75 Hari dalam Tahanan

07 Desember 2024

Suatu hari di bulan September 2009, aku bersama dua orang saudari pergi untuk memberitakan Injil kepada seorang pemimpin agama. Namun, pemimpin itu menolak dan memanggil lebih dari sepuluh anggota gerejanya, yang kemudian memukuli kami dan membawa kami ke kantor polisi setempat. Saat itu, aku sangat ketakutan dan khawatir bahwa polisi akan menyiksa kami. Aku tahu bahwa Partai Komunis Tiongkok (PKT) membenci dan menolak Tuhan di atas segalanya dan dapat membunuh orang-orang percaya yang mereka tangkap tanpa mendapatkan hukuman. Banyak saudara-saudari telah disiksa setelah ditangkap, dan beberapa bahkan dipukuli sampai mati atau menjadi cacat. Aku khawatir karena tingkat pertumbuhanku yang kecil, aku tidak akan mampu menahan siksaan polisi, jadi aku berpura-pura bisu. Ketika mereka bertanya dari mana asalku, siapa pemimpin gerejaku, dan siapa yang telah mengirimku ke sana untuk memberitakan Injil, aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka kemudian menyuruhku berjongkok, tetapi setelah berjongkok untuk beberapa saat, kakiku tidak kuat lagi dan aku jatuh ke lantai. Dua orang polisi menendang dan menginjak-injakku serta memerintahkanku untuk bangkit dan berjongkok lagi. Setelah berjongkok sedikit lebih lama, kakiku mulai pegal dan sakit, dan seluruh tubuhku dibanjiri keringat. Seorang polisi dengan nada mengejek berkata, "Bagaimana rasanya? Enak, kan? Jika kau tidak mulai berbicara, kami akan membuatmu terus berjongkok." Polisi lainnya berteriak dengan kasar, "Kau keras kepala, ya? Sepertinya kami harus menggunakan cara yang lebih keras. Aku tahu aku bisa membuka mulutmu itu!" Setelah mengatakan itu, dia menyelipkan botol-botol bir di belakang lututku dan berkata, "Jika botol-botol ini jatuh, kau akan dipukuli." Setelah beberapa saat, aku tidak bisa lagi menahan posisi jongkok, dan botol-botol bir itu jatuh berdentangan ke lantai. Mereka menendangku ke lantai dan mulai menendang serta menginjakku dengan kejam. Kaki, punggung, bahu, dan pinggangku sakit tak tertahankan, dan aku meringkuk seperti bola, dipenuhi penderitaan dalam hatiku. Mengingat bahwa konstitusi Tiongkok secara eksplisit menjamin kebebasan beragama, kami memiliki hak hukum untuk percaya kepada Tuhan dan memberitakan Injil, tetapi PKT masih terus-menerus menganiaya dan menyiksa kami. Mereka benar-benar jahat! Saat itu, aku teringat akan bagaimana para murid Tuhan Yesus telah dianiaya: Stefanus dirajam hingga mati karena mempertahankan jalan Tuhan, dan Petrus dipenjara karena memberitakan Injil serta bersaksi kepada Tuhan dan akhirnya disalibkan terbalik. Aku teringat akan bagaimana Tuhan berfirman: "Diberkatilah mereka yang dianiaya karena kebenaran: karena kerajaan surga adalah milik mereka" (Matius 5:10). Cerita-cerita ini sangat menguatkanku; orang-orang kudus dari setiap zaman telah mengalami penganiayaan besar karena memberitakan Injil Tuhan dan bahkan menjadi martir bagi Tuhan. Mereka telah memberikan kesaksian yang sangat hebat dan luar biasa, tetapi aku menjadi lemah dan merasa sangat tersiksa setelah menderita sedikit saja penganiayaan dan siksaan. Apa yang telah kualami tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang telah dialami orang-orang kudus di zaman-zaman sebelumnya. Ada nilai dan makna dalam penderitaan dan penyiksaan yang kualami karena memberitakan Injil kerajaan Tuhan. Setelah menyadari hal ini, aku tidak lagi merasa sakit dan mendapatkan iman yang baru. Dalam hati aku berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk memberiku kemauan untuk menanggung penderitaan, tidak menyerah kepada Iblis dan tetap teguh dalam kesaksianku untuk memuliakan Tuhan.

Ketika polisi melihat bahwa aku masih tidak mau berbicara, mereka melarangku untuk tidur. Dua polisi bergantian mengawasiku dan begitu mereka melihatku menutup mata, mereka menendangku. Sekitar pukul satu dini hari, dua polisi lain yang baru memulai giliran kerja mereka membawaku ke aula utama kantor polisi dan menyuruhku duduk di lantai. Salah satu dari mereka dengan kejam berteriak, "Kudengar kau sangat keras kepala dan tidak mau memberitahu kami apa pun tentang keyakinanmu kepada Tuhan. Sepertinya aku harus memberimu sedikit pelajaran agar kau mau berbicara!" Setelah mengatakan itu, dia menendangku dengan kejam hingga jatuh ke lantai dan menekan kepalaku dengan keras menggunakan kakinya. Ketika kakinya menekan kepalaku, rasanya sangat sakit, dan aku merasa seolah-olah dia akan meremukkan kepalaku. Polisi lainnya menginjak dadaku dan aku langsung merasa sesak napas dan merasakan sakit yang tak tertahankan. Setelah itu, dia menginjak paha dan betisku keras-keras. Aku merasa begitu menderita dalam hatiku dan berpikir, "Meskipun aku bukan orang yang penting atau memiliki status tinggi di dunia ini, aku belum pernah merasakan penghinaan dengan diinjak seperti ini sebelumnya." Aku terus berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk memberiku kekuatan agar aku bisa menahan penderitaan ini dan tetap teguh dalam kesaksianku. Setelah berdoa, aku teringat akan bagaimana Tuhan Yesus telah disalibkan: Dia mengenakan mahkota duri, dihina, dan diejek oleh tentara-tentara Romawi, dicambuk hingga tubuh-Nya penuh dengan luka-luka, dan akhirnya dipaku dengan kejam di kayu salib. Aku teringat akan firman Tuhan yang berkata: "Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus merasakan kesakitan, seolah-olah pisau sedang dipelintir di jantung-Nya, namun Dia tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengingkari perkataan-Nya; selalu ada kekuatan dahsyat yang mendorong-Nya menuju ke tempat Dia akan disalibkan. Akhirnya, Dia dipaku di kayu salib dan menjadi keserupaan dengan daging yang berdosa, menyelesaikan pekerjaan penebusan umat manusia. Dia melampaui belenggu kematian dan alam maut. Di hadapan-Nya, kematian, neraka, dan alam maut kehilangan kuasa mereka, dan ditaklukkan oleh-Nya. Dia hidup selama tiga puluh tiga tahun, dan selama itu Dia selalu melakukan yang terbaik untuk memenuhi maksud Tuhan sesuai dengan pekerjaan Tuhan pada saat itu, tidak pernah memikirkan keuntungan atau kerugian pribadi-Nya sendiri, dan selalu memikirkan maksud Bapa" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Melayani dalam Keselarasan dengan Maksud-Maksud Tuhan"). Aku memikirkan bagaimana Tuhan Yesus adalah Tuhan Sang Pencipta dan Raja alam semesta, tetapi meskipun memiliki status yang begitu agung dan terhormat, Dia rela menanggung penderitaan dan penghinaan seperti itu untuk menebus umat manusia. Jadi, apa artinya sedikit penderitaan dan penghinaan bagi manusia yang kotor dan rusak seperti diriku, yang tidak lebih berharga dari seekor semut? Merupakan berkat memiliki kesempatan untuk menanggung penderitaan ini dan bersaksi bagi Tuhan, jadi aku seharusnya merasa bahagia. Setelah menyadari hal ini, aku merasa mendapat motivasi baru dan memiliki kemauan untuk menanggung penderitaan. Setelah itu, mereka beralih ke cara penyiksaan yang lain. Seorang polisi menyalakan sebatang rokok dan menyelipkannya ke dalam hidungku lalu meletakkan gelas minum di atas kepalaku, sambil berkata, "Jika rokok atau gelas ini jatuh ke lantai, kau akan mendapatkan masalah besar." Ketika rokok itu hampir habis terbakar hingga mencapai hidungku, aku mengembuskan napas melalui hidung untuk mengeluarkan rokok tersebut. Begitu polisi itu melihat rokok tersebut jatuh ke lantai, dia menendang dan menginjakku, kemudian mengambil empat atau lima genggam padi yang belum dikupas, meletakkannya di leherku, dan menarik kerahku agar padi yang belum dikupas itu jatuh ke dalam bajuku. Aku segera merasakan gatal yang sangat menyengat di sekujur tubuhku yang sulit untuk ditahan. Sekitar pukul lima pagi, dua pejabat tiba. Ketika mereka diberi tahu bahwa aku belum membocorkan informasi apa pun, salah satu dari mereka mengeluarkan sabuk dari tasnya dan mulai mencambuk punggung tanganku, tulang kering, dan lututku menggunakan ujung gesper sabuk itu dengan kejam. Cambukan itu membuatku merasakan sakit yang luar biasa. Setelah melihatku tetap tidak mau bicara meski telah dicambuk lebih dari dua puluh kali, mereka menyerah dan pergi.

Pada sore hari kedua, aku dikirim ke rumah tahanan kabupaten. Seorang petugas rumah tahanan memberi tahu para tahanan, "Yang satu ini adalah orang percaya yang tertangkap karena menyebarkan agama dan tidak mau memberitahu kami apa-apa. Perlakukan dia dengan baik, dengan sangat baik!" Para tahanan mengelilingiku dan menatapku dengan sorot mata yang mengancam. Mereka semua bertelanjang dada dan beberapa bahkan memiliki tato, yang membuatku merasa agak takut. Aku sudah disiksa oleh para petugas di kantor polisi dan tubuhku dipenuhi luka-luka. Sekarang aku menghadapi sekelompok tahanan yang jahat dan tampak kejam; jika mereka terus menyiksaku, apakah tubuhku akan mampu menahannya? Jika aku tidak bisa menahan siksaan dan mengkhianati Tuhan seperti Yudas, lalu dikutuk dan dihukum, bukankah kepercayaanku kepada Tuhan akan gagal total? Lebih baik aku membenturkan kepalaku ke dinding dan mengakhiri hidupku daripada mengkhianati Tuhan. Saat itu, aku teringat pada satu bagian dari firman Tuhan: "Penderitaan sebagian orang mencapai titik ekstrem, dan pikiran mereka mengarah kepada kematian. Ini bukanlah kasih kepada Tuhan yang sejati; orang-orang seperti itu adalah pengecut, mereka tidak memiliki ketekunan, mereka lemah dan tidak berdaya! Tuhan benar-benar ingin manusia mengasihi-Nya, tetapi makin manusia mengasihi-Nya, makin besar penderitaan manusia, dan makin manusia mengasihi-Nya, makin besar ujiannya. ... Maka, selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan hingga akhir napasmu, engkau harus setia dan tunduk pada pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Firman Tuhan membantuku menyadari bahwa mereka yang ingin mati ketika menghadapi penderitaan dan kesukaran besar adalah pengecut, bahan tertawaan Iblis dan tidak bisa memenuhi maksud Tuhan. Sebelum aku ditangkap, aku lebih vokal daripada siapa pun tentang mengasihi Tuhan, memuaskan Tuhan, dan memberikan kesaksian bagi-Nya. Namun, ketika aku disiksa dan mulai menderita, aku menjadi negatif dan lemah serta ingin menggunakan kematian untuk melarikan diri dari semuanya; di mana tingkat pertumbuhanku? Menyadari hal ini, aku merasa sangat malu dan bersalah. Dalam hati, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, tidak peduli bagaimana mereka menyiksaku, aku akan selalu mengandalkan-Mu dan tetap teguh dalam kesaksianku."

Di bawah perintah polisi, kepala tahanan memaksaku untuk memberitahukan nama dan alamatku. Dia dengan kejam menggeram, "Kau adalah orang percaya dan tahanan politik, jadi kejahatanmu lebih serius daripada pembunuh. Jika kau tidak bicara, tunggu saja apa yang akan kulakukan padamu!" Namun aku tetap tidak mengucapkan sepatah kata pun. Melihat bahwa aku tidak berniat untuk berbicara, dia bangkit dan memuntir lenganku sementara dua tahanan lainnya menekan pergelangan kakiku. Kemudian, empat atau lima tahanan lainnya secara bergantian meninju betis dan pahaku. Setiap pukulannya sangat menyakitkan dan aku merasa bahwa aku tidak akan bisa menahannya lebih lama lagi. Aku berpikir dalam hati, "Apakah aku akan disiksa hingga mati oleh para tahanan ini?" Aku terus berseru kepada Tuhan agar Dia memberiku perlindungan dan kekuatan untuk bertahan menghadapi penganiayaan dari para setan ini. Setelah berdoa, aku teringat akan bagaimana Tuhan Yesus berkata: "Dan jangan takut kepada mereka yang membunuh tubuh, tetapi tidak mampu membunuh jiwa: sebaliknya, takutlah kepada Dia yang mampu menghancurkan tubuh dan jiwa di neraka" (Matius 10:28). Sungguh, setan-setan ini memang kejam, tetapi mereka hanya bisa merusak dan menyiksa tubuhku, mereka tidak bisa membunuh jiwaku. Terlebih lagi, kematian tubuh bukanlah kematian yang sejati. Dianiaya dan dibunuh oleh PKT karena memberikan kesaksian bagi Tuhan berarti aku dianiaya karena kebenaran, dan Tuhan memuji tindakan semacam itu. Aku teringat akan sebuah lagu pujian: "Aku akan memberikan kasih dan kesetiaanku kepada Tuhan dan menyelesaikan misiku untuk memuliakan-Nya. Aku bertekad untuk tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan, dan tidak pernah menyerah kepada Iblis. Oh, kepalaku mungkin hancur dan darahku tercurah, tetapi keberanian umat Tuhan tidak akan pernah hilang. Dengan dorongan Tuhan yang tertanam di hatiku, aku bertekad untuk mempermalukan para setan dan Iblis. Rasa sakit dan kesukaran telah ditentukan oleh Tuhan. Aku akan setia dan tunduk kepada-Nya sampai mati. Aku tidak akan pernah lagi membuat Tuhan menitikkan air mata dan tidak akan pernah lagi membuat-Nya khawatir" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru, "Aku Berharap Melihat Hari Kemuliaan Tuhan"). Saat aku merenungkan lirik lagu pujian ini, kemauan untuk menahan semua penderitaan dan tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan tumbuh dalam diriku. Setelah mereka pukuli, kakiku dipenuhi lebam hitam dan hijau serta bengkak parah. Sedikit sentuhan saja membuat rasa sakitnya makin parah. Karena cedera serius pada otot-otot di kakiku, aku tidak bisa jongkok, jadi aku harus duduk di tepi toilet jongkok saat pergi ke kamar mandi. Dipukuli dengan brutal oleh mereka menjadi rutinitasku sehari-hari. Salah satu tahanan yang berlatih sebagai petinju menggunakan tubuhku sebagai samsak untuk melatih tinjuan dan hantaman telapak tangannya dan dia sering kali menebas leherku dengan tangannya. Setiap kali dia mengayunkan tangan dan menebas leherku, aku menjadi pusing. Ada juga seorang tahanan yang tampak sangat kejam yang menahanku di tempat tidur, mencengkeram leherku dengan keras menggunakan kedua tangannya dan hampir mencekikku sampai mati ketika dia melihatku tidak mau memberikan informasi tentang kepercayaanku kepada Tuhan, tidak peduli bagaimana aku disiksa. Beberapa kali, kepala tahanan dan antek-anteknya membungkus bahan bakar di kepala korek api dengan kapas lalu menyelipkan bola kapas tersebut di antara jari-jari tangan dan kakiku kemudian menyalakannya. Jari-jari tangan dan kakiku pun terbakar dan terasa sangat menyakitkan. Kepala tahanan kemudian dengan sengaja menginjak jari-jari kakiku yang terbakar sampai luka-luka itu mengeluarkan darah. Setiap kali para tahanan menyiksaku dan merusak tubuhku, aku berseru dan berdoa kepada Tuhan, memohon kekuatan dari-Nya. Hanya melalui bimbingan Tuhan-lah aku mampu menahan siksaan yang terus-menerus dilakukan oleh para setan ini.

Suatu hari di akhir November, aku menjalani sidang ulang keempat oleh kantor kejaksaan, tetapi aku tetap tidak mau bicara. Seorang petugas memberi tahu kepala tahanan, "Dia tidak mau memberi tahu kami apa-apa, dan kantor kejaksaan mulai kesal. Kau harus mendapatkan sesuatu darinya, apa pun caranya." Setelah itu, kepala tahanan memerintahkan empat atau lima tahanan lainnya untuk menelanjangiku, kemudian dia membakar mangkuk plastik dan meneteskan lelehan plastik yang panas itu di kulitku. Setiap tetesan membuatku menggeliat kesakitan; rasa sakitnya begitu hebat sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Aku berjuang keras melawan mereka, tetapi mereka menahanku, sehingga aku tidak bisa bergerak. Aku terus berseru kepada Tuhan di dalam hati, berkata, "Ya Tuhan, aku tidak bisa menahannya lagi. Tolong lindungi aku. Beri aku kekuatan, dan kemauan untuk menanggung penderitaan ini, agar aku tidak menyerah kepada Iblis dan dapat tetap teguh dalam kesaksianku bagi-Mu sampai mati." Sekali lagi, aku teringat akan bagaimana Tuhan Yesus telah dipaku hidup-hidup di kayu salib oleh tentara-tentara Romawi, bagaimana darah-Nya menetes perlahan-lahan hingga habis. Meskipun Dia begitu agung dan terhormat, Tuhan yang Maha Tinggi berinkarnasi dan menanggung penderitaan yang tak tertahankan di bumi untuk menyelamatkan umat manusia. Tuhan tidak bersalah dan tidak pantas mengalami penderitaan seperti itu, tetapi Dia menanggung semuanya dalam diam untuk menyelamatkan manusia. Mengingat bahwa aku hanyalah manusia yang rusak, menanggung sedikit penderitaan ini bukanlah masalah besar. Di Tiongkok, di mana Tuhan dianggap sebagai musuh, sulit untuk menghindari penderitaan akibat penganiayaan jika seseorang ingin mengikuti Tuhan dan mencapai kebenaran serta hidup. Namun, penderitaan itu berharga dan bermakna karena itu dilakukan untuk memperoleh kebenaran dan agar diselamatkan. Dengan mengalami siksaan yang biadab ini, aku dapat melihat dengan jelas esensi jahat PKT yang membenci kebenaran dan membenci Tuhan. Mereka menentang Tuhan, menyiksa orang dengan kejam, dan mereka tidak lebih dari roh-roh jahat dan setan. Setelah menyadari semua ini, aku makin membenci naga merah yang sangat besar; makin mereka menganiayaku, makin aku mengandalkan Tuhan untuk tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan mereka! Aku melawan rasa sakit itu, dan entah bagaimana berhasil melewati cobaan ini. Malam itu, saat para tahanan sedang tidur, aku memeriksa cedera-cederaku: Paha dan betisku penuh dengan lebam. Dadaku terbakar, dan kulitnya koyak dan berdarah. Seluruh tubuhku dipenuhi luka bakar. Aku berpikir dalam hati, "Mereka sudah membuatku sampai seperti ini. Akankah aku mampu menahannya jika mereka menyiksaku seperti ini lagi besok?" Aku bergidik memikirkan rasa sakit yang luar biasa yang menantiku dan merasa seolah-olah kepalaku akan meledak. Aku merasa situasinya sudah melampaui batas yang bisa ditanggung oleh tubuhku dan aku berada di ambang kehancuran. Aku bergegas berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, hatiku penuh dengan ketakutan dan sepertinya aku tidak mampu menahannya lebih lama lagi. Tolong beri aku kekuatan untuk tetap teguh." Setelah berdoa, aku teringat akan firman Tuhan yang berkata: "Iman itu seperti jembatan dari satu gelondong kayu: mereka yang sangat ingin mempertahankan hidup akan mengalami kesulitan menyeberanginya, tetapi mereka yang siap untuk mengorbankan diri dapat menyeberanginya dengan pasti, tanpa rasa khawatir. Jika manusia memiliki pikiran yang pengecut dan penakut, itu karena mereka telah dibodohi oleh Iblis, yang takut bahwa kita akan menyeberangi jembatan iman untuk masuk ke dalam Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku jalan ke depan; hanya dengan mengandalkan iman dan mempertaruhkan nyawa, aku bisa melewati ini dengan yakin dan tanpa kekhawatiran. Dengan hidup dalam kepengecutan dan ketakutan, bukankah berarti aku hanya terjebak dalam rencana Iblis? Aku berdoa kepada Tuhan, tidak lagi ingin hidup dalam ketakutan dan dijadikan bahan tertawaan oleh Iblis. Aku siap untuk menyerahkan diriku sepenuhnya ke tangan-Nya, dan akan tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan Setan, bahkan jika itu berarti aku dipukuli sampai mati. Aku merasa lega, dan memiliki iman untuk menghadapi apa pun yang akan datang kepadaku. Saat itu, aku teringat akan sebuah lagu pujian berjudul "Bangkit di Tengah Kegelapan dan Penindasan": "Penangkapan dan penganiayaan yang brutal menyingkapkan wajah Iblis. Melalui kesukaran dan ujian ini, firman Tuhan terasa makin berharga. Tuhan telah hadir dalam daging; bagaimana mungkin aku tidak mengikuti-Nya? Aku membenci Iblis, dan mengikuti Tuhan dengan tekad baja. Di mana pun setan berkuasa, jalan untuk percaya kepada Tuhan sangatlah sulit. Iblis mengincar setiap langkahku; tidak ada tempat yang aman untuk tinggal. Percaya dan menyembah Tuhan adalah hal yang benar-benar tepat untuk dilakukan. Setelah memilih untuk mengasihi Tuhan, aku akan setia sampai akhir. Tipu muslihat setan itu biadab, kejam, dan benar-benar tercela. Setelah melihat wajah setan dengan jelas, aku makin mengasihi Kristus. Aku tidak akan pernah menyerah kepada Iblis atau menjalani kehidupan yang sia-sia. Aku akan menanggung semua siksaan, kesukaran, dan rasa sakit, serta bertahan melalui malam-malam yang paling gelap. Untuk memberi penghiburan kepada Tuhan, aku akan memberikan kesaksian yang berjaya dan mempermalukan Iblis" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Lagu pujian ini sangat menyentuh hatiku, dan makin aku menyanyikannya, makin aku merasa bersemangat. Hanya setelah dianiaya dengan kejam oleh PKT, aku melihat dengan jelas esensi setan mereka yang menentang Tuhan, kejam, dan jahat. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, kita menempuh jalan hidup yang benar, memberitakan Injil, bersaksi bagi Tuhan, dan memungkinkan orang lain menerima keselamatan dari Tuhan. Ini adalah tindakan yang adil, tetapi PKT dengan gila menangkap dan menganiaya orang-orang percaya, menyiksa mereka yang tertangkap hingga berada di ambang kematian untuk membuat mereka mengkhianati Tuhan, demi mencapai tujuan PKT untuk memegang kekuasaan dan mengendalikan orang selamanya. PKT tidak lebih dari segerombolan setan yang membenci Tuhan dan kebenaran! Begitu aku melihat betapa menjijikkan dan jahatnya PKT sebenarnya, aku membencinya dengan segenap hatiku, meninggalkannya, dan bertekad untuk tidak pernah menyerah padanya!

Keesokan harinya, ketika kepala tahanan melihat bagaimana daging di dadaku telah hancur karena semua luka bakar, dia mulai sedikit khawatir dan berkata kepada para tahanan lainnya, "Kita tidak boleh menyiksanya lagi. Jika dia mati, kesalahan akan ditimpakan pada kita dan hukuman kita akan diperpanjang." Ketika aku mendengar ini, aku merasa bahwa Tuhan telah membuka jalan keluar bagiku dan aku diam-diam bersyukur kepada-Nya. Pada akhirnya, polisi tidak dapat menemukan bukti untuk mendakwaku, tetapi bersikeras menuduhku "mengganggu ketertiban umum", dan aku dijatuhi hukuman 75 hari penjara.

Aku menanggung penderitaan dan penganiayaan yang mengerikan di tangan PKT, tetapi firman Tuhan mencerahkan dan membimbingku dalam setiap langkah, memenuhi hatiku dengan iman dan kekuatan, dan memastikan bahwa aku bisa tetap teguh melalui kesengsaraan ini. Tanpa perlindungan Tuhan dan bimbingan firman-Nya, aku bisa disiksa sampai mati oleh mereka kapan saja. Pada saat yang sama, aku melihat bagaimana Tuhan memerintah dan berdaulat atas segala sesuatu. Tidak peduli seberapa kejam dan tak terkendalinya Iblis, dia hanyalah lawan yang dikalahkan oleh Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh firman Tuhan Yang Mahakuasa: "'Sekuat' apa pun Iblis, seberani dan seambisius apa pun dirinya, sehebat apa pun kemampuannya untuk menimbulkan kerusakan, seluas apa pun teknik yang digunakannya untuk merusak dan memikat manusia, selihai apa pun trik dan rencana jahat yang digunakannya untuk mengintimidasi manusia, sehebat apa pun kemampuannya mengubah bentuk keberadaan dirinya, ia tidak pernah mampu menciptakan satu makhluk hidup pun, tidak pernah mampu menetapkan hukum atau aturan untuk keberadaan segala sesuatu, dan tidak pernah mampu mengatur dan mengendalikan objek apa pun, baik yang hidup atau mati. Di alam semesta dan cakrawala, tidak ada orang atau objek apa pun yang lahir dari dirinya, atau ada karena dirinya; tidak ada orang atau objek apa pun yang diatur olehnya, atau dikendalikan olehnya. Sebaliknya, ia bukan saja harus hidup di bawah kekuasaan Tuhan, tetapi, lebih dari itu, ia harus menaati semua perintah dan titah Tuhan. Tanpa izin Tuhan, sulit bagi Iblis untuk menyentuh bahkan setetes air pun atau butiran pasir di atas tanah; tanpa izin Tuhan, Iblis bahkan tidak bebas untuk memindahkan semut di atas tanah, apalagi umat manusia, yang diciptakan oleh Tuhan. Di mata Tuhan, Iblis lebih rendah daripada bunga bakung di gunung, daripada burung-burung yang terbang di udara, daripada ikan di laut, dan daripada belatung di tanah. Perannya antara lain adalah melayani segala sesuatu, dan melayani umat manusia, serta untuk melayani pekerjaan Tuhan dan rencana pengelolaan-Nya. Selicik apa pun naturnya, dan sejahat apa pun hakikat dirinya, satu-satunya yang dapat ia lakukan hanyalah dengan patuh menaati fungsinya, yaitu: melayani Tuhan, dan menyediakan sebuah kontras bagi Tuhan. Seperti itulah esensi dan posisi Iblis. Hakikat dirinya tidak ada hubungannya dengan hidup, tidak ada hubungannya dengan kuasa, tidak ada hubungannya dengan otoritas; ia hanyalah mainan di tangan Tuhan, hanya mesin yang melayani Tuhan!" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik I").

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kebangkitan dari Penjara

Aku adalah mantan anggota veteran partai komunis. Dahulu keluargaku adalah petani miskin, tetapi pemerintah memberi kami tanah dan rumah...

Hari-hari Penyiksaan Brutal

Oleh Saudari Chen Hui, TiongkokAku tumbuh dalam sebuah keluarga biasa di Tiongkok. Ayahku menjalani dinas militer dan karena telah dibentuk...