Setelah Kematian Istriku

21 Maret 2025

Oleh Saudara Zhanqi, Tiongkok

Pada musim gugur tahun 2007 aku dan istriku berturutan menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Dengan membaca firman Tuhan, aku menjadi yakin bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan yang benar yang telah menjadi daging untuk menyelamatkan manusia dari bencana. Kupikir memiliki kesempatan untuk menerima penyelamatan Tuhan di masa tua kami merupakan berkat yang luar biasa, dan kesempatan sekali seumur hidup yang tidak boleh kami lewatkan. Segera setelah menerima Injil, kami berdua mulai melaksanakan tugas. Aku mengabarkan Injil dan menyirami petobat baru, dan istriku bertugas menjadi tuan rumah. Kami melewati hari-hari kami dengan bahagia. Tak lama kemudian, masalah perut istriku, bronkitis, dan beberapa penyakit lainnya sembuh dengan sendirinya. Tuhan telah mencurahkan kasih karunia dan berkat kepada kami. Iman kami kepada Tuhan bertumbuh, dan aku makin termotivasi untuk mengabarkan Injil. Pada 2012, aku ditangkap dan dibawa ke kantor polisi kota praja ketika sedang mengabarkan Injil. Setelah dibebaskan, polisi masih terus mengganggu kami karena iman kami. Mereka juga mengancam jika kami tetap beriman, masa depan anak cucu kami akan buruk. Menantu perempuan kami percaya pada kebohongan PKT tentang iman kami, lalu mengusirku dan istriku dari rumah selama perayaan Tahun Baru Imlek. Kami tidak punya tempat tinggal, dan kami merasa sengsara dan lemah. Kami saling menghibur dan menyemangati, dengan berkata: "Ini adalah pemurnian dari Tuhan, dan kesulitan yang harus kita tanggung. Kita tidak boleh putus asa. Kita bisa hidup tanpa apa pun, tapi kita tak bisa hidup tanpa Tuhan." Setelah itu, kami tinggal di sebuah rumah yang sudah ditinggalkan, melaksanakan tugas sebagai tuan rumah. Kami tinggal di sana selama 8 tahun, dan meskipun itu adalah rumah yang kumuh, kami tak pernah merasa terganggu untuk percaya dan makan serta minum firman Tuhan, jadi hati kami bebas.

Pada September 2022, penyakit jantung yang diidap istriku selama bertahun-tahun mulai kambuh, dan dia mengalami beberapa serangan dalam sehari. Rasa sakitnya juga makin sering terjadi. Selama pertemuan, dia bahkan tidak bisa berlutut untuk berdoa. Terkadang sakit jantungnya kambuh saat dia sedang membasuh wajahnya. Ketika rasa sakitnya sangat parah, dia hanya berdiri sampai rasa sakitnya mereda baru membasuh wajahnya. Melihat kondisi istriku yang makin memburuk dari hari ke hari sungguh menyedihkan dan mengkhawatirkan bagiku, tapi kupikir kami adalah orang percaya, jadi kami mendapat pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Tuhan itu Mahakuasa, Dia mampu menghidupkan orang mati, dan tak ada yang tak mampu Dia lakukan. Istriku pernah mengidap banyak penyakit sebelumnya, tapi setelah beriman dia sudah sembuh, jadi untuk masalah kesehatan kecil seperti ini tidak terlalu kupikirkan dan aku menghiburnya dengan berkata: "Jangan khawatir—kita punya Tuhan. Dia akan melindungi kita." Belakangan kuperhatikan istriku makin kesakitan, dan meminum lebih banyak obat sama sekali tidak membantu. Aku teringat Tuhan melakukan pekerjaan nyata, dan Dia melindungi manusia, tapi kita harus bekerja sama dengan cara yang nyata. Lalu aku membawa istriku ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan memperlihatkan hati, ginjal, dan parunya semuanya rusak. Dokter langsung membawanya ke ruang ICU, mengatakan hidupnya dalam bahaya, dan aku harus menandatangani surat pernyataan kondisi kritis. Aku tertegun saat melihat surat pernyataan kondisi kritis itu, dan aku hampir pingsan. Aku tak mampu menerima kenyataan itu. Aku tak memercayainya. Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi? Kami adalah orang percaya yang Tuhan lindungi, jadi hal itu tidak boleh terjadi pada kami. Aku memohon kepada dokter, memintanya memikirkan cara untuk menyembuhkan penyakit istriku, menggunakan obat apa pun yang mungkin berhasil. Dokter berkata dia tidak bisa memberikan jaminan apa pun. Mendengar jawaban dokter, hatiku makin pedih. Kupikir aku tidak boleh mengandalkan dokter, jadi aku harus mengandalkan Tuhan. Ketika kembali ke kamar, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Istriku sakit parah dan dokter tidak tahu harus berbuat apa. Aku menyerahkannya kepada-Mu. Engkau adalah dokter yang mahakuasa yang bahkan mampu menghidupkan kembali orang mati. Tak ada yang mustahil bagi-Mu. Aku tak akan menyalahkan-Mu meskipun dia tak dapat disembuhkan." Aku tahu Tuhan tidak sedang melakukan pekerjaan supernatural sekarang, tapi aku teringat kesaksian pengalaman beberapa saudara-saudari. Mereka mulai sakit parah, lalu mengandalkan Tuhan, dan sembuh secara ajaib. Aku masih berharap mukjizat terjadi pada istriku, sehingga keadaannya bisa membaik. Namun di luar dugaanku, pada pagi hari ketiga, dia bahkan tidak bisa lagi berbicara, dan tidak bisa membuka matanya. Aku bisa melihat kondisinya bukan saja tidak membaik, tapi malah makin parah. Aku benar-benar sedih, dan berseru kepada Tuhan di dalam hatiku berulang kali, "Ya Tuhan! Kondisi istriku sedang buruk. Dia adalah orang percaya sejati yang telah mengikuti-Mu lebih dari 10 tahun. Dia telah menderita dan ditindas karena imannya, jadi tolong lakukan mukjizat dan sembuhkan dia. Engkau mampu menyembuhkannya, dengan begitu penginjilan dan kesaksian kami akan lebih meyakinkan." Namun, aku terkejut ketika, pada hari keempat, dia mengembuskan napas terakhir. Aku benar-benar putus asa. Aku tak tahu bagaimana menggambarkan kepedihan yang kurasakan; aku menangis, dan aku tak ada pilihan selain menyalahkan Tuhan: "Ya Tuhan, bagaimanapun juga, istriku adalah orang percaya. Dia menderita dan berjuang keras untuk mengikuti-Mu, dan dia tak pernah menyalahkan-Mu separah apa pun penyakitnya. Mengapa Engkau tidak melindunginya? Sekarang setelah dia pergi, aku ditinggal seorang diri tanpa daya. Bagaimana aku bisa terus hidup? Bukankah kami semua akan mati, entah kami orang percaya atau bukan? Usiaku juga makin tua, dan cepat atau lambat hariku akan tiba. Pengharapan apa yang ada sebagai orang percaya?" Setelah itu, aku menganggap semua itu sia-sia dan bahkan tak mau membaca firman Tuhan. Doaku hanya beberapa patah kata—tak banyak yang bisa kuucapkan. Setiap kali aku teringat bagaimana kami saling mengandalkan, dan pengalaman-pengalaman kami yang mengesankan selama masa-masa sulit, makan dan minum firman Tuhan, bersekutu bersama dan saling menyemangati, aku tak mampu membendung air mataku. Biasanya istriku yang merawatku, dan sekarang setelah dia pergi, tak ada orang yang mengurusku. Aku mengalami berbagai macam kesulitan, dan merasa sangat kesepian. Apa gunanya hidup yang begitu menyakitkan? Aku ingin mati dan mengakhiri segalanya. Pada saat itu hidupku penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Aku tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Rasanya seperti ada batu yang mengganjal di hatiku. Kesehatanku menurun dari hari ke hari. Tensiku naik dan detak jantungku menjadi sangat rendah; aku dirawat di rumah sakit. Baru setelah itulah aku sadar terus seperti itu akan sangat berbahaya, jadi aku berdoa: "Ya Tuhan! Setelah kepergian istriku, aku bergumul dan merasa kesepian. Aku tak punya kekuatan untuk melanjutkan, dan ingin mati saja. Aku tahu pemikiran seperti itu tak sejalan dengan kehendak-Mu, tapi aku tetap tak mampu menyangkal diriku sendiri. Kumohon berikan aku iman, agar aku mampu tetap teguh dan tidak gagal dalam ujian ini."

Suatu malam saat hendak tidur, beberapa firman Tuhan tiba-tiba muncul di benakku: "Apa esensi kasihmu kepada Tuhan? Jika engkau mengasihi-Ku, engkau tidak akan mengkhianati-Ku." Aku sadar ini adalah pencerahan dan bimbingan Tuhan, jadi aku segera mencari firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Seperti yang Aku katakan, mereka yang mengikut-Ku banyak, tetapi mereka yang benar-benar mengasihi-Ku sedikit. Barangkali sebagian orang berkata, 'Mungkinkah sudah kubayar harga yang sebegitu mahal jika aku tidak mengasihi-Mu? Mungkinkah aku sudah mengikut-Mu hingga sejauh ini jika aku tidak mengasihi-Mu?' Tentu saja, engkau punya banyak alasan, dan kasihmu, tentu saja sangat besar, tetapi apa esensi dari kasihmu untuk-Ku? 'Kasih', sebagaimana disebut, mengacu pada perasaan kasih sayang yang murni dan tanpa cela, di mana engkau menggunakan hatimu untuk mengasihi, merasakan, dan peduli. Dalam kasih tidak ada syarat, tidak ada hambatan, dan tidak ada jarak. Dalam kasih tidak ada kecurigaan, tidak ada tipu daya, dan tidak ada kelicikan. Dalam kasih tidak ada pertukaran dan tidak ada suatu pun yang tidak murni. Jika engkau mengasihi, maka engkau tidak akan menipu, mengeluh, mengkhianati, memberontak, memeras, atau berusaha mendapatkan sesuatu atau mendapatkan suatu jumlah tertentu. Jika engkau mengasihi, maka engkau akan dengan senang hati membaktikan dirimu, dengan senang hati menderita kesukaran, dan engkau akan menjadi selaras dengan-Ku, engkau akan merelakan semua yang engkau miliki demi Aku, engkau akan merelakan keluargamu, masa depanmu, masa mudamu, dan perkawinanmu. Jika tidak, kasihmu bukanlah kasih sama sekali, melainkan dusta dan pengkhianatan! Seperti apakah kasihmu? Apakah kasih yang sejati? Ataukah palsu? Seberapa banyak yang sudah engkau relakan? Seberapa banyak yang sudah engkau persembahkan? Seberapa banyak kasih yang sudah Kuterima darimu? Tahukah kau? Hatimu penuh dengan kejahatan, pengkhianatan, dan dusta—dan jika demikian, berapa banyak kasihmu yang tidak murni? Engkau semua berpikir bahwa engkau sudah cukup berkorban untuk-Ku; engkau semua berpikir bahwa kasihmu bagi-Ku sudah cukup. Lalu mengapa perkataan dan tindakanmu selalu mengandung pemberontakan dan dusta? Engkau mengikut-Ku, tetapi engkau tidak mengakui firman-Ku. Apakah ini disebut kasih? Engkau mengikut-Ku, tetapi lalu mengesampingkan-Ku. Apakah ini disebut kasih? Engkau semua mengikut-Ku, tetapi engkau tidak percaya kepada-Ku. Apakah ini disebut kasih? Engkau semua mengikut-Ku, tetapi engkau tidak bisa menerima keberadaan-Ku. Apakah ini disebut kasih? Engkau mengikut-Ku, tetapi engkau tidak memperlakukan-Ku sepadan dengan siapa Aku, dan engkau selalu mempersulit hal-hal bagi-Ku. Apakah ini disebut kasih? Engkau mengikut-Ku, tetapi engkau berusaha membodohi-Ku dan menipu-Ku dalam setiap perkara. Apakah ini disebut kasih? Engkau melayani-Ku, tetapi engkau tidak gentar akan Aku. Apakah ini disebut kasih? Engkau semua menentang-Ku dalam segala hal dan segala sesuatu. Apakah semua ini disebut kasih? Engkau sudah banyak membaktikan diri, itu benar, tetapi engkau tidak pernah melakukan apa yang Aku kehendaki darimu. Bisakah ini disebut kasih? Pertimbangan yang saksama menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun tanda kasih bagi-Ku dalam dirimu. Setelah pekerjaan bertahun-tahun dan semua firman yang Aku sampaikan, berapa banyak yang sesungguhnya sudah engkau dapatkan? Tidak patutkah ini direnungkan kembali dengan saksama? Aku memperingatkanmu: mereka yang Kupanggil kepada-Ku bukanlah mereka yang tidak pernah rusak; tetapi, mereka yang Kupilih adalah mereka yang benar-benar mengasihi-Ku. Oleh karena itu, hendaklah engkau waspada dalam perkataan dan perbuatanmu, dan menguji maksud dan pikiranmu, sehingga tidak melampaui batas. Pada masa akhir zaman, lakukan yang terbaik untuk mempersembahkan kasihmu kepada-Ku, sebab jika tidak, murka-Ku tidak akan pernah beranjak darimu!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Banyak yang Dipanggil, Tetapi Sedikit yang Dipilih"). Tuhan menghakimi hatiku dengan setiap pertanyaan, membuatku malu pada diriku sendiri dan tak mampu menjawab. Saat membaca, aku tak sanggup membendung air mata penyesalanku. Tuhan membuat semua tuntutan itu terhadapku, tapi aku tidak memenuhi satu pun. Kasihku kepada Tuhan bukanlah kasih sejati, melainkan kasih palsu, tak murni dan transaksional. Namun, aku tetap menganggap aku punya kasih kepada Tuhan. Aku benar-benar tak sedikit pun mengenal diriku. Biasanya, ketika aku mengalami kesulitan atau penyakit dan aku mendapat pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, atau ketika aku merasa berpengharapan untuk diselamatkan dan masuk ke dalam Kerajaan, aku akan bersyukur kepada Tuhan, dan punya tenaga yang tak terbatas. Ketika iman menjadi sulit dan menyakitkan, seperti ditangkap oleh si naga merah yang sangat besar, ditindas dan ditolak oleh anak-anakku, diejek dan difitnah oleh kerabat dan tetangga, aku mampu mengatasi semua kesulitan itu. Aku lebih suka meninggalkan rumah dan mengemis untuk mencari nafkah serta hidup di jalanan daripada mengkhianati Tuhan. Kupikir ini berarti aku memiliki kasih dan ketundukan yang tulus kepada Tuhan, dan pada akhirnya aku akan diselamatkan oleh Tuhan dan tetap bertahan. Namun, ketika sesuatu yang nyata terjadi dan kematian istriku membuatku sangat terluka, meninggalkanku sendirian, kesepian, menderita, dan tanpa seorang pun yang bisa kuandalkan, juga menghancurkan impianku untuk masuk ke dalam Kerajaan bersama istriku, aku benar-benar disingkapkan. Aku tak hanya menyalahkan Tuhan karena tidak melindungi istriku, tapi juga mempertanyakan Tuhan, dan ingin mati untuk menghadapi-Nya. Aku tak punya ketaatan. Aku tak punya bukti kasih kepada Tuhan. Tuhan telah berinkarnasi dua kali demi keselamatan manusia, mengalami segala macam penderitaan, mengungkapkan kebenaran untuk menyirami dan menggembalakan kami selama bertahun-tahun, membayar harga yang mahal agar kami mampu memahami kebenaran. Betapapun memberontak dan menentangnya aku, Tuhan sabar, toleran, dan penuh belas kasihan kepadaku berkali-kali, memberiku kesempatan untuk bertobat. Melalui bahaya dan kesulitan, Tuhan berkali-kali menjaga dan melindungi kami dari bahaya. Saat aku merasa lemah dan negatif, firman Tuhan mendukung dan menopangku, memberiku kekuatan, menguatkan rohku. Dia membimbingku selangkah demi selangkah hingga saat ini. Kasih Tuhan sangat nyata dan sangat tulus. Tak ada kepalsuan dan tak bersyarat. Namun, kasihku kepada Tuhan begitu tak murni dan transaksional. Aku selalu menyerukan tentang bagaimana firman Tuhan harus berkuasa di hatiku, tapi begitu istriku meninggal, hanya dialah yang kupikirkan. Kasihku kepada istriku melebihi kasihku kepada Tuhan—Tuhan tak punya tempat di hatiku. Aku sadar yang disebut kasihku hanyalah sebuah slogan, sebuah doktrin. Aku mengelabui dan menipu Tuhan. Kasihku tak mampu bertahan dalam ujian—benar-benar palsu! Setelah menyadari hal ini, aku menyesal karena terlalu memberontak dan tak punya hati nurani. Aku datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan bertobat. "Tuhan! Setelah membaca firman-Mu, aku merasa berdosa terhadap-Mu. Selama bertahun-tahun aku mengikuti-Mu, Engkau telah menyirami, menggembalakan, mendukung, dan menopangku, membayar harga yang sangat mahal. Kasih-Mu kepadaku begitu tulus, tapi kasihku kepada-Mu hanyalah sebuah slogan, sekadar kata. Semuanya palsu; penipuan. Aku tak layak datang ke hadapan-Mu. Aku tak ingin lagi menyakiti-Mu. Kesulitan atau situasi apa pun yang kuhadapi kelak, sesulit apa pun keadaannya, aku tak akan lagi menyalahkan-Mu. Aku siap tunduk pada pengaturan dan penataan-Mu." Di hari-hari selanjutnya, aku menenangkan diri, makan dan minum firman Tuhan, menonton video, dan mendengarkan lagu pujian, lalu aku tidak merasakan sakit sebanyak sebelumnya.

Suatu hari, aku menemukan satu bagian firman Tuhan dan setelah membacanya, barulah aku sadar bahwa penyebab aku tak mampu merelakan kematian istriku, dan salah paham serta menyalahkan Tuhan adalah karena pandanganku tentang pengejaran ternyata salah. Firman Tuhan katakan: "Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup? Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sadar imanku bukanlah untuk mengejar kebenaran, melainkan untuk menerima berkat, manfaat, dan damai sejahtera. Aku sedang bertransaksi dengan Tuhan. Sejak aku dan istriku pertama kali menerima pekerjaan baru Tuhan, kupikir kami punya iman, mengikuti Tuhan, dan mampu menderita serta berkorban bagi-Nya, jadi Dia pasti akan menjamin damai sejahtera dan kesehatan kami, dan seusai pekerjaan-Nya, kami dapat masuk ke dalam Kerajaan bersama-sama dan menikmati berkatnya. Kami langsung aktif dalam tugas setelah menjadi orang percaya agar bisa memperoleh tempat tujuan yang baik. Kulihat istriku tiba-tiba sembuh dari beberapa penyakit parah. Kami menerima berkat dan kasih karunia Tuhan. Aku menjadi lebih termotivasi, dan meskipun kami ditangkap si naga merah yang sangat besar dan ditindas oleh keluarga kami, serta diusir dari rumah oleh anak-anak kami, kami tak pernah mundur betapapun sulitnya, bertekad mengikuti Tuhan sampai akhir. Kupikir inilah yang disebut tetap teguh dalam kesaksian dan setia kepada Tuhan, dan bahwa pada akhirnya, kami akan diselamatkan dan tetap bertahan. Penyakit istriku tak sejalan dengan gagasanku, dan aku menuntut agar Tuhan mengadakan mukjizat dan menyembuhkan istriku. Kugunakan penderitaan dan penindasan di masa lalu sebagai modal untuk bertransaksi dengan Tuhan dan mengajukan syarat. Kepergian istriku menghancurkan impianku untuk masuk ke dalam Kerajaan dan menikmati berkatnya bersama-sama. Aku langsung berbalik arah, menuntut untuk mengetahui mengapa Tuhan tidak melindungi istriku. Aku bahkan ingin mati untuk menghadapi Tuhan, mempertanyakan keadilan-Nya, dan merasa memiliki iman tidak ada artinya. Aku sadar bahwa dalam imanku, aku sama seperti mereka yang beragama, menuntut kepuasan. Semua itu untuk memperoleh berkat dan damai sejahtera. Saat diberkati, aku bersyukur dan memuji Tuhan, serta memuji keadilan-Nya. Saat aku tidak diberkati, aku menyalahkan Tuhan, berdebat dengan-Nya, dan mengeluh. Dalam imanku, yang kuinginkan hanyalah memperoleh kasih karunia dan berkat dari Tuhan, sambil berkata aku mencintai dan tunduk kepada Tuhan. Bukankah itu menipu dan mempermainkan Dia? Hidupku dan semua yang kumiliki dianugerahkan oleh Tuhan. Pernikahanku juga diatur oleh Tuhan. Tuhan telah menganugerahkan kepadaku kasih karunia dan berkat yang begitu besar, tapi aku tetap tidak puas. Aku berubah total dan mengeluh ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginanku. Di manakah hati nuraniku? Masihkah aku dianggap manusia? Aku lebih buruk dari anjing! Anjing dapat menjaga rumah pemiliknya dan setia kepada mereka, tapi sebagai orang percaya dan pengikut Tuhan, meskipun telah menerima begitu banyak penyiraman dan penggembalaan Tuhan, menikmati kasih karunia Tuhan yang melimpah, aku tak ingin membalas kasih Tuhan, bahkan menipu-Nya dan berusaha bertransaksi. Aku sama sekali tak punya kemanusiaan! Aku sadar aku hanya beriman untuk memperoleh berkat, bukan untuk memperoleh kebenaran, mengejar perubahan watak hidupku, atau menjalani hidup yang bermakna. Setelah bertahun-tahun percaya, aku masih belum memiliki kenyataan kebenaran sedikit pun. Di setiap kesempatan, aku bernalar dengan Tuhan dan memaparkan kondisiku, penuh dengan keinginan yang berlebihan. Namun, aku masih berharap untuk masuk ke dalam Kerajaan dan menikmati berkatnya. Hanya angan-angan! Impian yang penuh khayalan! Jika bukan karena disingkapkannya diriku melalui situasi itu, aku pasti tetap tidak mengenal diriku, dan tak menyadari bahwa aku tak punya hati nurani dan nalar. Sebelumnya, aku selalu berpikir bahwa sebagai orang percaya selama bertahun-tahun, berdoa dan membaca firman Tuhan setiap hari, pantang mundur dalam menghadapi penindasan, aku adalah seseorang yang punya tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan setia kepada Tuhan, sehingga ketika saatnya tiba, aku pasti akan diselamatkan dan masuk ke dalam Kerajaan. Namun, kemudian aku sadar, jika aku ingin memperoleh keselamatan, yang terpenting adalah menerapkan kebenaran dan hidup dalam kenyataan kebenaran. Jika aku tidak mengubah pengejaranku untuk memperoleh berkat, aku mungkin saja percaya sampai akhir, tapi tanpa perubahan watak apa pun, aku akan disingkirkan, dihancurkan oleh Tuhan.

Kemudian, ketika aku bertemu saudara-saudari, mereka membagikan beberapa bagian firman Tuhan kepadaku yang berkaitan dengan keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jika kelahiran seseorang ditentukan oleh kehidupannya sebelumnya, maka kematian menandakan akhir dari nasib tersebut. Jika kelahiran seseorang adalah permulaan misinya dalam hidup ini, maka kematiannya menandakan akhir dari misi tersebut. Karena Sang Pencipta telah menentukan serangkaian keadaan tertentu untuk kelahiran seseorang, jelaslah bahwa Dia juga telah mengatur serangkaian keadaan tertentu untuk kematian seseorang. Dengan kata lain, tidak seorang pun dilahirkan secara kebetulan, tidak ada kematian yang datang tiba-tiba, dan baik kelahiran maupun kematian pasti berkaitan dengan kehidupan seseorang yang sebelumnya dan yang sekarang. Keadaan kelahiran dan kematian seseorang telah ditentukan sebelumnya oleh Sang Pencipta; inilah takdir seseorang, inilah nasibnya. Karena ada banyak penjelasan tentang kelahiran seseorang, kematian seseorang pun tentu saja akan terjadi menurut serangkaian keadaan khusus yang beragam. Inilah alasan manusia memiliki rentang masa hidup yang berbeda dan cara serta waktu kematian yang berbeda. Ada orang yang terlahir sehat dan kuat, tetapi mati di usia muda; ada yang terlahir lemah dan sakit-sakitan, tetapi hidup sampai berusia lanjut dan meninggal dunia dengan damai. Sebagian orang mengalami kematian yang tidak wajar, yang lain meninggal dengan wajar. Ada yang hidupnya berakhir jauh dari rumah, ada juga yang menutup mata untuk terakhir kalinya dengan orang-orang terkasih di samping mereka. Beberapa orang mati selagi berada di udara, yang lain saat berada di bawah tanah. Sebagian orang mati tenggelam, ada pula yang hilang di tengah bencana. Ada orang yang meninggal di kala pagi, yang lain di malam hari. ... Setiap orang menginginkan kelahiran yang termasyhur, kehidupan yang cemerlang, dan kematian yang megah, tetapi tidak seorang pun mampu melampaui nasib mereka sendiri, tidak seorang pun mampu lepas dari kedaulatan Sang Pencipta. Inilah nasib manusia. Manusia dapat merancang segala macam rencana untuk masa depannya, tetapi tidak seorang pun dapat merencanakan bagaimana mereka dilahirkan atau cara dan waktu kelahiran kepergian mereka dari dunia ini. Meskipun orang-orang berupaya semampu mereka untuk menghindari dan menolak datangnya kematian, tetap saja, tanpa mereka ketahui, kematian diam-diam datang mendekat. Tidak seorang pun tahu kapan mereka akan mati atau dengan cara apa, terlebih lagi di mana itu akan terjadi. Jelaslah bahwa bukan manusia yang berkuasa atas hidup dan mati, juga bukan makhluk apa pun di dunia alamiah, melainkan Sang Pencipta, yang otoritas-Nya unik. Kehidupan dan kematian manusia bukan produk hukum dunia alamiah, melainkan konsekuensi dari kedaulatan otoritas Sang Pencipta" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Dalam hidup ini, orang benar-benar hanya memiliki waktu yang terbatas untuk beralih dari memahami sesuatu hingga memiliki kesempatan ini, memiliki kualitas ini, dan memenuhi syarat untuk berdialog dengan Sang Pencipta, sehingga mereka benar-benar memperoleh pemahaman, pengetahuan, dan rasa takut akan Sang Pencipta, dan menempuh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jika sekarang engkau ingin agar Tuhan segera mengangkatmu, berarti engkau tidak bertanggung jawab atas hidupmu sendiri. Jika engkau ingin bertanggung jawab, engkau harus bekerja lebih keras untuk memperlengkapi dirimu dengan kebenaran, makin sering merenungkan dirimu sendiri ketika sesuatu terjadi padamu, dan dengan segera melengkapi kekuranganmu sendiri. Engkau harus mulai menerapkan kebenaran, bertindak berdasarkan prinsip, masuk ke dalam kenyataan kebenaran, lebih mengenal Tuhan, mampu mengerti dan memahami maksud Tuhan, dan tidak menjalani hidupmu dengan sia-sia. Engkau harus mengetahui di mana Sang Pencipta berada, apa maksud Sang Pencipta, dan bagaimana Sang Pencipta mengungkapkan sukacita, kemarahan, kesedihan, dan kebahagiaan—meskipun engkau tidak mampu memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam atau pemahaman yang lengkap, setidaknya engkau harus memiliki pemahaman mendasar tentang Tuhan, tidak pernah mengkhianati Tuhan, pada dasarnya mampu menjadi sesuai dengan Tuhan, menunjukkan perhatianmu kepada Tuhan, mampu memberikan penghiburan dasar kepada Tuhan, dan melakukan apa yang seharusnya dan pada dasarnya mampu dilakukan dan dicapai oleh makhluk ciptaan. Ini bukanlah hal yang mudah. Dalam proses melaksanakan tugas mereka, orang mampu secara berangsur-angsur mengenal diri mereka sendiri, dan dengan demikian mengenal Tuhan. Proses ini sebenarnya merupakan interaksi antara Sang Pencipta dan makhluk ciptaan, dan seharusnya menjadi proses yang layak diingat orang di sepanjang hidup mereka. Proses ini adalah sesuatu yang seharusnya mampu orang nikmati, bukan proses yang menyakitkan dan sulit. Oleh karena itu, orang seharusnya menghargai siang dan malam, tahun dan bulan yang mereka habiskan ketika melaksanakan tugas mereka. Mereka seharusnya menghargai fase kehidupan ini dan tidak boleh menganggapnya sebagai penghalang atau beban. Mereka seharusnya menikmati dan memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman pada tahap kehidupan mereka ini. Setelah itu, mereka akan memahami kebenaran dan hidup dalam keserupaan dengan manusia, memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan makin sedikit melakukan kejahatan. Engkau memahami banyak kebenaran, engkau tidak melakukan hal-hal yang mendukakan Tuhan atau yang membuat Dia muak. Ketika engkau datang ke hadapan Tuhan, engkau merasa bahwa Tuhan tidak lagi membencimu. Betapa indahnya! Setelah orang mencapai titik ini, bukankah mereka akan merasa tenang meskipun mereka harus mati? Jadi, mengapa ada orang-orang yang ingin mati sekarang? Mereka hanya ingin melarikan diri dan tidak mau menderita. Mereka hanya ingin segera mengakhiri hidup ini, agar bisa pergi dan menyerahkan diri mereka secara resmi kepada Tuhan. Engkau ingin menyerahkan dirimu kepada Tuhan, tetapi Tuhan belum menginginkanmu. Mengapa engkau menyerahkan dirimu kepada Tuhan padahal Dia belum memanggilmu? Jangan menyerahkan dirimu kepada-Nya sebelum tiba waktumu. Ini bukanlah hal yang baik. Jika engkau menjalani kehidupan yang bermakna dan berharga dan kemudian Tuhan mengangkatmu, itu adalah hal yang indah!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menyebarkan Injil adalah Tugas yang Wajib Semua Orang Percaya Laksanakan"). Setelah membaca dua bagian firman Tuhan itu, hatiku sangat dicerahkan. Dahulu, kupikir karena istriku sudah bertahun-tahun menjadi orang percaya, dan tidak menyalahkan-Nya sampai kematiannya, Tuhan seharusnya tidak membiarkan dia meninggal secepat itu. Dia seharusnya membiarkannya hidup sehingga kami bisa masuk ke dalam Kerajaan bersama-sama dan memiliki tempat tujuan dan kesudahan yang baik. Inilah alasan aku tak mampu memasrahkan kematiannya dan menyalahkan serta salah paham terhadap Tuhan. Setelah membaca firman Tuhan aku memahami bahwa beriman tidak menjamin seseorang tidak akan mati. Kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian adalah hal-hal yang tak dapat dihindari oleh siapa pun. Sampai berapa pun usia orang, sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan. Kelahiran dan kematian istriku dipengaruhi oleh kehidupannya di masa lalu dan sekarang, dan Tuhan telah mengatur semua itu bahkan sebelum dia dilahirkan. Waktu kelahirannya, jalan hidupnya, misi hidupnya, sampai umur berapa dia hidup, dan kapan dia akan mati—semua ini tidak terjadi secara acak. Orang sering berkata bahwa nasib kita ditentukan oleh Surga. Ini adalah aturan surgawi, dan tak seorang pun dapat melanggarnya. Ketika masa hidup istriku berakhir, dia pergi secara alami, dan tak seorang pun dapat mengubahnya. Dahulu kupikir karena istriku sudah meninggal, dia tidak bisa lagi diselamatkan. Tapi sekarang aku paham bahwa kematian orang tak ada kaitannya dengan keselamatannya. Kunci keselamatan mereka adalah apakah mereka mengejar kebenaran, apakah mereka hidup dalam kenyataan firman Tuhan atau tidak. Mereka yang sungguh-sungguh menaati Tuhan, dan yang mengejar serta memperoleh kebenaran, jiwa mereka akan diselamatkan setelah kematian. Seperti Abraham, Ayub, dan Petrus—secara fisik mereka semua sudah meninggal, tapi jiwa mereka diselamatkan setelah kematian, dan memiliki kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Ada orang-orang percaya yang tidak punya iman sejati sama seperti orang tidak percaya. Meskipun mereka masih hidup sekarang, mereka tak dapat diselamatkan. Istriku percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, dan aku tidak tahu apakah imannya sejati atau palsu. Bagaimanapun Tuhan mengatur kesudahannya, entah Dia memasukkan istriku ke neraka atau ke surga, Tuhan itu benar, dan Dia tidak bisa berbuat salah. Sebagai makhluk ciptaan, aku harus tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Aku harus memiliki nalar seperti itu. Sebelumnya aku tidak memahami dengan jelas dan tak mau tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Ketika istriku meninggal, aku ingin mati dan mengakhiri semuanya. Namun, sekarang aku sadar kematian istriku telah ditentukan oleh Tuhan, dan atas izin-Nya. Selain itu, ingin mati berarti menentang Tuhan, tidak tunduk kepada-Nya; itu berarti memberontak terhadap-Nya. Kematian istriku membuatku menderita dan sedih, tapi ada kehendak baik Tuhan di baliknya. Di satu sisi, hal ini memperlihatkan kerusakanku, dan dapat menahirkan dorongan batinku yang ingin bertransaksi dengan Tuhan demi berkat. Itu juga membantuku memahami watak benar Tuhan. Itulah kasih dan penyelamatan Tuhan. Tuhan mengizinkanku untuk terus hidup di usia lanjut ini. Aku harus menghargai waktu ini dan tekun mengejar kebenaran di lingkungan yang Tuhan atur, untuk memahami kerusakanku dan pekerjaan Tuhan, untuk tunduk dan menyembah kepada Tuhan, dan berhenti memberontak terhadap Tuhan dan menyakiti-Nya. Apa pun yang Tuhan lakukan kelak, lingkungan seperti apa pun yang Dia atur, aku harus mendengarkan Dia, menjalani hidupku dengan benar, mengabarkan Injil dan bersaksi tentang Tuhan, hidup untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Aku tidak boleh mengecewakan maksud baik-Nya. Aku harus menyingkirkan pemikiranku yang ingin mengakhiri hidupku. Jadi, aku dengan sungguh-sungguh berdoa, "Ya Tuhan! Aku tak mau kasih karunia atau berkat. Aku tak punya kebenaran, jadi aku tak minta hal lain, hanya kebenaran. Aku memiliki watak yang rusak dan jahat dan memerlukan penghakiman dan hajaran-Mu agar aku tetap terkendali dan tak ceroboh." Dengan pemahaman ini, aku merasa jauh lebih tenang. Aku bisa menikmati kembali makananku dan tidur dengan pulas. Karena situasi yang tak memungkinkan, aku tak dapat berkumpul dengan saudara-saudari, tapi aku tetap menunaikan saat teduh rutin dan makan serta minum firman Tuhan. Firman-Nya menyirami dan memeliharaku, dan aku merasa tenang, damai, dan bebas. Kesehatanku juga berangsur pulih. Penduduk desa yang melihatku berkata aku tampak kuat, tidak seperti pria berusia 70-an. Aku bersyukur dan memuji Tuhan di dalam hatiku!

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan yang membantuku makin memahami kerusakanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sebanyak apa pun hal-hal yang terjadi pada diri mereka, jenis orang yang adalah antikristus tidak pernah berusaha untuk menangani hal-hal tersebut dengan mencari kebenaran di dalam firman Tuhan, apalagi berusaha untuk memandang segala sesuatu melalui firman Tuhan—dan ini sepenuhnya karena mereka tidak percaya bahwa setiap baris firman Tuhan adalah kebenaran. Bagaimanapun rumah Tuhan mempersekutukan kebenaran, antikristus tetap tidak menerima, dan akibatnya mereka tidak memiliki sikap yang benar apa pun situasi yang mereka hadapi; khususnya, dalam hal bagaimana mereka memperlakukan Tuhan dan kebenaran, antikristus dengan keras kepala tidak mau mengesampingkan gagasan mereka. Tuhan yang mereka percayai adalah tuhan yang mengadakan tanda-tanda dan mukjizat, tuhan yang supernatural. Siapa pun yang mampu mengadakan tanda-tanda dan mukjizat—baik itu Kwan Im, Buddha, maupun Mazu—mereka menyebut semuanya itu tuhan. ... Dalam pikiran antikristus, tuhan seharusnya bersembunyi di balik mezbah dan menyuruh orang untuk memberi persembahan kepada mereka, memakan makanan yang orang persembahkan, menghirup asap dari dupa yang mereka bakar, mengulurkan tangan membantu ketika mereka berada dalam kesulitan, memperlihatkan bahwa mereka sangat berkuasa dan segera memberi pertolongan kepada mereka dalam batas-batas yang mampu mereka pahami, dan memenuhi kebutuhan mereka, saat orang meminta pertolongan dan bersungguh-sungguh dalam permohonan mereka. Bagi antikristus, hanya tuhan seperti inilah yang benar-benar tuhan. Sementara itu, segala sesuatu yang Tuhan lakukan sekarang ini, antikristus menanggapinya dengan sikap yang merendahkan. Dan mengapa demikian? Dinilai dari esensi natur antikristus, yang mereka butuhkan bukanlah pekerjaan penyiraman, penggembalaan, dan penyelamatan yang Sang Pencipta lakukan terhadap makhluk ciptaan, melainkan kemakmuran dan pemenuhan cita-cita mereka dalam segala hal, untuk tidak dihukum dalam kehidupan ini, dan masuk ke surga di dunia yang akan datang. Sudut pandang dan kebutuhan mereka menegaskan esensi kebencian mereka terhadap kebenaran" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Lima Belas: Mereka Tidak Percaya pada Keberadaan Tuhan dan Mereka Menyangkal Esensi Kristus (Bagian Satu)"). Tuhan menyingkapkan antikristus karena membenci kebenaran. Berapa tahun pun mereka makan dan minum firman Tuhan, mereka tak pernah memandang apa pun berdasarkan firman Tuhan. Mereka percaya kepada Tuhan tapi tidak mengejar kebenaran; mereka hanya menginginkan mukjizat. Mereka selalu menuntut agar Tuhan menyelesaikan masalah mereka dan memberikan apa yang mereka inginkan, agar segala sesuatu berjalan sesuai keinginan mereka dalam kehidupan ini, dan mereka hidup selamanya di kehidupan berikutnya. Iman mereka sepenuhnya untuk berkat. Sudut pandangku dalam mengejar imanku sama persis dengan sudut pandang antikristus. Aku menyembah Tuhan seolah-olah Dia adalah berhala. Biasanya, ketika kami menghadapi kesulitan atau mengalami masalah kesehatan, aku selalu berdoa memohon agar Tuhan melindungi dan menyelesaikan masalah kami. Kupikir Tuhan harus memberikan apa pun yang kami butuhkan, dan Dia harus memenuhi setiap tuntutan kami. Seperti inilah Tuhan di dalam benakku. Dengan memanfaatkan Tuhan untuk memenuhi tuntutanku, bukankah itu menipu dan menghujat-Nya? Dan ini bukan lagi Zaman Kasih Karunia, jadi Tuhan tidak melakukan pekerjaan menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan. Sekarang ini Dia melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran. Tujuannya adalah membereskan watak rusak manusia dan menyelamatkan kita dari pengaruh Iblis. Namun, aku tidak mencintai kebenaran atau menghargai pekerjaan Tuhan. Aku hanya terus menuntut kasih karunia dan berkat dari Tuhan. Pada dasarnya, aku adalah orang tidak percaya. Aku telah mengikuti Tuhan selama bertahun-tahun, menikmati penyiraman dan perbekalan firman Tuhan, serta pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, tapi aku tidak mengejar kebenaran atau berusaha membalas kasih Tuhan. Aku bahkan mengajukan tuntutan yang tak masuk akal kepada Tuhan. Pengejaranku seperti itu adalah menjadi musuh Tuhan, dan aku pasti akan dihukum oleh Tuhan. Setelah menyadari hal ini, aku merasa takut. Aku tak ingin terus menempuh jalan yang salah itu, tapi ingin mengaku dan bertobat.

Kemudian, dengan membaca tentang pengalaman Ayub, aku memetik lebih banyak pelajaran. Aku tahu bagaimana menghadapi dan melewati ujian ketika itu terjadi. Aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan tunduk terhadap seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan. Ayub belum pernah melihat Tuhan, atau mendengar-Nya mengucapkan firman, mengeluarkan perintah, memberi ajaran, atau menginstruksikan apa pun kepadanya. Dalam bahasa zaman sekarang, bagi Ayub untuk dapat memiliki pengetahuan dan sikap seperti itu terhadap Tuhan saat Tuhan tidak memberinya pencerahan, bimbingan, ataupun pembekalan berkenaan dengan kebenaran—ini adalah hal yang sangat berharga, dan bagi Ayub untuk menunjukkan hal-hal seperti itu sudah cukup bagi Tuhan, dan kesaksiannya dipuji dan dihargai oleh Tuhan. Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar Tuhan secara langsung mengucapkan ajaran apa pun kepadanya, tetapi bagi Tuhan, hati Ayub dan diri Ayub sendiri jauh lebih berharga dari orang-orang yang, di hadapan Tuhan, hanya dapat berbicara dalam kerangka teori secara mendalam, yang hanya dapat membual, dan berbicara tentang mempersembahkan korban bakaran, tetapi sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang sejati akan Tuhan, dan tidak pernah sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Karena hati Ayub murni, dan tidak tersembunyi dari Tuhan, dan kemanusiaannya jujur serta baik hati, dan dia mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Hanya manusia semacam inilah yang memiliki hati dan kemanusiaan yang dapat mengikuti jalan Tuhan, dan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Manusia semacam itu bisa melihat kedaulatan Tuhan, bisa melihat otoritas dan kuasa-Nya, juga dapat mencapai ketaatan terhadap kedaulatan dan pengaturan-Nya. Hanya seorang manusia seperti ini yang benar-benar bisa memuji nama Tuhan. Ini karena dia tidak melihat apakah Tuhan akan memberkatinya atau mendatangkan bencana atasnya, karena dia tahu bahwa segala sesuatu dikendalikan oleh tangan Tuhan, dan bahwa kekhawatiran manusia merupakan tanda kebodohan, ketidaktahuan, dan tidak memiliki nalar, serta tanda keraguan akan fakta berdaulatnya Tuhan atas segala sesuatu, dan tanda tidak takut akan Tuhan. Pengetahuan Ayub justru adalah apa yang Tuhan inginkan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Dari firman Tuhan aku memahami, Ayub percaya bahwa segala sesuatu diatur oleh Tuhan. Entah dia diberkati atau mengalami musibah, segalanya berasal dari Tuhan. Ketika dia diuji, harta keluarganya dan semua anaknya diambil, dan dia dipenuhi barah, dia tetap sama sekali tak mengeluh, tapi memuji nama Tuhan sambil berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Tak ada transaksi atau tuntutan dalam iman Ayub. Dia memuji kuasa Tuhan karena dia percaya akan kedaulatan Tuhan. Dia percaya semua yang Tuhan lakukan adalah baik. Ayub pada dasarnya berkarakter jujur dan baik hati, membuatku merasa bersalah dan malu. Dibandingkan dengan Ayub, aku tidak ada apa-apanya. Ayub hanya mengetahui tentang Tuhan dari apa yang telah dia dengar; dia belum pernah mengalami penyiraman dan perbekalan firman Tuhan, tapi ketika menghadapi ujian, dia tidak menyalahkan Tuhan. Entah dia diberkati atau menghadapi bencana, dia bisa menerima bahwa itu berasal dari Tuhan dan tunduk. Membandingkan diriku dengannya, aku sudah makan dan minum banyak firman Tuhan tapi tidak tahu cara membalas kasih Tuhan. Ketika menerima kasih karunia dan berkat Tuhan, aku percaya pada kuasa dan otoritas-Nya. Ketika istriku sakit dan meninggal, aku meragukan kuasa dan otoritas Tuhan. Aku tidak tunduk kepada Tuhan. Aku juga berdebat dengan-Nya. Tak ada tempat bagi Tuhan di hatiku, dan aku tidak percaya pada aturan atau pengaturan Tuhan. Aku sadar pujianku atas otoritas dan kuasa Tuhan didasarkan pada penilaianku atas berkat dan musibahku sendiri. Aku tak mampu tunduk tanpa syarat pada aturan dan pengaturan Tuhan. Ketika kesulitan muncul, aku berdebat dengan Tuhan, bahkan menentang dan mengeluh. Dibandingkan dengan Ayub, aku tak punya kemanusiaan atau nalar sedikit pun. Itu menjijikkan dan memuakkan bagi Tuhan. Aku tak mau lagi menyakiti-Nya. Aku bersumpah, situasi apa pun yang Tuhan tetapkan kelak, entah aku diberkati atau mengalami kemalangan, aku akan mengikuti teladan Ayub dan tak akan pernah lagi bertransaksi dengan Tuhan, tunduk sepenuhnya pada aturan dan pengaturan-Nya. Sekalipun aku tidak memperoleh kebenaran dan pada akhirnya disingkirkan, aku tak akan mengeluh. Tak lama kemudian, aku terlepas dari situasi berbahaya, dan aku dapat menghadiri pertemuan lagi. Aku bisa makan dan minum firman Tuhan bersama saudara-saudari dan menjalani kehidupan bergereja. Gereja juga mengatur sebuah tugas untukku. Aku sangat bahagia sekarang.

Kematian istriku menyingkapkan banyak pemberontakanku. Penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan membuatku memahami pengejaranku yang hina akan berkat dalam imanku. Aku berhenti mengerahkan upayaku ke jalan yang salah itu. Selain itu, aku menjadi paham, istriku meninggal karena masa hidupnya telah berakhir. Menghadapi hal itu dengan semestinya membuatku tidak lagi merasa menderita. Yang perlu kulakukan sekarang adalah tekun mengejar kebenaran dan mencapai perubahan watak. Entah aku diberkati atau mengalami kemalangan, aku harus mendengarkan firman Tuhan, dan tunduk pada aturan dan pengaturan-Nya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait