Pengalamanku Membagikan Injil di sebuah Sekolah

30 Agustus 2023

Oleh Saudara Yan Liang, Myanmar

Aku lahir dalam keluarga biasa di Myanmar utara. Pada Desember 2018, aku menerima pekerjaan akhir zaman Tuhan Yang Mahakuasa, dan menghadiri pertemuan sambil belajar. Aku lulus tahun 2021 dan ditugaskan mengajar di daerah pegunungan terpencil. Meskipun aku seorang guru, aku juga tentara. Aku harus mematuhi atasanku dalam segala tindakanku. Jika tidak, aku akan ditugaskan ke hutan di bagian paling berbahaya dan terpencil di garis depan. Aku mengingat kata-kata atasanku dan menghabiskan hari-hariku mengajar dengan rajin. Karena perilakuku baik, kepala sekolah memintaku mengawasi serikat murid. Meskipun sibuk dengan pekerjaan setiap hari, aku merasa hampa di dalam. Aku juga mendapati koneksi internet di wilayah itu sangat buruk jadi aku tak bisa ikut pertemuan dengan yang lain. Aku tiba tepat di awal pandemi, dengan semua kota dan jalan ditutup, aku kehilangan kontak dengan yang lain selama satu semester penuh. Meskipun tak berhubungan dengan yang lain, aku masih berdoa dan membaca firman Tuhan. Suatu kali, aku membaca sebuah kutipan firman Tuhan yang sangat memotivasiku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sadarkah engkau akan beban yang engkau pikul, akan amanatmu, dan tanggung jawabmu? Di manakah rasa bermisimu yang bersejarah itu? Bagaimana engkau akan melayani secara memadai sebagai seorang tuan di masa yang akan datang? Apakah engkau memiliki rasa pertuanan yang kuat? Bagaimana engkau akan menjelaskan tentang tuan atas segala sesuatu? Apakah itu berarti benar-benar tuan atas semua makhluk hidup dan atas semua hal jasmani di dunia? Rencana apa yang engkau miliki bagi kemajuan tahap pekerjaan berikutnya? Berapa banyak orang yang menantikanmu untuk menjadi gembala mereka? Apakah tugasmu berat? ... Pernahkah terlintas dalam benakmu betapa sedih dan cemasnya hati Tuhan? Bagaimana Dia sanggup menyaksikan manusia lugu yang telah Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, menderita siksaan seperti itu? Manusia, bagaimanapun juga, adalah korban yang telah diracuni. Dan walaupun manusia telah bertahan hingga sekarang, siapa yang pernah mengetahui bahwa umat manusia sudah lama diracuni oleh si jahat? Sudah lupakah engkau bahwa engkau adalah salah satu dari korban-korban itu? Bersediakah engkau berjuang, demi kasihmu kepada Tuhan, untuk menyelamatkan orang-orang yang bertahan ini? Tidak bersediakah engkau mencurahkan segenap tenagamu untuk membalas kebaikan Tuhan, yang mengasihi manusia seperti darah dan daging-Nya sendiri? Kesimpulannya, bagaimana engkau menafsirkan tentang dipakai oleh Tuhan untuk menjalani hidup yang luar biasa? Apakah engkau sungguh-sungguh memiliki ketetapan hati dan keyakinan untuk menjalani hidup yang penuh makna sebagai orang saleh yang melayani Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Seharusnya Engkau Mengelola Misimu yang akan Datang?"). Setelah membaca ini, aku memahami kehendak mendesak Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Dia berharap makin banyak orang percaya sejati bisa mendapatkan keselamatan-Nya. Ini keinginan-Nya yang paling mendesak. Sebagai orang percaya, aku punya kewajiban menyebarkan Injil Tuhan. Ini tugasku sebagai makhluk ciptaan. Aku telah beriman hampir tiga tahun, telah makan dan minum firman Tuhan, dan memahami sedikit kebenaran. Meskipun tak bisa normal ikut pertemuan karena pekerjaan dan internet yang buruk, aku masih bisa menyebarkan Injil. Aku bisa membawa lebih banyak orang ke hadapan Tuhan untuk menerima penyelamatan-Nya pada akhir zaman. Bencana makin meningkat, dan pandemi makin parah, tapi begitu banyak orang belum mendengar suara Tuhan atau menerima penyelamatan-Nya, yang membuat Tuhan sedih dan khawatir. Aku harus punya hati nurani. Aku harus membagikan Injil, membawa orang berkemanusiaan baik yang percaya Tuhan ke hadapan-Nya dan melakukan tugasku untuk memuaskan Dia. Namun tingkat pertumbuhan dan pemahamanku akan kebenaran terbatas, juga tak tahu cara berkhotbah. Aku bersedia, tapi tak mampu. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Tingkat pertumbuhanku kecil dan tak tahu cara berkhotbah. Tolong bimbing aku untuk membawa orang-orang beriman sejati ke hadapan-Mu. Aku tahu menyebarkan Injil tak mudah, tapi dengan bimbingan-Mu, aku yakin bisa membawa mereka ke hadapan-Mu."

Aku berencana membagikan Injil kepada kolega dan muridku. Namun, saat itu aku merasa bimbang. Karena atasanku memberitahuku aku adalah guru dan tentara, jadi aku hanya bisa melakukan yang berhubungan dengan mengajar, dan jika ketahuan, aku akan dikirim ke garis depan, yang sering dilanda konflik dan serangan teroris, dan aku bisa mati kapan saja. Aku juga mendengar kepala sekolah terakhir di sekolah itu adalah orang Kristen dan dia dipindahkan ke sekolah lain oleh atasannya kerena berkhotbah kepada murid-muridnya, jabatannya diturunkan menjadi guru biasa, dan jika melanggar peraturan lagi, dia akan dikirim ke garis depan. Memikirkan semua ini, aku merasa takut. Kupikir: "Kepala sekolah itu masih bisa mengajar setelah dicopot, tapi aku hanya guru biasa. Jika mereka tahu aku berkhotbah, aku akan langsung dikirim ke garis depan tanpa kesempatan menjadi guru. Kehilangan pekerjaan bisa kutanggung; masalah sebenarnya adalah aku bisa mati kapan pun di tempat berbahaya seperti itu." Pemikiran ini membuatku terlalu takut untuk berkhotbah di sekolah. Namun, aku memikirkan pekerjaan Tuhan akan segera berakhir dan bencana makin meningkat, jika aku tak berkhotbah kepada kolega, teman, dan muridku, serta membawa mereka ke hadapan Tuhan, suatu hari mereka akan ditelan bencana, dihukum dan kehilangan kesempatan diselamatkan. Kehendak mendesak Tuhan adalah Injil kerajaan tersebar dan menyelamatkan yang bisa diselamatkan, tapi aku hanya mengkhawatirkan masa depan dan nasibku sendiri, serta terlalu takut menyebarkan Injil pada akhir zaman. Aku benar-benar mengecewakan Tuhan! Aku merasa sangat bimbang. Aku lalu membaca beberapa kutipan firman Tuhan yang memberiku iman. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau tidak perlu takut akan ini dan itu; sebanyak apa pun kesulitan dan bahaya yang mungkin engkau hadapi, engkau mampu tetap tenang di hadapan-Ku; tidak terhalang oleh rintangan apa pun sehingga kehendak-Ku dapat terlaksana. Ini adalah tugasmu .... Engkau harus menanggung semuanya; engkau harus siap untuk melepaskan segala yang engkau miliki untuk-Ku dan melakukan segala yang kaubisa untuk mengikuti-Ku, dan siap sedia untuk mengorbankan segalanya. Inilah saatnya Aku akan mengujimu: akankah engkau memberikan kesetiaanmu kepada-Ku? Dapatkah engkau mengikuti-Ku sampai akhir dengan setia? Janganlah takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang mampu menghalangi jalan ini? Ingatlah ini! Jangan lupa! Semua yang terjadi adalah oleh maksud baik-Ku dan semuanya berada dalam pengamatan-Ku. Dapatkah engkau mengikuti firman-Ku dalam segala yang kaukatakan dan lakukan? Ketika ujian api menimpamu, akankah engkau berlutut dan berseru? Ataukah engkau akan gemetar ketakutan, tidak mampu bergerak maju?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). "Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, apa yang harus kaulakukan? Engkau harus melaksanakan tugasmu, melakukan apa yang seharusnya kaulakukan dengan sepenuh hati, pikiran, dan kekuatanmu. Selebihnya—hal-hal yang berkaitan dengan prospek dan nasib, serta tempat tujuan masa depan umat manusia—hal-hal ini bukanlah sesuatu yang dapat kauputuskan, semuanya berada di tangan Tuhan, semua ini diperintah dan diatur oleh Sang Pencipta, dan tidak ada hubungannya dengan makhluk ciptaan apa pun. ... Engkau harus mengakui satu fakta: seperti apa pun janji itu, entah itu janji yang baik atau biasa, menyenangkan atau tidak menarik, semuanya diperintah, diatur, dan ditentukan oleh Sang Pencipta. Mengikuti dan mengejar arah dan jalan yang benar yang ditunjukkan oleh Sang Pencipta adalah satu-satunya tugas dan kewajiban makhluk ciptaan. Tentang apa yang pada akhirnya kaudapatkan, dan bagian mana dari janji-janji Tuhan yang kauterima, semua ini didasarkan pada pengejaranmu, pada jalan yang kautempuh, dan pada apa yang diperintahkan oleh Sang Pencipta" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Sembilan)). Firman Tuhan dengan jelas memberitahuku agar tak takut dan semuanya ada di tangan Tuhan. Entah terus menjadi guru atau dikirim ke garis depan tidak tergantung pada manusia, hanya Tuhan. Bukan tergantung kepala sekolah atau para pemimpin. Aku harus punya iman kepada Tuhan. Dengan Tuhan di belakangku, aku tak perlu takut, betapa pun sulitnya menyebarkan Injil. Aku selalu takut jika sekolah tahu aku berkhotbah, aku akan dikirim ke garis depan dan nyawaku terancam, jadi aku tak berani membagikan Injil. Aku sama sekali tak punya iman kepada Tuhan. Firman Tuhan ini yang paling menyentuhku: "Engkau harus melaksanakan tugasmu, melakukan apa yang seharusnya kaulakukan dengan sepenuh hati, pikiran, dan kekuatanmu. Selebihnya—hal-hal yang berkaitan dengan prospek dan nasib, serta tempat tujuan masa depan umat manusia—hal-hal ini bukanlah sesuatu yang dapat kauputuskan, semuanya berada di tangan Tuhan, semua ini diperintah dan diatur oleh Sang Pencipta, dan tidak ada hubungannya dengan makhluk ciptaan apa pun." Aku merasa jauh lebih bersemangat. Sebagai makhluk ciptaan, aku harus melakukan tugasku dan memenuhinya dengan sepenuh hati. Apa pun yang terjadi dengan pekerjaanku, entah aku dikirim ke garis depan, atau nyawaku terancam, semua ini ditentukan dan diatur oleh Tuhan Pencipta. Aku selalu khawatir pemimpin akan memindahkanku ke garis depan jika ketahuan berkhotbah karena aku tak memahami kedaulatan Tuhan yang mahakuasa, seolah-olah nasibku bisa diputuskan oleh pemimpin. Aku sangat bodoh. Bencana dan pandemi sama-sama memburuk sekarang dan kita tak boleh membuang waktu. Aku cukup beruntung menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, tapi tak berkhotbah kepada orang-orang di sekitarku. Aku berutang budi kepada orang-orang dan memberontak melawan Tuhan, hati nuraniku juga tak bisa menemukan kedamaian. Menyadari ini, aku mendapatkan iman. Aku rela mengesampingkan kekhawatiranku dan melakukan tugasku—berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan.

Aku lalu bertanya-tanya, "Kenapa dikirim ke garis depan membuatku takut sampai tak berani melakukan tugasku? Apa yang sebenarnya membatasiku?" Kemudian, aku melihat ini dalam firman Tuhan. "Hal yang paling menyedihkan mengenai kepercayaan umat manusia kepada Tuhan adalah bahwa manusia melakukan pengelolaannya sendiri di tengah-tengah pekerjaan Tuhan dan tidak mengindahkan pengelolaan Tuhan. Kegagalan manusia yang terbesar terletak pada fakta bahwa, sementara mereka berusaha untuk tunduk kepada Tuhan dan menyembah Dia, manusia membangun tempat tujuannya sendiri dan merencanakan bagaimana menerima berkat terbesar dan tempat tujuan yang terbaik. Bahkan jika orang memahami betapa malang, menjijikkan, dan menyedihkannya keadaan mereka, berapa banyakkah yang rela meninggalkan cita-cita dan harapan mereka? Dan siapakah yang dapat menghentikan langkah mereka sendiri dan berhenti dari hanya memikirkan diri mereka sendiri? Tuhan membutuhkan orang-orang yang mau bekerja sama secara dekat dengan-Nya untuk menyelesaikan pengelolaan-Nya. Dia membutuhkan orang-orang yang mau tunduk kepada-Nya dengan mengabdikan seluruh pikiran dan tubuh mereka untuk pekerjaan pengelolaan-Nya. Dia tidak membutuhkan orang-orang yang mengulurkan tangan mereka untuk memohon kepada-Nya setiap hari, apalagi orang-orang yang hanya memberi sedikit dan kemudian menunggu untuk diberi upah. Tuhan memandang rendah orang-orang yang hanya memberikan kontribusi kecil dan kemudian berpuas diri dengan pencapaian mereka. Dia membenci orang-orang berdarah dingin yang tidak membenci pengelolaan-Nya dan hanya ingin berbicara tentang pergi ke surga dan mendapatkan berkat. Dia bahkan memiliki kebencian yang lebih besar terhadap mereka yang memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh pekerjaan yang dilakukan-Nya dalam menyelamatkan umat manusia. Itu karena orang-orang ini tidak pernah peduli tentang apa yang Tuhan ingin capai dan dapatkan melalui pekerjaan pengelolaan-Nya. Mereka hanya peduli dengan bagaimana mereka dapat memanfaatkan kesempatan yang disediakan oleh pekerjaan Tuhan untuk mendapatkan berkat. Mereka tidak memedulikan hati Tuhan, dan sepenuhnya disibukkan dengan prospek dan nasib mereka sendiri. Orang-orang yang membenci pekerjaan pengelolaan Tuhan dan sama sekali tidak memiliki minat pada bagaimana Tuhan menyelamatkan umat manusia serta kehendak-Nya, hanya melakukan apa yang menyenangkan mereka dengan cara yang terlepas dari pekerjaan pengelolaan Tuhan. Perilaku mereka tidak diingat atau diperkenan Tuhan, apalagi dipandang baik oleh Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 3: Manusia Hanya Dapat Diselamatkan di Tengah Pengelolaan Tuhan"). Aku sadar setelah merenungkan firman Tuhan, alasan utamaku terlalu takut berkhotbah adalah karena khawatir akan nasibku. Aku takut pemimpin akan mengirimku ke garis depan begitu tahu aku berkhotbah, dan jika itu terjadi, bukan saja tak bisa ikut pertemuan atau membaca firman Tuhan, aku harus menghabiskan hariku berpatroli di hutan dengan senjata. Itu adalah wilayah yang dilanda konflik dan terorisme, dan jika harus ke sana, kemungkinan besar aku akan mati dan selamanya kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Aku sadar bahwa aku percaya Tuhan untuk mendapatkan berkat, bukan untuk mengejar kebenaran atau melakukan tugas makhluk ciptaan. Iman dan tugasku adalah untuk kepentinganku sendiri. Aku bersedia melakukan hal-hal yang akan memberiku berkat, tapi tidak jika sebaliknya. Itu seperti hubungan antara bos dan pekerja—berorientasi pada keuntungan dan transaksional, tanpa kasih atau perhatian kepada Tuhan. Aku sangat egois dan tercela. Aku percaya Tuhan, tapi tak mau menerima sedikit pun penderitaan atau kesulitan. Kupikir membaca firman Tuhan dengan nyaman serta memuji Dia melalui nyanyian dan tarian sudah cukup baik, tapi imanku ini tak akan pernah membuatku benar-benar mengalami atau memahami firman Tuhan, mengenali watak rusakku, atau mendapatkan keselamatan. Dalam iman kita, Tuhan menuntut kita mengindahkan kehendak-Nya, mengasihi Dia, dan bersaksi untuk Dia. Apa pun yang kita hadapi, kita harus selalu mencari kebenaran, tunduk kepada Tuhan, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, hanya dengan inilah kita bisa mendapatkan penyelamatan. Pengejaranku akan berkat tak sejalan dengan kehendak Tuhan dan jauh dari tuntutan-Nya. Sebagai orang beriman, aku harus berusaha mengasihi dan menaati Tuhan, serta mendedikasikan diri untuk bersaksi tentang pekerjaan-Nya pada akhir zaman. Hanya ini yang berharga dan bermakna. Jadi, kuberdoa kepada Tuhan bahwa aku akan berhenti memikirkan masa depanku sendiri. Aku harus menyebarkan dan bersaksi tentang pekerjaan penyelamatan Tuhan pada akhir zaman.

Aku mulai dengan berkhotbah kepada rekan-rekanku, tapi ternyata mereka benar-benar menolak percaya Tuhan, jadi aku berkhotbah kepada murid-muridku. Aku membacakan firman Tuhan kepada mereka setelah kelas setiap hari seperti "Tuhan Adalah Sumber Kehidupan Manusia," "Tuhan Mengendalikan Nasib Seluruh Umat Manusia," dan aku membicarakan hal-hal seperti tiga tahap pekerjaan Tuhan. Mereka sangat bersemangat mendengarkan. Berkat bimbingan Tuhan, dalam sebulan, aku mengubah kepercayaan lebih dari 50 orang di sekolah. Imanku makin kuat di titik itu. Aku melihat para murid sangat bersemangat untuk berkumpul dan punya pemahaman yang baik, jadi aku makin percaya diri berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan. Kegugupan atau rasa takutku berkurang karena tahu Tuhan menyertaiku dan aku benar-benar mengerti apa yang Dia maksudkan saat berfirman: "Engkau harus percaya bahwa segala sesuatu berada di tangan Tuhan, dan bahwa manusia hanya bekerja sama dengan Dia. Jika hatimu tulus, Tuhan akan melihatnya, dan Dia akan membuka semua jalan bagimu, menjadikan yang sulit tidak lagi sulit. Inilah iman yang harus kaumiliki. Oleh karena itu, engkau tak perlu khawatir tentang apa pun juga sementara engkau melaksanakan tugasmu, selama engkau menggunakan semua kekuatanmu dan melakukannya dengan segenap hati. Tuhan tidak akan mempersulit dirimu atau memaksamu untuk melakukan apa yang tak mampu kaulakukan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dalam Kepercayaan kepada Tuhan, yang Terpenting adalah Menerapkan dan Mengalami Firman-Nya"). Tuhan memberi tahu kita selama kita tulus bekerja sama dengan-Nya, Dia akan membukakan jalan bagi kita. Aku tak perlu terlalu khawatir. Aku hanya harus berusaha yang terbaik, mencurahkan segalanya, dan mengandalkan Tuhan saat aku bekerja. Yang Tuhan minta dariku ada dalam jangkauanku dan tak melampaui tingkat pertumbuhanku.

Saat makin banyak murid menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, kekuatan Iblis mulai mengganggu. Para murid di sekolah itu berasal dari etnis minoritas yang percaya Buddhisme, jadi mereka menganut Buddha. Beberapa murid memberitahuku orang tua mereka melarang mereka beriman. Seorang murid bilang orang tuanya bahkan memperingatkan jika mereka tahu dia percaya kepada Tuhan lagi, mereka akan mengusir dan tak mengakui dia sebagai anak. Beberapa murid tak tahu harus bagaimana. Saat itu, aku khawatir mereka putus asa dan lemah karena persekusi keluarga, atau bahkan merasa tak mampu meneruskan dan meninggalkan iman. Aku sangat cemas dan tak tahu harus berbuat apa. Pekerjaan Tuhan akan segera berakhir. Jika meninggalkan iman, mereka akan kehilangan penyelamatan Tuhan. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan ini di hadapan Tuhan? Aku terus berdoa dan meminta bimbingan Tuhan. Kemudian, aku membaca ini dalam firman Tuhan. "Ketika Tuhan bekerja, memedulikan seseorang, dan memperhatikan orang ini, dan ketika Dia menyukai dan berkenan atas orang ini, Iblis juga akan menguntit orang ini, berusaha menipu orang ini dan melukai dirinya. Jika Tuhan ingin mendapatkan orang ini, Iblis akan berusaha sekuat tenaga untuk menghalangi Tuhan, menggunakan berbagai cara jahat untuk mencobai, mengganggu, dan merusak pekerjaan yang Tuhan lakukan demi mencapai tujuan tersembunyinya. Apa tujuan ini? Iblis tidak ingin Tuhan mendapatkan siapa pun; Iblis ingin merebut orang-orang yang ingin Tuhan dapatkan, dia ingin mengendalikan mereka, menguasai mereka sehingga mereka menyembahnya, sehingga mereka bergabung dengannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat, dan menentang Tuhan. Bukankah ini motif Iblis yang jahat? ... Dalam peperangan melawan Tuhan dan mengikuti di belakang-Nya, tujuan Iblis adalah untuk menghancurkan semua pekerjaan yang Tuhan ingin lakukan, untuk merasuki dan mengendalikan orang-orang yang Tuhan ingin dapatkan, untuk sepenuhnya memusnahkan orang-orang yang Tuhan ingin dapatkan. Jika mereka tidak dimusnahkan, mereka menjadi milik Iblis, untuk dipakai olehnya—inilah tujuannya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik IV"). Merenungkan firman Tuhan, aku mengerti bahwa saat Tuhan bekerja untuk menyelamatkan manusia, Iblis mengikuti, merusak dan menyakiti manusia, mencampuri serta menghancurkan pekerjaan Tuhan. Ini ditentukan oleh esensi jahat Iblis. Kita berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan demi menyelamatkan manusia, tapi Iblis tak bisa membiarkan ini. Iblis terus berusaha menghalangi dan mengganggu kita dengan niat menghancurkan pekerjaan Tuhan, menjauhkan kita dari Tuhan dan mengkhianati Dia. Kemudian kita kehilangan penyelamatan-Nya, dan menemani Iblis ke neraka. Aku harus mengenali muslihat Iblis dan menghindari perangkapnya. Menyadari ini, aku membaca firman Tuhan bersama saudara-saudari untuk membuat mereka memahami kebenaran dan melihat tipu muslihat Iblis. Aku bersekutu dengan mereka: "Tahukah kalian kenapa kita menghadapi sangat banyak rintangan begitu percaya kepada Tuhan? Itu karena kita selalu hidup di bawah kekuasaan Iblis, tapi setelah percaya kepada Tuhan, menerima penyelamatan-Nya, dan mendengarkan firman-Nya, kita tak lagi menyembah Iblis. Iblis tak ingin kita diselamatkan oleh Tuhan, jadi dia gunakan orang-orang di sekitar kita untuk mengganggu kita, agar kita berhenti percaya kepada Tuhan yang benar, menguasai kita lagi, merusak, menyakiti, dan membuat kita kehilangan kesempatan diselamatkan Tuhan. Jadi, kita tak boleh teperdaya tipu muslihat Iblis." Aku lalu bersekutu dengan mereka tentang kebenaran "perbedaan antara Tuhan sejati dan palsu", "asal muasal Buddhisme", dan "Hanya ada satu Tuhan yang benar." Setelah bersekutu, seorang saudara berkata: "Aku mengerti sekarang bahwa begitu kita percaya kepada Tuhan dan menerima pekerjaan-Nya, kita dihalangi dan diganggu karena tak menyembah iblis dan Iblis mati-matian mencegah kita percaya kepada Tuhan serta berjalan di jalan yang benar. Kita harus punya ketajaman dan tak boleh tertipu perangkap Iblis." Seorang saudari berkata: "Aku mengerti apa itu Tuhan yang benar dan palsu sekarang. Hanya Tuhan yang benar yang mampu menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu, serta umat manusia. Dia tak hanya menciptakan segalanya; Dia mengaturnya. Dia juga memberi kita makanan yang berlimpah. Tuhan palsu bahkan tak bisa menciptakan satu serangga pun, apalagi langit dan bumi dan segala sesuatu, jadi kita tak boleh percaya kepada mereka." Mendengar saudara-saudari mengatakan ini benar-benar membuatku terharu. Dalam peperangan rohani melawan Iblis, mereka telah memahami kebenaran dari firman Tuhan dan mengenali tipu muslihat Iblis. Tak satu pun dari mereka tersandung. Sebaliknya, mereka makin bertekad mengikuti Tuhan. Ini semua dicapai dengan firman Tuhan. Imanku kepada Tuhan juga tumbuh jauh lebih kuat.

Suatu kali, kepala sekolah benar-benar memarahiku. Dia bilang: "Jonah, dengarkan aku. Ini ketiga kalinya aku harus memanggilmu. Jangan buat aku memberitahumu yang sudah kau ketahui. Kau sangat terkenal sekarang. Orang dari berbagai penjuru tahu kau berkhotbah di sekolah! Kita seharusnya menjadi guru, menyampaikan pengetahuan kepada murid, jadi kenapa kau menyebarkan iman kepada Tuhan? Semua penduduk di sini beragama Buddha. Kita harus lebih menuruti adat mereka dan memberi pelajaran sesuai agama mereka. Khotbahmu berdampak besar pada sekolah kami—apa kau mencoba merusak reputasi kami? Apa kau ingin dihina oleh murid dan keluarga mereka? Yang kau lakukan tak profesional dan tak etis! Kau tak layak menjadi guru! Jika kau tak sadar, kau akan dipindahkan pada akhir semester!" Aku sangat kesal dan tahu kata-kata ini berasal dari Iblis. Dia hanya ingin orang-orang mengikuti iblis dan tak membiarkan mereka menyembah Tuhan. Iman kepada Tuhan adalah hal yang paling benar, tapi di matanya, itu jahat. Kulihat iblis-iblis ini salah mengartikan fakta dan tak bisa membedakan benar dan salah. Di asrama, aku merasa sangat kesal. Aku tak tahu apa yang akan terjadi dan tanpa sadar, aku mulai memikirkan masa depanku lagi. Bagaimana jika aku benar-benar dipindahkan? Apa aku akan dikirim ke garis depan? Bagaimana aku harus menghadapi situasi mengerikan di garis depan? Bagaimana aku bisa percaya kepada Tuhan? Apa aku masih bisa diselamatkan? ... Pikiran-pikiran ini membuat air mataku berlinang. Aku tak mengantuk sama sekali malam itu. Aku hanya duduk sepanjang malam, berdoa kepada Tuhan berulang-ulang: "Ya Tuhan, kenapa aku tak bisa bersikap berani dalam situasi ini?" Aku teringat cara-cara Iblis merusak manusia yang disebutkan dalam firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Yang pertama adalah pengendalian dan pemaksaan. Artinya, Iblis akan melakukan apa saja untuk mengendalikan hatimu. Apa arti 'pemaksaan?' Pemaksaan berarti menggunakan taktik ancaman dan yang memaksa untuk membuatmu menaatinya, membuatmu memikirkan konsekuensinya jika engkau tidak menaatinya. Engkau takut dan tidak berani menentangnya, maka engkau pun tunduk kepadanya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Merenungkan firman Tuhan, aku lebih memahami wajah jelek Iblis. Iblis tahu aku takut dikirim ke garis depan, di sana nyawaku akan selalu terancam. Takut mati adalah kekurangan fatal dan kelemahan terbesarku. Iblis menggunakan kepala sekolah untuk menggangguku dan ancaman dipindahkan untuk menggertakku, membuatku menyerah dan berkompromi dengan Iblis dengan melepaskan tugasku serta tak lagi bersaksi untuk Tuhan. Kepala sekolah mungkin terlihat bertindak demi kebaikanku, tapi sesungguhnya dia memaksaku berhenti berkhotbah untuk menyelamatkan reputasinya. Dia tak membiarkanku mengkhotbahkan Injil penyelamatan Tuhan, justru ingin aku mengkhotbahkan jalan Iblis dan berkompromi dengan Iblis. Aku melihat wajah jahat kepala sekolah yang sebenarnya. Aku telah mendapatkan kearifan dan tahu ini adalah tipu muslihat Iblis. Aku tahu kenapa aku merasa sangat terkekang saat berkhotbah. Itu karena aku sangat takut mati. Aku takut begitu dipindahkan ke garis depan untuk mempertahankan perbatasan, aku bisa tewas kapan pun, bahkan lebih takut setelah mati, aku tak akan bisa percaya kepada Tuhan atau diselamatkan, jadi aku menahan diri dan menjadi putus asa.

Setelah ini, aku membawa keadaanku ini ke hadapan Tuhan dalam doa, meminta Dia membimbingku mengatasi rasa takut akan kematian ini. Aku lalu membaca satu kutipan firman Tuhan. "Bagaimanakah kematian para murid Tuhan Yesus? Di antara para murid, ada yang dirajam, diseret di belakang kuda, disalibkan terbalik, dikoyak-koyakkan oleh lima ekor kuda—berbagai jenis kematian menimpa mereka. Apakah alasan kematian mereka? Apakah mereka dihukum mati secara sah karena kejahatan mereka? Tidak. Mereka dijatuhi hukuman, dipukuli, dicaci, dan dibunuh karena mereka mengabarkan Injil Tuhan dan ditolak oleh orang-orang dunia—dengan cara seperti itulah mereka menjadi martir. ... Bagaimanapun cara kematian dan kepergian mereka, bagaimanapun itu terjadi, itu bukanlah cara Tuhan mendefinisikan kesudahan akhir dari hidup mereka, kesudahan akhir dari makhluk ciptaan tersebut. Ini adalah sesuatu yang harus kaupahami dengan jelas. Sebaliknya, mereka justru menggunakan cara-cara itu untuk menghakimi dunia ini dan untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan. Makhluk ciptaan ini menggunakan hidup mereka yang paling berharga—mereka menggunakan saat-saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, untuk bersaksi tentang kuasa Tuhan yang besar, dan untuk menyatakan kepada Iblis dan dunia bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan benar, bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Dia adalah Tuhan, dan daging inkarnasi Tuhan; bahkan hingga di saat-saat akhir hidup mereka, mereka tidak pernah menyangkal nama Tuhan Yesus. Bukankah ini suatu bentuk penghakiman terhadap dunia ini? Mereka menggunakan nyawa mereka untuk menyatakan kepada dunia, untuk menegaskan kepada manusia bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus, bahwa Dia adalah daging inkarnasi Tuhan, bahwa pekerjaan penebusan yang Dia kerjakan bagi semua manusia memungkinkan manusia untuk terus hidup—fakta ini tidak akan berubah selamanya. Mengenai mereka yang menjadi martir karena mengabarkan Injil Tuhan Yesus, sampai sejauh mana mereka melaksanakan tugas mereka? Apakah sampai ke taraf tertinggi? Bagaimana taraf tertinggi itu diwujudkan? (Mereka mempersembahkan nyawa mereka.) Benar, mereka membayar harga dengan nyawa mereka. Keluarga, kekayaan, dan hal-hal material dari kehidupan ini semuanya adalah hal-hal lahiriah; satu-satunya hal yang batiniah adalah nyawa mereka. Bagi setiap orang yang hidup, nyawa adalah hal yang paling bernilai untuk dihargai, hal yang paling berharga dan, yang terjadi adalah, orang-orang ini mampu mempersembahkan milik mereka yang paling berharga—nyawa—sebagai penegasan dan kesaksian tentang kasih Tuhan bagi manusia. Hingga saat wafatnya, mereka tidak menyangkal nama Tuhan, juga tidak menyangkal pekerjaan Tuhan, dan mereka menggunakan saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang keberadaan fakta ini—bukankah ini bentuk kesaksian tertinggi? Inilah cara terbaik orang dalam melaksanakan tugasnya; inilah yang artinya orang memenuhi tanggung jawabnya. Ketika Iblis mengancam dan meneror mereka, dan, pada akhirnya, bahkan ketika Iblis membuat mereka harus membayar harga dengan nyawa mereka, mereka tidak melalaikan tanggung jawab mereka. Ini artinya orang memenuhi tugasnya hingga taraf tertinggi. Apakah yang Kumaksud dengan ini? Apakah yang Kumaksudkan adalah agar engkau semua menggunakan metode yang sama untuk bersaksi tentang Tuhan dan mengabarkan Injil? Engkau tidak perlu melakukan hal yang seperti itu, tetapi engkau harus memahami bahwa ini adalah tanggung jawabmu, bahwa jika Tuhan memintamu untuk melakukannya, engkau harus menerimanya sebagai suatu kewajiban moral. Orang-orang sekarang ini memiliki ketakutan dan kekhawatiran dalam diri mereka, tetapi apa gunanya perasaan-perasaan itu? Jika Tuhan tidak memintamu untuk melakukan hal ini, apa gunanya mengkhawatirkannya? Jika Tuhan memintamu untuk melakukannya, janganlah engkau menghindari tanggung jawab ini atau menolak untuk melakukannya. Engkau harus bekerja sama secara proaktif dan menerimanya tanpa merasa khawatir. Bagaimanapun cara orang mati, mereka tidak boleh mati di hadapan Iblis, dan tidak boleh mati di tangannya. Jika orang akan mati, mereka harus mati di tangan Tuhan. Manusia berasal dari Tuhan, dan kepada Tuhan-lah mereka kembali—itulah nalar dan sikap yang harus dimiliki oleh makhluk ciptaan. Ini adalah kebenaran utama yang harus orang pahami dalam mengabarkan Injil dan melaksanakan tugas mereka—orang harus membayar harga dengan nyawa mereka untuk mengabarkan dan bersaksi tentang Injil Tuhan yang berinkarnasi yang melakukan pekerjaan-Nya dan menyelamatkan manusia. Jika engkau memiliki aspirasi ini, jika engkau memberikan kesaksianmu dengan cara seperti ini, itu sangat baik. Jika engkau masih belum memiliki aspirasi seperti itu, setidaknya engkau harus melaksanakan tanggung jawab dan tugas yang ada di hadapanmu dengan benar, menyerahkan sisanya kepada Tuhan. Mungkin kemudian, seiring berlalunya bulan dan tahun, seiring bertambahnya pengalaman serta usiamu, dan dengan semakin mendalamnya pemahamanmu tentang kebenaran, engkau akan menyadari bahwa engkau memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mempersembahkan hidupmu bagi pekerjaan Injil Tuhan, bahkan sampai akhir hidupmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Semua Orang Percaya Terikat Secara Moral pada Tugas untuk Menyebarkan Injil"). Dari firman Tuhan aku mengerti di Zaman Kasih Karunia, murid-murid Tuhan Yesus dihukum dan dipersekusi karena memberitakan Injil Tuhan, tapi bagaimanapun proses atau cara mereka mati, itu tak mewakili kesudahan akhir mereka. Hidup dan matinya tubuh seseorang tak menunjukkan apakah kesudahan mereka baik atau buruk. Meskipun persekusi fatal terhadap murid-murid Tuhan Yesus mungkin tampak seperti hal buruk, pada kenyataannya, mereka mati syahid untuk memenuhi amanat Tuhan, dan ini dipuji oleh Tuhan. Menghadapi kekuatan jahat Iblis, mereka bersaksi tentang pekerjaan Tuhan tanpa memedulikan nyawa atau keselamatan mereka. Ini membuat kesaksian mereka makin kuat, mengalahkan Iblis. Nyawa adalah hal paling berharga yang dimiliki manusia, tapi mereka persembahkan nyawa mereka yang paling berharga ini demi bersaksi untuk Tuhan dan memberi tahu dunia tentang pekerjaan Tuhan. Ini adalah kesaksian terhebat. Merenungkan firman Tuhan, aku merasa terhina dan malu. Saat kepala sekolah memperingatkan aku akan dipindahkan jika berkhotbah lagi, aku merasa sangat takut. Aku takut akan dikirim ke garis depan, dan jika aku mati, semuanya berakhir bagiku dan aku tak akan bisa diselamatkan. Aku terlalu menghargai nyawaku dan tak punya nyali atau kesaksian. Dibandingkan para rasul, aku sangat kurang. Aku memikirkan asal nyawaku dan bagaimana itu diberikan oleh Tuhan. Tuhan memutuskan kapan kita mati, dan tak ada yang hidup semenit pun lebih lama dari waktu ini. Jika Tuhan melindungi seseorang dan tak membiarkan mereka mati, meskipun berada di tempat paling berbahaya, mereka tak akan mati. Manusia tak punya kendali atas hidup atau mati mereka, apalagi kesudahan akhir mereka. Ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan. Tuhan Yesus berfirman: "Karena barangsiapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangannya, tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya" (Matius 16:25). Saat berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan, kita menghadapi banyak persekusi dan kesengsaraan. Seperti murid-murid Tuhan Yesus, beberapa bahkan mungkin dipersekusi sampai mati karena berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan, tapi jiwa mereka ada di tangan Tuhan. Meski tubuh mereka sudah mati, bukan berarti mereka tak punya kesudahan akhir. Semua ada di tangan Tuhan dan diatur oleh Tuhan. Jika aku tak melakukan tugasku atau mengkhotbahkan Injil karena ingin hidup dan takut mati, meski tak dikirim ke garis depan atau dalam bahaya besar, di mata Tuhan aku adalah mayat berjalan, orang mati yang pada akhirnya harus disingkirkan. Aku harus mempertaruhkan semuanya, bahkan nyawaku, untuk mengikuti Tuhan dan memberitakan Injil. Jika benar-benar dikirim ke garis depan, aku harus tunduk pada pengaturan Tuhan. Aku juga bisa berkhotbah kepada para prajurit di garis depan untuk membawa lebih banyak orang ke hadapan Tuhan. Meski suatu hari aku benar-benar dipersekusi sampai mati karena berkhotbah dan bersaksi untuk Tuhan, ini atas izin Tuhan, dan aku ingin tunduk. Memikirkan ini, di hadapan Tuhan aku bertekad akan terus berkhotbah dan bersaksi untuk Dia, dan aku tak boleh dibatasi oleh siapa pun.

Setelah itu, aku berdoa kepada Tuhan setiap hari dan terus berkhotbah serta bersekutu tentang firman Tuhan dengan orang lain. Aku juga membimbing mereka meninjau pelajaran dan mengatur waktu pertemuan untuk mereka selama liburan, dan mereka jauh lebih aktif dari sebelumnya. Setelah ujian mereka, kulihat saudara-saudari ini mendapatkan nilai cukup bagus, dengan rata-rata di setiap mata pelajaran berkisar antara 76 hingga 98. Tak satu pun dari mereka gagal. Aku kagum! Kepala sekolah melihat nilai bagus kelasku dan berkata: "Kelasmu mendapat nilai tertinggi di sekolah, jadi kami memutuskan membiarkanmu menjadi guru kelas mereka semester depan. Semoga kau sukses semester depan." Aku sangat gembira mendengar ini, karena itu benar-benar melampaui harapanku. Ini mengingatkanku pada kalimat dari Kitab Amsal dalam Alkitab: "Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini" (Amsal 21:1). Semuanya ada di tangan Tuhan dan Tuhan mengendalikan nasib kita. Selama aku percaya Tuhan dan dengan tulus bekerja sama dengan-Nya, Dia akan membukakan jalan untukku. Aku masih memberitakan Injil di kampus, memimpin saudara-saudari dalam pertemuan, dan ada cukup banyak orang yang menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Merenungkan masa-masaku berkhotbah saat itu, aku mendapatkan banyak hal dan aku tahu ini semua adalah bimbingan Tuhan.

Selanjutnya: Kisah Angel

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Konsekuensi dari Melindungi Diri

Oleh Saudari Xiao Wei, Tiongkok Saudari Guan dipindahkan untuk mengawasi pekerjaan gereja kami pada 2019. Aku bertemu dengannya dua tahun...

Apa yang Kupetik dari Kegagalan

Oleh Saudara Shi Fang, Korea Pada tahun 2014, aku dilatih sebagai produser video untuk gereja. Pada waktu itu, sebuah video baru mulai...