Apa Itu Sifat dari Kasih Tuhan?

16 September 2019

Ibu Siqiu Kota Suihua, Propinsi Heilongjiang

Setiap kali melihat penggalan firman Tuhan berikut ini, "Jika engkau selalu sangat setia kepada-Ku dan sangat mengasihi-Ku, tetapi engkau menanggung siksaan penyakit, kemiskinan, dan ditinggalkan teman-teman dan saudaramu, atau jika engkau menanggung kemalangan lain dalam hidupmu, akankah kesetiaanmu dan kasihmu kepada-Ku tetap berlanjut?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Masalah yang Sangat Serius: Pengkhianatan (2)"). aku sungguh merasa tidak bahagia—rasa getir merayapi diriku dan dalam diam hatiku berkeluh-kesah: Ya, Tuhan! Bagaimana mungkin Dikau membiarkan mereka yang setia kepada-Mu dan mencintai-Mu mengalami kemalangan seperti itu? Akibatnya, aku kesulitan memahami maknanya bahwa saudara yang diutus dari atas yang berkata, "Permintaan terakhir dari Tuhan adalah mengasihi dan tulus."

Baru-baru ini, saudari kita yang bekerja sama denganku mengalami gangguan hipertiroidisme. Secara bertahap, kondisinya sedemikian rupa sehingga dia harus makan enam kali sehari. Gangguan kesehatan itu menyebabkan daya tahannya berangsur-angsur turun, dan setiap hari dia hidup dalam kondisi depresi, lemah dan lelah. Tubuhnya tidak dapat mengikuti keinginannya untuk memenuhi tugasnya dan penyakitnya kian bertambah parah. Aku tak mengerti mengapa ini terjadi: "dia telah meninggalkan keluarganya, memiliki pekerjaan dengan gaji tinggi yang sangat memungkinkan dia mengabdikan diri demi pemenuhan tugasnya, dan dia sangat setia. Bagaimana mungkin, sebagai balasan atas semua yang telah diberikannya, dia dibebani dengan siksaan penyakit ini? ..." Tidak kuungkapkan perasaanku dalam kata-kata, tetapi hatiku penuh gejolak—setiap kali ada yang mengangkat masalah ini, aku tidak dapat tinggal diam.

Tidak lama berselang, aku dan saudariku itu berpisah, tetapi tidak pernah kulupakan dia. Suatu hari, aku menanyakan keadaannya kepada pemimpinku yang lantas berkata, "Mula-mula kondisinya sangat negatif, dan dia menolak untuk mengenali pekerjaan Tuhan. Belakangan, dia secara sadar menyesuaikan kondisinya, mencari tahu kehendak Tuhan dalam siksaan penyakitnya. Melalui firman Tuhan, dia mulai tahu diri dan sadar bahwa dia tidak memiliki iman yang sejati. Dalam imannya masih ada unsur 'pertukaran,' masih ada keinginan untuk mendapatkan berkat melalui imannya kepada Tuhan. Dia juga mengenali banyak unsur pemberontakan lainnya dalam dirinya. Begitu dia sadar akan semua hal yang menyangkut dirinya ini, kesehatannya membaik secara dramatis. Dia pulih dari hari ke hari, kembali makan tiga kali sehari, dan kondisinya jauh lebih baik. Dia bahkan sanggup membantu saudara-saudari dari keluarga asuhnya menyesuaikan kondisi mereka ...." Ketika kudengar kabar baik ini, aku terkejut sekali. Kukira siksaan penyakit akan menggerogoti keteguhan hatinya dan menyebabkan dia menderita. Rapuh oleh penyakit, aku yakin keberadaannya dalam perjalanan ke depan akan semakin tidak jelas. Aku bahkan curiga bahwa dia mungkin tidak dapat berjalan terus. Hari ini, dihadapkan dengan realitas situasinya yang jauh lebih baik, aku tercengang. Bukan saja tidak kehilangan iman, tetapi juga, melalui pemurnian oleh penyakitnya, dia telah benar-benar memahami pekerjaan Tuhan dan mengenali kerusakannya sendiri. Dia telah belajar dari pengalamannya dan memperbaiki hidupnya. Apakah penyakit ini bukan pengejawantahan dari kasih sejati Tuhan dan keselamatan nyata manusia?

Kemudian, aku membaca ayat berikut ini dari suatu khotbah: "Kelima, Tuhan berfirman: 'Jika engkau selalu sangat setia kepada-Ku dan sangat mengasihi-Ku, tetapi engkau menanggung siksaan penyakit, kemiskinan, dan ditinggalkan teman-teman dan saudaramu, atau jika engkau menanggung kemalangan lain dalam hidupmu, akankah kesetiaanmu dan kasihmu kepada-Ku tetap berlanjut?' Pekerjaan Tuhan tidak sejalan dengan gagasan manusia. Tuhan telah bekerja berdasarkan prinsip ini untuk membawa keselamatan kepada manusia sepanjang zaman. Semua orang yang telah mengalami pekerjaan Tuhan ini akan menyadari fakta ini. Mereka setia dan mengasihi Tuhan dan pada gilirannya Tuhan menanamkan kasih-Nya dalam diri mereka. ... Jika kita sungguh-sungguh mengasihi dan setia kepada Tuhan ketika mengalami segala macam kemalangan, ini juga merupakan pengejawantahan dari kasih Tuhan. Jika kita sungguh-sungguh memahami kehendak Tuhan, kita harus lebih setia dan mengasihi Tuhan bahkan sampai akhir. Jika kita tidak dapat memahami kehendak Tuhan dalam pencobaan dan bahkan salah mengerti Tuhan dan mengkhianati Tuhan, kita tentu tidak mengenali pekerjaan Tuhan. Sekalipun kita mengasihi dan setia kepada Tuhan, masih ada unsur pengkhianatan dalam diri kita. Tidak seorang pun akan menyanggah hal ini. Tuhan menguji dan memurnikan manusia untuk memurnikan dan menyelamatkannya" (Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan). Hanya setelah membaca penggalan persekutuan ini baru kusadari bahwa aku selalu menghakimi pekerjaan Tuhan dalam kerangka pemikiranku yang terikat kedagingan. Secara keliru aku percaya bahwa kasih Tuhan terdiri atas anugerah yang berlimpah dan jaminan akan sukacita dan kedamaian lahiriah. Aku tidak pernah berpikir bahwa penderitaan adalah bentuk berkat Tuhan. Hanya setelah belajar dari pengalaman saudariku, baru kusadari bahwa pemurnian oleh penderitaan adalah pengejawantahan sejati dari kasih Tuhan. Tuhan menciptakan situasi tertentu dan menimbulkan kemalangan bagi umat-Nya—baik melalui penyakit fisik, kesulitan keuangan, atau kesulitan lainnya—bukan karena niat jahat tetapi karena kebaikan kasih-Nya. Untuk mengatasi kerusakan dan ketidakcakapan manusia, Tuhan menciptakan segala macam situasi untuk menguji dan memurnikan manusia. Tuhan bekerja melalui penderitaan ini untuk menyucikan, mengubah, dan memberi hidup kepada manusia. Meskipun raga manusia harus mengalami kesulitan yang luar biasa dalam proses pemurnian, yang dapat dianggap sebagai kemalangan atau hal buruk, ini mengungkapkan banyak ketidaksucian, niat dan pandangan yang keliru, hasrat yang muluk-muluk, serta sasaran pengejaran yang salah, yang manusia miliki dalam imannya kepada Tuhan, supaya manusia dapat mengenal dirinya sendiri, dan dapat memiliki hubungan yang semakin normal dengan-Nya sehingga lambat-laun manusia dapat menumbuhkembangkan kasih akan Tuhan di dalam hatinya. Manfaat seperti itu tidak dapat diperoleh melalui hidup dalam kesenangan. Ketika manusia menyerap pelajaran dari pelbagai derita pencobaan dan merenungkan kembali perjalanannya, dia akhirnya paham bahwa penghakiman dan hajaran Tuhan, penyiksaan (tulah) dan disiplin-Nya, semuanya diresapi dengan kasih-Nya yang tak berkesudahan. Kasih Tuhan tidak hanya menguatkan, menyehatkan, dan berbelas kasih. Bukan hanya tentang pemberian manfaat lahiriah, melainkan juga pemurnian, penyiksaan, dan disiplin.

Ya, Tuhan! Terima kasih telah bekerja melalui semua aspek di sekitarku untuk memperbaiki cara berpikirku yang absurd dan sesat, dan memungkinkan aku untuk melihat bahwa sekalipun kasih-Mu tidak sejalan dengan gagasan kami, pengejawantahannya selalu ditujukan untuk memperbaiki dan menyelamatkan kami. Tindakan kasih-Mu selalu dijiwai dengan kesungguhan hati dan hikmat yang tak terperikan. Aku pun sadar bahwa sebelumnya tidak kupunya sedikit pun pengertian akan Dikau dan tidak kupahami bahwa kasih-Mu sering tersembunyi dalam pelbagai situasi. Ya, Tuhan! Untuk mengagungkan kasih yang Kaubagikan kepada umat manusia, kupanjatkan puji dan syukur! Aku pun berharap semoga suatu hari nanti aku juga akan menerima kasih seperti ini. Seandainya kasih ini dicurahkan kepadaku, aku bersumpah untuk menerima setiap tingkat penderitaan, sehingga aku boleh mengalami dan bersaksi tentang kasih-Mu.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Buah dari Membagikan Injil

Oleh Saudari Chu Xin, Korea Beberapa waktu lalu, aku bertemu seorang Kristen Filipina secara daring, bernama Teresa. Makin mengenalnya,...

Tinggalkan Balasan