Buronan tetapi Tidak Bersalah

27 September 2024

Oleh Saudari Liu Yunying, Tiongkok

Pada Mei 2014, Partai Komunis Tiongkok merekayasa Kasus Zhaoyuan di Shandong untuk menjebak dan memfitnah Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, dan mereka kemudian segera meluncurkan "Penumpasan Seratus Hari" secara nasional untuk menangkap jemaat Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Banyak saudara-saudari ditangkap. Hanya dalam dua bulan, dari September hingga November, lebih dari 30 saudara-saudari di daerahku ditangkap satu demi satu. Pada waktu itu, aku bertanggung jawab atas pekerjaan beberapa gereja, dan setiap hari, di bawah pengawasan polisi, aku mengatur agar saudara-saudari yang berada dalam bahaya direlokasi dan buku-buku tentang iman kepada Tuhan dipindahkan. Setiap saat, aku menghadapi bahaya penangkapan. Suatu malam, seorang saudara yang ditangkap dan dibebaskan mengatakan kepadaku bahwa ketika polisi menginterogasi dirinya, mereka menyebutkan informasi pribadiku, dan bahkan memperlihatkan fotoku dan bertanya apakah dia mengenalku. Saudara itu berkata bahwa aku adalah target utama penangkapan dan menyarankanku untuk segera pergi. Kupikir, "Begitu banyak saudara-saudari telah ditangkap, dan masih banyak buntut peristiwa penangkapan yang harus ditangani. Selain itu, beberapa saudara-saudari merasa lemah karena penangkapan dan penganiayaan si naga merah yang sangat besar, dan mereka membutuhkan dukungan dan bantuan. Aku akan pergi dalam beberapa hari." Namun, saudaraku mendesakku dengan tegas, "Sebaiknya kau pergi malam ini. Jangan tinggal di sini. Ada kamera di mana-mana di jalan, dan polisi akan menemukanmu segera setelah mereka memeriksa rekaman CCTV." Begitu mendengar perkataannya, kengerian tiba-tiba menguasaiku, dan aku mulai panik. Jadi, aku segera membuat pengaturan untuk pekerjaan gereja yang tersisa dan melarikan diri ke desa terdekat.

Sepasang saudara-saudari yang sudah lanjut usia mengambil risiko untuk menerimaku. Karena ada kamera di luar, aku tidak bisa keluar, sehingga aku harus tetap tinggal di dalam rumah mereka. Putra mereka bekerja di sebuah sekolah, dan pemerintah telah mengeluarkan surat edaran yang mengatakan bahwa semua staf pengajar dan anggota keluarga mereka tidak boleh menganut kepercayaan beragama, atau mereka akan diberhentikan dari jabatan mereka. Karena hal ini, putra mereka takut masa depannya akan terpengaruh dan menentang kepercayaan orang tuanya kepada Tuhan. Saudari itu takut putranya akan melihatku di rumah dan melaporkanku ke polisi, jadi dia harus mengatur agar aku tinggal di loteng. Setiap kali putra saudari itu pulang, aku sangat gugup. Suatu kali, putranya naik ke loteng untuk mengambil sesuatu. Takut ditemukan olehnya, aku bersembunyi di balik pintu dan tidak berani bergerak. Kebetulan pada saat itu, asap minyak dari dapur keluar dari cerobong asap dan aku tak mampu menahan diri untuk tidak batuk. Dengan cepat kututupi kepala dan mulutku dengan selimut dan hampir tidak bisa bernapas. Saudari itu punya seorang putra lagi yang tinggal di sebelah, dan aku bisa mendengar suara TV-nya ketika volumenya dikeraskan, jadi agar bisa tetap bersembunyi, aku tidak berani menyalakan lampu di loteng, dan biasanya aku menjaga suaraku seminimal mungkin. Saat itu sedang musim dingin, dan ruangan itu sangat dingin, tetapi aku tidak berani keluar rumah. Setelah waktu yang lama, aku mulai merasa sangat tertekan dan bertanya-tanya, "Kapan aku bisa berhenti hidup seperti ini? Kapan aku bisa berkumpul kembali dengan keluargaku dan pergi keluar bersama saudara-saudariku untuk memenuhi tugasku?" Pada waktu itu, aku sering berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk membimbing dan mencerahkanku sehingga aku dapat memahami kehendak-Nya dan tahu bagaimana melewati lingkungan ini.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna penting sejatinya. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini. Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan memenuhi sekian banyak firman-Nya membutuhkan waktu; akibatnya, orang-orang dimurnikan sebagai hasil dari firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan. Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk melengkapi kelompok orang ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa ketika seseorang percaya kepada Tuhan di negara yang dikuasai oleh PKT, penganiayaan tidak bisa dihindari, tetapi Tuhan menggunakan lingkungan semacam itu untuk menyempurnakan iman orang. Aku teringat saat aku tidak berada di lingkungan semacam itu, kupikir aku mampu menanggung kesukaran dan beriman kepada Tuhan, tetapi, begitu aku diburu sampai menjadi tunawisma, bersembunyi, dan benar-benar kehilangan kebebasanku, dan aku harus benar-benar menderita, aku memendam keluhan di hatiku, dan yang kuinginkan hanyalah melarikan diri. Hanya melalui apa yang disingkapkan oleh fakta barulah aku sadar bahwa aku sama sekali tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, bahwa aku tidak taat, dan tingkat pertumbuhanku sangat rendah. Aku juga merenungkan bagaimana selama beberapa bulan ini, PKT dengan gila-gilaan menggeledah rumah-rumah dan menangkap orang-orang, menyita uang gereja, dan menyebabkan banyak saudara-saudari melarikan diri dari rumah mereka, benar-benar mengubah hidup mereka dan bahkan membuat mereka tidak punya tempat tinggal. PKT melakukan begitu banyak kejahatan, menangkap dan menganiaya orang. Bukankah tujuan mereka hanya untuk menjauhkan orang dari Tuhan dan membuat mereka mengkhianati Tuhan? Jika aku menjadi lemah, mundur, atau bahkan mengeluh dalam lingkungan semacam itu, aku akan jatuh ke dalam tipu daya Iblis dan kehilangan kesaksianku. Setelah menyadari hal ini, rasa sakit dan siksaan di hatiku berkurang. Kupikir, "Berapa lama pun aku harus tinggal di sini atau sebanyak apa pun aku harus menderita, aku mau tunduk pada pengaturan Tuhan."

Setelah beberapa bulan, tampaknya penyelidikan menjadi tidak begitu ketat, jadi aku pergi ke kota lain untuk melaksanakan tugasku. Agar aman, aku memotong rambut panjangku, dan aku mengenakan topi, masker, dan kacamata ketika pergi ke pertemuan. Aku melewati gang-gang dan rute memutar, berusaha semampuku untuk tidak menarik perhatian. Kupikir, asalkan berhati-hati, aku masih bisa melaksanakan tugasku. Aku terkejut ketika suatu malam, beberapa bulan kemudian, pemimpinku dengan tergesa-gesa menemuiku dan berkata, "Polisi telah memposting informasi mengenai identitasmu di internet. Mereka mencarimu. Pemberitahuan buronan dikirim ke ponsel penduduk di area pusat kota kami dan beberapa distrik sekitarnya untuk memberi tahu mereka agar melaporkan jika mereka melihatmu. Polisi mengetahui bahwa pamanmu memberitakan Injil kepadamu, dan mereka telah menangkap paman dan bibimu. Demi keamanan, kau jangan lagi keluar untuk melaksanakan tugasmu." Kemudian, aku menerima kabar bahwa polisi menemukan kakekku yang berusia 80 tahun dan menginterogasinya tentang keberadaanku. Mereka juga telah menutup pusat fisioterapi pamanku. Selain itu, polisi juga sedang mencari ibu dan saudara perempuanku sehingga mereka juga tidak bisa pulang. Ketika mendengar berita ini, aku sangat marah. Kepercayaanku kepada Tuhan adalah benar dan tepat. Mengapa Partai Komunis menindas orang-orang yang percaya pada Tuhan dengan begitu kejam? Mengapa tidak ada keadilan dan kebebasan beragama di Tiongkok? Awalnya, aku berencana untuk pulang secara diam-diam dan bertemu keluargaku, tetapi aku tidak menyangka bahwa aku telah terdaftar sebagai buronan, atau bahwa mereka akan mengancam dan mengintimidasi keluargaku. Meskipun punya rumah, aku tidak bisa pulang, dan keluargaku telah dilibatkan dan ditangkap. Aku menyadari bahwa sekarang aku adalah penjahat yang dicari, dan aku bertanya-tanya bagaimana pendapat teman-teman dan kerabat tentang diriku. Akankah mereka menganggapku telah melakukan sesuatu yang buruk? Bagaimana aku bisa menghadapi mereka kelak? Saat memikirkan hal ini, aku tak mampu menahan air mataku. Semakin kupikirkan, semakin aku merasa sedih. Aku merasa terlalu sulit untuk percaya kepada Tuhan di Tiongkok. Dalam penderitaanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Aku tidak tahu bagaimana melewati ini. Kumohon beri aku iman dan kekuatan, dan bimbing aku dalam memahami kehendak-Mu." Setelah berdoa, aku teringat lagu pujian firman Tuhan "Hidup yang Paling Berarti", yang berbunyi: "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (2)"). Saat mendengar pujian ini, aku terharu hingga meneteskan air mata. Adalah hal yang benar dan tepat bagi makhluk ciptaan untuk percaya kepada Tuhan dan menyembah Tuhan, dan Tuhan memperkenan hal ini. Aku teringat Ayub, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Meskipun dia kehilangan anak-anaknya, harta bendanya, menderita barah di sekujur tubuhnya, dan dikritik serta disalahpahami oleh istri dan teman-temannya, dia tetap mempertahankan imannya kepada Tuhan, memuji Tuhan dalam penderitaannya, berdiri teguh dalam kesaksiannya bagi Tuhan, dan mempermalukan Iblis. Ada juga Petrus, yang berusaha mengenal dan mengasihi Tuhan sepanjang hidupnya. Dia mengalami ratusan ujian dan pemurnian, menanggung penderitaan yang sangat besar, dan akhirnya disalibkan terbalik untuk Tuhan sehingga menghasilkan kesaksian yang indah dan berkumandang. Sebagai makhluk ciptaan, sangat berarti jika dapat berdiri teguh dalam kesaksian kita bagi Tuhan dan mendapatkan perkenanan Sang Pencipta! Pada waktu itu, aku dicari dan diburu oleh Partai Komunis karena kepercayaanku kepada Tuhan. Meskipun kerabat dan teman-temanku salah paham dan meninggalkanku, ini bukanlah hal yang memalukan karena aku mengikuti jalan yang benar dalam hidup ini dan melakukan hal yang paling benar. Saat memikirkan hal ini, rasa sakitku berkurang, dan malah merasa bangga pada diriku sendiri karena bisa menderita seperti ini.

Suatu hari pada Januari 2016, seorang saudari memberiku sekotak kartu remi. Aku mengambilnya dan melihat foto dan informasi identitasku tercetak di sana. Namaku, nomor KTP, dan alamat pendaftaran rumah tanggaku semua ada di sana, dan tertulis di sana aku terdaftar sebagai buronan online oleh Biro Keamanan Publik sebagai "penjahat yang diduga mengorganisasi dan menggunakan organisasi kultus untuk mengacaukan penegakan hukum." Ada juga nomor hotline pelaporan yang tercetak di kartu remi tersebut, dan pernyataan bahwa informan akan diberi imbalan. Saudari itu berkata polisi membagikan kartu-kartu remi yang berisi foto-foto dan informasi tentang diriku dan tiga saudari lainnya yang memimpin pekerjaan gereja bersama dengan foto-foto dan informasi para pembunuh dan perampok. Kemudian, aku mendengar dari saudara-saudariku bahwa mereka melihat pemberitahuan buronan untuk penangkapanku di layar LCD di luar stasiun kereta api dan pada papan buletin di pintu masuk Biro Keamanan Publik. Mendengar semua ini benar-benar terasa mencengangkan bagiku. Aku ingin bertanya kepada mereka, "Hukum apa yang kulanggar? Perbuatan apa yang kulakukan yang melanggar hukum? Mengapa kalian menggunakan cara yang tidak bermoral untuk memburu dan menangkapku?" Mau tak mau aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Selama ribuan tahun, negeri ini telah menjadi negeri yang najis. Negeri ini tak tertahankan kotornya, penuh kesengsaraan, hantu merajalela di mana-mana, menipu dan menyesatkan, membuat tuduhan tak berdasar, dengan buas dan kejam, menginjak-injak kota hantu ini, dan meninggalkannya penuh dengan mayat; bau busuk menyelimuti negeri ini dan memenuhi udara dengan pekatnya, dan tempat ini dijaga ketat. Siapa yang bisa melihat dunia di balik langit? Iblis mengikat erat seluruh tubuh manusia, ia menutupi kedua matanya dan membungkam mulutnya rapat-rapat. Raja Iblis telah mengamuk selama beberapa ribu tahun sampai sekarang, di mana ia terus mengawasi kota hantu ini dengan saksama, seakan-akan ini adalah istana setan yang tak bisa ditembus; sementara itu, gerombolan anjing penjaga ini menatap dengan mata liar penuh ketakutan kalau-kalau Tuhan akan menangkap mereka saat tidak waspada dan memusnahkan mereka semua, sehingga mereka tidak lagi memiliki tempat untuk merasakan kedamaian dan kebahagiaan. Bagaimana mungkin penduduk kota hantu seperti ini pernah melihat Tuhan? Pernahkah mereka menikmati keindahan dan kasih Tuhan? Pemahaman apa yang mereka miliki tentang masalah dunia manusia? Siapakah di antara mereka yang mampu memahami maksud-maksud Tuhan yang penuh hasrat? Maka, tidaklah mengherankan bahwa inkarnasi Tuhan tetap sepenuhnya tersembunyi bagi mereka: di tengah masyarakat yang gelap seperti ini, di mana Iblis begitu kejam dan tidak manusiawi, bagaimana mungkin raja Iblis, yang menghabisi orang-orang tanpa mengedipkan matanya, menoleransi keberadaan Tuhan yang penuh kasih, baik, dan juga kudus? Bagaimana mungkin ia akan menghargai dan menyambut kedatangan Tuhan dengan gembira? Para antek ini! Mereka membalas kebaikan dengan kebencian, sejak dahulu mereka mulai memperlakukan Tuhan sebagai musuh, mereka menyiksa Tuhan, mereka luar biasa buasnya, mereka sama sekali tidak menghargai Tuhan, mereka merampas dan merampok, mereka sudah sama sekali kehilangan hati nurani, mereka sepenuhnya mengabaikan hati nuraninya, dan mereka menggoda orang tidak bersalah agar tidak sadar. Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Firman Tuhan menyingkapkan natur sebenarnya si naga merah yang sangat besar. PKT adalah musuh Tuhan, setan yang menentang dan membenci Tuhan, dan tempat yang dikuasai mereka adalah sarang Iblis si setan. Mereka sama sekali tak mau membiarkan Tuhan ada, dan terlebih lagi, tidak mengizinkan orang untuk percaya kepada Tuhan yang benar dan mengikuti jalan yang benar. Inilah sebabnya, mereka mendefinisikan Kekristenan sebagai "aliran sesat" dan Alkitab sebagai "kitab aliran sesat", dan menangkap orang-orang Kristen dengan sewenang-wenang. Untuk menyingkirkan pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, mereka mengarang berbagai macam kabar bohong dan merekayasa kasus kriminal palsu untuk menjebak dan mendiskreditkan Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, mereka memburu dan memerintahkan penangkapan orang-orang yang percaya kepada Tuhan seolah-olah mereka adalah penjahat paling keji, dan mereka menipu dan menghasut orang-orang yang tidak mengetahui yang sebenarnya agar orang-orang itu membenci orang-orang beriman dan bersama mereka juga ikut menentang Tuhan. Partai Komunis benar-benar berusaha sebisa mungkin untuk berbohong dan melakukan setiap hal jahat yang bisa dibayangkan! Begitu aku mengenali hal ini, tekadku semakin kuat untuk meninggalkan si naga merah yang sangat besar dan mengikut Tuhan sampai akhir! Kemudian, aku mendengar dari pemimpinku bahwa dua saudari yang terdaftar sebagai buronan denganku pada kartu remi telah ditangkap dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Empat bulan kemudian, polisi menawarkan tambahan 10.000 yuan untuk penangkapanku. Seorang saudari di kampung halamanku mengirimiku surat dan memberitahuku bahwa sekretaris Partai desa menyebarkan kabar bohong bahwa karena aku percaya kepada Tuhan, aku tidak mau lagi bertemu keluarga atau kerabatku, dan bahwa aku bertindak melawan pemerintah. Seiring berjalannya waktu, kabar bohong itu menjadi semakin keterlaluan, dan beberapa orang mulai mengatakan bahwa aku sudah gila atau menjual narkoba. Ketika orang-orang di desa-desa terdekat mendengar kabar bohong ini, mereka semua memfitnah dan mengutukku. Adik laki-lakiku mendapati kabar bohong ini sangat tidak tertahankan dan begitu mengkhawatirkanku sehingga dia merasa sedih dan ingin menemuiku. Ketika mendengar berita ini, aku tak mampu menenangkan diriku atau menghentikan air mataku. Aku benar-benar ingin berdiri di hadapan kerabat dan teman-temanku dan menjelaskan bahwa aku percaya kepada Tuhan yang benar, mengikuti jalan yang benar, dan tidak melakukan apa pun yang ilegal. Aku ingin terbang langsung menemui adik laki-lakiku, menghiburnya, dan memberitahunya agar tidak mengkhawatirkanku. Namun, jika aku kembali seperti ini, aku pasti akan ditangkap oleh polisi, dan juga akan membahayakan saudara-saudari yang berhubungan denganku. Dengan cemas aku mondar-mandir di sekitar ruangan. Semakin aku memikirkan hal-hal ini, semakin aku tidak bisa duduk diam. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengambil risiko dan menelepon adik laki-lakiku.

Aku tahu ponsel adik laki-lakiku mungkin dipantau oleh polisi, tetapi yang ingin kulakukan pada saat itu hanyalah berbicara dengannya, jadi aku tidak peduli dengan detail seperti itu. Aku menyamar dan bersepeda ke suatu tempat yang jaraknya belasan mil untuk meneleponnya, tetapi di luar dugaanku, telepon itu tidak tersambung. Aku belum siap untuk menyerah, jadi aku mencoba lagi, tetapi hasilnya tetap sama. Tiba-tiba, aku samar-samar sadar bahwa ini mungkin campur tangan Tuhan. Jika ponsel adik laki-lakiku sedang dipantau, maka aku dan dia sama-sama berada dalam bahaya. Dengan pemikiran ini, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Aku hampir jatuh ke dalam salah satu tipu daya Iblis hari ini. Jika Engkau tidak menghentikanku tepat waktu, aku mungkin berada dalam bahaya. Tuhan, Engkau tahu kelemahanku. Kumohon tuntun dan bimbing aku, dan beri aku iman dan kekuatan ...." Ketika aku kembali ke rumah tuan rumahku untuk perenungan rohani, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Mereka yang Tuhan sebut 'para pemenang' adalah mereka yang tetap mampu menjadi kesaksian dan mempertahankan keyakinan dan pengabdian mereka kepada Tuhan ketika berada di bawah pengaruh Iblis dan dikepung oleh Iblis, yaitu saat mereka mendapati diri mereka berada di tengah kekuatan kegelapan. Jika engkau tetap mampu menjaga hati yang murni di hadapan Tuhan dan mempertahankan kasih yang tulus kepada Tuhan apa pun yang terjadi, engkau sedang menjadi kesaksian di hadapan Tuhan, dan inilah yang Tuhan maksudkan sebagai 'pemenang'" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Sudah Seharusnya Mempertahankan Kesetiaanmu kepada Tuhan"). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa Tuhan membentuk sekelompok pemenang pada akhir zaman. Sebanyak apa pun penderitaan atau pemurnian yang mereka tanggung, atau bagaimanapun kekuatan Iblis mengganggu dan menyerang, mereka mampu mempertahankan iman mereka kepada Tuhan dan mengikut Tuhan sampai akhir. Kemudian aku ingat bagaimana ketika aku difitnah dan digunjingkan, aku menjadi negatif dan lemah karena takut reputasiku akan hancur. Aku juga takut adik laki-lakiku tidak akan mengerti, jadi untuk memberinya ketenangan pikiran, aku mengabaikan keselamatan saudara-saudariku. Aku menyadari bahwa aku tidak memiliki iman atau kesetiaan kepada Tuhan. Bukankah aku kehilangan kesaksianku dengan melakukan hal ini? Si naga merah yang sangat besar sedang memburuku seolah-olah aku adalah seorang penjahat, menghasut semua orang untuk menyerang dan memfitnahku, dan menyebabkan kerabatku salah paham terhadapku. Dia melakukan hal-hal ini hanya karena ingin membuatku negatif dan lemah serta memaksaku untuk mengkhianati Tuhan. Aku tidak boleh membiarkan tipu daya licik si naga merah yang sangat besar ini berhasil. Begitu aku menyadari hal ini, aku mengambil keputusan: aku akan berdiri teguh dalam kesaksianku di bawah pengepungan Iblis untuk memuaskan Tuhan, dan aku akan mempermalukan si naga merah yang sangat besar!

Penyakit juga merupakan masalah yang menggangguku selama hari-hariku dalam pelarian. Aku menjalani operasi pengangkatan paru-paru sebelah kiri saat berusia 15 tahun, dan paru-paru kananku juga tidak terlalu sehat. Pada waktu itu, dokter menyuruhku untuk menghirup lebih banyak udara segar dan berolahraga dengan benar untuk meningkatkan kapasitas paru-paruku. Namun, karena diburu polisi, aku terpaksa bersembunyi di dalam rumah untuk waktu yang lama. Aku tidak bisa keluar untuk mencari udara segar. Aku bahkan tidak sempat berdiri di balkon untuk berolahraga. Aku harus sangat berhati-hati ketika sesekali membuka jendela untuk menghirup udara segar, karena jika ketahuan oleh tetangga, bukan hanya aku yang berada dalam bahaya, aku juga akan membahayakan saudara-saudari yang menampungku di rumahnya. Setelah lama berada di lingkungan semacam ini, kondisi fisikku mulai memburuk. Udara di dalam ruangan tidak bersirkulasi sehingga pernapasanku menjadi makin tersendat, dadaku terasa sesak, dan beberapa waktu kemudian, paru-paruku mulai sakit, dan aku sering batuk. Ketika berlutut dan berdoa, aku merasa cairan akan keluar dari mulutku. Ketika tidur miring, aku bisa merasakan cairan mengalir di paru-paruku. Kemudian, ketika semakin parah, aku mulai batuk darah. Saudara-saudariku menyarankanku untuk pergi ke rumah sakit, tetapi untuk pergi ke rumah sakit dan menemui dokter, aku harus mendaftar dengan KTP-ku. Aku adalah seorang buronan, jadi jika sesuatu terjadi, bukan aku saja yang akan ditangkap, saudara-saudari yang merawatku juga akan terlibat, jadi aku tidak berani pergi ke rumah sakit. Beberapa saudara-saudari membawakanku obat-obatan tradisional Tiongkok, tetapi kondisiku tidak membaik setelah meminumnya. Aku masih batuk darah. Aku tidak bisa makan, dan tubuhku menjadi makin lemah. Aku merasa sedikit takut karena jika aku terus membiarkan kondisiku tidak diobati dan semakin parah, bukankah pada akhirnya aku akan berhenti bernapas dan mati lemas? Bukankah itu berarti harapanku untuk diselamatkan dan tempat tujuanku yang indah akan lenyap? Bukankah selama bertahun-tahun aku menyangkal diri, mengorbankan diri, dan bekerja keras dalam kepercayaanku kepada Tuhan akan sia-sia? Aku benar-benar tidak mau mati. Ketika aku melihat bahwa kondisiku semakin memburuk dari hari ke hari dan batuk darah, aku tak mampu menahan tangis, dan aku merasa sangat sedih.

Kemudian, aku mencari bagian-bagian firman Tuhan yang sesuai dengan keadaanku dan menemukan bagian ini: "Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan tunduk terhadap seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami sedikit tentang kehendak Tuhan. Fakta bahwa penyakitku semakin parah diizinkan oleh Tuhan. Itu adalah ujian Tuhan bagiku untuk melihat apakah aku memiliki iman dan ketaatan yang sejati. Namun, ketika aku kesakitan, yang kupikirkan hanyalah hidup dan matiku, serta tempat tujuan akhirku sendiri. Aku takut akan kehilangan keselamatanku jika aku mati. Aku sadar bahwa kepercayaanku kepada Tuhan semata-mata untuk mendapatkan berkat, bahwa aku berusaha bertransaksi dengan Tuhan, bahwa aku tidak memiliki hati nurani dan nalar yang harus dimiliki makhluk ciptaan, dan bahwa aku sama sekali tidak memiliki ketaatan kepada Tuhan. Aku teringat tentang Ayub. Entah Tuhan memberinya kekayaan besar atau membiarkan Iblis merampas segalanya, dia memuji nama Tuhan, dan percaya bahwa entah Tuhan memberi atau mengambil, Tuhan itu adil. Kepercayaan Ayub kepada Tuhan tidak dicemari oleh motif pribadi, dia tidak memikirkan kepentingan, keuntungan, kerugiannya sendiri, dan apa pun yang Tuhan lakukan, dia dapat berdiri pada posisinya sebagai makhluk ciptaan dan hanya menaati Tuhan. Dia memandang ketaatan kepada Tuhan lebih penting daripada hidupnya sendiri. Kemanusiaan, hati Nurani, dan nalar Ayub membuatku merasa sangat malu. Dalam semua kepercayaanku kepada Tuhan sampai saat ini, aku telah berusaha bertransaksi dengan Tuhan, dan aku tetap sangat memberontak dan rusak. Sekalipun aku benar-benar mati karena penyakitku, itu adalah oleh keadilan Tuhan. Setelah menyadari hal ini, aku tahu bagaimana aku harus menghadapi penyakit dan kematian, jadi aku berpikir dalam hatiku, "Bagaimanapun perkembangan penyakitku, aku akan memercayakan diriku ke dalam tangan Tuhan dan tunduk pada pengaturan Tuhan."

Suatu pagi pada November 2016, tepat ketika aku mau bangun, paru-paruku mulai terasa sakit. Butuh waktu sekitar sepuluh menit dan segenap tenagaku untuk bangun dan bersandar di kepala tempat tidur. Pada saat itu, angin dingin yang membekukan masuk melalui jendela, dan aku merasa benar-benar putus asa. Aku tak mampu menghentikan tangisku. Setelah beberapa waktu, aku mulai sulit bernapas, detak jantungku meningkat, seluruh tubuhku menjadi tegang, aku berjuang untuk mengembuskan dan menarik napas, dan seluruh tubuhku sangat tidak nyaman. Aku merasa bisa mati lemas setiap saat, dan aku berpikir bahwa kali ini, aku mungkin tidak akan selamat. Ketika saudari-saudariku melihatku seperti ini, mereka sangat cemas sehingga mereka tidak tahu harus berbuat apa, jadi mereka menelepon seorang saudari yang memiliki klinik untuk datang. Dia bergegas memberiku infus, tetapi setelah dia memasukkan jarumnya pun, infus tidak mau masuk karena aliran darahku hampir berhenti. Putus asa, dia berjalan ke pintu kamar, menggelengkan kepalanya, dan berkata, "Tidak ada yang bisa kita lakukan." Beberapa saudari berpaling dan diam-diam menyeka air mata. Aku tahu bahwa aku akan mati, dan aku merasa sedikit takut. Aku takut jika aku mati, aku tidak akan menyaksikan terwujudnya kerajaan. Pada saat ini, perkataan Ayub terus muncul di benakku, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Aku juga teringat bagian firman Tuhan yang telah kubaca sebelumnya: "Ketika menghadapi penderitaan, engkau harus mampu untuk tidak memedulikan daging dan tidak mengeluh kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyembunyikan diri-Nya darimu, engkau harus mampu memiliki iman untuk mengikuti-Nya, menjaga kasihmu kepada-Nya tanpa membiarkan kasih itu hilang atau berkurang. Apa pun yang Tuhan lakukan, engkau harus tunduk pada rancangan-Nya, dan siap untuk mengutuki dagingmu sendiri daripada mengeluh kepada-Nya. Ketika dihadapkan pada ujian, engkau harus memuaskan Tuhan, meskipun engkau mungkin menangis getir atau merasa enggan berpisah dengan beberapa objek yang engkau kasihi. Hanya inilah kasih dan iman yang sejati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Firman Tuhan sangat menginspirasiku. Sebelumnya, aku takut mati, jadi aku sama sekali tidak menaati Tuhan, tetapi kali ini aku tidak boleh lagi memberontak terhadap Tuhan. Sekalipun aku mati, aku tidak punya keluhan. Aku adalah makhluk ciptaan, jadi aku harus menaati Tuhan. Terlebih lagi, aku beruntung telah menerima Injil Tuhan pada akhir zaman dan mendengar kebenaran yang tidak pernah didengar oleh orang-orang kudus di masa lalu. Ini sudah merupakan anugerah dan perkenanan Tuhan bagiku. Meskipun menghadapi kematian, aku tetap harus bersyukur kepada Tuhan! Jadi, aku berjuang untuk mengucapkan dua kata—kertas, pena. Para saudari dengan segera membawakannya, dan aku bersandar pada para saudari dan menggunakan segenap tenagaku untuk menulis di buku catatan: "Tuhan selamanya adil! Dia selamanya layak mendapatkan pujian kita!" Pada saat aku berhenti menulis dan melepaskan pena, pandanganku berangsur-angsur meredup.

Para saudari menangis dan memegangi tanganku, mendorongku untuk mengandalkan Tuhan dan bertahan, tetapi dihadapkan dengan fakta di hadapanku, aku merasa benar-benar tidak sanggup bertahan lagi, karena mustahil untuk tetap hidup. Aku merasa seolah-olah hatiku tenggelam ke dasar lautan, dan suara-suara di sekitarku memudar. Namun, ketika aku merasa tidak ada harapan, satu bagian firman Tuhan muncul dengan sangat jelas di benakku: "Iman manusia dibutuhkan ketika sesuatu tidak bisa terlihat oleh mata telanjang, dan imanmu dibutuhkan ketika engkau tidak bisa melepaskan gagasanmu sendiri. Ketika engkau tidak mengerti pekerjaan Tuhan, yang dibutuhkan darimu adalah memiliki iman dan engkau harus berdiri teguh dan tetap teguh dalam kesaksianmu. Ketika Ayub mencapai titik ini, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berbicara kepadanya. Artinya, hanya dari dalam imanmulah, engkau akan bisa melihat Tuhan, dan ketika engkau memiliki iman, Tuhan akan menyempurnakanmu. Tanpa iman, Dia tidak bisa melakukan ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Pencerahan firman Tuhan memberiku penghiburan dan dorongan yang luar biasa. Hidupku berasal dari Tuhan, dan entah aku hidup atau mati pada hari itu, itu berada di tangan Tuhan. Tanpa seizin Tuhan, baik kekuatan Iblis maupun penyakit tidak dapat mengambil nyawaku. Selama masih bernapas, aku tidak boleh menyerah, dan aku tidak boleh berhenti berharap kepada Tuhan. Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Meskipun menghadapi kematian hari ini, aku sungguh merasakan bahwa Engkau selalu berada di sisiku. Tuhan, aku mau memercayakan diriku sepenuhnya kepada-Mu, dan aku menyerahkan hidup dan matiku sepenuhnya kepada-Mu! Aku percaya bahwa apa pun yang Engkau lakukan, Engkau adil. Aku telah datang ke hadapan-Mu dalam kehidupan ini dan memperoleh sedikit pengenalan tentang-Mu, jadi meskipun mati, aku tidak akan mengeluh ataupun menyesal. Jika aku tidak mati hari ini, jika aku dapat terus hidup, mulai hari ini dan seterusnya, aku ingin mengejar kebenaran, melaksanakan tugasku dengan baik, dan membalas kasih-Mu yang besar." Pada waktu itu, seorang saudari menyanyikan lagu pujian "Kasih yang Murni Tanpa Cela": "'Kasih,' mengacu kepada emosi yang murni dan tanpa cela, di mana engkau menggunakan hatimu untuk mengasihi, merasakan, dan berlaku bijak. Dalam kasih tidak ada syarat, tidak ada hambatan, dan tidak ada jarak. Dalam kasih tidak ada kecurigaan, tidak ada tipu daya, dan tidak ada kelicikan. Dalam kasih tidak ada pertukaran dan tidak ada suatu pun yang tidak murni. Jika engkau mengasihi, maka engkau akan dengan senang hati membaktikan dirimu, dengan senang hati menderita kesukaran, dan engkau akan menjadi selaras dengan-Ku ..." (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Banyak yang Dipanggil, Tetapi Sedikit yang Dipilih"). Setelah mendengar lirik lagu pujian ini, aku merasa sangat tertegur. Setelah percaya kepada Tuhan begitu lama, aku belum menerapkan firman Tuhan, apalagi benar-benar mengasihi-Nya. Pada waktu itu, entah aku hidup atau mati, aku hanya mau mengejar ketaatan kepada Tuhan. Pada saat merenungkan firman Tuhan, mukjizat terjadi. Bahkan tanpa menyadarinya, napasku berangsur-angsur ringan, napasku menjadi makin melambat, dan jantungku menjadi jauh lebih tenang. Ketika para saudari melihat bahwa aku telah pulih, mereka bersyukur kepada Tuhan dengan penuh semangat, dan aku benar-benar melihat perbuatan ajaib Tuhan. Meskipun aku bisa bernapas dengan normal lagi, tubuhku sudah kehabisan tenaga, jadi saudari-saudariku tetap menyarankanku untuk dirawat di rumah sakit. Salah seorang dari mereka memberiku KTP-nya, tetapi aku takut untuk melibatkannya. Dia memegang tanganku dan berkata, "Mari kita berdoa kepada Tuhan bersama-sama. Yang penting sekarang adalah pergi ke rumah sakit. Berdoa saja kepada Tuhan untuk memohon ketekunan dan semua akan baik-baik saja." Aku sangat tersentuh sehingga tidak tahu harus berkata apa, aku juga tidak punya tenaga untuk mengatakannya, jadi aku hanya bisa menganggukkan kepalaku, tahu bahwa semua ini adalah karena kasih Tuhan. Sesampainya di rumah sakit, walaupun dokter agak meragukan KTP-ku, mereka tidak melihat identitas asliku secara detail, dan proses pengobatan berjalan relatif lancar. Kondisiku berangsur-angsur membaik, dan aku keluar dari rumah sakit sekitar seminggu kemudian.

Setelah keluar dari rumah sakit, aku melanjutkan hidupku dalam persembunyian. Karena saudara-saudari di sekitarku sering ditangkap, aku sering harus segera pindah ke tempat baru, yang menjadi tugas berat bagiku. Aku harus memakai masker ketika aku berpindah rumah agar tidak tertangkap kamera, tetapi itu membuatku sulit bernapas. Pernah, ketika aku sedang berjalan cepat di jalan dengan mengenakan masker, aku tidak bisa bernapas. Sangat sulit untuk naik bus, dan begitu aku naik ke dalam bus, ada banyak orang di dalam, dan udaranya sangat pengap sehingga aku menarik napas dalam-dalam. Dadaku menegang dengan menyakitkan, dan mataku melebar dengan sendirinya. Aku merasa jika aku tidak turun dari bus, aku mungkin akan mati di dalamnya. Aku terus-menerus berdoa dan berseru kepada Tuhan di dalam hatiku, dan setelah beberapa saat aku mampu bernapas dengan sedikit lebih mudah. Setelah berpindah tempat berkali-kali, aku merasa lemah, dan aku takut tubuhku tidak akan mampu mengatasinya, dan jika terus berlanjut, siksaan ini akan membunuhku. Kemudian, aku melihat satu bagian firman Tuhan: "Iman dan kasih yang terbesar dituntut dari kita dalam tahap pekerjaan ini. Kita mungkin tersandung akibat kecerobohan yang paling kecil, karena tahap pekerjaan ini berbeda dari semua pekerjaan sebelumnya: yang sedang Tuhan sempurnakan adalah iman manusia, yang tidak dapat dilihat dan diraba. Yang Tuhan lakukan adalah mengubah firman menjadi iman, menjadi kasih, dan menjadi hidup. Orang-orang harus mencapai titik di mana mereka telah menanggung ratusan pemurnian dan memiliki iman yang lebih besar dari iman Ayub. Mereka harus menanggung penderitaan luar biasa dan segala macam siksaan tanpa pernah meninggalkan Tuhan. Ketika mereka tunduk sampai mati, dan memiliki iman yang besar kepada Tuhan, maka tahap pekerjaan Tuhan ini selesai" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (8)"). Memang benar, jalan mengikuti Tuhan pada dasarnya bergelombang dan sulit. Penganiayaan Partai Komunis terhadap orang Kristen tidak pernah berhenti. Jika kita percaya kepada Tuhan, kita menghadapi bahaya ditangkap, disiksa, atau bahkan dibunuh setiap saat, tetapi Tuhan menggunakan lingkungan semacam itu untuk menyempurnakan iman kita. Aku tahu sebagai orang yang percaya dan mengikut Tuhan, aku harus menanggung penganiayaan dan kesukaran ini. Ketika memikirkan hal ini, imanku terasa diperbarui.

Mengingat kembali tahun-tahun saat aku percaya kepada Tuhan, aku melihat bahwa Partai Komunis Tiongkok menggunakan berbagai cara untuk mendorongku, selangkah demi selangkah, ke jalan buntu, tetapi firman Tuhan selalu menuntun dan mencerahkanku. Sekarang, aku telah mengenali esensi jahat PKT, dan aku telah memperoleh sedikit pemahaman tentang ketidakmurnian dalam imanku yang ingin mencari berkat, dan aku telah belajar bagaimana bersikap masuk akal di hadapan Tuhan. Aku juga telah melihat perbuatan ajaib Tuhan. Ketika aku berada di ambang kematian, Tuhan membimbingku untuk bertahan hidup dengan gigih, dan imanku kepada Tuhan semakin kuat. Semua ini adalah hal-hal yang tak pernah bisa kudapatkan dalam lingkungan yang nyaman. Aku bertekad bahwa bagaimanapun PKT menganiayaku, atau betapapun susah atau sulitnya segala sesuatu, aku akan mengikut Tuhan, melaksanakan tugasku dengan benar, dan membalas kasih Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pengalaman Istimewa di Masa Muda

Oleh Saudara Zhengxin, TiongkokPada tahun 2002, ketika berusia 18 tahun, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Pada...

Meloloskan Diri dari Kematian

Oleh Saudara Wang Cheng, Tiongkok Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Tuhan selalu hadir dalam hati manusia, dan Dia selalu tinggal di antara...