggorokannya, serta wajahnya tidak lagi berwarna ungu kehitaman seperti sebelumnya. Setelah aku memberikan suntikan kalsium, tangan anak itu tidak lagi kaku dan kembali normal. Pada saat itu, aku menyadari betapa rapuhnya hidup ini. Aku juga tahu bahwa Tuhan telah mendengar doaku dan menyelamatkan anak ini. Aku terus bersyukur kepada Tuhan dalam hatiku. Kemudian, kami menghubungi ambulans untuk membawa anak itu ke rumah sakit. Pada hari-hari berikutnya, aku dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketakutan, bertanya pada diriku sendiri, "Apa yang akan terjadi pada anak ini? Apakah dia akan mengalami efek samping yang serius? Berapa banyak yang harus kubayar sebagai ganti rugi?" Aku juga takut jika sesuatu yang mengancam nyawa seperti ini terjadi lagi, semua uang, ketenaran, dan keuntunganku akan hilang. Rasanya seperti ada batu raksasa yang menekan jantungku dan aku menghabiskan malam demi malam tanpa bisa tidur. Tanpa diduga, hanya beberapa hari kemudian, kecelakaan lain pun terjadi. Seorang pria paruh baya datang ke klinik untuk mendapatkan infus. Aku melakukan tes kulit sebelum memberikan obat dan memastikan kepadanya bahwa dia tidak memiliki riwayat alergi. Saat sedang diinfus, pria itu tiba-tiba kesulitan bernapas dan menjadi sesak napas. Wajahnya berubah dari pucat menjadi gelap kebiruan. Aku takut dan cemas, berpikir, "Masalah anak itu masih belum terselesaikan, dan sekarang pasien ini pun mengalami musibah! Apakah ini akhir bagiku?" Aku merasa hatiku hancur, dan aku tidak berani memikirkan apa pun lagi. Aku berdoa kepada Tuhan memohon perlindungan, dan hatiku perlahan menjadi tenang. Aku segera mengikuti prosedur perawatan alergi dan dapat menyelamatkannya. Selama waktu itu, ada serangkaian insiden di klinik, dan jika bukan karena pemeliharaan, perlindungan, serta bimbingan Tuhan yang mencerahkanku untuk memikirkan tindakan darurat, kedua orang ini pasti sudah meninggal, dan sebanyak apa pun uang yang kuhasilkan sepanjang hidupku, aku tak akan pernah mampu membayar ganti ruginya! Saat itulah aku menyadari bahwa uang, ketenaran, keuntungan, dan kekayaan materiel bagaikan istana pasir, yang dapat lenyap kapan saja. Dengan hidup di hadapan Tuhan dan melaksanakan tugasku dengan baik sajalah, aku dapat memperoleh kedamaian dan ketenangan sejati.
Kemudian, aku teringat satu bagian firman Tuhan yang pernah kubaca dalam sebuah pertemuan: "Seandainya Aku menaruh sejumlah uang di hadapan engkau semua sekarang ini dan memberimu kebebasan untuk memilih—dan seandainya Aku tidak mengutuk engkau semua karena pilihanmu—maka sebagian besar dari engkau semua akan memilih uang dan meninggalkan kebenaran. Orang yang lebih baik di antara engkau semua akan meninggalkan uang dan memilih kebenaran dengan enggan, sedangkan mereka yang berada di tengah-tengah akan meraih uang itu dengan satu tangan dan kebenaran dengan tangan yang lain. Bukankah dengan demikian karakter aslimu akan terbukti dengan sendirinya? Ketika memilih antara kebenaran dan apa pun yang kepadanya engkau semua setia, engkau semua akan membuat pilihan ini, dan sikap engkau semua akan tetap sama. Bukankah demikian halnya? Bukankah banyak di antara engkau semua yang maju mundur antara benar dan salah? Dalam semua pergumulan antara yang positif dan negatif, hitam dan putih—antara keluarga dan Tuhan, anak-anak dan Tuhan, keharmonisan dan keretakan, kekayaan dan kemiskinan, status tinggi dan status biasa, didukung dan disisihkan, dan sebagainya—engkau semua tentu mengetahui pilihan yang telah kaubuat. Antara keluarga yang harmonis dan yang berantakan, engkau semua memilih yang pertama, dan engkau memilihnya tanpa keraguan; antara kekayaan dan tugas, lagi-lagi engkau semua memilih yang pertama, tanpa sedikit pun keinginan untuk berbalik; antara kemewahan dan kemiskinan, engkau semua memilih yang pertama; ketika memilih antara anak-anak lelaki, anak-anak perempuan, istri atau suami, dan Aku, engkau semua memilih yang pertama; dan antara gagasan dan kebenaran, sekali lagi engkau semua memilih yang pertama. Diperhadapkan pada segala macam perbuatan engkau semua yang jahat, Aku sama sekali kehilangan kepercayaan kepada engkau semua. Sungguh-sungguh mengejutkan bagi-Ku bahwa hatimu sungguh tidak dapat dilembutkan. Dedikasi yang telah kucurahkan selama bertahun-tahun secara mengejutkan tidak membawa apa-apa bagi-Ku selain engkau semua meninggalkan-Ku dan sikap pasrahmu, tetapi harapan-Ku terhadap engkau semua semakin bertumbuh setiap hari, karena hari-Ku sudah sepenuhnya disingkapkan di hadapan semua orang. Namun, engkau semua berkeras hati mengejar hal-hal yang gelap dan jahat, dan menolak untuk melepaskan hal-hal tersebut. Lalu, akan seperti apa kesudahan engkau semua? Pernahkah engkau semua memikirkan hal ini dengan saksama? Jika engkau semua diminta untuk memilih kembali, apa pendirianmu nanti? Akankah masih yang pertama? Apakah engkau semua masih akan mendatangkan kekecewaan dan kesedihan yang menyakitkan bagi-Ku? Apakah hati engkau semua masih akan memiliki hanya sedikit kehangatan? Apakah engkau semua masih tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghibur hati-Ku?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kepada Siapakah Engkau Setia?"). Aku melihat maksud mendesak dan usaha sungguh-sungguh Tuhan dalam firman-Nya. Tuhan berharap agar setiap kita dapat mengejar kebenaran untuk memperoleh keselamatan. Aku teringat tentang bagaimana sejak aku membuka klinik, aku selalu berpikir tentang bagaimana mendapatkan lebih banyak uang dan hidup mengungguli orang lain serta bagaimana agar orang lain kagum serta iri padaku. Aku pun teringat tentang bagaimana aku menolak tugasku beberapa kali, tidak bersedia menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengejar kebenaran serta melaksanakan tugasku. Aku ingin percaya kepada Tuhan dan diselamatkan, tetapi aku juga ingin mendapatkan lebih banyak uang. Aku berusaha untuk mendapatkan baik kekayaan maupun kebenaran, dan jika aku kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran serta diselamatkan, maka tangis penyesalanku serta kertak gigiku di tengah malapetaka itu akan terlambat. Aku ingat bahwa Tuhan Yesus berkata: "Apa untungnya jika seseorang mampu mendapatkan seluruh dunia, dan kehilangan jiwanya sendiri? Atau apa yang bisa diberikan seseorang sebagai ganti jiwanya?" (Matius 16:26). Saat itu aku baru sadar betapa bodohnya aku, dan aku tidak mampu melihat segala sesuatu dengan jelas. Aku tidak tahu apa hal yang paling penting untuk dikejar dalam hidup. Jika bukan karena dua insiden itu, hatiku yang mati rasa dan keras kepala ini tidak akan berubah. Jika bukan karena belas kasihan dan perlindungan Tuhan, kedua orang ini mungkin telah meninggal, dan sekalipun aku mengorbankan hidupku, itu tidak akan ada gunanya. Aku mungkin harus menjalani hidupku dalam kesengsaraan karena terlilit utang baik dalam hal kehidupan maupun uang, dan aku tak akan pernah menemukan kedamaian. Ketika kupikirkan tentang bagaimana aku berulang kali menolak tugasku, aku merasa benar-benar tidak pantas mendapatkan kasih dan keselamatan dari Tuhan. Aku tak ingin lagi melepaskan kesempatan untuk mendapatkan kebenaran hanya untuk mengejar uang. Kemudian, aku menelepon rekanku dan memberitahunya tentang pengambilalihan klinik. Rekanku melihat betapa bertekadnya aku dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Beberapa saat kemudian, karena persyaratan rekanku terlalu ketat, klinik itu tidak berhasil dialihkan. Aku memandang kepada Tuhan dan memercayakan segalanya kepada-Nya, berharap Dia akan membukakan jalan bagiku. Kemudian, sekelompok dokter yang bekerja di rumah sakit kota mengambil alih klinik itu melalui sewa dan menandatangani kontrak selama dua tahun. Setelah itu, aku mulai melaksanakan tugasku di gereja, sering menghadiri pertemuan, makan dan minum firman Tuhan, serta mempersekutukan kebenaran, dan aku menemukan kedamaian serta ketenangan di hatiku.
Namun, setelah satu tahun dua bulan, pihak lain memutuskan kontrak. Ketika rekanku bertemu denganku, dia berkata, "Jika kau kembali untuk mengelola klinik, aku jamin kau akan menjadi kaya. Jika tidak, aku akan membeli saham klinikmu dengan harga murah." Rekan yang lain berkata, "Kami berdua akan menjalankannya, kau bisa menangani urusanmu sendiri, itu tidak akan mengganggu imanmu. Banyak pasien tetap percaya kepadamu. Aku akan membantu membawa pasien dari rumah sakit, dan dalam setahun, kita akan menghasilkan banyak uang, dan saat itu, kita akan memperoleh kekayaan dan kesuksesan dalam karier kita. Semua orang akan iri pada kita!" Aku berpikir, "Jika aku mengambil alih klinik, aku bukan saja akan mendapatkan kembali investasiku, melainkan hidupku juga akan mengungguli orang lain." Namun, kemudian kupikir, "Jika aku mengambil alih, itu pasti akan memengaruhi tugasku." Setelah memikirkannya, aku memutuskan untuk tidak setuju. Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasatmata, dan dengan belenggu inilah, mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk membuang belenggu tersebut. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah. Demi ketenaran dan keuntungan ini, umat manusia menjauhi Tuhan dan mengkhianati Dia dan menjadi semakin jahat. Jadi, dengan cara inilah, generasi demi generasi dihancurkan di tengah ketenaran dan keuntungan Iblis. Sekarang melihat tindakan Iblis, bukankah motif jahat Iblis benar-benar menjijikkan? Mungkin hari ini engkau semua masih belum dapat memahami motif jahat Iblis karena engkau semua berpikir orang tidak dapat hidup tanpa ketenaran dan keuntungan. Engkau berpikir jika orang meninggalkan ketenaran dan keuntungan, mereka tidak akan mampu lagi melihat jalan di depan, tidak mampu lagi melihat tujuan mereka, bahwa masa depan mereka akan menjadi gelap, redup, dan suram. Namun, perlahan-lahan, engkau semua suatu hari nanti akan menyadari bahwa ketenaran dan keuntungan adalah belenggu besar yang Iblis gunakan untuk mengikat manusia. Ketika hari itu tiba, engkau akan sepenuhnya menentang kendali Iblis dan sepenuhnya menentang belenggu yang Iblis gunakan untuk mengikatmu. Ketika saatnya tiba di mana engkau ingin membuang semua hal yang telah Iblis tanamkan dalam dirimu, engkau kemudian akan memutuskan dirimu sepenuhnya dari Iblis, dan engkau akan dengan sungguh-sungguh membenci semua yang telah Iblis bawa kepadamu. Baru setelah itulah, umat manusia akan memiliki kasih dan kerinduan yang nyata kepada Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). "Iblis menggunakan uang untuk mencobai manusia dan merusak mereka agar mereka memuja uang dan menghormati hal-hal materi. Lalu bagaimanakah pemujaaan terhadap uang ini terwujud dalam diri manusia? Apakah engkau semua merasa bahwa engkau tidak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa uang, bahwa satu hari saja tanpa uang tak mungkin bagimu? Status orang didasarkan pada berapa banyak uang yang mereka miliki dan begitu pula kehormatan mereka. Punggung orang miskin membungkuk malu, sementara orang kaya menikmati status tinggi mereka. Mereka berdiri tegak dan bangga, berbicara keras-keras dan hidup dengan congkak. Apa yang ditimbulkan oleh pepatah dan tren ini terhadap manusia? Bukankah banyak orang mengorbankan apa pun demi mendapatkan uang? Bukankah banyak orang kehilangan martabat dan kejujuran mereka demi mendapatkan lebih banyak uang? Bukankah banyak orang kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas mereka dan mengikut Tuhan karena uang? Bukankah kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan diselamatkan adalah kerugian terbesar bagi manusia? Bukankah Iblis itu jahat, menggunakan cara dan pepatah ini untuk merusak manusia sampai tingkat seperti itu? Bukankah ini tipu muslihat yang kejam?" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V"). Pengungkapan firman Tuhan sangat jelas. Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pemikiran manusia, serta menyesatkan dan merusak kita. Selama bertahun-tahun, aku mengejar ketenaran dan keuntungan, serta berusaha untuk menonjol. Aku telah mengandalkan pepatah "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah," "Uang adalah yang utama," "Uang membuat dunia berputar," dan "Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang, engkau tidak bisa melakukan apa pun." Falsafah-falsafah Iblis ini telah menjadi pedoman hidupku, dan kupikir bahwa dengan uang, aku punya segalanya. Aku hanya ingin menghasilkan lebih banyak uang, membuat diriku sangat kaya, ingin dikagumi dan dicemburui orang lain, serta hidup mengungguli orang lain. Kupikir bahwa sebanyak apa pun kesulitan yang kuderita demi uang, ketenaran, dan keuntungan, semuanya sepadan, dan meskipun aku tahu bahwa Tuhan telah menjadi daging dan mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan manusia, aku tidak mengejar kebenaran atau melaksanakan tugasku dengan benar. Dalam mengejar uang, aku berulang kali menolak tugasku dan makin menjauh dari Tuhan. Sebenarnya, keluargaku sudah berkecukupan, dan tidak perlu khawatir soal makanan atau pakaian, tapi aku tidak puas, dan masih ingin menghasilkan lebih banyak uang. Aku menghargai uang, ketenaran, dan keuntungan di atas segalanya, membuatku kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugasku dan memperoleh kebenaran. Saat itulah aku menyadari bahwa aku telah dibutakan oleh uang, ketenaran, dan keuntungan, aku telah menjadi budak uang, dan jika aku tidak berbalik arah, aku akan menjadi korban ketenaran dan keuntungan.
Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Orang menghabiskan energi seumur hidup untuk berjuang melawan nasib, menghabiskan seluruh waktu mereka dengan sibuk berusaha menafkahi keluarga dan bergegas ke sana kemari untuk mendapatkan prestise dan keuntungan. Hal-hal yang orang hargai adalah cinta keluarga, uang, ketenaran, keuntungan, dan mereka memandang hal-hal ini sebagai hal paling berharga dalam hidup. Semua orang mengeluh tentang nasib buruk, tetapi mereka tetap mengesampingkan masalah yang seharusnya paling mereka pahami dan selidiki, yaitu: mengapa manusia hidup, bagaimana manusia seharusnya hidup, dan apa nilai serta makna hidup manusia. Mereka menghabiskan seluruh hidup mereka, seberapa pun lamanya, hanya untuk sibuk mencari ketenaran dan keuntungan, sampai masa muda mereka berlalu dan mereka telah menjadi beruban dan keriput, sampai mereka menyadari bahwa ketenaran dan keuntungan tidak dapat menghentikan mereka dari penuaan, bahwa uang tidak dapat mengisi kehampaan hati mereka, dan sampai mereka memahami bahwa tak seorang pun dapat luput dari dari hukum kelahiran, penuaan, sakit, dan kematian, dan bahwa tak seorang pun dapat menolak pengaturan nasib. Hanya ketika mereka harus menghadapi titik akhir hidup ini, barulah mereka benar-benar memahami bahwa sekalipun orang memiliki kekayaan yang besar dan aset yang banyak, meskipun orang berasal dari keluarga kaya dan terpandang, mereka tidak bisa luput dari kematian dan harus kembali pada kedudukannya yang semula: jiwa yang kesepian, tanpa memiliki apa pun" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Orang-orang menghabiskan hidup mereka mengejar uang dan ketenaran; mereka mencengkeram erat kedua hal ini, menganggap hal-hal ini sebagai satu-satunya sarana pendukung mereka, seakan dengan memiliki hal-hal tersebut mereka bisa terus hidup, bisa terhindar dari kematian. Namun, hanya ketika mereka sudah hampir meninggal, barulah mereka sadar betapa jauhnya hal-hal itu dari mereka, betapa lemahnya mereka ketika berhadapan dengan kematian, betapa rapuhnya mereka, betapa sendirian dan tak berdayanya mereka, tanpa tempat untuk berpaling. Mereka menyadari bahwa hidup tidak bisa dibeli dengan uang atau ketenaran, bahwa sekaya apa pun seseorang, setinggi apa pun kedudukan mereka, semua orang sama-sama miskin dan tidak berarti ketika berhadapan dengan kematian. Mereka sadar bahwa uang tidak bisa membeli hidup, bahwa ketenaran tidak bisa menghapus kematian, bahwa baik uang maupun ketenaran tidak dapat memperpanjang hidup orang barang semenit atau sedetik pun" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa jika seseorang menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengejar uang, pada akhirnya, semua ketenaran dan keuntungan itu sia-sia. Dua insiden nyaris mati di klinik membuatku menyadari bahwa ketika bahaya datang, uang dan kekayaan tidak dapat melindungi keselamatan seseorang atau menyelamatkan hidupnya, dan bahwa Tuhanlah Satu-satunya yang benar-benar dibutuhkan dan dapat diandalkan orang, hanya Tuhan jugalah yang mengatur dan mengendalikan takdir seseorang. Aku pun teringat pada tetanggaku. Dia adalah seorang manajer umum di sebuah departemen di Bank Tiongkok, suaminya adalah direktur dinas perhubungan, dan ayahnya adalah kepala bagian di Bank Rakyat Tiongkok. Keluarganya kaya dan berpengaruh, dan saat itu, semua orang di daerah kami mengagumi dan iri padanya, tapi di usia tiga puluh dua tahun, dia didiagnosis mengidap kanker payudara dan meninggal tak lama kemudian. Aku juga punya kerabat yang kaya dan terkenal, tapi kemudian meninggal saat bepergian. Jelas bagiku bahwa sebanyak apa pun uang, ketenaran, atau kekaguman yang kita peroleh, ketika ajal menjemput, uang, ketenaran dan keuntungan tidak dapat menyelamatkan hidup kita. Uang, ketenaran dan keuntungan hanya dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan sementara bagi daging, dan jika kita tidak memiliki pemeliharaan serta perlindungan Tuhan, kita akan mati. Jika demikian, apa artinya memiliki lebih banyak uang? Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, Engkau memberiku kesempatan untuk mengejar kebenaran dan diselamatkan, tetapi aku tidak menghargainya. Aku menghabiskan seluruh waktu dan energiku untuk mengejar uang, ketenaran, serta keuntungan. Aku benar-benar buta dan bodoh! Sekarang aku tahu bahwa mencari kebenaran dan melaksanakan tugasku adalah hal yang paling berarti dan penting yang dapat kulakukan." Setelah itu, aku menelepon rekanku dan mengatakan bahwa seberapa pun besarnya kerugian atas saham dan modal awal klinikku, aku bersedia mengalihkannya. Tidak lama kemudian, aku memindahkan saham klinikku. Meskipun aku kehilangan puluhan ribu, saat melakukan ini, aku merasa terbebas dan bahagia.
Kemudian, kucurahkan lebih banyak waktu dan energi untuk tugasku, dan kapan pun ada waktu, aku membaca firman Tuhan serta mulai memahami lebih banyak kebenaran. Aku pun menjadi lebih mampu melihat dengan jelas cara-cara Iblis yang merusak. Rasanya sangat senang mengetahui bahwa dengan percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku, aku dapat memahami kebenaran! Belakangan ini, sejumlah temanku mengatakan mereka akan membayar untuk bekerja sama denganku dalam membuka klinik, mendorongku untuk terus menjalankannya, dan ada yang bahkan menyarankanku untuk bekerja di rumah sakit, tapi aku tidak lagi terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Aku memilih untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan memberitakan Injil serta bersaksi bagi Tuhan. Ini lebih bermakna dan berharga daripada apa pun yang dapat kulakukan di dunia ini, dan ini adalah pilihan paling bijaksana yang pernah kubuat dalam hidupku.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Aku terlahir di keluarga miskin, di mana orang tuaku yang jujur dan pekerja keras menafkahi keluarga kami dengan bertani. Ketika masih...
Pada tahun 1998, perusahaan tempatku dan istriku bekerja bangkrut, dan kami berdua kehilangan pekerjaan. Pada saat itu, kondisi keuangan...
Oleh Saudara Zhao Guangming, Tiongkok Pada awal tahun 1980-an, aku berusia 30-an tahun dan bekerja di sebuah perusahaan konstruksi. Aku...
Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok Ketika aku masih kecil, keluargaku sangat miskin. Ibuku lumpuh, terbaring di tempat tidur, dan minum obat...