Selamat Tinggal Hari-Hari Mengejar Uang

10 Agustus 2024

Aku terlahir di keluarga miskin, di mana orang tuaku yang jujur dan pekerja keras menafkahi keluarga kami dengan bertani. Ketika masih kecil, aku melihat orang-orang kaya di desaku menikmati makanan enak dan pakaian yang bagus, serta dikagumi dan didukung oleh orang lain. Aku iri kepada mereka dan beranggapan bahwa memiliki uang berarti memiliki segalanya. Bahkan dalam mimpiku, aku ingin menghasilkan banyak uang. Aku diam-diam bertekad untuk menjadi kaya dan menjalani kehidupan yang lebih unggul di masa depan.

Agar dapat segera mewujudkan impianku, setelah menikah, aku pindah ke kota sendirian untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Meskipun sudah bekerja lembur selama beberapa tahun, tabunganku masih sedikit. Aku mulai merenung dalam hatiku bahwa dengan bekerja begitu keras seumur hidup pun, aku tidak akan pernah bisa mewujudkan impianku. Setelah banyak pertimbangan, kuputuskan untuk menjadi kontraktor dan memulai bisnis konstruksiku sendiri. Aku meminjam uang dari kerabat dan teman, membeli sebidang tanah di kota, dan membangun sebuah gedung. Agar segera mendapatkan kontrak dan menghasilkan uang, aku menggunakan koneksi dan hadiah untuk mendapatkan proyek dari perusahaan konstruksi. Untuk memastikan bahwa pekerjaan diselesaikan dengan baik, setiap hari aku mulai mengawasi lokasi pembangunan sejak pagi-pagi sekali, sering melewatkan sarapan, dan memeriksa pekerjaan setelah para pekerja selesai pada malam hari. Pekerjaan dengan kualitas di bawah standar dibongkar dan dibangun kembali dengan bekerja lembur. Akhirnya, aku mendapatkan kepercayaan dari para eksekutif perusahaan dan mendapatkan proyek tambahan. Setelah dua tahun, aku menghasilkan uang, melunasi utangku, dan merenovasi rumahku. Aku merasakan sukacita yang tak terlukiskan di hatiku. Saat Tahun Baru Imlek, para kerabat dan teman datang ke rumahku untuk merayakannya. Ada yang tersenyum dan berkata kepadaku, "Bos, kami datang untuk mengucapkan selamat Tahun Baru! Semoga Bos makin sukses, dan bisnisnya makmur!" Yang lain menjabat tanganku dan berkata, "Kami semua mengandalkanmu untuk menghasilkan uang!" Saat itu, aku merasa menjadi pusat perhatian, dikelilingi kekaguman. Aku berpikir, "Memiliki uang sungguh luar biasa. Dengan uang, orang mengagumi dan menghormati kita, dan kita bisa menjalani kehidupan yang lebih unggul." Memikirkan hal ini membuatku merasa cukup puas. Untuk menghasilkan lebih banyak uang, aku mengerjakan lebih banyak proyek konstruksi dan bekerja tanpa kenal lelah dari fajar hingga senja setiap hari. Seiring berjalannya waktu, aku tidak bisa tidur di malam hari, khawatir kalau para pekerja terjatuh dari perancah dan menyebabkan kecelakaan, sehingga mengakibatkan kerugian finansial yang besar. Aku merasa tertekan setiap hari dan sering menderita demam, pilek, dan pusing. Meskipun tinggi badanku 172 sentimeter, beratku hanya sekitar 54 kilogram, nada bicaraku lemah dan bahkan tertidur sambil berdiri. Aku benar-benar ingin istirahat. Namun, jika aku tidak mengerjakan proyek konstruksi, aku tidak akan menghasilkan uang atau dikagumi orang lain. Aku tak punya pilihan selain mengerahkan tenaga dan terus bekerja. Seiring dengan makin banyaknya uang yang kuhasilkan, aku merasa bahwa semua penderitaan dan kelelahanku tidak sia-sia. Tepat ketika bisnis konstruksiku sedang berkembang pesat, istriku, yang sedang mengerjakan perancah di lantai tiga, menangani dinding, secara tidak sengaja menjatuhkan sebuah papan dan dia jatuh ke lantai pertama, langsung kehilangan kesadaran. Dia dilarikan ke rumah sakit dan menjalani perawatan darurat selama lebih dari satu jam sebelum akhirnya stabil dan sadar kembali. Butuh waktu lebih dari sebulan sampai dia cukup pulih dan bisa meninggalkan rumah sakit.

Belakangan, kakak perempuanku tahu bahwa istriku telah keluar dari rumah sakit dan datang mengunjungi kami. Dia membagikan pekerjaan Tuhan pada akhir zaman kepada kami. Aku ingat bahwa ada beberapa firman Tuhan yang membuatku sangat tersentuh pada saat itu. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Dari saat engkau lahir dengan menangis ke dalam dunia ini, engkau mulai melakukan tugasmu. Oleh karena rencana Tuhan dan oleh karena penentuan-Nya dari semula, engkau melakukan peranmu dan memulai perjalanan hidupmu. Apa pun latar belakangmu, dan apa pun perjalanan yang ada di hadapanmu, tak seorang pun dapat lolos dari pengaturan dan penataan Surga, dan tak seorang pun dapat mengendalikan nasibnya sendiri, sebab hanya Dia yang mengatur segala sesuatu yang mampu melakukan pekerjaan tersebut. Sejak hari manusia diciptakan, Tuhan telah bekerja sedemikian rupa, mengelola alam semesta, mengarahkan irama perubahan untuk segala sesuatu dan jalur pergerakannya. Sebagaimana halnya segala sesuatu, manusia secara diam-diam dan tanpa sadar dipelihara oleh kemanisan dan hujan serta embun dari Tuhan; seperti segala sesuatu, manusia tanpa sadar hidup di bawah pengaturan tangan Tuhan. Hati dan roh manusia berada di tangan Tuhan, segala sesuatu dalam kehidupannya berada dalam pengamatan mata Tuhan. Entah engkau memercayainya atau tidak, setiap dan segala hal, apakah hidup atau mati, akan berganti, berubah, diperbarui, dan lenyap sesuai dengan pemikiran Tuhan. Begitulah cara Tuhan memimpin segala sesuatu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mulai memahami bahwa nasib setiap orang ada di tangan Tuhan. Ketika istriku jatuh dari lantai tiga dan selamat, itu bukan karena dia beruntung, melainkan karena perlindungan Tuhan. Aku terpikir akan kecelakaan yang terjadi di lokasi konstruksi para kontraktor lain. Ada pekerja-pekerja yang terjatuh dari perancah lantai tiga dan tidak dapat diselamatkan bahkan setelah dibawa ke rumah sakit. Yang lain terjatuh dari perancah lantai dua atau lantai satu dan meninggal di tempat. Bukankah semua ini merupakan bukti dari firman Tuhan: "Tak seorang pun dapat mengendalikan nasibnya sendiri, sebab hanya Dia yang mengatur segala sesuatu yang mampu melakukan pekerjaan tersebut"? Saat ini, kakak perempuanku memberitakan Injil kepada kami juga karena diatur oleh kedaulatan Tuhan. Melalui persekutuannya, aku memahami bahwa manusia dan segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan telah melakukan tiga tahap pekerjaan untuk menyelamatkan manusia, memimpin dan membekali manusia hingga saat ini. Pekerjaan pada akhir zaman ini adalah tahap terakhir pekerjaan Tuhan dalam menyelamatkan manusia, dan ini adalah kesempatan langka bagi manusia untuk diselamatkan. Kita hanya bisa mempunyai takdir yang baik dengan percaya kepada Tuhan dan menyembah-Nya di hadapan-Nya. Aku dan istriku dengan gembira menerima Injil Tuhan pada akhir zaman, dan secara aktif menghadiri pertemuan sejak saat itu. Selama pertemuan, saudara-saudari mempersekutukan firman Tuhan, dan aku memahami beberapa kebenaran yang membuat hatiku terasa sangat tenang dan damai, melepaskan tekanan yang kurasakan sebelumnya.

Belakangan, pemimpin melihat bahwa aku aktif berpartisipasi dalam pertemuan, dan ingin mengatur agar aku menjadi pemimpin kelompok yang menyirami tiga orang percaya baru. Namun, aku agak bimbang, karena aku mengurus konstruksi pada siang hari dan harus mencatat detail pekerjaan serta membereskan pembukuan pada malam hari. Kapan aku punya waktu untuk menyirami orang-orang percaya baru? Aku tidak ingin melaksanakan tugas ini. Namun, aku merasa sedikit bersalah: Saat aku pertama kali percaya kepada Tuhan dan sibuk dengan pekerjaan konstruksi, saudara-saudari datang untuk menyirami dan mendukungku di malam hari, membantuku memahami kebenaran dengan mempersekutukan firman Tuhan. Sekarang karena ada lebih banyak orang percaya baru di gereja dan tidak cukup banyak orang yang membantu penyiraman, aku harus melakukan bagianku. Setelah memikirkannya, aku berdoa kepada Tuhan, memohon bimbingan dan pencerahan-Nya agar aku dapat membuat pilihan yang tepat. Aku membaca firman Tuhan ini: "Kuberitahukan satu hal kepadamu: pelaksanaan tugas manusia adalah apa yang harus dia lakukan, dan jika dia tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka ini adalah pemberontakannya. Melalui proses melakukan tugasnyalah manusia secara berangsur-ansur akan diubahkan, dan melalui proses inilah dia menunjukkan kesetiaannya. Karena itu, semakin banyak tugas yang mampu kaulakukan, semakin banyak kebenaran yang akan kauterima, dan akan semakin nyata pengungkapanmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Firman Tuhan membantuku memahami bahwa sebagai makhluk ciptaan, melaksanakan tugas kita adalah hal yang sungguh wajar dan benar karena hidup kita berasal dari Tuhan, dan semua yang kita nikmati adalah karunia dari-Nya. Melaksanakan tugas kita sama seperti berbakti kepada orang tua. Itu adalah tanggung jawab dan kewajiban yang tak dapat disangkal lagi. Jika aku tidak menerima tugas ini, aku benar-benar tak punya hati nurani. Terlebih lagi, mendukung dan menyirami orang-orang percaya baru hanya dilakukan pada malam hari dua kali seminggu, jadi tidak akan banyak mengganggu pengelolaan pekerjaan konstruksiku. Setelah menyadarinya, aku pun setuju untuk melaksanakan tugas ini. Terkadang, saat aku tidak bisa mengatasi keadaan atau gagasan orang-orang percaya baru, aku berdoa kepada Tuhan dan memohon bimbingan-Nya. Dengan membaca firman Tuhan, tanpa sadar aku memahami beberapa kebenaran. Keadaan dan gagasan orang-orang percaya baru telah teratasi, dan pemahamanku akan kebenaran tentang visi menjadi lebih jelas. Aku menjadi lebih aktif dalam melaksanakan tugasku, karena aku merasa bahwa dengan melaksanakan tugasku, aku dapat menerima pencerahan dan bimbingan Roh Kudus, memahami lebih banyak kebenaran, merasakan damai dan kepastian di hatiku.

Kemudian, saat saudara-saudari melihat semangatku dalam mengejar kebenaran, mereka memilihku untuk melayani sebagai diaken penginjilan. Aku cukup senang, karena mengetahui bahwa tugas yang dipercayakan kepadaku ini merupakan ungkapan kasih Tuhan. Aku ingin menghargainya dan melaksanakan tugas ini dengan baik. Namun, ada beberapa kekhawatiran di hatiku: Bisnis konstruksiku telah berkembang secara signifikan, dan profitabilitasnya kemungkinan besar akan terus meningkat. Jika aku menerima tugas diaken penginjilan, tenagaku untuk mengelola bisnis konstruksi pasti akan berkurang, menyebabkan berkurangnya pendapatan. Aku mendapati diriku berada dalam dilema. Lalu, aku teringat bahwa pekerjaan pada akhir zaman adalah pekerjaan terakhir Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Jika aku hanya fokus menghasilkan uang dan mengabaikan tugasku, bagaimana aku bisa memperoleh kebenaran? Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, memohon bimbingan-Nya agar aku dapat mencari kebenaran dan mengatasi kesulitanku sendiri. Aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Pada zaman sekarang, yang harus kaucapai bukanlah tuntutan tambahan, melainkan tugas manusia, dan yang harus dilakukan oleh semua orang. Jika engkau bahkan tidak mampu melakukan tugasmu, atau melakukannya dengan baik saja engkau tidak mampu, bukankah ini berarti engkau mengundang bencana bagi dirimu sendiri? Bukankah engkau sedang mencari mati? Bagaimana mungkin engkau masih berharap dapat memiliki masa depan dan prospek? Pekerjaan Tuhan dilakukan demi kebaikan manusia, dan kerja sama manusia adalah demi kepentingan pengelolaan Tuhan. Setelah Tuhan melakukan segala sesuatu yang harus Dia lakukan, manusia dituntut untuk melakukan penerapannya tanpa kenal lelah, dan bekerja sama dengan Tuhan. Dalam pekerjaan Tuhan, manusia tidak boleh membatasi usahanya, harus mempersembahkan kesetiaannya, dan tidak boleh memuaskan diri dengan berbagai pemahaman atau duduk diam dengan pasif menunggu ajal menjemput. Tuhan bisa mengorbankan diri-Nya bagi manusia, lalu mengapa manusia tidak dapat mempersembahkan kesetiaannya kepada Tuhan? Tuhan bersikap sehati dan sepikir terhadap manusia, lalu mengapa manusia tidak bisa bekerja sama sedikit saja? Tuhan bekerja bagi manusia, lalu mengapa manusia tidak mampu melakukan sebagian tugasnya untuk kepentingan pengelolaan Tuhan? Pekerjaan Tuhan telah diselesaikan sampai sejauh ini, tetapi engkau semua melihat tetapi tetap tidak bertindak, engkau mendengar tetapi tidak bergerak. Bukankah orang-orang semacam ini adalah objek pembinasaan? Tuhan telah mengabdikan segala keberadaan-Nya kepada manusia, lalu mengapa, pada zaman sekarang, manusia tidak bisa melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh? Bagi Tuhan, pekerjaan-Nya adalah prioritas pertama-Nya, dan pekerjaan pengelolaan-Nya adalah yang paling penting. Bagi manusia, melakukan firman Tuhan dan memenuhi tuntutan Tuhan adalah prioritas pertamanya. Engkau semua harus memahami hal ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sangat tersentuh. Untuk menebus umat manusia, Tuhan pertama kali berinkarnasi sebagai manusia dan disalib untuk mengampuni dosa manusia. Di akhir zaman, Tuhan kembali berinkarnasi untuk mengungkapkan semua kebenaran yang dibutuhkan demi menyelamatkan umat manusia sepenuhnya, mempersekutukan kebenaran ini dengan jelas dan menyeluruh untuk membantu kita lebih memahami kebenaran, mendapatkan kebenaran, dan memperoleh keselamatan. Semua yang Tuhan lakukan adalah untuk kita. Lalu, mengapa aku tak bisa melaksanakan tugasku untuk membalas kasih Tuhan? Aku sama sekali tidak memikirkan maksud Tuhan, dan karena khawatir penghasilanku akan terpengaruh jika aku menerima tugas ini, aku ingin menolaknya. Yang kupertimbangkan adalah cara menghasilkan uang, dan aku tidak peduli dengan tugasku. Aku benar-benar egois dan tercela! Ketika saudara-saudari memilihku untuk melayani sebagai diaken penginjilan, itu adalah tugas yang Tuhan percayakan kepadaku—suatu tanggung jawab dan kewajiban—dan aku harus menerimanya dan tunduk. Jika menolaknya, aku tidak layak disebut manusia, dan aku akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan pada akhirnya disingkirkan. Meskipun aku tidak bisa segera melepaskan keterikatanku pada kekayaan, aku bersedia bertindak berdasarkan firman Tuhan dan menerima tugas ini, serta melaksanakannya dengan sebaik mungkin.

Awalnya, aku bisa meluangkan waktu untuk menghadiri pertemuan, mengikuti pelatihan memberitakan Injil dan memberikan kesaksian bersama saudara-saudari. Namun, makin banyak proyek konstruksi yang kukerjakan, waktu pelaksanaan tugas serta pertemuan menjadi tertunda. Suatu kali, seorang pemilik properti memintaku untuk membangun empat bangunan tiga lantai beserta beberapa proyek tambahan. Aku bimbang: Proyek ini sangat penting, dan masih ada proyek lain yang belum selesai yang perlu kukhawatirkan pengelolaannya. Jika aku menyetujui proyek baru, berarti waktuku untuk melaksanakan tugas dan menghadiri pertemuan akan berkurang. Aku sudah berusaha bernegosiasi dengan pemilik properti untuk menunda tanggal dimulainya pembangunan, tetapi dia tidak setuju. Aku merasa tertekan karena jika aku gagal memulainya tepat waktu, kontrak yang telah ditandatangani akan batal, mengakibatkan kerugian finansial dan merusak reputasiku. Siapa yang akan memercayakan proyek kepadaku kelak jika aku tidak dapat memenuhi komitmenku? Masih bisakah aku menghasilkan uang jika tidak ada proyek? Meskipun khawatir, aku akhirnya menyetujui permintaan pemilik properti dan menjadi sibuk dengan pekerjaan konstruksi yang baru. Terkadang, ketika ada banyak masalah di lokasi konstruksi, aku hanya membaca firman Tuhan sekilas di pagi hari sebelum berangkat. Hal ini tidak hanya mengganggu kehidupan rohaniku yang normal, tetapi juga membuatku tidak punya waktu untuk melakukan pekerjaan penginjilan. Selama periode itu, karena tidak melihat hasil dalam pekerjaan penginjilan, aku merasa sedikit bersalah. Dalam hatiku, aku memutuskan: Sesibuk apa pun pekerjaan konstruksi di masa depan, aku harus mengutamakan menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku.

Suatu hari, tepat ketika aku telah berencana menghadiri sebuah pertemuan, saat sedang dalam perjalanan, tiba-tiba ponselku berdering. Ada masalah di lokasi konstruksi yang harus segera ditangani. Aku bimbang: Kali ini aku awalnya ingin menghadiri pertemuan dan bersekutu tentang pekerjaan penginjilan, tetapi sekarang masalah ini muncul. Jika aku menangani masalah itu di lokasi konstruksi, aku tak akan bisa menghadiri pertemuan. Bukankah ini namanya menipu Tuhan? Namun, bagaimana jika aku tidak pergi dan pemilik properti mengajukan tuntutan? Itu dapat merusak reputasi dan kondisi keuanganku. Jika hal ini terus berlanjut, bagaimana aku dapat mengelola proyek konstruksiku? Aku memutuskan untuk mengutamakan penyelesaian masalah konstruksi dan berjanji pada diriku sendiri untuk meluangkan waktu untuk menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku nanti. Jadi, aku pun pergi ke lokasi konstruksi.

Sepulang ke rumah pada malam hari, setelah merenungkan kejadian di hari itu, aku merasa bersalah. Aku telah berencana untuk menghadiri pertemuan, tetapi aku malah membiarkan pelaksanaan tugasku terganggu oleh kekhawatiranku akan keuangan. Selama periode ini, fokusku pada pekerjaan konstruksi menghambat kemajuan pemberitaan Injil, dan aku menyadari bahwa aku tidak melaksanakan tugasku dengan benar. Namun, jika aku mengesampingkan pekerjaan konstruksi dan tidak menghasilkan uang lagi, bagaimana aku bisa menjalani kehidupan yang makmur dan terhormat? Dengan konflik batin ini, aku datang ke hadirat Tuhan dan berdoa, "Ya Tuhan, hatiku sedang gelisah. Aku tahu bahwa percaya kepada-Mu dan melaksanakan tugasku adalah hal yang sungguh wajar dan benar, tetapi sulit bagiku untuk melepaskan uang. Tolong bimbinglah aku agar dapat membuat pilihan yang tepat". Setelah berdoa, hatiku berangsur-angsur tenang. Selama mencari, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Seandainya Aku menaruh sejumlah uang di hadapanmu sekarang ini dan memberimu kebebasan untuk memilih—dan seandainya Aku tidak menghukummu karena pilihanmu—maka sebagian besar darimu akan memilih uang dan meninggalkan kebenaran. Orang yang lebih baik di antaramu akan meninggalkan uang dan memilih kebenaran dengan enggan, sedangkan mereka yang berada di tengah-tengah akan merebut uang itu dengan satu tangan dan kebenaran dengan tangan yang lain. Bukankah dengan demikian karakter aslimu akan terbukti dengan sendirinya? Ketika memilih antara kebenaran dan apa pun yang kepadanya engkau semua setia, engkau akan membuat pilihan ini, dan sikapmu akan tetap sama. Bukankah demikian halnya? Bukankah banyak di antaramu yang maju mundur antara benar dan salah? Dalam pertandingan antara positif dan negatif, hitam dan putih, engkau semua tentu sadar akan pilihan-pilihan yang sudah engkau buat antara keluarga dan Tuhan, anak-anak dan Tuhan, perdamaian dan perpecahan, kekayaan dan kemiskinan, status tinggi dan status biasa, didukung dan disisihkan, dan sebagainya. ... Tahun-tahun penuh dedikasi dan upaya tampaknya tidak membawa apa-apa bagi-Ku selain engkau semua meninggalkan-Ku dan sikap putus asamu, tetapi harapan-Ku terhadapmu semakin bertumbuh setiap hari, karena hari-Ku sudah sepenuhnya disingkapkan di hadapan semua orang. Namun, engkau semua berkeras hati mencari hal-hal yang gelap dan jahat, dan menolak untuk melepaskan hal-hal tersebut. Lalu, akan seperti apa kesudahanmu? Pernahkah engkau semua memperhatikan hal ini dengan saksama? Jika engkau semua diminta untuk memilih kembali, apa pendirianmu nanti?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kepada Siapakah Engkau Setia?"). Yang Tuhan singkapkan adalah keadaanku. Bukankah aku adalah orang yang memegang uang di satu tangan dan kebenaran di tangan lainnya? Aku menyatakan kesediaanku untuk melaksanakan tugasku demi memuaskan Tuhan, dan aku bertekad dalam hatiku untuk memberontak terhadap daging dan melaksanakan tugasku dengan baik. Namun, ketika tugasku berbenturan dengan kepentingan keuangan, aku tidak mampu menolak godaan uang dan ketenaran. Aku mendapati diriku tanpa sadar mengikuti hasratku sendiri dan memilih uang. Aku sadar bahwa mengerjakan proyek konstruksi besar ini memerlukan lebih banyak waktu dan upaya, sehingga aku tak punya waktu untuk melaksanakan tugasku. Namun, aku tetap memilih untuk menerimanya agar dapat menghasilkan lebih banyak uang dan dikagumi orang lain, padahal aku tahu bahwa itu salah. Aku memfokuskan hatiku untuk menghasilkan uang, dan aku tidak menindaklanjuti pekerjaan penginjilan selama lebih dari sebulan, menyebabkan terhentinya pemberitaan Injil. Aku telah memperlakukan tugas yang diberikan Tuhan seperti ini, yang benar-benar membuatku berutang kepada Tuhan.

Belakangan, aku merenung tentang mengapa aku tidak bisa melepaskan uang padahal aku tahu bahwa dengan melaksanakan tugas, aku akan memperoleh kebenaran. Kemudian, selama mencari, aku membaca dua bagian firman Tuhan: "Iblis menggunakan metode yang sangat halus semacam ini, sebuah metode yang sangat selaras dengan gagasan manusia, yang sama sekali tidak radikal, yang melaluinya menyebabkan orang tanpa sadar menerima cara hidup Iblis, aturan-aturan Iblis untuk dijalani, dan untuk menetapkan tujuan hidup serta arah dalam kehidupan mereka, dan dengan melakukannya, mereka juga tanpa sadar jadi memiliki ambisi dalam kehidupan. Sebesar apa pun tampaknya ambisi kehidupan ini, semua itu terkait erat dengan 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Segala sesuatu yang diikuti oleh orang hebat atau terkenal mana pun—sebenarnya, oleh semua orang—dalam kehidupan, hanya terkait dengan dua kata ini: 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Orang mengira setelah memiliki ketenaran dan keuntungan, mereka kemudian dapat memanfaatkan hal-hal tersebut untuk menikmati status yang tinggi dan kekayaan yang besar, serta menikmati hidup. Mereka menganggap ketenaran dan keuntungan adalah semacam modal yang bisa mereka gunakan untuk memperoleh kehidupan yang penuh pencarian akan kesenangan dan kenikmatan daging yang sembrono. Demi ketenaran dan keuntungan yang begitu didambakan umat manusia ini, orang-orang bersedia, meskipun tanpa sadar, menyerahkan tubuh, pikiran mereka, semua yang mereka miliki, masa depan, dan nasib mereka kepada Iblis. Mereka melakukannya bahkan tanpa keraguan sedikit pun, tanpa pernah tahu akan perlunya memulihkan semua yang telah mereka serahkan. Dapatkah orang tetap memegang kendali atas diri mereka sendiri setelah mereka berlindung kepada Iblis dengan cara ini dan menjadi setia kepadanya? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali dan sepenuhnya dikendalikan oleh Iblis. Mereka telah sama sekali dan sepenuhnya tenggelam dalam rawa, dan tidak mampu membebaskan dirinya. Begitu seseorang terperosok dalam ketenaran dan keuntungan, mereka tidak lagi mencari apa yang cerah, apa yang adil, atau hal-hal yang indah dan baik. Ini karena kekuatan menggoda yang dimiliki ketenaran dan keuntungan atas diri orang-orang terlalu besar; ketenaran dan keuntungan menjadi hal yang dikejar orang sepanjang hidup mereka dan bahkan untuk selamanya tanpa akhir. Bukankah benar demikian?" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasatmata, dan mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk membuang belenggu tersebut. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Setelah mererenungkan firman Tuhan, aku mulai mengerti bahwa tujuan Iblis menggoda manusia untuk mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan adalah merusak dan mengendalikan mereka, menjauhkan hati mereka dari Tuhan, dan pada akhirnya menjebak mereka dalam jerat Iblis sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri darinya. Setiap hari, aku bekerja tanpa lelah dari fajar hingga senja di proyek konstruksi untuk menghasilkan uang. Hal ini bermula dari pengaruh racun Iblis yang kudapat sejak kecil, seperti "Uang membuat dunia berputar" dan "Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang, engkau tidak bisa melakukan apa pun". Aku percaya bahwa memiliki uang berarti memiliki segalanya, termasuk kekaguman orang lain dan gaya hidup yang unggul. Ketika proyek konstruksiku menjadi makin besar dan aku sangat dipuji oleh kerabat serta teman, aku menjadi makin yakin bahwa kekayaan bisa membuat kita dikagumi orang. Aku menjadikan pengejaran akan uang sebagai tujuan hidupku, bekerja tanpa lelah untuk itu setiap hari, menjalani kehidupan yang penuh kecemasan dan ketakutan, selalu khawatir tentang kecelakaan di tempat kerja dan konsekuensinya. Di luarnya, aku tampak menghasilkan uang dan mendapatkan ketenaran, tetapi di dalam hati, aku merasa tertekan. Tubuhku menderita, dan istriku hampir kehilangan nyawanya. Namun, meski mengalami hal ini, aku tetap tidak bisa melepaskan pengejaranku akan kekayaan, ketenaran, dan keuntungan. Setelah masuk ke rumah Tuhan, aku memahami bahwa percaya kepada Tuhan berarti harus mengejar kebenaran. Namun, aku tidak mampu memahami rencana jahat Iblis dan tanpa sadar aku berjuang demi ketenaran serta keuntungan. Sebagai diaken penginjilan, tugasku adalah melakukan pekerjaan penginjilan dengan baik. Namun, untuk menghasilkan lebih banyak uang, aku tidak menindaklanjuti pekerjaan penginjilan selama sebulan, dan mengesampingkan tugasku. Natur perilaku ini adalah menipu dan mengkhianati Tuhan. Terlebih lagi, aku sibuk mengelola proyek konstruksi setiap hari, mengabaikan saat teduh dan pertemuan, sehingga hatiku makin menjauh dari Tuhan, dan hidupku menderita kerugian. Jika aku terus seperti ini, pada akhirnya aku akan kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugasku dan memperoleh keselamatan. Aku akhirnya menyadari bahwa mengejar kekayaan, ketenaran, dan keuntungan bukanlah jalan yang baik; itu adalah cara Iblis merusak dan merugikan manusia, alat untuk mengikat yang pada akhirnya membuat mereka dipermainkan dan dirugikan oleh Iblis.

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Yang kaubutuhkan bukanlah kebenaran dan hidup, juga bukan prinsip-prinsip tentang caramu berperilaku, apalagi kerja keras-Ku. Sebaliknya, yang engkau butuhkan adalah apa pun yang engkau miliki di dalam daging—kekayaan, status, keluarga, pernikahan, dan sebagainya. Engkau semua benar-benar telah menyepelekan firman dan pekerjaan-Ku, sehingga Aku bisa meringkas imanmu dengan dua kata: setengah hati. Engkau mau berusaha sekuat tenaga untuk mencapai segala sesuatu yang sangat engkau dedikasikan, tetapi Aku telah mendapati bahwa engkau tidak mau melakukan hal yang sama demi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaanmu kepada Tuhan. Sebaliknya, engkau hanya setengah setia, dan setengah serius. Itulah sebabnya Aku mengatakan bahwa orang-orang yang tidak memiliki hati yang tulus sepenuhnya adalah orang gagal di dalam kepercayaannya kepada Tuhan. Pikirkanlah dengan saksama—berapa banyak orang gagal di antaramu?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tentang Tempat Tujuan"). Firman Tuhan membantuku memahami bahwa percaya kepada Tuhan berarti mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas kita sendiri. Dengan melaksanakan tugas kita dan memahami kebenaran, kita secara bertahap membuang watak rusak kita dan dengan demikian dapat menerima keselamatan dari Tuhan. Aku teringat akan apa yang Tuhan Yesus firmankan: "Siapa pun di antara engkau sekalian yang tidak melepaskan semua yang dimilikinya, ia tidak bisa menjadi murid-Ku" (Lukas 14:33). Pada Zaman Kasih Karunia, Petrus tidak mengejar kekayaan, ketenaran, ataupun keuntungan. Ketika Tuhan Yesus memanggilnya, dia mampu melepaskan pekerjaannya sebagai nelayan dan mengikuti Tuhan. Dia semata-mata mengejar kebenaran, melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan mengenal dirinya sendiri melalui firman Tuhan, membuang wataknya yang rusak. Pada akhirnya, dia memberikan kesaksian yang indah dan gemilang bagi Tuhan, disempurnakan oleh-Nya dan menjalani kehidupan yang bermakna. Setelah merenungkan pengalaman Petrus, aku menyadari betapa berartinya bagi kita untuk mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas kita. Kini setelah bencana besar terjadi, jika aku terus berpegang teguh pada pengejaran akan kekayaan, ketenaran, dan keuntungan, mengabaikan kebenaran dan tugasku, itu sudah terlambat. Pada akhirnya, aku hanya akan terjerumus ke dalam bencana, meratap dan mengertakkan gigi. Aku harus mengikuti teladan Petrus dan mengejar kebenaran. Aku tidak boleh mengutamakan menghasilkan uang daripada melaksanakan tugasku. Agar dapat menghadiri pertemuan secara rutin dan melaksanakan tugasku, aku berdiskusi dengan istriku untuk menjual semua peralatan konstruksi kami kepada orang lain dan melakukan pekerjaan serabutan untuk bertahan hidup. Awalnya, istriku tidak setuju, tetapi aku menjelaskan pemikiran serta pemahamanku kepadanya, dan dia tidak lagi keberatan. Kemudian, aku menjual semua peralatanku dan mengabdikan diri secara penuh waktu untuk melaksanakan tugasku. Selama melaksanakan tugasku, aku mengalami pekerjaan dan bimbingan Roh Kudus menyertaiku saat bekerja sama dengan saudara-saudari, dan aku merasa terbebaskan dan lepas. Setiap kali aku memperlihatkan kerusakanku, aku mencari kebenaran, merenung, dan berusaha mamahami niat, natur serta konsekuensi dari tindakanku. Ketika aku mampu memberontak terhadap diriku sendiri dan menerapkan prinsip-prinsip kebenaran, aku merasakan sukacita dan kedamaian di hatiku. Melalui pengalaman ini, aku memperoleh pemahaman yang nyata tentang pentingnya mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku.

Setelah beberapa waktu, ketika aku sedang melakukan pekerjaan serabutan, atasanku berkata kepadaku, "Aku tahu kau mampu mengelola proyek konstruksi. Ada banyak pekerjaan di sini, dan itu cukup menguntungkan. Mari bermitra. Keuntungannya kita bagi dua. Bukan hal yang mustahil jika masing-masing dari kita menghasilkan beberapa ratus ribu yuan". Setelah mendengar kata-kata atasanku, aku merasa sedikit goyah dan berpikir, "Ini adalah kesempatan yang langka untuk menghasilkan banyak uang. Jika melakukan ini selama beberapa tahun, aku bisa menghasilkan jutaan. Hidup akan menjadi sedikit lebih baik. Haruskah aku menyetujui usulan atasanku?" Namun, kemudian aku memikirkan hal lain, "Jika aku mengelola proyek demi uang, bagaimana aku akan menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku? Aku akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan keselamatan dari Tuhan. Bukankah ini rencana jahat Iblis? Iblis mencoba menggodaku dengan uang, tetapi aku tidak boleh teperdaya oleh tipuannya". Jadi, aku menolak usulan atasanku. Melihat sikap tegasku, atasanku pergi dengan kecewa.

Melalui pengalaman ini, aku menyadari bahaya dan konsekuensi dari mengejar kekayaan, ketenaran, dan keuntungan. Aku memahami fakta bahwa Iblis menggunakan uang untuk mencobai dan merusak manusia. Aku juga memahami bahwa Tuhan ingin kita mengejar kebenaran dan melepaskan kekayaan agar kita terbebas dari bahaya Iblis dan dapat memperoleh kebenaran serta keselamatan dari Tuhan. Ini adalah hal yang paling bermakna dan berharga. Kini, aku dapat mengesampingkan pekerjaan serta uang dan mencurahkan diriku sepenuhnya untuk melaksanakan tugasku. Melalui bimbingan firman Tuhanlah aku memperoleh semua pengetahuan dan mengalami perubahan ini. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: Pilihan Seorang Guru

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Pilihan yang Benar

Oleh Saudara Shun Yi, Tiongkok Aku dilahirkan di desa pegunungan terpencil, dalam keluarga dari beberapa generasi petani. Ketika masih...

Renungan Di Masa Sakit

Oleh Saudari Shi Ji, Amerika Aku lemah dan rentan terhadap penyakit sejak kecil. Ibuku bilang aku lahir prematur dan sakit-sakitan sejak...

Pilihan Seorang Guru

Ketika matahari terbenam di ufuk barat, di saat senja, pintu sebuah rumah peternakan kecil terbuka, dengan sehelai kain putih yang terikat...