Kasih Tuhan Telah Membentengi Hatiku
Oleh Saudari Zhang Can, Provinsi Liaoning Di keluargaku, semua orang selalu sangat rukun. Suamiku adalah seorang pria yang sangat perhatian...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Pada Juli 2018 saat dini hari, aku dan seorang saudari sedang berada di tempat orang yang menerima kami di rumahnya untuk menyelesaikan diskusi pekerjaan dan hendak pergi tidur, ketika tiba-tiba kami mendengar suara gedoran di pintu dan gonggongan anjing—ini membuatku sedikit gugup. Dengan segera, tujuh atau delapan petugas polisi menerobos masuk ke dalam kamar tidur dan memborgol tangan kami ke punggung. Tanpa menunjukkan dokumen apa pun, mereka mulai mengubrak-abrik rumah itu untuk menggeledahnya. Akhirnya mereka menemukan uang tunai lebih dari 7.000 yuan dan tanda terima sebesar 350.000 yuan uang gereja. Aku ketakutan—setelah menemukan tanda terima itu, polisi pasti akan menanyakan keberadaan uang itu. Aku tidak tahu bagaimana mereka akan menyiksaku atau apakah mereka akan memukuliku sampai mati. Aku segera berdoa dalam hati, memohon agar Tuhan memberiku kekuatan dan perlindungan-Nya, agar aku tidak menjadi Yudas dan mengkhianati-Nya. Kemudian sebuah lagu pujian "Kesaksian Hidup" muncul di benakku: "Satu hari aku mungkin ditangkap dan dihukum karena bersaksi bagi Tuhan. Penderitaan ini adalah demi kebenaran, yang aku tahu di dalam hatiku. Jika hidupku lenyap bagai percikan api dalam sekejap mata, aku akan tetap merasa bangga bahwa aku dapat mengikut Kristus dan menjadi saksi-Nya dalam hidup ini" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Benar. Percaya kepada Tuhan adalah hal yang adil, jadi siksaan kejam apa pun yang harus kuhadapi, itu akan menjadi penderitaan demi kebenaran. Aku tidak boleh malu atau takut—aku harus melewati ini dengan mengandalkan Tuhan. Dengan pemikiran ini, aku perlahan menjadi tenang.
Sore itu, polisi membawa kami berdua ke sebuah hotel untuk diinterogasi secara terpisah. Seorang petugas bernama Liu berteriak, "Ayo, katakan yang sebenarnya tentang masalah keagamaan ini! Di mana kau sembunyikan 350.000 yuan itu?" Kupikir, "Uang itu milik gereja—tidak ada hubungannya dengan mereka. Mengapa aku harus memberi tahu mereka?" Jadi aku tetap diam. Kemudian Petugas Liu menampar wajahku dengan marah, membuat wajahku terasa sangat nyeri. Dia menekan titik-titik akupunktur di sekitar leherku dengan sangat keras, tetapi aku menahan rasa sakitnya dengan menggertakkan gigiku dan tidak mengatakan apa pun. Kemudian, seorang petugas bertumbuh gemuk berkata, "Sini, kubantu kau sedikit berolahraga." Dia menjambak rambutku dan menariknya naik turun, membuatku jongkok bangun. Setelah melakukannya lima puluh atau enam puluh kali, kulit kepalaku terasa perih dan rambutku jatuh bertebaran di seluruh tempat itu. Kemudian mereka membawa sebuah kursi dan meletakkannya di belakangku dengan punggung kursi itu menempel di punggungku. Mereka meletakkan tanganku yang diborgol melewati celah di sandaran kursi sehingga kedua lenganku tertahan di dudukan kursi itu. Aku terduduk di lantai dengan kaki yang terentang lurus di depanku. Mereka terus meminta informasi tentang uang 350.000 yuan itu; karena melihatku tak mau bicara, mereka terus menyiksaku. Setelah beberapa saat, sendi-sendi bahuku terasa sangat sakit karena ditarik seperti itu dan punggungku terasa mau patah. Kait borgol itu menusuk jauh ke dalam dagingku. Gemetaran karena rasa sakit, dengan keringat bercucuran tanpa henti, aku merasa benar-benar tak sanggup lagi. Aku terus berdoa dalam hati, memohon agar Tuhan memberiku kekuatan dan menjagaku agar aku mampu tetap teguh. Tepat pada saat itu, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Ketika menghadapi penderitaan, engkau harus mampu untuk tidak memedulikan daging dan tidak mengeluh kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyembunyikan diri-Nya darimu, engkau harus mampu memiliki iman untuk mengikuti-Nya, menjaga kasihmu kepada-Nya yang dari dulu tanpa membiarkan kasih itu berubah atau menghilang. Apa pun yang Tuhan lakukan, engkau harus tunduk pada pengaturan-Nya, dan lebih memilih untuk mengutuki dagingmu sendiri daripada mengeluh kepada-Nya. Ketika dihadapkan pada ujian, engkau harus memuaskan Tuhan, meskipun engkau mungkin menangis getir atau merasa enggan berpisah dengan beberapa objek yang engkau kasihi. Hanya inilah kasih dan iman yang sejati" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa Dia mengizinkan Iblis menganiayaku untuk menyempurnakan iman dan kasihku, dan untuk melihat apakah aku mampu tetap teguh dalam kesaksianku dan memuaskan Tuhan selama penderitaanku. Iblis menyiksa tubuhku agar aku mengkhianati Tuhan, dan aku tak boleh menyerah kepadanya. Setelah memahami maksud Tuhan, aku memperoleh kekuatan di hatiku dan tanpa kusadari, aku mampu menahan rasa sakit itu.
Keesokan harinya, polisi terus menginterogasiku tentang uang gereja. Aku tetap tak mau bicara, jadi salah seorang dari mereka mengeluarkan sebotol gas air mata. Dia mengguncang-guncangkannya di depan wajahku, sambil berkata, "Jika ini disemprotkan ke wajahmu, mata dan hidungmu akan berair tanpa henti. Itu sakit sekali. Akan kami semprotkan ke wajahmu jika kau tetap tak mau bicara." Petugas Liu berkata, dengan marah, "Siram saja dengan air cabai—biar dia rasakan!" Setelah itu, mereka membawa kursi harimau dan mengancamku, "Jika kau tak buka mulut, akan kami dudukkan kau di kursi ini dan kami setrum kau sampai mati!" Itu benar-benar membuatku takut—jika mereka benar-benar menyiksaku dengan cara seperti itu, mampukah aku menanggungnya? Kemudian, firman Tuhan muncul di benakku: "Jangan takut, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia berdiri di belakang engkau semua dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Firman Tuhan membantuku menjadi tenang. Benar—aku tidak mengalami penindasan dan kesukaran ini seorang diri, tetapi Tuhan menyertaiku; Tuhan melindungiku. Bagaimanapun polisi menyiksaku, Tuhan akan membimbingku dan membantuku melewati masa sulit ini. Dengan Tuhan menyertaiku, aku tak perlu takut. Melihatku tetap tak mau bicara, petugas mengambil gas air mata itu dan kantong plastik, lalu menyeretku ke kamar mandi. Aku tahu mereka akan menutup kepalaku dengan kantong plastik, jadi sebelum mereka melakukannya, aku menghela nafas panjang dan menahannya. Sekitar 40 detik kemudian, mereka melepaskan kantong itu, dan langsung menyemprotkan gas air mata ke wajahku. Karena aku masih menahan nafas, aku tidak tersedak olehnya. Malah kedua petugas itu yang terkena gas, dan mulai terbatuk-batuk. Jadi mereka kembali menutup kepalaku dengan kantong plastik itu, kali ini sekitar satu menit. Saat mereka kembali menyemprotkan gas air mata, itu bahkan lebih banyak dari yang pertama kali. Namun herannya, aku hanya merasakan sensasi terbakar di leher dan wajahku—tidak ada efek lain. Polisi tidak punya pilihan selain membawaku kembali ke ruangan. Aku benar-benar terharu. Aku benar-benar telah melihat pekerjaan Tuhan dan merasakan betapa Tuhan menyertai dan menolongku. Setelah itu, mereka menampar wajahku dan menekan titik-titik akupunturku. Mereka menyuruhku jongkok bangun dengan menarik rambutku, dan kembali memasukkan kedua tanganku ke dudukan kursi. Mereka menyiksaku seperti itu berulang kali; aku tetap bertahan dengan terus berdoa.
Siang itu pada hari yang keempat, melihatku tetap tak mau memberi tahu mereka apa pun, Petugas Liu mencengkeram daguku, berkata dengan kejam, "Tidak ada batasan waktu interogasi untuk kasus sepertimu. Pemerintah nasional telah memutuskan bahwa kelompok kalian akan dibunuh, dipenjara, atau dipaksa untuk menyesalinya. Kami punya banyak waktu. Jika kau tak buka mulut, rasakan akibatnya sore ini!" Jantungku mulai berdegup kencang, tidak tahu siksaan macam apa lagi yang telah mereka persiapkan untukku. Aku makin gelisah. Aku terus berdoa kepada Tuhan dalam hati, memohon agar Dia memberiku iman dan kekuatan. Lalu aku teringat firman-Nya: "Di bawah bimbingan terang-Ku, engkau semua pasti akan menerobos penindasan kekuatan kegelapan. Engkau pasti tidak akan kehilangan bimbingan dari terang-Ku di tengah kegelapan. Engkau pasti akan menjadi para penguasa atas seluruh ciptaan. Engkau pasti akan menjadi para pemenang di hadapan Iblis. Saat runtuhnya kerajaan si naga merah yang sangat besar, engkau pasti akan berdiri di tengah kerumunan orang yang tak terhitung jumlahnya sebagai bukti kemenangan-Ku. Engkau semua pasti akan berdiri teguh dan tak tergoyahkan di tanah Sinim. Melalui penderitaan yang kautanggung, engkau akan mewarisi berkat-berkat-Ku, dan pasti akan memancarkan kemuliaan-Ku ke seluruh alam semesta" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 19"). Firman Tuhan memberiku kekuatan. Tuhan akan menyempurnakan sekelompok pemenang di tengah penganiayaan kejam si naga merah yang sangat besar, dan penderitaan dan kesukaran apa pun yang dihadapi para pemenang ini, mereka akan mampu tunduk kepada Tuhan dan setia kepada-Nya sampai akhir. Betapapun kejamnya, si naga merah yang sangat besar juga berada di tangan Tuhan; dia hanya memberikan pelayanan bagi Tuhan untuk menyempurnakan umat pilihan-Nya. Apa pun siksaan mengerikan yang polisi lakukan terhadapku, aku hanya harus benar-benar mengandalkan Tuhan, dan percaya bahwa Dia akan menuntunku untuk menang atas penganiayaan Iblis. Berkat bimbingan firman Tuhan, aku tidak lagi merasa begitu cemas atau takut.
Sore itu, polisi melanjutkan penyiksaan mereka. Petugas Liu telah menamparku tanpa henti, membuat telingaku berdenging. Dia mengambil sejumput rambut di pelipisku dan menariknya ke depan dan ke belakang, lalu menekan titik-titik akupuntur di sekitar leher, telinga, dan tulang selangkaku dengan sangat keras. Rasa sakit membuat keringat membanjiri tubuhku. Petugas lainnya menjambak rambutku dan memaksaku jongkok bangun. Dia melakukan itu setidaknya 90 kali. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan mampu menahan begitu banyak siksaan, dan kakiku bahkan tidak mati rasa. Petugas Liu menekan titik-titik akupuntur di sekitar leherku dengan keras, dan meskipun awalnya terasa sakit, setelah beberapa waktu, aku mampu menahannya. Karena jengkel, dia berkata, "Kau punya tubuh yang kuat!" Mendengar perkataannya, aku terus-menerus bersyukur kepada Tuhan. Sebenarnya bukan karena tubuhku kuat, tetapi itu sepenuhnya karena perlindungan Tuhan. Setelah itu, mereka kembali meletakkan kedua tanganku ke dudukan kursi. Aku tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu, tetapi rasa sakit di kedua lenganku menjadi tak tertahankan, dan sekujur tubuhku gemetaran tanpa henti. Tepat pada saat itu, Petugas Liu menginjakkan satu kakinya ke wajahku, menahanku agar tidak bisa bergerak. Dia mengangkat wajahku dengan kakinya, memasukkan sepatunya ke dalam mulutku, dan berkata, "Jika kau tetap tak mau bicara, akan kulepaskan kaus kakiku dan kumasukkan ke dalam mulutmu. Rasakan kakiku yang bau." Seringai sinisnya membuatku marah. Aku hanyalah orang percaya—aku tidak melakukan apa pun yang ilegal, tetapi gerombolan setan ini menyiksa dan mempermainkanku. Aku membenci mereka dengan segenap keberadaanku. Dalam hati, aku terus berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku kekuatan dan melindungiku sehingga aku mampu tetap teguh. Lambat laun, rasa sakit di lenganku makin tak terasa dan aku bisa duduk dengan tenang di lantai. Aku sangat terharu—aku telah sekali lagi mengalami belas kasihan Tuhan kepadaku. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan, tak mampu menahan air mataku. Beberapa waktu kemudian, sadar bahwa mereka tidak akan mendapatkan informasi tentang uang itu dariku, mereka berusaha memaksaku menandatangani surat penyesalan. Mereka berkata bahwa aku akan dipenjara jika tidak menandatanganinya, dan mengancamku: "Kesengsaraan yang akan kauhadapi di penjara sangat berat. Ada kerja paksa setiap hari, kau akan dipukuli dan dimarahi, dan makanannya tidak layak bagi manusia. Nanti sudah terlambat untuk menyesal! Sebaiknya kau pikirkan baik-baik. Masih ada waktu bagimu untuk tanda tangan." Kupikir, "Kepercayaanku tidak melanggar hukum apa pun, jadi aku tidak akan menandatangani surat mereka. Melakukannya berarti mengkhianati dan mempermalukan Tuhan. Seberat apa pun keadaan di penjara, aku siap untuk mengandalkan Tuhan dan bertahan." Jadi aku menjawab, "Aku tak mau tanda tangan." Mereka berkata dengan marah, "Baik! Kalau kau mau menderita, silakan," lalu berjalan keluar.
Pada awal Agustus, aku dipindahkan ke otoritas keamanan publik setempat di kampung halamanku. Polisi langsung membawaku ke sebuah hotel untuk diinterogasi. Aku ingat ada enam petugas yang dibagi berdua-dua, mengawasiku secara bergiliran dan memastikan aku tidak tidur. Mereka menyebut cara ini "melelahkan elang"—tidak membiarkan orang tidur selama jangka waktu lama untuk mematahkan semangat mereka, kemudian menginterogasi mereka dan meminta pengakuan pada saat mereka dalam keadaan bingung. Ini adalah bentuk penyiksaan yang umum digunakan oleh polisi. Awalnya mereka terutama berusaha mencuci otakku, berbicara tentang ateisme dan evolusi, dan memberitahuku segala macam kebohongan dan kekeliruan yang menolak dan menentang Tuhan. Terkadang mereka memutarkan video untukku yang isinya menghujat Tuhan dan memfitnah Gereja Tuhan Yang Mahakuasa—itu sangat memuakkan. Awalnya, aku berdebat dengan mereka, tetapi beberapa waktu kemudian aku sadar bahwa mereka adalah setan-setan yang menentang Tuhan, musuh Tuhan, jadi sebanyak apa pun aku berbicara, aku hanya membuang-buang tenagaku. Sejak saat itu, aku mengabaikan mereka. Salah seorang petugas membawakan sebuah buku untuk kubaca yang sepenuhnya menghujat Tuhan. Ketika aku menolak untuk membacanya, dia memukulku dengan keras dan mengancamku dengan seringai sinis: "Jika kau tidak membacanya, akan kami tanggalkan semua pakaianmu dan menempelkan hujatan ini ke seluruh tubuhmu." Aku sangat membenci setan-setan itu, yang menggunakan taktik keji dan kotor dalam upaya mereka untuk memaksaku mengkhianati Tuhan. Aku membulatkan tekadku, bersumpah demi hidupku bahwa aku tidak akan pernah menghujat Tuhan. Aku memalingkan wajahku dan mengabaikan mereka. Sementara aku sedang berada di sana, saat aku mulai mengantuk, seorang petugas akan berteriak, "Jangan tidur!" Pada saat-saat itu, aku selalu berdoa dalam hati, membaca beberapa firman Tuhan dalam hati, atau menyanyikan lagu pujian, dan tanpa sadar, aku bahkan tidak lagi merasa mengantuk. Makin aku melakukan hal-hal itu, makin banyak tenaga yang kumiliki; sebaliknya, para polisi itu tidak tahan lagi—beberapa dari mereka bahkan jatuh sakit. Dengan demikian, aku berhasil melewati delapan hari "melelahkan elang" dengan mengandalkan firman Tuhan. Aku sangat terharu oleh kejadian ini. Dengan kekuatanku sendiri, tidak mungkin aku punya tenaga setelah berhari-hari tanpa tidur. Aku tahu ini sepenuhnya pekerjaan Tuhan, dan aku sangat bersyukur atas perlindungan Tuhan. Ini juga memperkuat keyakinanku bahwa aku mampu tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan melewati interogasi selanjutnya. Melihatku tetap tak mau bicara, salah seorang dari mereka menamparku dengan marah, menyeretku keluar dari kursi, menjambak rambutku, dan membanting tubuhku ke lantai dan dinding. Lalu dia mencengkeram tubuhku dengan kuat dan menekan keras kaki kiriku dengan kakinya sehingga aku tak bisa bergerak, sementara petugas lainnya menendang kaki kananku ke belakang, membuat kakiku meregang, dengan kakiku terbentang terpisah sekitar 120 derajat. Aku berteriak kesakitan. Mereka baru melepaskanku setelah satu menit berlalu, dan salah seorang dari mereka mengancamku: "Jika kau tetap diam, kami akan menelanjangimu, menggantungmu, dan menghajarmu! Di Tiongkok, percaya kepada Tuhan adalah kejahatan politik. Dahulu kau pasti akan ditembak mati oleh regu tembak, tetapi sekarang kami dapat memperlakukanmu seperti binatang buas. Kami dapat melakukan apa pun yang kami inginkan terhadapmu!" Aku sangat marah mendengar perkataannya, tetapi juga cukup khawatir. Aku tidak tahu bagaimana setan-setan itu akan menyiksa dan mempermalukanku selanjutnya. Bagaimana jika mereka benar-benar menanggalkan semua pakaianku dan menggantungku? Di tengah penderitaanku, aku terus berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku kekuatan dan melindungiku sehingga aku mampu tetap teguh. Setelah berdoa, aku teringat sebuah lagu pujian—"Kerajaan":
............
2 ... Tuhan adalah pendukungku, apa yang perlu ditakutkan? Aku memberikan hidupku untuk bertarung dengan Iblis sampai akhir. Tuhan mengangkat kita, kita harus meninggalkan segala sesuatu, dan berjuang untuk memberikan kesaksian bagi Kristus. Tuhan akan melaksanakan kehendak-Nya di bumi. Aku akan mempersiapkan cinta dan kesetiaanku serta mengabdikan semuanya kepada Tuhan. Aku akan menyambut kedatangan Tuhan kembali dengan sukacita saat Dia turun dalam kemuliaan, dan bertemu dengan-Nya lagi saat kerajaan Kristus dinyatakan.
3 ... Dari kesengsaraan datanglah banyak prajurit yang baik dan menang. Kita menang bersama Tuhan dan menjadi kesaksian Tuhan. Lihatlah hari di mana Tuhan memperoleh kemuliaan, itu datang dengan kekuatan yang tak tertahankan. Semua orang mendatangi gunung ini dengan berjalan di dalam terang Tuhan. Kemegahan kerajaan yang tak tertandingi harus diwujudkan di seluruh dunia. ...
—Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru
Lagu pujian ini benar-benar memunculkan berbagai perasaan di hatiku. Mengalami penindasan dan kesukaran dalam imanku, dan memiliki kesempatan untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis, merupakan suatu kehormatan bagiku. Aku teringat ketika Tuhan Yesus sedang bekerja; para rasul dan murid-Nya menanggung penganiayaan dalam upaya mereka mengabarkan Injil-Nya. Ada yang dirajam sampai mati, ada yang anggota tubuhnya ditarik hingga terpisah dari batang tubuhnya, tetapi mereka semua menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan, menang atas Iblis. Pada akhir zaman, Tuhan telah menjadi manusia dan datang untuk bekerja untuk sepenuhnya menyelamatkan manusia dari dosa dan membawa kita ke tempat tujuan yang indah. Namun, Partai Komunis adalah partai jahat yang menentang dan membenci Tuhan. Mereka tidak mengizinkan orang untuk percaya dan menyembah Tuhan, dan dengan gila-gilaan menindas dan menganiaya orang Kristen. Begitu banyak saudara-saudari yang telah disiksa dengan kejam setelah ditangkap, tetapi dengan mengandalkan Tuhan mereka mampu memberikan kesaksian yang indah. Aku tahu aku harus mengikuti teladan mereka, aku tidak boleh takut akan penderitaan jasmani dan penghinaan, tetapi harus tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan Iblis.
Polisi melanjutkan interogasi mereka beberapa hari kemudian, berusaha memaksaku mengkhianati saudara-saudariku dan memberi tahu mereka tentang uang gereja. Aku tidak mau memberi tahu mereka apa pun, jadi mereka membuatku duduk dengan punggung menempel ke dinding dan membuatku membentangkan kakiku lebar-lebar. Seorang petugas menahan kaki kiriku ke dinding dan memegangi tanganku sehingga aku tak bisa bergerak, sementara petugas lainnya menendang kaki kananku dengan keras hingga menempel ke sisi dinding yang lain. Aku merasakan rasa sakit yang luar biasa. Mereka menyiksaku tanpa henti dari sekitar pukul 8 malam sampai pukul 11 malam. Aku tidak ingat berapa kali mereka melakukan ini kepadaku. Akhirnya, kaki kananku disandarkan ke dinding 180 derajat sementara aku tergeletak di lantai, benar-benar kehabisan tenaga. Ketika matahari terbit, aku melihat kedua kakiku sangat bengkak dan berwarna keungu-unguan. Khususnya paha kanan bagian dalamku benar-benar berwarna keunguan dan bahkan untuk berdiri pergi ke kamar mandi pun sangat sulit. Seseorang harus membantu mendudukkanku di atas toilet. Seorang petugas berkata, berusaha menakut-nakutiku, "Dengan kakimu seperti ini, jika kami terus menyiksamu, keadaannya akan menjadi dua kali lebih buruk dari kemarin. Sakitnya akan jauh lebih menyiksa. Katakan saja apa yang ingin kami ketahui!" Melihatku tidak mengatakan apa pun, petugas lainnya dengan kejam memisahkan kakiku untuk merenggangkan kakiku, dan aku merasakan rasa sakit yang menyakitkan saat kakiku direntangkan lebih dari 90 derajat. Aku berteriak, tak mampu menahan sakit. Dia berkata, "Baru begitu saja sudah terasa sakit? Terus terang saja, penyiksaan ini khusus digunakan untuk mata-mata wanita. Sanggupkah tubuhmu menanggungnya? Pikirkanlah sejenak." Petugas lain yang bertubuh gemuk berkata, "Orang-orang yang telah kuinterogasi semuanya adalah pembunuh. Akhirnya, mereka semua mengaku, lalu menangis tersedu-sedu. Mereka memilih mati daripada menanggung penderitaan semacam itu." Perkataan ini membuatku ketakutan. Para penjahat lebih memilih mati daripada menerima hukuman ini—itu pasti siksaan yang mengerikan! Pemikiran akan disiksa sampai aku merasa lebih baik mati membuat jantungku mulai berdegup kencang. Aku terus berdoa dalam hati kepada Tuhan. Tepat pada saat itu, aku teringat sesuatu yang Tuhan Yesus katakan: "Dan jangan takut kepada mereka yang membunuh tubuh, tetapi tidak mampu membunuh jiwa: sebaliknya, takutlah kepada Dia yang mampu menghancurkan tubuh dan jiwa di neraka" (Matius 10:28). Juga, firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Ketika manusia siap mengorbankan nyawa mereka, semuanya menjadi tidak penting, dan tidak ada orang yang bisa mengalahkannya. Apakah yang lebih penting daripada nyawa? Karenanya, Iblis menjadi tidak mampu bertindak lebih jauh dalam manusia, tidak ada yang bisa dilakukannya dengan manusia" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 36"). Firman Tuhan memberiku kekuatan. Polisi dapat menyiksaku dengan kejam, tetapi mereka hanya bisa membunuh dagingku. Mereka tidak bisa menyentuh jiwaku. Jika aku mengkhianati Tuhan karena aku takut akan kesukaran jasmani, aku akan menjalani kehidupan yang hina seperti Yudas, dan pada akhirnya jiwa, roh, dan tubuhku semuanya akan dihukum. Iblis sedang menggunakan kelemahan dagingku untuk membuatku mengkhianati Tuhan, dan aku tidak boleh tertipu oleh tipu muslihatnya. Bagaimanapun polisi menyiksaku, meskipun aku dipukuli sampai mati, aku bertekad untuk tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan Iblis.
Polisi terus menginterogasiku selama beberapa hari selanjutnya, kembali mengancam untuk merenggangkan kakiku. Mereka berkata akan membawaku ke ruang penyiksaan dan menggunakan segala macam penyiksaan kejam terhadapku, dan mereka tidak akan berhenti sampai aku memberi tahu mereka tentang informasi gereja. Aku ingat rasa sakit saat kakiku direnggangkan—seakan kakiku dicabut paksa dari tubuhku. Aku tidak pernah mau lagi menanggung rasa sakit yang menyiksa itu. Terpikir olehku bahwa aku lebih baik mati daripada menanggung lebih banyak siksaan yang mengerikan itu. Aku melakukan mogok makan, tidak mau makan beberapa kali berturut-turut. Polisi itu marah dan membentakku, berkata mereka akan mencekokiku jika aku tidak mau makan. Aku terkejut dan akhirnya sadar bahwa aku harus mencari maksud Tuhan. Tepat pada saat itu, aku teringat firman Tuhan: "Penderitaan sebagian orang mencapai titik ekstrem, dan pikiran mereka mengarah kepada kematian. Ini bukanlah kasih kepada Tuhan yang sejati; orang-orang seperti itu adalah pengecut, mereka tidak memiliki ketekunan, mereka lemah dan tidak berdaya! ... Maka, selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan hingga akhir napasmu, engkau harus setia dan tunduk pada pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa ingin mati karena takut akan penderitaan jasmani adalah tindakan pengecut. Aku bukan saja tidak akan membawa kemuliaan bagi Tuhan dengan cara itu, tetapi aku juga akan menjadi bahan tertawaan Iblis. Tuhan berharap agar aku menjadi kesaksian bagi-Nya di hadapan Iblis, setia kepada-Nya bahkan sampai napas penghabisan, dan tidak pernah menyerah pada Iblis. Itu adalah kesaksian yang kuat yang dapat digunakan untuk menyerang balik Iblis. Setelah mengetahui maksud Tuhan, aku menghentikan mogok makanku. Namun, memikirkan akan disiksa terus-menerus di tangan polisi, tanpa tahu kapan semuanya akan berakhir, aku merasakan kelemahan di hatiku. Kemudian, aku teringat sebuah lagu pujian, "Teladankanlah Tuhan Yesus": "Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus merasakan kesakitan, seolah-olah pisau sedang dipelintir di jantung-Nya, namun Dia tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengingkari perkataan-Nya; selalu ada kekuatan dahsyat yang mendorong-Nya menuju ke tempat Dia akan disalibkan. Akhirnya, Dia dipaku di kayu salib dan menjadi keserupaan dengan daging yang berdosa, menyelesaikan pekerjaan penebusan umat manusia. Dia melampaui belenggu kematian dan alam maut. Di hadapan-Nya, kematian, neraka, dan alam maut kehilangan kuasa mereka, dan ditaklukkan oleh-Nya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Melayani dalam Keselarasan dengan Maksud-Maksud Tuhan"). Merenungkan firman Tuhan membuatku teringat bagaimana, ketika Tuhan Yesus sedang menyelesaikan pekerjaan-Nya menebus umat manusia, Dia dicambuk oleh tentara Romawi, harus mengenakan mahkota duri, dan berjalan selangkah demi selangkah dengan penuh penderitaan ke tempat penyaliban-Nya. Akhirnya, Dia menumpahkan tetes darah-Nya yang terakhir di kayu salib, menanggung penderitaan yang tak terbayangkan. Untuk menyelamatkan kita, Tuhan menyerahkan nyawa-Nya sendiri tanpa ragu—kasih Tuhan begitu besar! Sedangkan aku, setelah mengalami siksaan mengerikan yang tidak dapat kuhindari, aku tak mau menderita lebih lama lagi. Aku kehilangan tekadku untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan. Aku merasa itu sangat memalukan. Tuhan mampu mengorbankan nyawa-Nya untuk kita, jadi mengapa aku tak mampu mempersembahkan diriku untuk membalas kasih-Nya? Merasakan kasih Tuhan, air mata mengalir tanpa henti di wajahku. Aku berdoa dalam hati, "Tuhan, berapa lama pun atau sebanyak apa pun aku harus menderita, aku mau tetap teguh dalam kesaksianku!"
Saat duduk di lantai malam itu, aku merasakan kekuatan di seluruh tubuhku dan semangatku menjadi jauh lebih baik. Salah seorang polisi terus menginterogasiku untuk mendapatkan informasi tentang gereja. Aku berkata kepadanya dengan tegas, "Aku tidak akan memberitahumu apa pun." Dia pergi dengan marah sambil membanting pintu. Tak lama kemudian, polisi membawa masuk kursi interogasi baru, memborgolku ke kursi itu, dan berkata bahwa hari berikutnya akan sangat buruk bagiku. Pada malam itu, kuperhatikan kedua petugas yang menjagaku telah tertidur, jadi kuputuskan untuk mencoba melihat apakah aku bisa melepaskan tanganku dari borgol. Anehnya, borgol itu cukup longgar dan tanganku bisa langsung keluar. Aku berdoa dalam hati, "Tuhan, Engkaukah yang sedang membuka jalan keluar untukku? Aku sama sekali tak tahu apa yang ada di luar ruangan ini atau ke mana aku bisa lari. Aku menyerahkan diriku ke dalam tangan-Mu—kumohon bimbinglah aku!" Setelah berdoa, aku keluar dari kursi interogasi dan berjalan menuju ke pintu. Dengan perlahan aku membukanya dan berlari menuju ke pintu masuk hotel. Di luar dugaan, para penjaga di pintu juga sedang tidur dengan kepala mereka di atas meja, jadi aku meninggalkan hotel dengan mudah dan berlari ke arah sebuah gang. Kakiku terluka cukup parah, tetapi ajaibnya, pada saat itu kakiku sama sekali tidak terasa sakit. Aku hanya berlari secepat mungkin. Aku sangat gugup, takut polisi akan menangkapku dan membawaku kembali. Aku tidak tahu ke mana harus pergi, dan aku tidak berani pergi ke rumah saudara-saudariku, karena takut menempatkan mereka dalam bahaya. Aku ingat sebuah rumah yang dibeli keluargaku baru-baru ini yang mungkin belum diketahui oleh polisi. Aku ingin pergi ke sana dan bersembunyi untuk sementara waktu, jadi aku segera berlari ke rumah itu. Tak lama setelah aku berada di rumah, ibuku pulang. Dia berkata dengan gugup, "Polisi berada di luar sana dengan fotomu, menanyakan tentangmu di mana-mana. Kau tak bisa tinggal di sini—kau harus segera pergi." Ini membuatku sangat gugup, dan jantungku berdegup kencang. Aku segera berlutut dan berdoa, "Tuhan, aku tak tahu harus pergi ke mana. Kumohon bimbinglah aku. Aku tak tahu apakah pelarian ini akan berhasil, tetapi aku menyerahkan semuanya ke dalam tangan-Mu, menyerahkannya pada pengaturan-Mu. Jika aku tak bisa lolos, aku siap menyerahkan nyawaku untuk tetap teguh dalam kesaksianku." Setelah berdoa, aku berangsur menjadi tenang. Setelah itu, ayahku membawaku keluar dengan skuter listriknya. Tepat ketika kami mendekati pintu gerbang belakang kompleks apartemen, aku melihat polisi yang menginterogasiku tidak jauh dari posisiku, memegang sebuah foto dan bertanya kepada orang-orang yang lewat. Jantungku rasanya mau copot dan keringat bercucuran di sekujur tubuhku. Sementara mereka tidak memperhatikan, aku turun dari skuter dan berlari ke gedung terdekat untuk bersembunyi. Ayahku terus maju, berpura-pura tenang. Aku berdoa terus kepada Tuhan, memohon bimbingan-Nya. Tak lama kemudian ayahku kembali untuk menjemputku, mengatakan polisi telah pergi. Tak seorang pun mengawasi pintu gerbang belakang kompleks apartemen, jadi aku menggunakan kesempatan itu untuk menyelinap keluar. Setelah melewati beberapa rintangan, dengan bantuan saudara-saudariku, aku menemukan tempat yang relatif aman untuk bersembunyi.
Beberapa waktu kemudian, aku mendengar bahwa, di hari yang sama, tak lama setelah aku meninggalkan rumah orang tuaku, banyak mobil polisi telah datang dan mengepung kompleks apartemen itu. Mereka menghabiskan waktu berhari-hari mencari dari pintu ke pintu. Mereka memorak-porandakan rumah orang tuaku setelah mereka menemukan rumah itu, dan membawa ayahku ke kantor polisi untuk menginterogasinya tentang keberadaanku. Tak hanya itu, tetapi mereka juga memasang kamera CCTV di gedung tepat di seberang rumah orang tuaku. Polisi juga melakukan pencarian terhadapku di sekitar tempat tinggal nenekku. Ketika seorang perempuan lanjut usia yang tinggal di sebelah rumah nenekku berbisik kepada seseorang yang berdiri di sebelahnya, polisi memerintahkannya untuk menyerahkan aku, kemudian membawa perempuan lanjut usia itu ke kantor polisi dan menahannya di sana semalaman. Setelah itu, mereka menahan bibiku dan menginterogasinya tentang keberadaanku. Semua kerabatku berada di bawah pengawasan polisi. Aku sangat marah ketika mendengar tentang hal ini. Partai Komunis benar-benar gila—kepercayaanku tidak melanggar hukum apa pun, tetapi mereka tetap tidak mau berhenti melakukan segala cara dalam upaya mereka untuk menangkapku. Aku teringat satu bagian firman Tuhan ini: "Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa! ... Ribuan tahun kebencian berkumpul di hati, dosa ribuan tahun tertulis di hati—bagaimana mungkin ini tidak menimbulkan kebencian? Tuhan yang membalas dendam, menghancurkan semua musuh-Nya, tidak membiarkannya mengacau lebih lama lagi, dan tidak mengizinkannya memerintah sebagai penguasa zalim! Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah setan ini dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan memberontak melawan si Iblis tua yang jahat ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Tuhan telah menjadi daging pada akhir zaman dan mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan manusia. Dia telah membawa Injil kepada kita agar kita diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan surga, tetapi Partai Komunis tidak mengizinkan orang untuk percaya dan mengikuti Tuhan. Mereka dengan gila-gilaan menangkap dan menganiaya orang Kristen, menyiksa kita dengan kejam, menjebloskan kita ke penjara, dan bahkan membuat kita cacat atau mati. Partai Komunis adalah setan jahat dari neraka! Makin mereka meningkatkan penindasan mereka, makin jelas aku melihat esensi iblis mereka, dan makin aku membenci dan memberontak terhadap mereka dengan segenap hatiku. Aku bersumpah demi hidupku untuk tetap mengikuti Tuhan.
Pengalaman ditangkap dan dianiaya ini memperlihatkan kepadaku kedaulatan Tuhan yang mahakuasa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Di tengah krisis, Tuhan melindungiku agar aku bisa menang atas kekejaman Iblis. Firman Tuhan jugalah yang berulang kali memberiku kekuatan dan iman. Aku benar-benar mengalami kuasa dan otoritas firman-Nya, dan merasakan kasih dan perlindungan-Nya bagiku. Aku bersyukur kepada Tuhan dan memuji Dia dari lubuk hatiku!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudari Zhang Can, Provinsi Liaoning Di keluargaku, semua orang selalu sangat rukun. Suamiku adalah seorang pria yang sangat perhatian...
Oleh Saudara Chen Hao, TiongkokSuatu pagi pada November 2004, aku pergi ke rumah seorang saudari berusia lanjut untuk menghadiri pertemuan....
Oleh Saudara Zhou Rui, Provinsi JiangxiNamaku Zhou Rui dan aku seorang Kristen di Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak aku mulai memahami...
Oleh Saudari Gao Hui, TiongkokSuatu hari pada Juli 2009, seorang saudari bergegas ke rumahku untuk memberitahuku bahwa pemimpin gereja kami...