Kebangkitan dari Penjara

07 Desember 2024

Aku adalah mantan anggota veteran partai komunis. Dahulu keluargaku adalah petani miskin, tetapi pemerintah memberi kami tanah dan rumah baru, jadi aku merasa harus berterima kasih kepada partai komunis. Dengan dalamnya pengaruh propaganda partai komunis, dahulu aku selalu memuja partai dan bertugas sebagai kader desa selama lebih dari tiga puluh tahun. Selama periode itu, aku memikul tanggung jawab besar tanpa sedikit pun rasa dendam, dan aku sering kali terpaksa mengabaikan pekerjaan pertanian keluarga kami karena tugas-tugasku sebagai kader. Aku dihormati atas kontribusiku kepada partai dan akhirnya dianugerahi gelar "kader teladan" dan "anggota partai teladan". Setelah menerima penghargaan ini, aku menjadi makin setia kepada partai. Setelah percaya kepada Tuhan, aku meyakini bahwa aku tidak hanya harus taat dalam kepercayaanku, tetapi aku juga harus terus melakukan pekerjaanku di partai dengan baik. Setelah dua kali ditangkap dan dianiaya oleh PKT sampai akhirnya menjadi lumpuh secara permanen, barulah aku, seorang mantan anggota veteran partai, akhirnya tersadar.

Baru satu tahun aku percaya kepada Tuhan, pada April 2004, aku ditangkap polisi karena mengadakan pertemuan dengan saudara-saudari. Dua petugas membawaku ke kantor pemerintah daerah setempat dan segera mulai menggeledahku. Salah satu dari mereka berkata, "Sebaiknya kau memberikan pengakuan yang jujur. Selama kau memberikan pengakuan yang jelas tentang imanmu kepada Tuhan Yang Mahakuasa, kau bisa terus bertugas sebagai kader. Jika tidak, jangan salahkan jika kami bersikap kasar padamu!" Aku berpikir, "Yang kulakukan hanyalah mengadakan pertemuan dan membaca firman Tuhan, aku tidak melakukan apa pun yang melanggar hukum. Lagi pula, aku sudah bertugas sebagai kader selama bertahun-tahun, melakukan yang terbaik untuk partai, dan bekerja keras sekalipun aku tidak selalu mendapat penghargaan. Mengingat semua itu, aku yakin bahwa mereka tidak akan melakukan apa pun kepadaku." Jadi aku menjawab, "Percaya kepada Tuhan bukanlah pelanggaran hukum. Aku tidak peduli apakah aku bisa terus bertugas sebagai kader atau tidak." Salah satu petugas mendesis dengan bengis, "Teruslah keras kepala dan kau akan lihat bagaimana kami menanganimu!" Setelah itu, mereka tidak hanya menggerebek rumahku, mereka bahkan membawa istriku yang sedang sakit parah. Mereka meletakkan sertifikat "anggota partai teladan" milikku di tanah dan berkata, "Bagaimana bisa kau percaya kepada Tuhan padahal kau adalah anggota Partai Komunis yang terkemuka? Ini sangat bertentangan dengan Partai Komunis!" Sore itu, polisi memisahkan dan menginterogasi aku dan istriku. Di ruang interogasi Brigade Keamanan Nasional, pemimpin regu korps keamanan dengan kasar membentak, "Siapa pemimpin gerejamu? Kau berhubungan dengan siapa?" Sebelum aku sempat menjawab, dia menjambak rambutku dan membenturkan kepalaku ke kursi. Aku jatuh ke lantai, merasa pusing dan pandanganku menjadi gelap. Ketika mengetahui bahwa PKT memberi wewenang kepada polisi untuk memukuli orang tanpa perlu mendapat hukuman, aku merasa sedikit takut dan mengkhawatirkan apa yang mungkin akan mereka lakukan padaku. Aku berseru kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk melindungiku agar aku dapat tetap teguh dalam kesaksianku. Setelah berdoa, aku teringat pada satu bagian firman Tuhan: "Aku adalah penopang dan perisaimu, dan semuanya ada di tangan-Ku. Jadi, apa yang kautakutkan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 9"). Memang, tidak peduli seberapa kejamnya polisi, mereka semua ada di tangan Tuhan. Tuhan adalah perisaiku, jadi tidak ada yang perlu kutakuti. Selama aku benar-benar mengandalkan Tuhan, tidak ada cobaan yang tidak bisa kulalui. Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan dan rasa sakit itu menjadi berkurang. Setelah menemukan nomor telepon saudara-saudari dengan kode area dari provinsi lain saat memeriksa ponselku, petugas itu berkata, "Berdasarkan ini saja, kau bisa dihukum delapan hingga sepuluh tahun." Aku berpikir, "Aku tidak melakukan kesalahan dengan percaya kepada Tuhan dan aku tidak melanggar hukum apa pun. Berdasarkan hukum apa aku harus dihukum delapan hingga sepuluh tahun? Apa pun hukuman yang kau timpakan padaku, aku tidak akan pernah mengkhianati saudara-saudariku." Ketika melihat bahwa aku tidak mau mengatakan apa-apa, para petugas membawaku ke pusat penahanan.

Setelah tiba di pusat penahanan, aku terus-menerus diinterogasi oleh para petugas dan ditekan untuk mengkhianati saudara-saudariku, tetapi aku tidak pernah menyerah. Pada bulan Mei 2004, seorang petugas memberiku surat pemberitahuan hukuman kerja paksa dan menyuruhku untuk menandatanganinya. Mereka menuduhku telah "mengganggu ketertiban masyarakat" dan menjatuhiku hukuman kerja paksa selama dua setengah tahun. Aku sangat marah dan mendesak petugas itu, "Hukum apa yang telah kulanggar dengan percaya kepada Tuhan? Mengapa aku ditangkap? Dan mengapa hukumannya begitu berat?" Namun, dia tampak menikmati penderitaanku, dan berkata, "Kau masih tidak mau mengaku bersalah? Kalau begitu, kurasa hukumanmu masih ringan. Mengadakan pertemuan itu sama dengan menyembunyikan penjahat dan secara langsung menentang PKT. Itu membuatmu dianggap sebagai penjahat politik." Malam itu, aku terus bertanya-tanya mengapa aku diberi hukuman seberat itu hanya karena percaya kepada Tuhan. Bahkan jika pemerintah melarang anggota partai komunis untuk beragama, bukankah seharusnya ada pengecualian untukku, mengingat bahwa aku sudah menjadi kader selama bertahun-tahun dan mendapat penghargaan sebagai anggota teladan? Ketika menyadari hal ini, aku menjadi sangat kecewa dengan PKT dan menyesal telah melayani mereka dengan begitu patuh di masa lalu. Dua saudara yang ditangkap bersamaku dijatuhi hukuman yang lebih berat lagi. Aku sangat marah dan tidak bisa memahami mengapa PKT sangat membenci orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Sungguh sulit untuk menjalankan iman kami di Tiongkok; tidak heran jika Tuhan berkata: "Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Setelah melihat fakta-fakta di depan mataku, barulah aku mulai menyadari sesuatu. Aku menyadari bahwa PKT sangat membenci dan menentang Tuhan dengan membabi buta. Tidak peduli bagaimana kau melayani dan mengorbankan diri untuk partai, selama kau percaya kepada Tuhan, mereka tidak akan melepaskanmu dengan mudah. Mereka benar-benar setan yang menentang Tuhan! Saat itu, seorang saudara diam-diam bersekutu denganku saat petugas pergi, dan dia berkata, "Kita telah ditangkap atas izin Tuhan. Cobaan berat ini lebih mampu menyempurnakan iman kita. Kita harus mengandalkan Tuhan agar dapat tetap teguh dalam kesaksian kita." Aku kemudian menyadari, bahwa aku dijatuhi hukuman kerja paksa atas izin Tuhan. Tuhan sedang menggunakan cobaan ini untuk menyempurnakan imanku. Begitu aku memahami maksud Tuhan, aku merasa kembali bertekad dan tidak lagi mengkhawatirkan hukumanku. Jika aku harus dihukum dua setengah tahun, ya sudah! Aku mengandalkan Tuhan dan percaya bahwa Dia akan memberiku kekuatan untuk tetap teguh.

Di kamp kerja, kami dipaksa bekerja seperti mesin. Tidak lama setelah tiba, seorang petugas menghardik kami sambil berkata, "Menurut aturan, kalian memiliki hak asasi manusia, tetapi pada kenyataannya, kalian sama sekali tidak memiliki hak asasi manusia. Patuhi perintah dan lakukan apa yang disuruh! Di sini, tidak ada ruang untuk berdebat atau tawar-menawar, dan kalian tidak boleh menuntut atau meminta apa pun! Kalian tidak boleh berkata tidak setuju, tidak boleh berkata bahwa hukuman kalian berat, atau bahwa kalian tidak seharusnya ada di sini. Dan jangan coba-coba berkata, 'Di sini tidak ada kebebasan,' 'Hidup di sini sulit,' atau 'Kerja kasar ini melelahkan,' dan sebagainya. Kalian tak boleh mengucapkan pernyataan tersebut. Ikuti perintah!" Di kamp kerja, tidak ada kebebasan. Sebulan setelah memasuki kamp, aku ditugaskan di pabrik batu bata. Suhu di dalam tungku pembakaran batu bata sekitar 50°C (122°F). Batu bata yang baru dikeluarkan dari tungku sangatlah panas ketika disentuh dan tidak mungkin kita bisa mendekatinya tanpa terluka. Petugas kamp memaksa kami bekerja dan kami harus mengenakan pakaian katun compang-camping yang basah kuyup sebagai perlindungan yang buruk. Pabrik batu bata menggunakan batu bara untuk membakar bata, dan seluruh pabrik dipenuhi asap. Akibatnya, kami selalu kotor, bau, dan dipenuhi jelaga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mereka sangat keras kepada orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Setiap hari, kami dipaksa melakukan pekerjaan yang berat dan kotor selama lebih dari sepuluh jam tanpa henti. Jika kecepatan kami melambat, petugas akan berteriak, "Kerja lebih cepat, kerja lebih cepat!" Di penghujung hari, aku sangat lelah dan punggungku sangat sakit sehingga yang bisa kulakukan hanyalah berbaring di tanah, tidak ingin bergerak. Selain itu, kami tidak pernah mendapatkan makanan yang cukup, sehingga aku menjadi makin lemah, merasa kehilangan kekuatan, dan sering merasa pusing. Di malam hari, aku berbaring di tempat tidur dan berpikir, "Naga merah yang sangat besar tidak memperlakukan kami selayaknya manusia, memaksa kami melakukan pekerjaan berat seperti ini. Usiaku sudah lebih dari lima puluh tahun, dan jika ini terus berlanjut, aku tidak yakin apakah aku mampu bertahan menjalani dua setengah tahun masa tahanan ini!" Saat memikirkan hal ini, aku menjadi agak putus asa dan aku pun diam-diam berseru kepada Tuhan, berkata, "Ya Tuhan! Hidup di sini terlalu berat. Aku khawatir tidak akan mampu bertahan hidup di sini. Ya Tuhan! Mohon berikan aku kekuatan dan iman supaya aku bisa menjalani hukumanku yang panjang di penjara ini." Setelah berdoa, aku teringat bahwa firman Tuhan adalah sumber kehidupanku, dan aku harus mengandalkan firman Tuhan untuk bertahan. Sekarang aku tidak memiliki firman Tuhan untuk kubaca dan aku hanya mengingat beberapa lagu pujian, jadi aku harus memastikan untuk terus mengingatnya. Di malam hari, aku menutupi kepalaku dengan selimut dan diam-diam menyanyikan lagu-lagu pujian Tuhan dalam pikiranku, menghitung lagu-lagu yang aku ingat dengan jari-jariku. Setiap kali aku menyanyikan lagu-lagu pujian itu, aku merasa sangat dikuatkan. Ada sebuah lagu pujian yang berbunyi: "Iman itu seperti jembatan dari satu gelondong kayu: mereka yang sangat ingin mempertahankan hidup akan mengalami kesulitan menyeberanginya, tetapi mereka yang siap untuk mengorbankan diri dapat menyeberanginya dengan pasti, tanpa rasa khawatir" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Aku menyadari bahwa Tuhan sedang menggunakan cobaan ini untuk menyempurnakan iman kami. Aku percaya bahwa, dengan adanya Tuhan di sisiku, tidak ada kesulitan yang tidak bisa kuatasi. Aku juga menyanyikan lagu pujian ini: "Tuhan merasakan penderitaan manusia, dan mendampingi mereka saat sedang mengalami hajaran. Dia selalu memikirkan hidup manusia. Hanya Tuhan yang paling mengasihi manusia. Dalam diam, Dia tanggung sakitnya penolakan. Dia sertai manusia di saat sengsara" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru, "Betapa Hebat, Tuhan Yang Mahakuasa Telah Datang"). Lagu pujian itu sangat menguatkan dan mengharukan. Meskipun aku berada di penjara, Tuhan bersamaku dan aku pun memiliki iman serta kekuatan untuk dengan tegar menghadapi dua setengah tahun di penjara. Tidak peduli seberapa sulit atau melelahkannya hidup ini, aku harus mengandalkan Tuhan untuk terus melangkah. Setelah menyelesaikan hukumanku nanti, aku tahu bahwa aku harus pulang dan membaca lebih banyak firman Tuhan serta menjalankan imanku dengan baik.

Pada bulan Juni 2004, cuaca sangatlah panas. Suatu hari, aku merasa agak linglung dan pusing, lengan dan kakiku lemas, dan saat aku turun dari tumpukan bata yang tingginya lebih dari tiga kaki, tiba-tiba aku hilang keseimbangan dan terjengkang ke tanah, mendarat telentang di atas tumpukan pecahan batu bata. Begitu tubuhku mendarat, aku merasakan nyeri yang sangat tajam di pantat dan paha kiriku. Rasa sakitnya begitu hebat sampai-sampai aku berkeringat dingin, jantungku mulai berdebar kencang dan aku meringkuk, tidak mampu berdiri. Ketika seorang petugas melihatku tergeletak di sana, dia tidak mau repot-repot memeriksa apakah ada yang salah denganku dan hanya berteriak, "Ayo bangun dan terus bekerja!" Aku merasa sangat kesakitan hingga aku tidak bisa bergerak dan aku terus terbaring di tanah selama dua menit sebelum bisa mengatur napasku. Aku takut akan dipukuli, jadi aku melawan rasa sakit yang nyaris tak tertahankan itu dan perlahan bangkit dari tanah untuk lanjut bekerja. Malam itu, aku meringkuk kesakitan di tempat tidurku, dan tidak berani sedikit pun menggerakkan kaki kiriku, di mana aku merasakan sakit yang menyengat seakan tulangku patah. Rasa sakitnya begitu hebat sehingga aku tidak bisa tidur sepanjang malam. Pada saat itu, tidak ada yang menunjukkan kepeduliannya padaku dan aku diliputi rasa kesepian. Aku juga khawatir, "Ini adalah cedera serius; jika aku benar-benar lumpuh, bagaimana aku akan menghidupi keluargaku di masa depan? ..." Makin aku memikirkan hal itu, makin buruklah perasaanku, jadi aku berseru kepada Tuhan dengan berlinang air mata, "Ya Tuhan! Aku tidak yakin apakah aku bahkan bisa berdiri lagi. Hanya engkaulah yang kuandalkan, tolong berikan aku iman dan kekuatan." Setelah berdoa, aku teringat akan firman Tuhan ini: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: meskipun manusia selalu terburu-buru dan menyibukkan diri mewakili dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Sungguh, nasib kita semua ada di tangan Tuhan. Tuhan-lah yang berhak memutuskan apakah aku akan menjadi lumpuh atau tidak, jadi tidak ada gunanya mengkhawatirkannya karena hanya akan membuatku makin gundah. Aku bersedia menyerahkan diriku ke tangan Tuhan; apa pun yang terjadi, dan apakah aku benar-benar menjadi lumpuh atau tidak, aku akan mengikuti Tuhan sampai akhir! Kemudian, aku mengajukan permohonan cuti sakit kepada para petugas, tetapi mereka menolak permohonanku, jadi aku tidak punya pilihan selain menahan rasa sakit yang amat sangat itu, sambil menekan paha kiri dengan tangan kiriku dan berjalan terpincang-pincang menuju pabrik. Ketika salah satu petugas di pabrik melihat kondisiku, dia dengan kejam membentak, "Kau hanya berpura-pura cedera agar tidak perlu bekerja! Percaya kepada Tuhan berarti menentang PKT dan menjadikanmu penjahat politik. Itu adalah kejahatan yang lebih buruk daripada mencuri. Kau pantas disiksa!" Aku pun geram; mereka menyiksa dan menganiayaku hanya karena aku percaya kepada Tuhan. Mereka benar-benar mengerikan. Aku teringat akan firman Tuhan berikut ini: "Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa! ... Mengapa bersusah payah merintangi pekerjaan Tuhan? Mengapa menggunakan segala macam tipu muslihat untuk menipu umat Tuhan? Di manakah kebebasan sejati serta hak dan kepentingan yang sah? Di manakah keadilan? Di manakah penghiburan? Di manakah kehangatan? Mengapa menggunakan rencana licik untuk menipu umat Tuhan? Mengapa menggunakan kekerasan untuk menekan kedatangan Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). "Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah setan ini dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan memberontak melawan si Iblis tua yang jahat ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Melalui firman Tuhan, aku mulai mengenali esensi setan dari kebencian PKT terhadap Tuhan. PKT mengeklaim bahwa dirinya hebat, mulia, dan tidak pernah salah, mereka mengeklaim mendukung kebebasan beragama dan hak serta kepentingan yang sah, tetapi semua itu hanyalah perkataan setan dan kebohongan. Setelah mengalami sendiri penangkapan dan penindasan oleh PKT, aku melihat bagaimana mereka menipu dan menyiksa orang-orang. PKT itu gelap dan jahat; mereka adalah setan dalam arti yang sebenarnya. Firman Tuhan mengungkapkan semua ini dengan begitu akurat dan nyata! Alasan PKT begitu membabi-buta menangkap dan menganiaya orang-orang yang percaya kepada Tuhan adalah karena mereka ingin memaksa orang-orang itu untuk menyangkal dan mengkhianati Tuhan, tetapi aku tidak akan pernah menyerah kepada mereka. Aku membenci diriku sendiri karena telah begitu tertipu dan dengan begitu buta memuja PKT sebagai dermawan yang hebat dan berterima kasih kepada mereka hanya karena mereka telah memberiku sedikit tanah. Segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dan tanah adalah pemberian Tuhan juga. Bagaimana bisa aku secara keliru menganggap kasih karunia Tuhan sebagai milik Iblis, si setan? Saat itu, barulah aku menyadari bahwa yang selalu aku sembah dan syukuri adalah setan yang menentang Tuhan dan aktif berusaha menarikku ke neraka!

Sembilan hari kemudian, barulah seorang dokter penjara memeriksaku dan mendiagnosis bahwa aku menderita nekrosis kepala femur. Ketika mendengar diagnosis tersebut, aku langsung berpikir, "Seserius itu? Jika aku benar-benar lumpuh, bukankah aku akan menjadi tidak berguna sama sekali? Kalau begitu, hidupku akan berakhir!" Dokter hanya meresepkanku obat untuk beberapa hari, tetapi obatnya bukan hanya terbukti tidak manjur, aku bahkan makin merasa sakit. Saat itu, aku sudah tidak bisa berjalan lagi; ketika aku harus menggunakan toilet, aku harus membungkukkan pinggangku, berpegangan pada dinding, dan berjalan perlahan dengan langkah-langkah kecil. Perjalanan yang sebenarnya hanya perlu waktu beberapa menit kini memakan waktu lebih dari setengah jam. Aku harus bergantung pada tahanan lain untuk membawakanku makanan, dan ketika mereka lupa, aku hanya bisa menahan lapar atau minum sedikit air untuk mengurangi rasa lapar. Aku hanya bisa berbaring di tempat tidur, waktu berjalan lambat seperti siput, dan aku tenggelam dalam penderitaan. Aku berpikir, "Obatnya tidak manjur, dan mereka tidak mau mengizinkanku pergi ke rumah sakit meskipun kondisiku separah ini. Mungkin aku akan berakhir mati di sini ...." Makin aku memikirkannya, makin buruk perasaanku, dan air mataku pun mengalir deras. Aku bahkan mempertimbangkan untuk mengakhiri hidupku agar semuanya selesai. Kemudian aku tiba-tiba teringat bahwa segala sesuatunya ada di tangan Tuhan dan aku harus mengandalkan Tuhan! Aku terus berseru kepada Tuhan dan kemudian teringat akan lagu pujian dari firman Tuhan yang berjudul "Jika Sakit Datang, Ada Kasih Tuhan": "Jangan tawar hati di hadapan sakit penyakit, tetaplah mencari dan jangan pernah menyerah, dan Tuhan akan menerangi dan mencerahkanmu. Seperti apa iman Ayub? Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tabib yang mahakuasa! Berdiam dalam penyakit berarti sakit, tetapi berdiam di dalam roh berarti sehat" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Saat aku merenungkan firman Tuhan, hatiku dipenuhi dengan kekuatan. Ya, Tuhan itu mahakuasa, dan hanya jika aku percaya kepada-Nya, aku akan mampu menyaksikan perbuatan-Nya. Namun di tengah penderitaanku, aku ingin mengakhiri hidupku; aku tidak memiliki iman sejati kepada Tuhan dan menjadi bahan tertawaan Iblis. Tingkat pertumbuhanku benar-benar buruk. Selama beberapa hari berikutnya, aku sering berdoa kepada Tuhan, menggumamkan lagu pujian, dan merasa dikuatkan serta terharu. Pelan-pelan, rasa sakit yang luar biasa di tubuhku sepertinya mulai berkurang. Pada hari kedua belas, aku akhirnya dibawa ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Karena seriusnya kondisiku, mereka memproses pembebasan bersyarat agar aku bisa mendapat perawatan medis. Petugas yang mendampingiku menyampaikan pernyataan palsu, mengeklaim bahwa aku jatuh dari kursi tua saat menonton TV di ruang kelas. Ketika aku mencoba menjelaskan bahwa aku sebenarnya jatuh saat bekerja di pabrik batu bata, petugas itu merengut dan berkata, "Kau tidak akan mendapatkan pembebasan medis jika kau bersikeras mengungkapkan cerita itu. Kau hanya akan terus menderita di penjara!" Aku khawatir jika aku menunda perawatan lebih lama lagi, aku akan berakhir lumpuh, jadi aku tidak punya pilihan selain menandatangani pernyataan palsu itu. Setelah pulang, aku menjalani operasi, tetapi karena perawatannya telah ditunda terlalu lama, aku akhirnya menjadi cacat permanen.

Ketika aku pertama kali pulang dari rumah sakit, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur dan tidak bisa bergerak dan aku bergantung pada istriku untuk menyuapiku makan dan memberiku obat. Sekitar dua minggu setelah aku pulang, wakil sekretaris partai kabupaten datang ke rumah kami dan memberiku dua lembar kertas, dengan dingin menyatakan, "Keanggotaan partaimu telah dicabut, tanda tangan di sini". Aku berpikir, "Bagus, cabut saja keanggotaanku! Aku sudah pasti tidak ingin lagi mengorbankan hidupku untuk partai!" Dengan itu, aku dengan mantap menandatangani dokumen pencabutan keanggotaan tersebut. Aku mengingat kembali masa-masa aku bekerja sebagai seorang kader desa selama lebih dari tiga puluh tahun. Aku telah melantunkan puja-puji untuk partai, setia memberikan segalanya, dan memeras kekayaan rakyat yang diperoleh dengan susah payah melalui berbagai tipu daya. Aku bekerja sangat keras hingga tidak punya waktu untuk mengurus usaha pertanian keluargaku sendiri dan, akibatnya, istriku menjadi kelelahan dan jatuh sakit. Sebelumnya, aku berpikir bahwa sebagai anggota partai, aku harus setia kepada partai. Jika aku tidak mengalami penangkapan, penindasan, dikeluarkan dari partai, dan dicabut posisiku sebagai kader, aku pasti akan terus memberikan segalanya untuk partai. Meskipun aku telah mengalami beberapa penderitaan dan kaki kiriku menjadi lumpuh, aku telah melihat esensi Iblis yang menentang Tuhan dari PKT dan tidak lagi disesatkan atau ditipu oleh mereka. Aku membenci dan meninggalkan PKT dengan segenap hatiku dan sepenuhnya mengabdikan diriku kepada Tuhan. Semua ini adalah hasil dari kasih dan keselamatan dari Tuhan! Malam itu, ketika aku memberi tahu istriku semua yang telah kusadari dan pelajari dan dia melihat bagaimana perubahanku, dia tertawa dan berkata, "Sebelumnya, kau ingin mengikuti Tuhan dan tetap setia kepada partai. Sekarang karena kau sudah bukan bagian dari PKT lagi, kita bisa mengerahkan seluruh energi kita untuk mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas kita."

Selama waktu itu, istriku terpaksa menanggung semua beban pekerjaan rumah tangga kami. Dia sudah menderita penyakit perut yang sangat serius, dan sekarang dia juga harus bertanggung jawab untuk merawatku dan melakukan semua pekerjaan rumah. Terkadang dia sangat kelelahan sampai-sampai ketika dia datang untuk memberiku makan, aku melihat tangannya gemetar. Sangat menyedihkan melihat istriku seperti itu, dan aku sering tidak bisa menahan tangis. Setelah empat bulan, aku masih tidak bisa menggerakkan kakiku dan aku mulai bertanya-tanya apakah aku akan lumpuh permanen. "Jika aku benar-benar lumpuh, bagaimana aku akan terus hidup? Bukankah hidupku akan berakhir?" Dahulu aku adalah penopang keluarga kami, tetapi aku menjadi benar-benar tidak berguna dan bahkan bergantung pada istriku untuk membantuku pergi ke toilet. Aku merasa sangat kasihan pada istriku dan telah menjadi beban baginya; pemikiran ini membuatku mempertimbangkan untuk mengakhiri hidupku. Ketika istriku datang untuk memberiku makan, aku tidak ingin menelan makanan itu, berpikir lebih baik aku mati kelaparan. Di saat terendahku, aku berulang kali berseru kepada Tuhan dengan berlinang air mata dan berkata, "Ya Tuhan! Saat ini aku begitu menderita. Tolong bukakan jalan untukku, tolong selamatkan aku ...." Setelah berdoa, aku teringat akan firman Tuhan yang mengatakan: "Selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan hingga akhir napasmu, engkau harus setia dan tunduk pada pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan sekaligus membuatku merasa malu dan hina. Setelah mengalami sedikit saja penderitaan, aku ingin mengakhiri hidupku; kesaksian macam apa itu? Aku teringat akan bagaimana ketika Ayub menghadapi ujian yang sangat besar, yaitu kehilangan semua anak serta hartanya, dan tubuhnya dipenuhi bisul, dia tetap memuji nama Tuhan dan memberikan kesaksian yang mulia meskipun mengalami penderitaan yang luar biasa. Sebaliknya, aku menjadi negatif setelah mengalami beberapa penderitaan akibat penyakit. Aku tidak mencari maksud Tuhan; sebaliknya, aku ingin mengakhiri hidupku saja. Jika Tuhan tidak mencerahkanku tepat waktu, aku pasti akan jatuh ke dalam tipu daya Iblis. Ketika menyadari hal ini, keinginanku untuk mengakhiri hidupku mereda dan aku bertekad untuk mengikuti Tuhan hingga napas terakhirku dan bersaksi bagi-Nya! Satu bulan kemudian, aku tiba-tiba bisa mengangkat kaki kiriku lagi. Aku sangat bahagia dan bersemangat hingga air mataku mengalir deras dan aku terus bersyukur kepada Tuhan. Kemudian, perlahan-lahan aku mampu berjalan lagi. Aku tidak pernah membayangkan akan bisa berdiri lagi. Semua ini benar-benar berkat Tuhan!

Pada tahun 2008, dengan dalih "menjaga stabilitas sosial untuk persiapan Olimpiade Beijing", PKT mulai menekan gereja dan menangkap saudara-saudari yang sebelumnya pernah dihukum. Sehari sebelum Olimpiade, dua petugas dari kamp kerja paksa datang ke rumahku dan memberi tahu bahwa aku belum mengisi formulir pembebasan dari kamp kerja paksa dan harus pergi bersama mereka untuk memproses dokumen yang diperlukan. Mereka mengatakan padaku bahwa seluruh prosesnya tidak akan memakan waktu lebih dari tiga hari, jadi aku percaya kepada mereka dan setuju untuk pergi bersama mereka. Di luar dugaanku, bukan hanya tiga hari, ternyata aku malah ditahan selama empat bulan. Selama aku ditahan, para petugas memaksaku untuk melakukan pekerjaan kasar selama 12 jam setiap hari, di pabrik yang minim cahaya. Jika aku tidak menyelesaikan tugasku tepat waktu, aku akan dihukum. Karena cedera yang masih kualami di kaki kiriku, aku hanya mampu duduk sekitar 20 menit lalu aku harus berdiri, jika tidak, peredaran darah di kakiku akan terhambat. Aku harus terus berubah posisi untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu, karena aku harus bekerja dalam waktu yang lama di lingkungan yang minim cahaya, penglihatanku mulai sangat memburuk. Empat bulan kemudian, setelah putriku mengerahkan semua koneksinya, barulah akhirnya aku dibebaskan dan diizinkan pulang. Setibanya aku di rumah, seorang petugas datang ke rumah kami dan berkata dengan nada mengancam, "Kami terus mengawasimu dengan saksama. Jika kami mendapati bahwa kau percaya kepada Tuhan lagi, kau akan ditangkap dan dijatuhi hukuman berat!" Aku berpikir, "Kalian setan yang terkutuk. Kalian bisa mengendalikan tubuhku, tetapi kalian tidak bisa mengendalikan hatiku. Bahkan jika aku ditangkap lagi, aku akan terus percaya kepada Tuhan!"

Aku teringat bahwa meskipun aku telah bekerja keras untuk partai selama lebih dari setengah hidupku, mereka tetap menyebabkanku mengalami cedera permanen dan membuatku ingin mengakhiri hidupku berkali-kali. Firman Tuhan-lah yang memberiku iman dan kekuatan, selangkah demi selangkah membawaku kembali dari ambang kematian, memungkinkanku untuk mendapatkan pemahaman tentang esensi jahat naga merah yang sangat besar, dan menunjukkan kepadaku bagaimana Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, hanya Tuhan yang dapat menjadi kehidupan manusia dan hanya percaya kepada Tuhan dan mengikuti-Nya yang paling berarti. Lagu pujian "Hidup yang Paling Berarti" mengungkapkannya dengan baik: "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (2)").

Selanjutnya: 75 Hari dalam Tahanan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kasih Tuhan Tak Kenal Batas

Oleh Saudari Zhou Qing, Provinsi ShandongAku telah menderita kesengsaraan hidup ini sepenuhnya. Aku belum lama menikah sebelum suamiku...

Penyiksaan Ruang Interogasi

Oleh Saudari Xiao Min, TiongkokPada 2012, saat mengabarkan Injil, aku ditangkap oleh Partai Komunis Tiongkok. Menjelang sore pada tanggal...