Tersadarnya Seorang Budak Uang

07 April 2025

Ketika aku masih kecil, keluargaku hidup di daerah pegunungan yang terpencil. Orang tuaku mencari nafkah dengan bertani, dan kehidupan kami cukup berat. Aku mendengar dari orang-orang yang pulang setelah bekerja di tempat lain bahwa ada banyak kesempatan untuk menghasilkan uang di perkotaan dan bahwa kehidupan di sana jauh lebih baik. Jadi, aku mendambakan kehidupan di kota besar, dan aku berharap suatu hari dapat meninggalkan pegunungan dan pindah ke kota besar sehingga aku dapat menghasilkan uang dan meningkatkan taraf hidup keluargaku serta membuat iri orang-orang di desa kami. Aku belajar dengan giat, dan nilai-nilaiku selalu bagus. Namun, ketika aku duduk di tahun pertama sekolah menengah, keluargaku tidak sanggup lagi membiayai sekolahku sehingga aku harus keluar. Namun, hasratku untuk meninggalkan pegunungan belum berubah, dan aku masih berharap untuk menghasilkan banyak uang di kota demi menjalani kehidupan yang lebih baik dan membuat semua orang iri kepadaku.

Pada 2007, seseorang menjodohkanku dengan seorang laki-laki yang berasal dari kota. Kupikir, dengan menikahinya, aku dapat memperoleh hidup yang lebih baik. Namun, setelah menikahinya, aku mendapati bahwa keluarganya adalah yang termiskin di kawasan itu. Suamiku dan keluarganya tidak berpendidikan dan hanya dapat bergantung pada pekerjaan kasar untuk mencari nafkah. Rumah mereka dibangun dengan tangan sendiri dan bahkan tidak mempunyai atap yang layak. Dinding dan lantainya terbuat dari semen, dan setiap kali hujan deras, air masuk ke dalam rumah. Yang paling menyedihkan bagiku adalah sejumlah tetangga mengabaikan kami karena kondisi hidup kami yang miskin, yang membuatku menyesalkan pilihan bodoh yang telah kubuat. Namun, ketika berpikir bahwa aku telah menikah dengan seseorang yang tinggal di kota besar, di mana ada lebih banyak kesempatan untuk menghasilkan uang daripada di perdesaan, aku yakin bahwa selama aku dan suamiku bekerja keras, kehidupan kami pasti akan terus membaik, dan begitu kami menghasilkan uang, para tetangga kami akan iri kepada kami.

Setahun kemudian, suamiku mendapat pekerjaan sebagai buruh kasar di sebuah pabrik perangkat keras, dan tidak lama setelah melahirkan putra kami, aku mendapat pekerjaan membuat anyaman tangan. Untuk mendapatkan lebih banyak uang, aku sering bekerja hingga jam dua atau tiga dini hari, dan lama-lama aku merasa sangat lelah. Kadang lenganku begitu sakit sehingga sulit diangkat, dan kedua pergelangan tanganku bengkak. Namun, ketika memikirkan bahwa dengan melakukan satu pekerjaan lagi saja aku bisa mendapatkan tambahan beberapa sen, aku merasa bahwa kesukaran itu sepadan. Khususnya ketika aku menggunakan uang yang telah kuperoleh dari kerja kerasku untuk membeli makanan dan keperluan untuk meningkatkan taraf hidup kami, aku merasa bahwa kesukaran itu sepadan. Karena itu, aku menjadi lebih yakin lagi bahwa selama aku dan suamiku dapat menanggung kesukaran, kehidupan kami pasti tidak akan lebih buruk daripada orang lain.

Suatu hari, bibi suamiku datang untuk memberitakan Injil kepadaku. Dia berkata, "Juru selamat telah datang, dan Dialah Tuhan Yang Mahakuasa, yang melaksanakan pekerjaan menyelamatkan umat manusia di akhir zaman. Hanya dengan menerima keselamatan dari Tuhan dan melepaskan diri dari dosa, manusia dapat dilindungi oleh Tuhan dan selamat dari bencana dahsyat. ..." Aku percaya kepada Tuhan dalam hatiku, tetapi kemudian aku berpikir, "Aku masih tinggal di rumah yang bocor, anakku masih sangat kecil, dan kami membutuhkan uang untuk berbagai macam hal. Jika aku percaya kepada Tuhan, itu akan memperlambatku dalam menghasilkan uang. Aku tidak boleh membiarkan itu terjadi. Menghasilkan uang adalah hal terpenting bagiku saat ini, dan soal percaya kepada Tuhan, aku harus menundanya hingga kondisi hidupku membaik." Jadi, aku menolaknya.

Pada waktu itu, anakku baru belajar berjalan, dan kudengar dari orang bahwa beban kerja di pabrik makanan itu berat, tetapi gajinya tiga hingga empat kali lipat daripada yang kudapat saat itu. Aku agak tergoda dan berpikir, "Selama aku tidak takut akan kesukaran atau kelelahan, aku akan mampu menghasilkan lebih banyak uang di pabrik makanan itu. Bukankah dengan begitu aku bisa hidup dengan lebih baik?" Jadi, aku menitipkan anakku ke ibu mertuaku dan pergi bekerja di pabrik makanan itu. Selama waktu itu, suamiku kadang berkata bahwa punggungnya sangat sakit, tetapi aku tidak menganggapnya serius sama sekali, dan berpikir, "Bagaimana mungkin kau menghasilkan lebih banyak uang tanpa bekerja keras? Bukankah aku sering bekerja lembur hingga jam dua atau tiga dini hari? Hanya dengan bertekunlah kita dapat menghasilkan lebih banyak uang." Jadi, aku dan suamiku menguatkan tekad dan bertekun untuk menghasilkan lebih banyak uang bersama-sama. Tidak lama kemudian, aku mendapatkan pekerjaan lain di sebuah pabrik perangkat keras yang menjalankan gerinda. Ketika memoles alat-alat itu setiap hari, aku harus memasukkan tanganku ke dalam air yang mengandung bahan-bahan kimia untuk mencegah karat pada logam. Karena aku tidak dapat mengenakan sarung tangan ketika mengurus banyak alat-alat itu, sepanjang hari tanganku basah oleh cairan itu. Salah satu rekan kerjaku terkena gagal ginjal karena pekerjaan itu, tetapi aku tetap saja mengerjakannya selama delapan atau sembilan tahun. Aku dan suamiku bekerja keras dan menghasilkan cukup banyak uang, dan kami pun mampu membeli makanan serta pakaian yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kami bahkan menabung untuk uang muka pembelian rumah. Para tetangga kami, yang dahulu mengabaikan kami karena kami miskin, mulai mendekati kami, dan menyapa kami dengan senyuman ketika mereka datang dan pergi. Mereka bahkan membicarakan kami dengan iri dan berkata bahwa kami, sebagai sepasang suami istri, adalah pekerja keras dan dapat hidup dengan lebih baik berkat usaha kami. Aku merasa agak bangga mendengarnya, dan aku merasa bahwa kerja kerasku bertahun-tahun akhirnya terbayar sudah, dan aku kini sangat bahagia. Namun, suatu pagi, ketika kami sedang bersiap-siap bekerja, suamiku tiba-tiba berteriak kesakitan di ranjang dan dengan panik memintaku untuk membawanya ke rumah sakit. Dokter memeriksanya dan berkata bahwa dia memiliki beberapa tonjolan diskus segmental di bagian bawah tulang belakangnya. Dokter itu menyarankan operasi, atau suamiku akan terancam lumpuh. Katanya, operasi itu mungkin akan memakan biaya lebih dari seratus ribu yuan. Aku terkejut, "Lebih dari seratus ribu yuan? Itulah seluruh uang hasil kerja kerasku dan suamiku selama bertahun-tahun, tetapi semuanya akan lenyap hanya karena sebuah penyakit. Bukankah penderitaan kami selama bertahun-tahun ini akan menjadi sia-sia? Namun, jika dia tidak diobati dan menjadi lumpuh, siapakah yang akan berjuang bersamaku demi keluarga ini? Bukankah hidup kami hanya akan menjadi lebih berat?" Suamiku terlihat sama sedihnya. Dia tidak rela jika uang yang telah dia kumpulkan dengan susah payah lenyap begitu saja, jadi dia memutuskan untuk pulang ke rumah dan beristirahat. Pada waktu itu, akulah satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga itu, jadi aku bekerja lebih keras lagi. Bahkan ketika aku merasa tidak sehat, aku menguatkan tekad dan bertekun.

Suatu hari, sekitar tiga bulan kemudian, ketika aku bersiap-siap pergi kerja, leherku tiba-tiba sangat sakit, dan sakitnya begitu parah sampai-sampai aku tidak dapat mengangkat kepala. Semua yang kulihat menjadi kabur dan berkabut, dan aku merasa mau muntah. Suamiku mendesakku untuk pergi ke rumah sakit secepatnya. Kata dokter, terdapat tiga hernia serius di tulang leher dan pinggangku, dan hernia di diskus pinggang telah menekan saraf di kaki kiriku. Biaya operasinya lebih dari 200.000 yuan, dan tidak ada jaminan bahwa penyakitku akan sembuh. Namun, jika tidak diobati, aku dapat menjadi lumpuh. Ketika mendengarnya, aku merasa nyaris pingsan, dan aku pun berpikir, "Suamiku masih sakit, dan kini aku pun berisiko lumpuh. Bahkan uang yang telah aku dan suamiku kumpulkan dengan susah payah pun tidak cukup bagi kami berdua untuk berobat ke dokter! Selama bertahun-tahun, kami telah bekerja begitu keras untuk menghasilkan uang. Namun pada akhirnya, kami tidak menikmati apa pun dan malah menderita berbagai penyakit. Benarkah bahwa kami mengumpulkan semua uang itu dengan sia-sia? Yang lebih parah lagi, bahkan jika kami memakai uang itu, tidak ada jaminan bahwa aku akan sembuh, dan pada saatnya nanti, uangnya akan habis, dan hidupku pun akan berakhir. Untuk apa aku hidup selama ini?" Aku merasa benar-benar kehilangan arah, dan hari-hariku terasa muram. Belakangan, atas rekomendasi dari seorang kerabat, aku dan suamiku menemukan pekerjaan yang lebih ringan. Kami juga mendapat sejumlah uang dari pembongkaran rumah kami, dan kehidupan kami tampak mulai membaik. Namun, rasa sakit di tubuhku sering membuatku merasa bahwa akan terjadi hal buruk, dan aku berpikir, "Mungkinkah aku tiba-tiba lumpuh? Bagaimana jika aku mati muda?" Makin aku memikirkannya, makin aku takut, dan aku sering menyesali betapa bodohnya aku selama bertahun-tahun ini, tidak merawat tubuhku sama sekali hanya untuk menghasilkan uang. Kini, meskipun aku mempunyai sedikit uang, sebanyak apa pun uang tidak akan dapat menyembuhkan penyakitku. Aku khawatir, "Bagaimana aku harus terus bertahan dalam keadaan seperti ini?"

Di tengah rasa sakit dan kebingunganku, bibiku memberitakan Injil kepadaku lagi. Dia memutarkan sebuah lagu pujian untukku, yang berjudul "Nasib Manusia Ada di Tangan Tuhan". Aku mendengarkan lirik lagu pujian itu: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: meskipun manusia selalu terburu-buru dan menyibukkan diri mewakili dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Lagu ini langsung menyentuh hatiku. Selama bertahun-tahun, aku telah bekerja tanpa kenal lelah untuk menghasilkan uang dan menanggung banyak kesukaran hanya demi menjalani kehidupan yang dapat membuat iri orang lain. Namun, pada akhirnya, aku dan suamiku jatuh sakit dan berisiko lumpuh. Jika kami sampai meninggal, apalah gunanya semua uang yang telah kami hasilkan? Ketika memikirkan itu, aku menyadari bahwa nasib seseorang tidak berada di tangannya sendiri. Selama beberapa hari kemudian, bibiku datang untuk makan dan minum firman Tuhan bersamaku serta bersekutu denganku tentang asal-usul kemanusiaan, misteri tiga tahap pekerjaan Tuhan, dan maksud Tuhan dalam menyelamatkan umat manusia. Aku melihat bahwa Tuhan telah mengungkapkan begitu banyak kebenaran, dan bahwa firman Tuhan memiliki otoritas dan kuasa. Aku pun menjadi yakin bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan yang sejati dan dapat menyelamatkan umat manusia. Aku juga memberitakan Injil kepada suamiku, dan bersama-sama, kami menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman.

Setelah menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, aku membaca banyak bagian firman Tuhan. Suatu hari, aku membaca sejumlah firman Tuhan: "Ketika orang tidak tahu apa yang dimaksud dengan nasib atau tidak memahami kedaulatan Tuhan, mereka hanya berjuang dan tersandung dalam kabut berdasarkan keinginan mereka sendiri, dan bahwa perjalanan itu terlalu sulit, terlalu memilukan. Jadi, ketika orang menyadari bahwa Tuhan berdaulat atas nasib manusia, orang yang pintar memilih untuk menyadari dan menerima kedaulatan Tuhan, dan mengucapkan selamat tinggal pada hari-hari pedih yakni 'berusaha untuk membangun kehidupan yang baik dengan kedua tangan mereka sendiri', dan tidak lagi bergumul melawan nasib dan mengejar apa yang mereka sebut sebagai tujuan hidup dengan cara mereka sendiri. Ketika orang tidak memiliki Tuhan, ketika mereka tidak bisa melihat-Nya, ketika mereka tidak mampu mengetahui kedaulatan Tuhan dengan jelas, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, dan sangat menyakitkan. Di mana pun seseorang berada, apa pun pekerjaannya, cara bertahan hidup dan tujuan yang mereka kejar tidak menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan yang tak berkesudahan yang sulit untuk diatasi, sampai-sampai mereka tidak tahan ketika mengingat masa lalu mereka. Hanya dengan menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya, serta mengejar tercapainya kehidupan manusia yang sejati, barulah orang dapat berangsur-angsur melepaskan diri dari segala sakit hati dan penderitaan, dan lambat laun membebaskan diri dari semua kekosongan hidup manusia" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Dari firman Tuhan, aku melihat bahwa, jika orang tidak datang ke hadapan Tuhan, mereka hanya dapat hidup di bawah tipu daya Iblis, mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan. Hanya dengan datang ke hadapan Tuhan, tunduk pada kedaulatan dan penataan-Nya, serta mengejar sesuai dengan jalan yang telah Tuhan arahkan kepada kita, barulah kita bisa dilindungi oleh Tuhan dan terlepas dari bahaya Iblis. Jika dipikir-pikir, aku adalah orang yang banyak menderita di tangan Iblis. Sebelumnya, aku tidak mengakui kedaulatan Tuhan dan selalu ingin mengandalkan diri sendiri untuk keluar dari pegunungan dan menjalani hidup yang baik di kota besar yang dapat membuat orang lain iri. Namun, latar belakang keluarga suamiku tidak memenuhi hasratku. Jadi, aku ingin mengandalkan bekerja untuk menghasilkan uang dan mengubah nasibku yang miskin, menggunakan tanganku sendiri untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan menjadi orang kaya agar orang lain iri. Aku bekerja keras membanting tulang untuk menghasilkan uang. Meskipun pekerjaan itu benar-benar merusak tubuhku, hal itu tidak menghentikan pengejaranku akan kekayaan. Pada akhirnya, aku bukan hanya tidak menghasilkan banyak uang, tetapi juga sangat kelelahan dan jatuh sakit, dan bahkan berisiko lumpuh. Kenangan pedih ini membuatku sungguh merasa bahwa manusia tidak dapat mengendalikan nasib mereka sendiri sama sekali. Aku selalu ingin mengandalkan diriku sendiri untuk mengubah nasibku, tetapi akhirnya aku malah tersiksa oleh tipu daya Iblis.

Belakangan, aku bertanya kepada diriku sendiri, "Mengapa aku dahulu bersedia menderita dan bekerja keras untuk uang tetapi tidak bersedia percaya kepada Tuhan dan datang ke hadapan-Nya?" Aku dan suamiku membaca suatu bagian Tuhan firman Tuhan bersama-sama: "'Uang membuat dunia berputar' adalah salah satu falsafah Iblis. Falsafah ini tersebar luas di antara semua manusia, di tengah setiap masyarakat; dapat dikatakan bahwa ini adalah sebuah tren. Ini karena pepatah itu telah tertanam di dalam hati setiap orang, yang awalnya tidak menerima pepatah ini, tetapi kemudian diam-diam menerimanya ketika mereka mulai berhubungan dengan kehidupan nyata, dan mulai merasa bahwa kata-kata ini sebetulnya benar. Bukankah ini sebuah proses bagaimana Iblis merusak manusia? Mungkin orang tidak memahami pepatah ini pada tingkat yang sama, tetapi setiap orang memiliki tingkat pemahaman dan pengakuan yang berbeda mengenai pepatah ini berdasarkan pada hal-hal yang terjadi di sekitar mereka dan berdasarkan pengalaman pribadi mereka sendiri. Bukankah ini yang terjadi? Terlepas dari seberapa banyak pengalaman yang dialami seseorang dengan pepatah ini, apa efek negatif yang dapat ditimbulkan pepatah ini dalam hati seseorang? Sesuatu terungkap melalui watak manusia dari orang-orang di dunia ini, termasuk dari setiap orang di antaramu. Apakah sesuatu ini? Sesuatu ini adalah pemujaan orang terhadap uang. Apakah sulit untuk mengeluarkan ini dari hati seseorang? Ini sangat sulit! Tampaknya perusakan manusia oleh Iblis sudah sedemikian dalamnya! Iblis menggunakan uang untuk mencobai manusia dan merusak mereka agar mereka memuja uang dan menghormati hal-hal materi. Lalu bagaimanakah pemujaaan terhadap uang ini terwujud dalam diri manusia? Apakah engkau semua merasa bahwa engkau tidak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa uang, bahwa satu hari saja tanpa uang tak mungkin bagimu? Status orang didasarkan pada berapa banyak uang yang mereka miliki dan begitu pula kehormatan mereka. Punggung orang miskin membungkuk malu, sementara orang kaya menikmati status tinggi mereka. Mereka berdiri tegak dan bangga, berbicara keras-keras dan hidup dengan congkak. Apa yang ditimbulkan oleh pepatah dan tren ini terhadap manusia? Bukankah banyak orang mengorbankan apa pun demi mendapatkan uang? Bukankah banyak orang kehilangan martabat dan kejujuran mereka demi mendapatkan lebih banyak uang? Bukankah banyak orang kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas mereka dan mengikut Tuhan karena uang? Bukankah kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan diselamatkan adalah kerugian terbesar bagi manusia? Bukankah Iblis itu jahat, menggunakan cara dan pepatah ini untuk merusak manusia sampai tingkat seperti itu? Bukankah ini tipu muslihat yang kejam? Ketika engkau berubah dari keberatan dengan pepatah populer ini hingga akhirnya menerimanya sebagai kebenaran, hatimu jatuh sepenuhnya ke dalam cengkeraman Iblis, dan karena itu tanpa kausadari, engkau mulai hidup berdasarkan pepatah itu" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa orang menjauh dari Tuhan dan kebenaran karena mereka terpengaruh dan teracuni oleh berbagai sudut pandang keliru yang ditanamkan oleh Iblis. Iblis menggunakan pepatah seperti "Uang membuat dunia berputar" dan "Manusia mati demi mendapatkan kekayaan sama seperti burung mati demi mendapatkan makanan" untuk menggoda manusia untuk mengejar uang, sehingga mereka berjuang dan menjalani seluruh hidup mereka untuk menghasilkan uang. Aku sudah sangat menderita karena melakukan ini! Aku dahulu percaya bahwa hanya dengan menghasilkan uanglah aku dapat meningkatkan taraf hidupku, menikmati kehidupan duniawi yang berkualitas tinggi, memperoleh penghormatan dari orang lain, dan membuat iri orang lain. Ketika melaksanakan pekerjaan kasar, aku begadang sampai jam dua atau tiga dini hari setiap hari hanya untuk menghasilkan beberapa sen tambahan. Ketika bekerja di pabrik makanan, aku tidak tidur cukup, tetapi aku tidak pernah melewatkan kesempatan apa pun yang dapat kuambil untuk lembur dan mendapatkan lebih banyak uang. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam pekerjaan menggerinda itu benar-benar berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi karena gajinya bagus, aku bersedia melakukannya. Selama bertahun-tahun ini, aku hanya memikirkan cara untuk menghasilkan lebih banyak uang. Bahkan ketika semua pekerjaan berintensitas tinggi itu menyebabkan masalah kesehatan bagiku dan suamiku, aku tetap tidak mau menunda pekerjaan untuk beristirahat, terus mengingatkan diriku sendiri, "Jika ingin hidup yang baik, aku harus menguatkan tekad dan bertekun." Setelah bekerja keras, akhirnya kami benar-benar menghasilkan sejumlah uang serta dikagumi oleh para tetangga. Namun, aku dan suamiku telah merusak tubuh kami, dan, malangnya, uang yang telah kami hasilkan bahkan tidak cukup untuk membayar operasi kami. Selama ini, aku hidup berdasarkan racun Iblis yang berbunyi "Uang membuat dunia berputar" dan nyaris menjadi lumpuh. Yang lebih kusesali adalah, ketika bibiku membawakanku Injil akhir zaman Tuhan, aku menolaknya demi menghasilkan uang. Jika bukan karena Tuhan yang menggunakan bibiku untuk memberitakan Injil kepadaku lagi, aku mungkin nyaris kehilangan kesempatan untuk mengikuti Tuhan, memperoleh kebenaran, dan diselamatkan. Aku benar-benar bodoh! Baru pada titik itulah aku menyadari bahwa Iblis telah menggunakan uang untuk mengendalikan pikiranku dan menguasai hidupku, membuat hatiku makin jauh dari Tuhan. Taktik Iblis untuk menyesatkan manusia benar-benar tercela dan jahat!

Enam bulan kemudian, aku mulai melaksanakan tugas-tugasku di gereja. Awalnya, tugas-tugasku lumayan mudah dan tidak berpengaruh pada penghasilan yang kuperoleh dari pekerjaanku. Namun, belakangan, ketika aku menjadi pemimpin, beban kerjaku di gereja bertambah, dan aku pun merasa kekurangan waktu. Pada beberapa kesempatan, bosku menelepon ketika aku sedang menghadiri pertemuan. Aku khawatir jika keadaan terus begini, akhirnya pekerjaan dan pendapatanku akan terdampak. Lagi pula, pekerjaan ini tidak melelahkan, dan jika aku kehilangan itu, aku tidak akan mampu menghasilkan uang! Namun, aku tahu bahwa berusaha untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan tugas-tugasku akan menghambat pekerjaan gereja. Aku merasa sangat bimbang, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, tolong bimbinglah aku agar tidak terkekang oleh uang dan agar tidak kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas-tugasku."

Suatu hari, pengkhotbah memahami keadaanku serta makan dan minum suatu bagian firman Tuhan bersamaku: "Seandainya Aku menaruh sejumlah uang di hadapan engkau semua sekarang ini dan memberimu kebebasan untuk memilih—dan seandainya Aku tidak mengutuk engkau semua karena pilihanmu—maka sebagian besar dari engkau semua akan memilih uang dan meninggalkan kebenaran. Orang yang lebih baik di antara engkau semua akan meninggalkan uang dan memilih kebenaran dengan enggan, sedangkan mereka yang berada di tengah-tengah akan meraih uang itu dengan satu tangan dan kebenaran dengan tangan yang lain. Bukankah dengan demikian karakter aslimu akan terbukti dengan sendirinya? Ketika memilih antara kebenaran dan apa pun yang kepadanya engkau semua setia, engkau semua akan membuat pilihan ini, dan sikap engkau semua akan tetap sama. Bukankah demikian halnya? Bukankah banyak di antara engkau semua yang maju mundur antara benar dan salah? Dalam semua pergumulan antara yang positif dan negatif, hitam dan putih—antara keluarga dan Tuhan, anak-anak dan Tuhan, keharmonisan dan keretakan, kekayaan dan kemiskinan, status tinggi dan status biasa, didukung dan disisihkan, dan sebagainya—engkau semua tentu mengetahui pilihan yang telah kaubuat. Antara keluarga yang harmonis dan yang berantakan, engkau semua memilih yang pertama, dan engkau memilihnya tanpa keraguan; antara kekayaan dan tugas, lagi-lagi engkau semua memilih yang pertama, tanpa sedikit pun keinginan untuk berbalik; antara kemewahan dan kemiskinan, engkau semua memilih yang pertama; ketika memilih antara anak-anak lelaki, anak-anak perempuan, istri atau suami, dan Aku, engkau semua memilih yang pertama; dan antara gagasan dan kebenaran, sekali lagi engkau semua memilih yang pertama. Diperhadapkan pada segala macam perbuatan engkau semua yang jahat, Aku sama sekali kehilangan kepercayaan kepada engkau semua. Sungguh-sungguh mengejutkan bagi-Ku bahwa hatimu sungguh tidak dapat dilembutkan. Dedikasi yang telah kucurahkan selama bertahun-tahun secara mengejutkan tidak membawa apa-apa bagi-Ku selain engkau semua meninggalkan-Ku dan sikap pasrahmu, tetapi harapan-Ku terhadap engkau semua semakin bertumbuh setiap hari, karena hari-Ku sudah sepenuhnya disingkapkan di hadapan semua orang. Namun, engkau semua berkeras hati mengejar hal-hal yang gelap dan jahat, dan menolak untuk melepaskan hal-hal tersebut. Lalu, akan seperti apa kesudahan engkau semua? Pernahkah engkau semua memikirkan hal ini dengan saksama? Jika engkau semua diminta untuk memilih kembali, apa pendirianmu nanti? Akankah masih yang pertama? Apakah engkau semua masih akan mendatangkan kekecewaan dan kesedihan yang menyakitkan bagi-Ku? Apakah hati engkau semua masih akan memiliki hanya sedikit kehangatan? Apakah engkau semua masih tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghibur hati-Ku?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kepada Siapakah Engkau Setia?"). Dari pengungkapan firman Tuhan di atas, aku melihat bahwa setelah kita dirusak oleh Iblis, ketika ditawari pilihan antara uang dan kebenaran, kita tanpa ragu memilih uang dan meninggalkan kesempatan untuk mengejar kebenaran. Meskipun aku telah datang ke rumah Tuhan, dan melalui penyiraman firman Tuhan, aku telah memahami sejumlah kebenaran, ketika pekerjaan gereja berbenturan dengan kepentingan keuangan pribadiku, aku ragu-ragu dan menganggap uang lebih penting daripada kebenaran. Bukankah aku masih mengikuti Iblis? Setelah menyadari hal ini, aku mengerti bahwa ini adalah kesempatan dari Tuhan untukku memilih lagi, untuk melihat apakah aku akan mengikuti Iblis dan mengejar uang atau mengikuti Tuhan dan mengejar kebenaran. Ketika melihat saudara-saudari di sekitarku, aku menyadari bahwa mereka memahami makin banyak kebenaran selama berlatih melaksanakan tugas-tugas mereka di gereja. Aku melihat bahwa gereja sedang membinaku untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai pemimpin dengan harapan bahwa selama aku melakukan peranku, aku juga dapat memperoleh lebih banyak kebenaran. Aku tidak boleh kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran hanya demi mencari uang, dan aku tidak boleh mengecewakan maksud baik Tuhan. Aku juga selalu khawatir bahwa jika aku merelakan pekerjaanku dan berhenti menghasilkan uang, kondisi hidup kami akan menjadi lebih buruk dari orang lain. Namun, kenyataannya, meskipun kini aku memiliki sebuah rumah dan sejumlah uang lebih, tidak ada di antaranya yang kuhasilkan sendiri. Semuanya disediakan oleh Tuhan lewat peristiwa-peristiwa seperti pembongkaran rumah kami. Aku benar-benar menyadari bahwa banyaknya kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang tidak bisa dia tentukan sendiri, tetapi tunduk pada ketetapan Tuhan. Aku menyadari bahwa tidak peduli seberapa kerasnya aku berusaha dengan mengandalkan diriku sendiri, aku tidak akan mampu menghasilkan uang lebih daripada yang telah ditakdirkan untukku. Namun, aku masih khawatir bahwa jika aku tidak dapat menghasilkan uang, hidupku akan miskin dan aku tidak akan dihormati oleh orang lain. Jadi, aku bimbang antara uang dan tugas-tugasku. Bukankah aku berada di keadaan yang sama seperti ketika aku menolak Injil Tuhan di akhir zaman demi uang? Aku tidak boleh membuang lebih banyak waktu untuk mengejar uang dan kenikmatan, karena itu akan menyebabkanku kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan menuntunku ke kehancuran.

Belakangan, aku membaca bagian lain dari firman Tuhan: "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengorbankan dirimu untuk kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami lebih banyak penderitaan. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kenikmatan kehidupan keluarga yang harmonis, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas seumur hidupmu demi kenikmatan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan biasa dan duniawi, dan tidak memiliki tujuan apa pun untuk dikejar, bukankah ini berarti menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Firman Tuhan menyentuh hatiku, dan aku memahami bahwa datang ke hadapan Tuhan dan mengejar untuk memperoleh kebenaran adalah hal-hal yang sungguh bermakna dan berharga untuk dilakukan. Jika diingat-ingat lagi, bibiku memberitakan Injil kepadaku lima belas tahun lalu, tetapi aku menolaknya demi menghasilkan uang, dan aku telah melewatkan keselamatan dari Tuhan selama lima belas tahun! Selama bertahun-tahun itu, aku bekerja seperti robot, melaksanakan pekerjaan kasar dari hari ke hari dan bahkan tidak memberi waktu bagi diriku sendiri untuk beristirahat dan menarik napas. Hasilnya, aku terkena berbagai macam penyakit akibat kelelahan. Setelah lima belas tahun bekerja keras demi uang, akhirnya aku merasa kosong sepenuhnya, dan aku menyadari bahwa hidup seperti itu betul-betul tidak bermakna. Aku teringat akan seorang kerabatku, yang telah menghasilkan banyak uang, membuat iri semua orang di desa, dan menjadi pemilik bisnis, tetapi dia sering bersosialisasi dan minum-minum dengan rekan-rekan bisnisnya. Hal itu akhirnya menyebabkannya terkena penyakit liver karena keracunan alkohol. Dokter memintanya untuk tidak minum-minum lagi, tetapi untuk menghasilkan lebih banyak uang, dia tidak ragu untuk merusak tubuhnya dengan terus minum-minum dan bersosialisasi. Akhirnya, dia terkena kanker liver dan meninggal di usia muda. Aku ingat apa yang Tuhan Yesus katakan: "Apa untungnya jika seseorang mampu mendapatkan seluruh dunia, dan kehilangan jiwanya sendiri? Atau apa yang bisa diberikan seseorang sebagai ganti jiwanya?" (Matius 16:26). Firman Tuhan memberitahuku bahwa uang, ketenaran, dan keuntungan tidak dapat membeli kehidupan dan hanya dapat menuntun menuju kemusnahan. Jika aku tidak melaksanakan tugas-tugasku dengan benar dan terus menempuh jalan mengejar uang, tubuhku pasti akan hancur. Hidupku tidak hanya akan hancur, tetapi aku juga akan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Meskipun kini penghasilanku lebih sedikit daripada sebelumnya, aku dapat sering makan dan minum firman Tuhan dan mempersekutukan pengalaman dengan saudara-saudari, yang merupakan karunia dari Tuhan! Aku juga memahami bahwa Tuhan mengizinkanku berlatih melaksanakan tugas-tugasku di gereja agar aku dapat memperlengkapi diriku sendiri dengan lebih banyak kebenaran, mengenali cara-cara yang digunakan Iblis untuk membahayakan orang, mengenali watak-watak rusak Iblis dalam diriku, dan menemukan arah hidup yang benar dari firman Tuhan. Kebenaran yang seseorang peroleh dari Tuhan adalah kehidupan abadi, sesuatu yang tidak dapat direnggut oleh siapa pun. Hal itu tidak bisa dibandingkan dengan uang dan merupakan hal yang paling berharga dalam hidup. Ketika menyadarinya, aku berdoa kepada Tuhan bahwa aku bersedia merelakan pekerjaanku serta percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas-tugasku dengan benar di masa depan.

Belakangan, aku melepaskan pekerjaanku dan mengabdikan diri sepenuhnya pada tugas-tugasku. Kini, aku dan suamiku sehat, dan gejala-gejala pusing, sakit punggung, dan rasa tidak nyaman yang pernah kami rasakan telah hilang semuanya. Yang membuatku lebih gembira lagi adalah bahwa dengan berlatih dalam tugas-tugasku, aku telah memperoleh sejumlah pemahaman tentang watak rusakku. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkanku dari belenggu uang, ketenaran, dan keuntungan, serta membawaku ke hadapan-Nya dan memberiku lebih banyak kesempatan untuk memperoleh kebenaran.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pilihan Seorang Dokter

Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok Ketika aku masih kecil, keluargaku sangat miskin. Ibuku lumpuh, terbaring di tempat tidur, dan minum obat...

Tuhan Ada di Sisiku

Oleh Guozi, Amerika Serikat Aku dilahirkan dalam keluarga Kristen, dan ketika aku berusia satu tahun, ibuku menerima Tuhan yang...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh