Melihat Jati Diri Orang Tuaku

10 April 2022

Oleh Saudari Xin Che, Korea

Sejak kecil, orang tuaku adalah panutanku dalam mengikuti Tuhan. Mereka tampak berapi-api dalam iman mereka dan rela berkorban. Segera setelah menerima Tuhan Yang Mahakuasa, ibuku meninggalkan pekerjaan bagus untuk penuh waktu melakukan tugas. Dia terampil, berpengetahuan, dan rela membayar, jadi dia selalu punya tugas penting di gereja. Keluarga kami kemudian dilaporkan seorang Yudas, jadi orang tuaku membawaku bersembunyi untuk menghindari penangkapan PKT. Meski begitu, mereka tetap menjalankan tugas. Dengan kesederhanaan gaya hidup dan perilaku mereka yang tampak saleh dan sarat rohani, aku sering mendengar anggota gereja berkata kemanusiaan orang tuaku baik, mereka orang percaya sejati, dan mengejar kebenaran. Aku harus berpisah dari orang tuaku di usia 10 tahun karena penindasan Partai dan kami tidak bisa bertemu lagi, tapi mereka selalu mulia di mataku. Aku sangat menghormati mereka dan merasa iman mereka kepada Tuhan luar biasa, dengan segala pengorbanan dan mereka mengemban tugas penting, mereka pasti mengejar kebenaran, punya kemanusiaan baik, dan Tuhan memberi mereka perkenanan. Aku bahkan merasa mereka orang yang bisa diselamatkan. Aku sangat bangga punya orang tua seperti itu.

Kemudian, kami semua akhirnya melarikan diri ke luar negeri karena persekusi Partai. Saat menghubungi mereka setelah itu, kulihat mereka masih melakukan tugas di luar negeri. Terutama saat tahu ibuku punya peran penting sebagai pengawas, aku makin menghormati dia. Orang tuaku telah bertahun-tahun menjadi orang percaya dan berkorban banyak, mereka juga punya tugas penting. Mereka pasti pencari kebenaran, punya tingkat pertumbuhan, jadi di masa depan, aku bisa minta bantuan mereka setiap kali mengalami kesulitan. Itu bagus. Lalu, terkadang kami akan membicarakan keadaan kami masing-masing. Suatu saat, ayahku bilang dia melakukan tugas yang di matanya tidak perlu keterampilan teknis khusus, dan kesulitan dengan motivasinya, dia selalu ingin berganti tugas. Aku mengalami hal yang sama persis saat itu, jadi kami saling bersekutu dan berbagi beberapa firman Tuhan. Seiring waktu, dengan makan dan minum firman Tuhan serta mencari kebenaran, kulihat aku memilih-milih tugas. Aku ingin tugas yang membuatku terlihat baik, jika tidak, aku akan ceroboh. Itu sangat egois dan tidak menunjukkan iman sejati. Aku kemudian membenci diriku dan berhasil keluar dari keadaan itu. Tapi ayahku terjebak dan tidak termotivasi melakukan tugasnya. Aku bingung. Karena telah lebih dari satu dekade menjadi orang percaya, dia seharusnya punya tingkat pertumbuhan. Kenapa dia tidak bisa menyelesaikan masalah memilih-milih tugas? Aku juga sadar saat bicara dengan orang tuaku tentang masalahku, mereka mengirimiku firman Tuhan dan berbagi pandangan mereka, tetapi yang mereka katakan tidak membantuku. Aku mulai sedikit merasa mereka tidak memahami kebenaran seperti bayanganku.

Lalu, saudara-saudari bersekutu tentang menulis esai kesaksian. Sebagai orang percaya lama, orang tuaku pasti punya banyak pengalaman, terutama ibuku. Dia telah ditindas antikristus dan diusir dari gereja secara tidak adil, tapi terus menyebarkan Injil. Setelah diterima kembali, dia mencurahkan segalanya untuk tugas yang dia emban, dan tugasnya berubah beberapa kali, jadi dia pasti punya banyak pengalaman. Kupikir dia harus menulis tentang itu untuk bersaksi tentang Tuhan. Aku mulai sesekali mendesak ibuku menulis esai, tapi dia terus mengelak, berkata dia ingin, tetapi terlalu sibuk bekerja dan tidak bisa menemukan waktu luang. Kupikir dia benar-benar sibuk dengan tugasnya, tapi itu bukan alasan. Jika dia punya kesaksian untuk dibagikan, tidak akan lama menuliskannya. Menulis kesaksian tentang Tuhan dari masa dia beriman akan sangat bermakna! Aku terus mendorongnya, tapi dia tidak pernah menulis apa pun. Suatu kali, dia bilang tidak bisa mengatur pikirannya saat coba menulisnya dan tidak tahu harus mulai dari mana, jadi dia ingin mendiskusikannya denganku. Aku sangat senang. Aku sungguh ingin mendengar semua pengalamannya selama bertahun-tahun. Tapi aku sangat terkejut saat dia membicarakan apa yang terjadi dan kerusakan yang dia tunjukkan, dia tidak menceritakan pemahaman sesungguhnya, justru mengatakan banyak hal negatif, membatasi dirinya. Membicarakan pengalaman masa lalunya tampak sangat menyakitkan, seolah dia hanya tunduk tanpa pilihan. Aku tidak mendengarnya membicarakan yang dia peroleh dari situ. Aku merasa sangat kecewa setelah pembicaraan kami. Kupikir jika dia benar-benar mendapatkan sesuatu, betapa pun menyakitkannya saat itu, membaca firman Tuhan, mencari kebenaran, dan mempelajari kehendak-Nya akan membawa pemahaman nyata tentang dirinya dan Tuhan, lalu itu akhirnya akan membawa kenikmatan sejati. Tapi cara dia membicarakan pengalaman masa lalunya masih terdengar sangat menyakitkan, pemahamannya tentang dirinya pun perseptif dan tidak nyata. Bukankah itu berarti dia tidak punya pengalaman nyata? Aku tersadar—tidak heran dia begitu enggan menulis kesaksian untuk Tuhan. Berkata tidak punya waktu adalah kedok. Karena tidak mendapat kebenaran atau punya pencapaian nyata, dia tidak bisa menulis kesaksian. Ayahku mau mencoba menulis sesuatu, tapi esainya penuh hal-hal sepele dan tidak banyak membahas pengetahuan tentang dirinya atau pencapaiannya. Tidak sesuai dengan lamanya dia beriman. Aku ingat firman Tuhan, "Apakah engkau dapat diselamatkan atau tidak, bukanlah tergantung pada seberapa hebat senioritasmu atau berapa tahun engkau telah bekerja, apalagi tergantung pada berapa banyak kredensial yang telah engkau bangun. Sebaliknya, itu tergantung pada apakah pengejaranmu telah membuahkan hasil. Engkau harus tahu bahwa mereka yang diselamatkan adalah 'pohon' yang berbuah, bukan pohon dengan dedaunan rimbun dan bunga berlimpah tetapi tidak menghasilkan buah. Bahkan seandainya engkau telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berkeliaran di jalan, apa pentingnya itu? Di manakah kesaksianmu?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (7)"). Itu penyadar bagiku. Benar. Bagaimanapun senioritas seseorang, berapa banyak pun pekerjaan atau pengalaman mereka, tanpa pencapaian nyata dari yang mereka alami, tanpa mendapat kebenaran atau menjadi saksi, artinya mereka tak punya kehidupan. Orang seperti itu tidak akan pernah bisa diselamatkan. Saat ini jelas bagiku, aku sulit menggambarkan perasaanku. Citra tentang orang tuaku memahami kebenaran dan punya tingkat pertumbuhan runtuh untuk pertama kalinya. Aku tidak mengerti. Setelah bertahun-tahun beriman dan begitu banyak berkorban, kenapa mereka tidak mendapat kebenaran? Aku tidak bisa menahan diri dan diam-diam menangis. Kekagumanku kepada mereka berkurang setelah itu, tapi aku masih berpikir bagaimanapun, setelah berkorban banyak selama bertahun-tahun, setidaknya mereka orang percaya sejati dan kemanusiaannya layak. Jika bisa melakukan tugas dengan baik dan mulai mengejar kebenaran, mereka masih bisa diselamatkan. Tapi terjadi beberapa hal yang mengubah pandanganku tentang mereka.

Suatu hari, aku mendapati ayahku diberhentikan dari tugasnya karena selalu ceroboh dan malas, kinerjanya pun tidak baik. Tak lama, aku mengetahui ibuku juga diberhentikan karena kemanusiaannya buruk, tidak menjunjung kepentingan gereja, serta terlalu congkak, dan mengganggu dalam tugasnya. Aku kaget dan sulit percaya. Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah tidak mengemban tugas artinya disingkirkan? Mereka punya kemanusiaan yang buruk? Semua orang yang mengenal orang tuaku sebelumnya selalu berkata kemanusiaan mereka sangat baik, jika tidak, bagaimana mereka bisa begitu banyak berkorban? Pikiranku kacau dan segala macam kekhawatiran terus muncul. Aku bertanya-tanya bagaimana keadaan mereka, apakah mereka kesakitan. Aku merasa makin gelap dan tertekan sepanjang waktu, aku tahu ini pasti dilakukan berdasarkan prinsip kebenaran, bahwa itu benar, tapi aku sangat sulit menerimanya. Orang tuaku mengalami banyak hal, selalu dalam pelarian dari Partai Komunis, dan kami sangat lama terpisah. Aku sangat berharap kami akan bersatu kembali di kerajaan setelah Tuhan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Namun, setelah melalui banyak pasang surut dan melakukan banyak pekerjaan, bagaimana mereka bisa diberhentikan begitu saja? Aku makin kesal tentang itu dan tidak bisa menahan air mata. Selama beberapa hari, aku terus menghela napas dan tidak punya energi untuk tugasku. Setiap kali memikirkannya, aku merasa sangat kesal dan tak berdaya. Aku tiba-tiba kehilangan semua motivasi untuk mengejar. Aku tahu kondisiku tidak baik dan terus berkata kepada diriku, "Ibu dan Ayah diberhentikan karena alasan bagus. Tuhan itu benar." Tapi hatiku tak bisa menerimanya dan aku coba bernalar dengan Tuhan. Ada saudara-saudari yang tidak berkontribusi nyata kepada gereja atau melakukan tugas penting yang bisa mempertahankan tugas mereka, jadi kenapa ibu dan ayahku tidak bisa pertahankan tugas? Apa pun masalah di diri mereka, meski selama ini tidak berkontribusi, mereka telah berusaha keras, tidak bisakah mereka mendapat kesempatan lagi, mengingat semua penderitaan dan pekerjaan yang mereka lakukan? Aku tahu keadaanku tidak baik, aku keras hati dan tidak punya motivasi mencari kebenaran. Aku berdoa di hadapan Tuhan, "Ya Tuhan, ini sangat berat bagiku. Bimbing dan bantulah aku mengetahui kehendak-Mu."

Kemudian, aku menanyakan seorang saudari cara menangani keadaanku, dan tak bisa menahan air mata saat menjelaskan semuanya. Dia berkata kepadaku, "Orang tuamu diberhentikan dari tugas, tetapi mereka tidak dikeluarkan. Kenapa kau begitu kesal? Kau harus melihat ada kasih Tuhan di situ. Ini cara Tuhan memberi mereka kesempatan bertobat." Perkataannya sungguh membuka mataku. Benar. Tuhan tidak pernah mengatakan mencabut tugas berarti seseorang disingkirkan. Ada saudara-saudari yang baru merenungkan diri, menyesal, lalu benar-benar berubah dan bertobat setelah diberhentikan. Setelah itu, mereka mengemban tugas lagi. Bagaimanapun, punya tugas tidak berarti kau bisa diselamatkan sepenuhnya. Jika tidak mengejar kebenaran, kau masih bisa disingkap dan disingkirkan Tuhan. Bahkan, diberhentikan adalah Tuhan memberi orang tuaku kesempatan bertobat, tapi kupikir itu sama saja disingkirkan. Itu tidak sesuai dengan kebenaran. Berpikir seperti itu membuatku merasa lebih baik, tapi aku masih kesal tentang itu setiap kali memikirkannya. Aku selalu merasa gereja terlalu keras terhadap mereka.

Kemudian aku membaca dua kutipan firman Tuhan: "Ketika menghadapi masalah kehidupan nyata, bagaimana seharusnya engkau mengenal dan memahami otoritas Tuhan dan kedaulatan-Nya? Ketika engkau dihadapkan dengan masalah-masalah ini dan tidak tahu bagaimana memahami, menangani dan mengalami hal-hal ini, sikap apa yang harus engkau ambil untuk menunjukkan niatmu untuk tunduk, keinginanmu untuk tunduk, dan realitas ketundukanmu pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan? Pertama-tama, engkau harus belajar menunggu; lalu, engkau harus belajar mencari; kemudian engkau harus belajar tunduk. 'Menunggu' berarti menantikan waktu Tuhan, menantikan orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Dia atur bagimu, menantikan kehendak-Nya untuk secara berangsur-angsur terungkap dengan sendirinya bagimu" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Semakin engkau tidak memahami suatu hal tertentu, semakin engkau harus memiliki hati yang saleh dan takut akan Tuhan, serta sering datang ke hadapan Tuhan untuk mencari kehendak Tuhan dan kebenaran. Ketika engkau tidak memahami sesuatu, engkau membutuhkan pencerahan dan bimbingan Tuhan. Ketika engkau menemukan hal-hal yang tidak kaupahami, engkau membutuhkan lebih banyak pekerjaan Tuhan di dalam dirimu, dan ini adalah maksud baik Tuhan. Semakin engkau datang ke hadapan Tuhan, hatimu pun semakin dekat dengan Tuhan. Dan bukankah benar bahwa semakin hatimu dekat dengan Tuhan, semakin Tuhan berdiam di dalam hatimu? Jika Tuhan semakin berada di hati manusia, apakah keadaan, pencarian, dan kondisi mereka akan menjadi semakin baik atau semakin buruk? Pasti akan menjadi semakin baik" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). Aku sedikit lebih tenang setelah membaca firman Tuhan. Tuhan berfirman makin sedikit pemahamanmu atas sesuatu, makin kau harus mencari kebenaran dengan rasa hormat kepada Tuhan agar keadaanmu bisa terus meningkat. Tentang orang tuaku diberhentikan, aku tahu gereja benar dengan melakukan itu, dan aku tidak boleh mengeluh. Aku berusaha tidak berlarut-larut, tapi aku tidak benar-benar menyelesaikan kesalahpahamanku atau jarakku dari Tuhan. Setiap kali memikirkannya, aku masih merasakan sakit hati. Lalu, aku paham, saat kita bingung tentang sesuatu, kita harus mencari kebenaran, bukan ikut aturan dan membatasi diri, serta biarkan semuanya berlalu—bukan itu cara menyelesaikan masalah. Aku tidak benar-benar mengenal orang tuaku. Aku hanya tahu sepertinya mereka banyak berkorban dan orang lain berkata baik tentang mereka, tapi itu sepihak dan sempit. Aku ingin tahu pendapat saudara-saudari yang berhubungan dengan orang tuaku tentang mereka, tidak hanya menurut perasaanku sendiri. Aku mulai melihat secara spesifik perilaku orang tuaku dalam tugas. Saat membaca evaluasi orang lain tentang mereka, kulihat ayahku selalu ceroboh dan menghindari hal yang sulit, juga tidak mau melakukan apa pun yang harus dibayar mahal. Dia punya keterampilan, tapi selalu pasif dalam tugasnya tanpa mencapai banyak. Tugasnya diganti beberapa kali, tapi tidak satu pun dia lakukan dengan baik. Pada tugas Injil, dia tetap ceroboh dan mengelak dari kerja keras. Dia tidak bekerja tanpa pengawasan pengawas. Saat saudara-saudari menunjukkan masalah dalam tugasnya, dia tidak merenungkan diri, justru membuat alasan, berkata dia makin tua dan punya masalah kesehatan, serta tugas itu tidak sesuai dengan kelebihannya, jadi wajar jika ada masalah, dan orang lain berharap terlalu banyak. Dia diberhentikan saat tidak pernah mendapatkan hasil baik dalam tugasnya. Ibuku tampak sangat energik dan bisa membayar, tapi itu kedok—dia hanya bekerja sekenanya. Dia tidak melakukan kerja nyata, sehingga menghambat kemajuan pekerjaan gereja. Dia tidak bijak dalam menangani persembahan, yang menyebabkan banyak pemborosan tidak perlu dan hilangnya persembahan untuk rumah Tuhan. Dia melakukan banyak pekerjaan, tapi ada sangat banyak masalah dan kelalaian. Ini membawa kerugian besar bagi rumah Tuhan. Beberapa dari kekacauan itu masih ditangani. Dia juga selalu menjaga dirinya sendiri, melindungi kepentingannya alih-alih kepentingan rumah Tuhan. Terkadang saat sebaiknya dia yang menangani masalah mendesak, dia bersikeras mengirim orang lain, takut menyinggung perasaan seseorang. Itu menghambat pekerjaan rumah Tuhan. Saudara-saudari juga berkata dia sangat congkak dan keras kepala, serta memakai pengalamannya sebagai tumpuan, melakukan apa pun yang dia mau tanpa berdiskusi dengan orang lain. Dia menolak saran orang lain, posesif atas pekerjaannya sendiri, dan tidak transparan. Saudara-saudari tidak yakin tentang detail dari beberapa hal. Lalu, saat seseorang melakukan sesuatu yang tidak dia sukai, dia akan murka, lalu memarahi orang-orang. Orang lain merasa dibatasi olehnya, dan situasinya sangat buruk untuk seorang saudara sampai dia berkata kepada ibuku, "Saudari, aku tak punya kualitas. Bekerja denganku pasti beban untukmu, maafkan aku." Lalu, sebagian lainnya berkata jika bukan karena tugas, mereka tidak akan mau berinteraksi dengan orang seperti itu. Masalah ibuku sangat buruk, tapi dia tidak terima saat orang lain menunjukkan itu. Dia sangat bias dan menentang terhadap saudari yang mengawasi pekerjaannya. Dia pikir orang lain selalu sulit didekati dan tidak adil.

Sangat mengejutkan. Aku tidak ingin percaya orang tuaku seperti itu. Aku lalu membaca beberapa kutipan firman Tuhan. "Hati nurani dan nalar kedua-duanya seharusnya menjadi bagian dari kemanusiaan seseorang. Keduanya adalah hal yang paling mendasar dan paling penting. Orang macam apakah yang tidak memiliki hati nurani dan tidak memiliki nalar kemanusiaan yang normal? Secara umum, dia adalah orang yang tidak memiliki kemanusiaan, orang yang memiliki kemanusiaan yang sangat buruk. Secara lebih mendetail, apa perwujudan tidak adanya kemanusiaan yang diperlihatkan orang ini? Cobalah menganalisis ciri-ciri apa yang ditemukan dalam diri orang-orang semacam itu dan perwujudan spesifik apa yang mereka tunjukkan. (Mereka egois dan kejam.) Orang-orang yang egois dan kejam bersikap acuh tak acuh dalam tindakan mereka dan menjauh dari apa pun yang tidak berkaitan dengan mereka secara pribadi. Mereka tidak memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka juga tidak menunjukkan perhatian kepada kehendak Tuhan. Mereka tidak terbeban untuk memberi kesaksian tentang Tuhan atau melaksanakan tugas-tugas mereka, dan mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Ketika seseorang memiliki kemanusiaan yang baik, hati yang tulus, hati nurani, dan nalar, semua ini bukanlah hal-hal yang kosong atau samar yang tidak dapat dilihat atau disentuh, melainkan hal-hal yang dapat ditemukan di mana pun dalam kehidupan sehari-hari; semua hal itu adalah kenyataan. Katakanlah seseorang itu hebat dan sempurna: apakah itu sesuatu yang bisa kaulihat? Engkau tidak dapat melihat, menyentuh, atau bahkan membayangkan apa arti menjadi sempurna atau hebat. Namun, jika engkau mengatakan seseorang itu egois, dapatkah engkau melihat tindakan orang tersebut—dan apakah dia sesuai dengan deskripsinya? Jika seseorang dikatakan bersikap jujur dengan hati yang tulus, dapatkah engkau melihat perilaku ini? Jika seseorang dikatakan curang, bengkok, dan hina, dapatkah engkau melihat hal-hal itu? Bahkan jika engkau memejamkan matamu, engkau dapat merasakan apakah kemanusiaan orang itu lebih baik atau lebih buruk melalui apa yang dia katakan dan bagaimana dia bertindak. Oleh karena itu, 'kemanusiaan yang baik atau buruk' bukanlah kata-kata yang kosong. Sebagai contoh, keegoisan dan kehinaan, kebengkokan dan kecurangan, serta merasa diri benar adalah semua hal yang dapat kaupahami dalam hidup ketika engkau berinteraksi dengan seseorang; ini adalah unsur negatif kemanusiaan. Jadi, dapatkah unsur positif kemanusiaan yang seharusnya dimiliki manusia—seperti kejujuran dan cinta akan kebenaran—dilihat dalam kehidupan sehari-hari? Lalu dapatkah engkau melihat dan membedakan apakah seseorang memiliki pencerahan Roh Kudus atau tidak, apakah dia dapat memperoleh bimbingan Tuhan atau tidak, dan apakah Roh Kudus bekerja di dalam dirinya atau tidak? Bagaimana ini dapat dibedakan? (Dengan apa yang dia jalani dan esensi tindakannya.) Dengan apa yang dia jalani dan esensi tindakannya. Apa yang dibuktikan oleh kedua hal ini? Kedua hal ini membuktikan kualitas kemanusiaannya. Saat engkau berinteraksi dengan seseorang, apa yang kaulihat pertama kali? Bagaimana engkau bisa menentukan orang macam apa dirinya, apakah dia pencinta kebenaran atau tidak, apakah dia bisa menerimanya atau tidak, dan apakah dia bisa mendapatkannya atau tidak? Lihatlah dahulu kualitas kemanusiaannya. Jika mulut seseorang penuh dengan kata-kata yang terdengar manis, tetapi dia tidak melakukan apa pun yang nyata—ketika tiba saatnya untuk melakukan sesuatu yang nyata, dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak pernah memikirkan orang lain—lalu kemanusiaan macam apakah ini? (Keegoisan dan kehinaan. Dia tidak memiliki kemanusiaan.) Apakah mudah bagi seseorang yang tidak memiliki kemanusiaan untuk mendapatkan kebenaran? Itu sulit baginya. ... Jangan peduli pada apa yang dikatakan orang semacam itu; engkau harus melihat kehidupan yang dia jalani, apa yang dia singkapkan, dan apa sikapnya ketika dia melaksanakan tugas-tugasnya, serta apa keadaan batinnya dan apa yang dia sukai. Jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kesetiaannya kepada Tuhan, jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kepentingan rumah Tuhan, atau jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi perhatian yang dia tunjukkan untuk Tuhan, maka apakah orang semacam itu memiliki kemanusiaan? Ini bukanlah seseorang yang memiliki kemanusiaan. Perilakunya dapat dilihat oleh orang lain dan Tuhan. Sangatlah sulit bagi orang semacam itu untuk mendapatkan kebenaran" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku lihat dari firman Tuhan untuk menilai kemanusiaan seseorang, kita harus lihat sikap mereka terhadap amanat Tuhan dan kebenaran. Orang berkemanusiaan baik mengasihi kebenaran dan mempertimbangkan kehendak Tuhan dalam tugas. Mereka memperlakukan amanat Tuhan dengan bertanggung jawab, bisa dipercaya, dan melindungi kepentingan gereja. Orang dengan kemanusiaan buruk sangat egois dan keji, hanya memikirkan kepentingan sendiri. Mereka mengacaukan tugas, licik, dan hanya bicara, tanpa menyelesaikan pekerjaan. Mereka bahkan mungkin mengabaikan kepentingan rumah Tuhan dan mengkhianatinya untuk keuntungan sendiri. Melihat perilaku orang tuaku dalam terang firman Tuhan, kulihat mereka bukan orang baik yang kukira. Seperti ayahku—dia membuat banyak pengorbanan dangkal, tapi tidak punya beban dalam tugasnya, justru ceroboh dan mengelak dari kerja keras. Saat harus membayar, dia mencari banyak alasan untuk menjaga dagingnya, tidak mempertimbangkan kebutuhan gereja. Dalam tugasnya, dia harus terus diawasi dan didesak. Dia sangat pasif. Lalu, ibuku, meskipun selalu sibuk, bisa menderita untuk tugasnya, dan sepertinya menyelesaikan pekerjaan, tidak ada hasil nyata dari tugasnya, dan dia melakukannya hanya untuk pamer. Dia tampak sangat sibuk, tapi hanya mencari keuntungan cepat dan melakukan sesuatu untuk nama dan status sendiri. Bahkan saat menangani hal penting seperti persembahan, dia tidak menghormati Tuhan dan ini menyebabkan kerugian besar bagi rumah Tuhan. Dia melakukan banyak pekerjaan, tetapi masalah, kelalaian, dan kerugiannya lebih besar. Dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan gereja, dia tahu dia yang terbaik untuk pekerjaan itu, tapi bersikeras orang lain yang menanganinya. Dia tidak melindungi kepentingan gereja dalam hal-hal penting dan tidak sehati dengan Tuhan. Aku hanya lihat dia menyelesaikan banyak tugas dan membayar mahal, tapi tidak melihat motivasinya atau apa dia benar-benar mencapai sesuatu, apa dia benar-benar berkontribusi, atau menimbulkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan. Aku sadar mengevaluasi kemanusiaan seseorang bukan tentang pengorbanan atau usaha di permukaan, tapi apakah motivasi mereka benar, apa mereka sungguh memikirkan rumah Tuhan atau melakukan sesuatu untuk nama dan status sendiri. Orang dengan kemanusiaan baik mungkin tidak memahami kebenaran, tetapi hati mereka di tempat yang tepat dan mereka mengikuti hati nurani. Mereka membela rumah Tuhan dan mempertimbangkan kepentingannya, itulah sebabnya mereka punya pencapaian. Tapi orang berkemanusiaan buruk, sebanyak apa pun menderita dan bekerja keras, atau seandal apa pun bicara, mereka tak serius dalam segala hal, hanya mempertimbangkan dan merencanakan keuntungan sendiri tanpa memikirkan rumah Tuhan. Itu sebabnya pekerjaan mereka sarat kesalahan dan tidak mencapai apa pun. Mungkin mereka bisa menyelesaikan beberapa hal karena bakat atau pengalaman, tetapi dalam jangka panjang, kerugiannya melebihi keuntungannya karena kemanusiaan dan karakter mereka buruk. Mereka tidak bisa diandalkan dan tidak melakukan kerja nyata. Kau tidak pernah tahu kapan mereka bisa merugikan rumah Tuhan. Saat menyadari itu, aku sangat yakin orang tuaku tidak punya kemanusiaan yang baik.

Aku selalu memikirkan betapa banyak pengorbanan mereka, termasuk kehidupan yang sangat nyaman, melakukan tugas selama hampir dua dekade penuh pasang surut, jadi meski tidak mengejar kebenaran, setidaknya mereka orang percaya sejati yang baik. Banyak orang bisa menunjukkan kegigihannya menghadapi kesulitan, tetapi motivasi dan esensi di dalamnya bisa berbeda-beda. Aku tidak melihat apa yang mendorong mereka bekerja sangat keras atau apakah mereka mencapai sesuatu. Aku hanya melihat upaya di permukaan dan mengira mereka orang percaya sejati dengan kemanusiaan yang baik. Aku sangat dangkal dan sudut pandangku konyol. Sebagai orang percaya bertahun-tahun, kami telah mengalami penindasan Partai Komunis dan rasa sakit karena keluarga kami hancur, tapi kami menikmati begitu banyak kasih karunia Tuhan. Tuhan bukan hanya memberi kita begitu banyak kebenaran, Dia memberi kita makanan berlimpah yang kita butuhkan dalam hidup. Seseorang dengan hati nurani dan nalar harus berusaha yang terbaik untuk menjalankan tugas dan membalas kasih Tuhan. Tapi setelah bertahun-tahun beriman dan mempelajari begitu banyak doktrin, orang tuaku masih belum punya tanggung jawab paling dasar terhadap tugas mereka. Mereka bahkan tidak bisa melindungi kepentingan gereja. Berdasarkan perilaku mereka, mencabut tugas mereka adalah kebenaran Tuhan. Itu bukan hanya baik untuk pekerjaan gereja, tapi juga baik untuk mereka. Jika gagal dan jatuh bisa membantu mereka merenungkan diri dan berpaling kepada Tuhan, mengubah sikap mereka terhadap tugas, itu penyelamatan bagi mereka dan titik balik di jalan iman mereka. Jika terus berperilaku seperti itu, tanpa merenung, bertobat, atau berubah, mereka benar-benar bisa disingkap dan disingkirkan. Aku teringat firman Tuhan: "Besarnya penderitaan yang harus ditanggung seseorang dan jarak yang harus mereka tempuh di jalan mereka, semua itu ditetapkan oleh Tuhan, dan sesungguhnya tak seorang pun dapat membantu orang lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Yang bisa kulakukan hanya menunjukkan masalah yang kulihat dan berusaha keras membantu mereka, tapi untuk jalan yang mereka pilih, bukan hal yang perlu kukhawatirkan. Hatiku terasa jauh lebih cerah saat menyadari itu. Aku tak lagi resah dan menangisi mereka, tapi bisa mendekatinya dengan benar.

Aku kemudian membaca dua kutipan ini: "Engkau harus tahu orang-orang macam apa yang Aku inginkan; mereka yang tidak murni tidak diizinkan masuk ke dalam kerajaan, mereka yang tidak murni tidak diizinkan mencemarkan tanah yang kudus. Meskipun engkau mungkin sudah melakukan banyak pekerjaan, dan telah bekerja selama bertahun-tahun, pada akhirnya, jika engkau masih sangat kotor, maka menurut hukum Surga tidak dapat dibenarkan jika engkau berharap dapat masuk ke dalam kerajaan-Ku! Semenjak dunia dijadikan sampai saat ini, tak pernah Aku menawarkan jalan masuk yang mudah ke dalam kerajaan-Ku kepada orang-orang yang menjilat untuk mendapatkan perkenanan-Ku. Ini adalah peraturan surgawi, dan tak seorang pun dapat melanggarnya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). "Aku memutuskan tempat tujuan setiap orang bukan berdasarkan usia, senioritas, jumlah penderitaan, dan yang utama, bukan berdasarkan sejauh mana mereka mengundang rasa kasihan, tetapi berdasarkan apakah mereka memiliki kebenaran. Tidak ada pilihan lain selain ini. Engkau semua harus menyadari bahwa semua orang yang tidak mengikuti kehendak Tuhan juga akan dihukum. Ini adalah fakta yang tak dapat diubah" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Kutipan ini sungguh membuatku tergerak. Satu-satunya standar Tuhan untuk menetukan orang bisa diselamatkan adalah apa mereka punya kebenaran dan telah mengubah watak mereka. Tuhan telah bekerja selama ini dan mengungkapkan begitu banyak kebenaran, memberi kita persekutuan yang spesifik dan terperinci tentang jalan memasuki kebenaran dan mencapai penyelamatan. Selama seseorang bisa mengasihi dan menerima kebenaran, ada harapan untuk mendapat penyelamatan Tuhan. Namun, jika seseorang hanya bisa membuat pengorbanan dangkal bahkan setelah bertahun-tahun beriman, tanpa menerapkan kebenaran atau mengubah watak, mereka tidak menerima kebenaran, justru membenci kebenaran. Untuk orang seperti itu, sebanyak apa pun pengorbanan, selama apa pun bekerja, atau betapa pun pentingnya tugas mereka, jika mereka belum mendapat kebenaran atau ada perubahan watak pada akhirnya, justru masih memberontak dan menentang Tuhan, mengganggu pekerjaan gereja, mereka tidak bisa diselamatkan. Mereka yang melakukan banyak kejahatan akan dihukum oleh Tuhan, dan itu ditentukan oleh kebenaran Tuhan. Melihat itu, aku makin memahami bagaimana orang tuaku sampai ke titik itu. Mereka meninggalkan rumah dan pekerjaan, serta bekerja keras, tapi tidak mengasihi kebenaran. Mereka tak serius dan keras kepala dalam tugas, serta tidak merenungkan diri berdasarkan firman Tuhan. Saat saudara-saudari membicarakan masalah mereka, mereka hanya membuat alasan, selalu berpikir itu masalah orang lain, bahwa mereka berharap terlalu banyak. Artinya mereka membenci kebenaran dan tidak mau menerimanya, karena itulah watak mereka tidak berubah bahkan setelah bertahun-tahun beriman. Sebaliknya, seiring bertambahnya waktu sebagai orang percaya dan pengalaman kerja, mereka kian arogan. Aku bisa lihat dari cara mereka menangani kebenaran bahwa semua pengorbanan mereka bukan untuk mendapatkan kebenaran dan kehidupan, tetapi dilakukan dengan enggan, demi berkat. Sama seperti Paulus, yang dia lakukan hanyalah membuat kesepakatan dengan Tuhan. Dia bukan orang percaya sejati yang mengorbankan diri untuk Tuhan. Aku pun paham bahwa apakah seseorang mengejar kebenaran, punya kemanusiaan baik, dan bisa diselamatkan harus dinilai dari sikap mereka terhadap kebenaran. Kontribusi dangkal, sebanyak apa mereka bekerja, tugas apa yang telah mereka lakukan, semuanya tidak penting. Beberapa saudara-saudari mungkin tidak berkontribusi besar bagi gereja, dan tugas mereka terlihat tidak penting, tapi mereka teguh dan mengerahkan segenap hati ke situ. Orang yang fokus dalam tugasnya adalah mencari kebenaran, merenungkan kerusakan mereka, punya penyesalan pribadi dan menerapkan kebenaran, serta membuat perubahan dalam watak rusak mereka adalah tipe orang yang bisa berdiri teguh di rumah Tuhan. Makin dipikirkan, makin aku melihat kebenaran Tuhan. Standar Tuhan untuk mengevaluasi orang tidak pernah berubah. Aku hanya melihat penyelamatan sebagai hal yang melibatkan keberuntungan. Kupikir Tuhan tidak akan meninggalkan mereka yang telah berkorban besar dan bekerja keras meski tidak berkontribusi apa-apa. Tapi aku benar-benar melihat kebenaran Tuhan dalam kasus orang tuaku. Tuhan tidak menghakimi orang berdasarkan emosi atau gagasan manusia, Dia mengukur dan melihat setiap orang berdasarkan standar kebenaran. Termasuk orang-orang yang pernah memegang peran penting di gereja.

Aku membaca beberapa kutipan lagi kemudian yang sangat mencerahkan dan membuatku lega. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Suatu hari, ketika engkau memahami sedikit kebenaran, engkau tidak akan lagi berpikir bahwa ibumu adalah orang yang terbaik, atau orang tuamu adalah orang yang terbaik. Engkau akan menyadari bahwa mereka pun adalah bagian dari umat manusia yang rusak, dan bahwa watak rusak mereka semuanya sama. Satu-satunya yang membedakan mereka adalah hubungan darah mereka secara jasmani dengan dirimu. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka sama saja dengan orang tidak percaya. Engkau tidak akan lagi memandang mereka dari sudut pandang anggota keluarga, atau dari sudut pandang hubungan darahmu, melainkan dari sisi kebenaran. Apa aspek utama yang harus kaulihat? Engkau harus melihat pandangan mereka tentang kepercayaan kepada Tuhan, pandangan mereka tentang dunia, pandangan mereka tentang penanganan masalah, dan yang terpenting, sikap mereka terhadap Tuhan. Jika engkau melihat aspek-aspek ini secara akurat, engkau akan mampu melihat dengan jelas apakah mereka orang baik atau orang jahat. Jika suatu hari engkau dapat melihat dengan jelas bahwa mereka sama seperti dirimu, bahwa mereka adalah orang-orang dengan watak yang rusak, dan terlebih lagi, bahwa mereka bukanlah orang-orang baik hati yang memiliki kasih sejati terhadapmu seperti yang kaubayangkan, dan bahwa mereka sama sekali tidak mampu menuntunmu kepada kebenaran atau ke jalan yang benar dalam hidup, dan jika engkau dapat melihat dengan jelas bahwa apa yang telah mereka lakukan untukmu tidak memberikan manfaat yang besar bagimu, dan tidak bermakna apa pun bagimu untuk menempuh jalan yang benar dalam hidup, dan jika engkau juga mendapati bahwa banyak dari penerapan dan pendapat mereka bertentangan dengan kebenaran, bahwa semuanya itu berasal dari daging, dan ini membuatmu memandang rendah mereka, dan merasa jijik dan benci terhadap mereka, maka mengingat faktor-faktor ini, engkau akan mampu memperlakukan mereka dengan benar di dalam hatimu, dan engkau tidak akan lagi merindukan, mengkhawatirkan, dan tak mampu berpisah dari mereka. Mereka telah menyelesaikan tugas mereka sebagai orang tua, dan engkau tidak akan lagi memperlakukan mereka sebagai orang terdekatmu atau memuja mereka. Sebaliknya, engkau akan memperlakukan mereka sebagai orang biasa, dan pada waktu itulah engkau akan sepenuhnya melepaskan diri dari belenggu emosi dan benar-benar keluar dari emosi dan kasih sayang keluargamu" ("Hanya dengan Menyelesaikan Watak Rusakmu yang Dapat Membebaskanmu dari Keadaan Negatif" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Banyak orang menanggung banyak penderitaan emosional yang sia-sia. Semua itu adalah penderitaan yang berlebihan dan tidak berguna. Mengapa Kukatakan hal ini? Karena manusia selalu dikendalikan oleh emosi mereka sehingga tak mampu menerapkan kebenaran dan menaati Tuhan. Dikendalikan oleh emosi sangatlah merugikan bagi seseorang dalam memenuhi tugasnya dan mengikut Tuhan, dan itu juga merupakan penghalang besar bagi jalan masuknya ke dalam kehidupan. Oleh karena itu, penderitaan karena kendali emosi tidak ada gunanya, dan Tuhan tidak mengingat penderitaan seperti itu. Jadi, bagaimana engkau bisa terbebas dari penderitaan yang sia-sia ini? Engkau harus memahami kebenaran. Begitu engkau mengerti dan memahami esensi dari hubungan daging ini, engkau akan dengan mudah melepaskan diri dari kendali kedagingan. ... Iblis menggunakan kasih sayang keluarga untuk mengendalikan dan mengikat orang. Jika orang tidak memahami kebenaran, mereka akan dengan mudah tertipu. Orang sering membayar harga dan menderita, menangis, dan menanggung kesulitan demi orang tua dan kerabat mereka. Ini adalah kebebalan dan kebodohan. Engkau rela menderita seperti ini, itu murni disebabkan oleh dirimu sendiri, itu tidak berguna dan hal yang sia-sia untuk kautanggung; itu sama sekali tidak diingat oleh Tuhan, dan dapat dikatakan bahwa itu hanyalah murni penderitaan! Pada hari engkau memahami kebenaran, engkau akan dibebaskan, dan engkau akan merasa bahwa engkau bebal dan bodoh saat engkau menderita kesulitan itu, dan itu bukan salah siapa pun selain karena kebutaan, ketidaktahuanmu sendiri, kurangnya pemahaman akan kebenaran, dan kurangnya kejelasan dalam caramu memandang masalah" ("Hanya dengan Menyelesaikan Watak Rusakmu yang Dapat Membebaskanmu dari Keadaan Negatif" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca ini membuatku sangat emosional. Tuhan sangat memahami kita! Semua air mata dan penderitaanku yang tidak perlu adalah karena aku terlalu emosional dan tidak memahami banyak hal. Sebelumnya, aku tidak memahami kebenaran atau punya ketajaman atas orang tuaku, aku hanya berpikir mereka hebat, sangat mengagumkan, mereka panutanku dan aku harus berusaha menjadi seperti mereka. Aku bahkan berpikir mereka orang yang bisa diselamatkan, tapi saat melihat mereka dalam terang kebenaran dan firman Tuhan, kusadar betapa salahnya aku dan akhirnya punya ketajaman tentang orang macam apa mereka sebenarnya. Aku melihat banyak hal pada mereka yang bukan hanya tidak kusukai, tetapi juga kubenci. Aku berhenti memuji dan menghormati mereka, juga tidak lagi menderita atau menangisi mereka. Aku bisa melihat mereka secara akurat dan objektif.

Lewat situasi ini, kulihat bahwa aku terlalu mengkhawatirkan perasaanku, dan saat aku hidup dalam kasih sayang duniawi, aku hanya memikirkan bagaimana orang tuaku menderita, dan aku tidak bisa menerima cara rumah Tuhan menangani masalah. Aku menentang, bahkan merasa Tuhan tidak benar. Kemudian aku sadar kenapa Tuhan membenci kasih sayang manusia. Karena itu membuat kita bingung antara benar dan salah, baik dan jahat, serta menjauhkan kita dari Tuhan. Aku tidak mengenal diriku sebelumnya. Saat saudara-saudari melihat kerabat mereka dipecat atau diusir, lalu menangis berhari-hari, aku memandang rendah mereka. Kupikir jika itu terjadi kepadaku, aku tidak akan selemah itu. Tapi saat aku benar-benar menghadapi hal yang sama, aku jauh lebih lemah daripada orang lain, aku hancur lebur. Aku bukan hanya menangis beberapa kali, aku depresi dan itu berdampak pada tugasku. Kulihat aku naif dan bodoh, juga sama sekali tidak masuk akal. Lewat pengalaman ini, aku mendapatkan pemahaman tentang saudara-saudari yang berjuang melepaskan diri dari kasih sayang duniawi, dan aku merasa malu karena ketidaktahuan dan kesombonganku di masa lalu. Aku juga belajar bahwa ada kebenaran yang harus dicari dalam segala hal yang terjadi. Selalu ada kesempatan belajar dan mengembangkan ketajaman. Kita harus memperlakukan semua orang di sekitar kita, bahkan orang tua sendiri, sesuai dengan firman Tuhan dan kebenaran. Maka kita tidak akan melihat mereka melalui kasih sayang dan imajinasi kita, juga melakukan hal-hal yang melawan Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait