Sebuah Tugas Membutuhkan Kebenaran

19 Maret 2022

Oleh Saudari Teresa, Filipina

Pada Mei 2021, Aku mengambil peran kepemimpinan, bertanggung jawab atas pekerjaan beberapa gereja. Kupikir aku benar-benar harus membayar harga dan melakukan tugasku dengan baik, atau Tuhan pasti tak berkenan. Jadi, aku menyibukkan diri dengan pekerjaan gereja setiap hari, menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk bersekutu dengan para pemimpin gereja, mendiskusikan bagaimana memajukan pekerjaan penginjilan dan menyirami pendatang baru, dan di waktu luangku, aku pergi mengunjungi orang percaya baru. Aku benar-benar telah bekerja keras untuk semua ini. Jadwalku begitu padat setiap hari sehingga terkadang tak sempat makan, dan sampai pada titik aku bahkan tak punya waktu untuk saat teduh. Kupikir aku hanya perlu mengerahkan upayaku dan membayar harga untuk mendapatkan hasil, maka aku akan mendapatkan perkenanan dan berkat Tuhan, serta memiliki tempat tujuan yang baik.

Sebuah Tugas Membutuhkan Kebenaran

Demi tugasku, aku meninggalkan daging dan mengerahkan segenap kekuatanku, bahkan menggunakan istirahat makan siangku untuk menjangkau orang percaya baru atau merencanakan pertemuan, tidak pernah peduli betapa lelahnya diriku. Kemudian, sebuah gereja akan membentuk tim penginjilan, jadi aku segera mencari calon yang baik dan menentukan siapa yang harus dilatih. Melihat pendatang baru kurang antusias, aku selalu segera mencari firman Tuhan untuk disampaikan agar mereka memahami makna pelaksanaan tugas mereka. Setelah bekerja keras selama beberapa waktu, akhirnya tim penginjilan terbentuk. Namun, aku tidak puas. Aku merasa harus membayar harga lebih mahal, menyelesaikan lebih banyak pekerjaan nyata, dan memimpin saudara-saudari untuk mendapatkan lebih banyak jemaat baru, agar aku berkontribusi lebih banyak dan Tuhan pasti berkenan, dan aku akan memiliki tempat tujuan yang baik. Namun, setiap kali menghadapi kesulitan dalam tugasku, aku merasa negatif dan lemah. Contohnya, ketika melihat pemimpin gereja merasa bingung dalam pekerjaan mereka atau pendatang baru tidak bersemangat dalam tugas mereka, atau ketika segala sesuatunya tidak direncanakan dengan sangat baik, aku merasa tidak cakap dalam tugas itu. Jika tidak mencapai apa pun, bagaimana aku bisa memiliki tempat tujuan yang baik? Pemikiran itu pasti selalu membuatku stres dan aku selalu merasa lelah, tertekan, dan sangat khawatir. Aku tidak menyadari masalahku, dan hanya membaca firman Tuhan ketika dalam keadaan buruk. Aku sering kali sibuk dengan tugasku. Aku merasa makan dan minum firman Tuhan serta merenungkannya memakan waktu terlalu lama dan pasti tak punya cukup waktu untuk tugasku, jadi aku selalu menundanya. Terkadang, aku akan menunggu sampai malam, tetapi akhirnya selalu merasa lelah dari bekerja sepanjang hari dan mengantuk. Jadi aku pasti tidak melakukannya. Aku tidak mengusahakan jalan masuk kehidupanku, tetapi hanya melakukan upaya di luar, dan melakukan tugasku dalam keadaan itu membuatku merasa lelah. Suatu hari, aku bertanya-tanya apakah melakukan tugasku seperti itu sesuai dengan kehendak Tuhan, apakah Dia akan berkenan atau tidak. Aku merasa sepertinya ada yang salah, dan menyadari ada masalah dengan sikapku. Aku hanya sibuk bekerja dan mengabaikan jalan masuk kehidupanku. Aku tak pernah benar-benar memikirkan tentang bagaimana Tuhan ingin aku melakukan tugasku. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku khawatir takkan berhasil dalam tugasku dan Engkau takkan berkenan, dan masa depanku akan terpengaruh. Tuhan, jika aku berada di jalan yang salah, kumohon terangi aku dan tunjukkan di mana letak kesalahanku. Ya Tuhan, aku ingin Engkau dipuaskan, tetapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku membutuhkan bimbingan-Mu."

Suatu hari seorang saudari memberitahuku bahwa dia tidak tahu bagaimana mencari kebenaran ketika dia memiliki masalah dan dia tidak yakin bagaimana melakukan tugasnya dengan baik. Dia tidak memahami keadaannya sendiri, jadi dia ingin aku memberitahunya bagaimana cara memahaminya dengan lebih baik dan apa yang harus dilakukan ketika dia menyingkapkan kerusakan. Aku memberitahunya bahwa untuk memahami keadaan kita sendiri, kita harus merenungkan pemikiran kita sendiri, dan apakah pemikiran, perspektif, tempat tujuan, dan perilaku kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Setelah itu, dia bertanya bagaimana aku bisa memahami pemikiranku untuk direnungkan dan mengenal diriku sendiri. Aku terpana. Pertanyaannya terasa seperti tamparan di wajah. Aku tidak menerapkan hal itu, jadi bagaimana aku bisa membantunya? Aku telah menyelesaikan banyak pekerjaan, tetapi tidak mencari kebenaran dalam tugasku. Aku menghadapi banyak masalah dan menyingkapkan banyak kerusakan, seperti kurang kesabaran dan kasih saat berusaha membantu orang percaya baru, dan mengkritik kinerja pemimpin ketika memeriksa pekerjaan mereka. Aku merasa tidak ada yang berjalan sesuai keinginanku, tetapi aku tidak merenungkan atau mengenal diriku sendiri. Kupikir aku hanya harus menyelesaikan tugasku, dan jika menyelesaikan lebih banyak, Tuhan akan berkenan dan itu sudah cukup. Jadi aku sama sekali mengesampingkan jalan masuk kehidupan dan juga tidak meluangkan waktu merenungkan firman Tuhan. Aku merasa makan dan minum firman Tuhan membuang-buang waktu yang bisa kugunakan untuk melakukan tugasku. Aku selalu sibuk di luarnya, tetapi tidak berkorban untuk Tuhan dengan tulus. Aku hanya bekerja, menyelesaikan tugas. Aku tidak merenungkan diri sendiri atau mencari kebenaran ketika dalam keadaan buruk. Aku mengabaikan jalan masuk kehidupanku dan tidak memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan. Aku melakukan tugasku dengan caraku sendiri, sesuka hatiku. Pada waktu itu, aku merasa khawatir dengan keadaanku sendiri. Aku bertanya-tanya, bagaimana Tuhan memandangku, dan apakah Dia akan berkenan dengan pengejaranku.

Menyadari masalah yang kuhadapi, aku memberi tahu saudari itu, "Aku memiliki masalah yang sama. Aku hanya sibuk dengan tugas, tetapi tidak memahami keadaanku sendiri. Sering kali kudapati keadaanku tidak benar, tetapi aku mengabaikannya. Aku tidak merenungkan diriku sendiri atau memiliki jalan masuk kehidupan." Kemudian, kami membaca satu bagian firman Tuhan bersama-sama. "Jika engkau ingin hatimu benar-benar damai di hadapan Tuhan, engkau harus bekerjasama secara sadar. Ini artinya masing-masing dari engkau semua harus memiliki waktu untuk bersaat teduh, waktu di mana engkau mengesampingkan orang, peristiwa, dan hal-hal lainnya, menenangkan hatimu dan berdiam diri di hadapan Tuhan. Setiap orang harus memiliki catatan renungan pribadi, mencatat pengetahuan mereka tentang firman Tuhan dan bagaimana roh mereka digerakkan, terlepas apakah perenungan itu 'mendalam' atau 'dangkal'; setiap orang harus secara sadar menenangkan hati mereka di hadapan Tuhan. Jika engkau dapat mempersembahkan satu atau dua jam setiap hari bagi kehidupan rohani yang benar, kehidupanmu hari itu akan terasa diperkaya dan hatimu akan terang dan jernih. Jika engkau menjalani kehidupan rohani seperti ini setiap hari, hatimu akan dapat kembali menjadi milik Tuhan, rohmu semakin lama akan menjadi semakin kuat, keadaanmu akan terus meningkat, engkau akan menjadi lebih mampu menempuh jalan yang dipimpin oleh Roh Kudus, dan Tuhan akan melimpahkan berkat yang lebih besar kepadamu. Tujuan dari kehidupan rohanimu adalah untuk dengan sengaja mendapatkan kehadiran Roh Kudus. Tujuannya bukanlah untuk menaati aturan ataupun melakukan ritual keagamaan, tetapi untuk sungguh-sungguh bertindak selaras dengan Tuhan, untuk sungguh-sungguh mendisiplinkan tubuhmu—inilah yang harus dilakukan manusia, jadi engkau semua harus melakukan hal ini dengan upaya maksimal" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kehidupan Rohani yang Normal Memimpin Orang menuju Jalan yang Benar"). Ini membantuku menyadari bahwa sesibuk apa pun, aku butuh kehidupan rohani yang normal dan waktu merenungkan firman Tuhan, serta merenungkan apakah gagasan dan tindakanku sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun, aku tidak berfokus membaca atau merenungkan firman Tuhan. Aku bahkan merasa saat teduhku membuang-buang waktu yang bisa kugunakan untuk bekerja. Aku tidak mencari kebenaran dalam tugasku atau merenungkan apakah aku melakukan apa yang Tuhan tuntut. Aku tidak mencari kebenaran ketika menghadapi masalah, tetapi hanya berfokus pada pekerjaan, berusaha menyelesaikan segala sesuatu dengan kecerdasan dan pengalamanku sendiri. Terkadang, ketika keadaanku sudah buruk dan tidak mampu merasakan pekerjaan Roh, aku tetap memaksakan diri untuk terus bekerja. Aku terlihat sangat sibuk, tetapi hatiku hampa dan gelap, dan tidak belajar apa pun. Setelah membaca firman Tuhan, aku bisa memahami betapa pentingnya makan dan minum firman-Nya, bersaat teduh dan merenungkan diri sendiri. Jika tidak membaca firman Tuhan, kita takkan mampu menganalisis pemikiran dan perilaku kita sendiri dengan firman, dan takkan mengetahui kerusakan macam apa yang kita perlihatkan. Maka watak rusak kita takkan pernah berubah dan kita takkan pernah mendapatkan perkenanan Tuhan. Menyadari semua ini membuatku sadar. Melihat keadaanku sekarang membuatku merasa takut dan tidak mau terus seperti itu, tetapi ingin berfokus pada kehidupan rohaniku saat melakukan tugasku, melakukan penerapan dan masuk ke dalam firman Tuhan.

Kami membaca beberapa firman Tuhan tentang hal itu. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apabila engkau ingin dipuji Tuhan, engkau harus terlebih dahulu meloloskan diri dari pengaruh kegelapan Iblis, membuka hatimu kepada Tuhan dan sepenuhnya memalingkan hatimu kepada Tuhan. Apakah Tuhan akan memuji hal-hal yang sedang engkau lakukan sekarang? Sudahkah engkau memalingkan hatimu kepada Tuhan? Apakah hal-hal yang telah engkau lakukan merupakan hal-hal yang Tuhan kehendaki darimu? Apakah semua itu sesuai dengan kebenaran? Periksalah dirimu sendiri setiap saat dan berkonsentrasilah untuk makan dan minum firman Tuhan; serahkanlah hatimu di hadapan-Nya, kasihilah Dia dengan tulus hati, dan dengan penuh pengabdian korbankanlah dirimu bagi Tuhan. Orang-orang seperti ini pasti akan menerima pujian dari Tuhan." "Jika manusia hidup dalam firman Tuhan, Roh Kudus akan menyertai mereka dan melakukan pekerjaan-Nya dalam diri mereka. Jika manusia tidak hidup dalam firman Tuhan, mereka hidup dalam belenggu Iblis. Jika manusia hidup dalam wataknya yang rusak, mereka tidak memiliki hadirat maupun pekerjaan Roh Kudus. Jika engkau hidup dalam batas-batas firman Tuhan, dan jika engkau hidup dalam keadaan yang Tuhan inginkan, maka engkau adalah milik-Nya dan pekerjaan-Nya akan dilakukan dalam dirimu; jika engkau tidak tinggal dalam batas-batas tuntutan Tuhan, melainkan hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, maka engkau pasti hidup di dalam kerusakan Iblis. Hanya dengan hidup dalam firman Tuhan dan menyerahkan hatimu kepada-Nya, engkau dapat memenuhi tuntutan-Nya; engkau harus melakukan apa yang Tuhan katakan, menjadikan perkataan Tuhan sebagai landasan keberadaanmu dan realitas hidupmu; hanya dengan demikianlah engkau akan menjadi milik Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Meloloskan Diri dari Pengaruh Kegelapan, dan Engkau Akan Didapatkan oleh Tuhan"). Aku merenungkan diriku sendiri dalam terang firman Tuhan. Aku sangat antusias dalam tugasku, tetapi melakukan semuanya sesuai dengan gagasanku sendiri. Aku menyimpang dari firman Tuhan, tidak mencari kebenaran, dan hanya berfokus pada pekerjaanku. Itu bukan kehendak Tuhan. Dahulu kupikir asalkan aku berupaya sebaik mungkin dan membayar harga lebih mahal, Tuhan pasti berkenan, tetapi tidak demikian. Tuhan tak hanya melihat kontribusi di luar, tetapi Dia melihat hati kita, berharap kita dapat menaati firman-Nya, mengejar kebenaran dalam tugas kita, menerapkan firman-Nya, dan melepaskan diri dari belenggu perusakan Iblis. Namun, aku hanya ingin menyelesaikan tugas. Aku tidak mencari kebenaran, dan tidak merenungkan kerusakan yang kuperlihatkan, atau menerapkan firman Tuhan. Saat itulah aku sadar sedang berada di jalan yang salah, dan terus berada di jalan itu pasti berbahaya—Tuhan pasti tidak pernah berkenan.

Kemudian, aku merenungkan bagian firman Tuhan yang menyingkapkan Paulus, yang membantuku memahami masalah dalam pengejaranku sendiri. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Zaman sekarang, kebanyakan orang berada dalam keadaan seperti ini: 'Untuk mendapatkan berkat, aku harus mengorbankan diriku bagi Tuhan dan membayar harga bagi-Nya. Untuk mendapatkan berkat, aku harus meninggalkan segalanya bagi Tuhan; Aku harus menyelesaikan apa yang telah Dia percayakan kepadaku, dan melaksanakan tugasku dengan baik.' Ini didominasi oleh niat untuk mendapatkan berkat; yang adalah contoh mengorbankan diri sendiri sepenuhnya dengan tujuan memperoleh upah dari Tuhan dan mendapatkan mahkota. Orang semacam itu tidak memiliki kebenaran di dalam hati mereka, dan pemahaman mereka pasti hanya terdiri dari beberapa kalimat doktrin yang mereka pamerkan ke mana pun mereka pergi. Jalan mereka adalah jalan Paulus. Iman orang semacam itu adalah tindakan kerja keras yang terus-menerus, dan di lubuk hati mereka, mereka merasa bahwa semakin banyak mereka melakukannya, semakin itu akan membuktikan kesetiaan mereka kepada Tuhan; juga, bahwa semakin banyak mereka melakukannya, semakin Dia pasti akan dipuaskan; dan bahwa semakin banyak mereka melakukannya, semakin mereka akan layak diberikan mahkota di hadapan Tuhan, dan mereka pasti akan menerima berkat terbesar di dalam rumah-Nya. Mereka berpikir bahwa jika mereka dapat menanggung penderitaan, berkhotbah, dan mati bagi Kristus, jika mereka dapat mengorbankan hidup mereka sendiri, dan jika mereka dapat menyelesaikan semua tugas yang dipercayakan Tuhan kepada mereka, mereka akan berada dalam kumpulan orang yang paling diberkati Tuhan—yaitu yang mendapatkan berkat terbesar—dan kemudian mereka pasti akan diberikan mahkota. Inilah tepatnya yang Paulus bayangkan dan apa yang dicari olehnya; inilah tepatnya jalan yang ditempuh olehnya, dan di bawah tuntunan pemikiran seperti itulah dia bekerja untuk melayani Tuhan. Bukankah pemikiran dan niat seperti itu berasal dari natur jahat? Ini sama seperti manusia duniawi, yang yakin bahwa selama berada di bumi mereka harus mengejar pengetahuan, dan yang yakin bahwa setelah memperoleh pengetahuan barulah mereka dapat menjadi lebih baik daripada orang lain, menjadi pejabat, dan memiliki status; mereka berpikir bahwa begitu mereka memiliki status, mereka dapat mewujudkan ambisi mereka dan membawa rumah tangga dan bisnis mereka naik sampai ke tingkat tertentu. Bukankah semua orang tidak percaya menempuh jalan ini? Mereka yang dikuasai oleh natur jahat ini hanya dapat menjadi seperti Paulus dalam iman mereka. Mereka berpikir: 'Aku harus membuang segalanya untuk mengorbankan diriku bagi Tuhan; Aku harus setia di hadapan-Nya, dan pada akhirnya, aku pasti akan menerima mahkota yang paling indah dan berkat terbesar.' Ini adalah sikap yang sama seperti sikap yang dimiliki oleh orang-orang duniawi yang mengejar hal-hal duniawi; mereka sama sekali tidak ada bedanya, dan tunduk pada natur yang sama. Ketika manusia memiliki natur jahat semacam ini, di dunia, mereka akan berusaha mendapatkan pengetahuan, status, pembelajaran, dan menonjolkan diri; Jika mereka percaya kepada Tuhan, mereka akan berusaha untuk mendapatkan mahkota dan berkat besar. Jika manusia tidak mengejar kebenaran ketika mereka percaya kepada Tuhan, mereka pasti akan mengambil jalan ini; ini adalah fakta yang tidak dapat diubah, ini adalah hukum alam" ("Cara Menempuh Jalan Petrus" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Dahulu kupikir tujuan dalam tugasku adalah untuk memuaskan Tuhan, tetapi setelah membaca firman Tuhan, aku sadar sebenarnya aku keliru. Aku tampak antusias dengan tugasku, tetapi tidak berusaha memperoleh kebenaran atau memuaskan Tuhan. Aku ingin diberkati Tuhan dan memiliki tempat tujuan yang baik. Kupikir, asalkan melakukan pekerjaanku dan membayar harga, bekerja keras dan lebih banyak menderita, Tuhan pasti berkenan, dan aku pasti memiliki tempat tujuan yang baik. Demi berkat Tuhan, aku bisa menunda makan dan tidur lebih sedikit, dan bahkan mengurangi saat teduh dan membaca firman Tuhan untuk menghemat waktu. Aku ingin menukar upayaku dengan tempat tujuan yang indah di masa depan, seperti karyawan yang bekerja untuk seorang majikan. Rasanya seperti bekerja untuk mendapatkan gaji dari majikan. Aku sedang bertransaksi dengan Tuhan dalam tugasku, menipu Tuhan. Tuhan ingin kita sepenuh hati dalam tugas, bukan transaksional atau menuntut, tetapi aku berusaha bertransaksi dengan Tuhan, menukar upayaku dengan tiket ke surga. Itulah juga pengejaran Paulus. Paulus hanya berfokus pada pekerjaan, ingin mendapatkan mahkota dan upah, tetapi sama sekali tidak mengejar kebenaran atau menganggap serius firman Tuhan, apalagi berusaha mengubah dirinya sendiri. Dia berada di jalan yang menentang Tuhan. Aku pun sama—aku banyak bekerja, dan mengharapkan lebih banyak berkat dari Tuhan agar bisa mendapatkan tempat tujuan yang lebih baik. Aku sadar tidak mengejar kebenaran, ataupun benar-benar mengasihi Tuhan, jadi bagaimana mungkin aku mendapat perkenanan Tuhan? Tanpa membaca firman Tuhan, aku tidak mengetahui kerusakanku sendiri atau bahwa aku telah menyimpang dari jalan Tuhan. Kemudian, aku teringat tentang konsekuensi dari para pemimpin yang menempuh jalan yang salah dan menemukan bagian firman Tuhan ini. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa penyebab munculnya kategori orang yang merupakan para pemimpin dan pekerja, dan bagaimana mereka muncul? Dalam skala besar, mereka diperlukan untuk pekerjaan Tuhan; dalam skala yang lebih kecil, mereka diperlukan untuk pekerjaan gereja, mereka diperlukan oleh umat pilihan Tuhan. ... Perbedaan antara tugas mereka dan tugas orang lain adalah dalam hal ciri khusus mereka. Apa ciri khusus itu? Yang paling ditonjolkan adalah fungsi 'kepemimpinan'. Sebagai contoh, sebanyak apa pun jemaat yang dimiliki sebuah gereja, pemimpin adalah kepalanya. Jadi peran apa yang dimainkan pemimpin ini di antara para jemaat? (Mereka memimpin.) Mereka memimpin semua umat pilihan Tuhan di gereja. Jadi apa pengaruh yang mereka miliki terhadap seluruh jemaat? Jika pemimpin ini menempuh jalan yang salah, ini akan berpengaruh besar pada semua umat pilihan Tuhan di gereja: mereka semua akan mengikuti pemimpin untuk menempuh jalan yang salah. Ini seperti bagaimana Paulus memimpin semua gereja yang dirintisnya serta orang-orang yang diinjilinya dan bertobat; ketika Paulus tersesat, gereja-gereja dan orang-orang yang dia pimpin juga tersesat. Ketika para pemimpin tersesat, mereka bukan satu-satunya yang terkena dampaknya; semua saudara-saudari yang berada dalam lingkup kepemimpinan mereka juga terkena dampaknya" ("Mereka Berusaha Memenangkan Hati Orang" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Firman Tuhan mengingatkanku bahwa jalan yang kutempuh sebagai pemimpin sangatlah penting. Sikapku terhadap kebenaran, jalan yang kutempuh, dan bagaimana melakukan tugasku berdampak langsung pada jalan masuk orang lain. Jika menempuh jalan yang salah, aku pun pasti membimbing orang lain ke jalan yang salah. Sebagai pemimpin, aku bertanggung jawab membimbing saudara-saudari dalam mengejar kebenaran, tetapi aku berfokus pada pekerjaan daripada mengejar kebenaran. Aku mengesampingkan membaca firman Tuhan dan mencari kebenaran, menjauhkan diri dari Tuhan. Aku tidak berfokus pada jalan masuk kehidupanku sendiri, jadi bagaimana aku bisa memimpin saudara-saudari untuk mengejar kebenaran? Aku hanya akan membimbing mereka ke jalan yang sama seperti Paulus, dan jika akhirnya mereka disingkirkan karena tidak mengejar kebenaran, itu akan menjadi kejahatanku, dan pasti merusak kesempatan mereka untuk diselamatkan. Pekerjaan semacam itu bukan berbuat baik, tetapi melakukan kejahatan dan menentang Tuhan! Aku juga sadar betapa berbahayanya hanya memimpin yang lain untuk melakukan pekerjaan di luar, tetapi menjauhkan diri dari Tuhan dan kebenaran. Firman Tuhan menyingkapkan kerusakanku dan menunjukkan kepadaku jalan pengejaran yang benar dan tanggung jawab pemimpin. Aku tahu aku harus berfokus membaca firman Tuhan lebih banyak, mencari kebenaran dan menyelesaikan kerusakanku. Maka aku pasti tidak menempuh jalan yang salah.

Kemudian, aku membaca beberapa bagian lagi. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Tempat tujuan Paulus dan Petrus ditentukan berdasarkan apakah mereka dapat melakukan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan bukan berdasarkan ukuran kontribusi mereka; tempat tujuan mereka ditentukan berdasarkan perkara yang mereka cari sejak semula, bukan berdasarkan berapa banyak pekerjaan yang mereka lakukan, atau perkiraan orang lain mengenai mereka. Jadi, berusaha secara aktif melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah jalan menuju keberhasilan; mengupayakan jalan kasih sejati kepada Tuhan adalah jalan yang paling benar; mengusahakan perubahan pada watak lama seseorang, dan mengupayakan kasih yang murni kepada Tuhan, adalah jalan menuju keberhasilan. Jalan menuju keberhasilan yang seperti itu adalah jalan pemulihan tugas yang semula, juga pemulihan rupa makhluk ciptaan Tuhan yang semula. Inilah jalan pemulihan, dan inilah juga tujuan semua pekerjaan Tuhan dari awal hingga akhir. Jika pengejaran manusia dinodai dengan tuntutan pribadi yang berlebihan serta keinginan yang tidak masuk akal, hasil yang dicapai tidak akan berupa perubahan dalam watak manusia. Ini bertentangan dengan pekerjaan pemulihan. Pekerjaan itu pasti bukanlah pekerjaan yang dilakukan oleh Roh Kudus, sehingga membuktikan bahwa pengejaran semacam ini tidak diperkenan oleh Tuhan. Apakah pengejaran yang tidak berkenan kepada Tuhan memiliki makna penting?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). "Aku memutuskan tempat tujuan setiap orang bukan berdasarkan usia, senioritas, jumlah penderitaan, dan yang utama, bukan berdasarkan sejauh mana mereka mengundang rasa kasihan, tetapi berdasarkan apakah mereka memiliki kebenaran. Tidak ada pilihan lain selain ini. Engkau semua harus menyadari bahwa semua orang yang tidak mengikuti kehendak Tuhan juga akan dihukum. Ini adalah fakta yang tak dapat diubah. Jadi, semua orang yang dihukum pasti akan dihukum oleh karena keadilan Tuhan dan sebagai ganjaran atas banyaknya tindakan jahat mereka" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Ini membantuku memahami bahwa Tuhan tidak menentukan kesudahan kita berdasarkan seberapa banyak kontribusi, pekerjaan atau penderitaan kita. Dia tidak pernah berkata akan memberkati kita berdasarkan seberapa banyak kita telah bekerja atau bahwa kerja keras kita dapat membawa kita ke tempat tujuan yang baik. Namun, dahulu kupikir asalkan bekerja keras, melakukan tugasku, dan berkontribusi lebih banyak, aku pasti mendapatkan perkenanan Tuhan dan memiliki tempat tujuan yang baik. Jadi, aku sangat antusias dalam pekerjaan gereja dan menyelesaikan masalah orang lain, dan sangat rela menderita untuk tugasku. Namun, membaca firman Tuhan membuatku sadar bahwa perspektifku keliru, bahwa kesudahan kita ditentukan berdasarkan apakah kita mengejar kebenaran dan mengalami perubahan pribadi atau tidak. Sama seperti Paulus—dia berupaya keras, melakukan banyak pekerjaan, banyak menderita, dan merintis banyak gereja. Orang-orang berpikir dia berkontribusi besar, tetapi motivasinya adalah untuk diberi upah, dimahkotai, jadi semua kerjakerasnya tidak mendapat perkenanan Tuhan. Dia disingkirkan Tuhan karena wataknya tidak pernah berubah. Namun, meskipun Petrus tidak melakukan banyak pekerjaan, dia berfokus mencari kebenaran dan merenungkan diri sendiri berdasarkan firman Tuhan. Dia menerapkan firman Tuhan dan akhirnya mencapai perubahan watak. Pengejarannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Dahulu aku tidak memahami standar Tuhan untuk menentukan kesudahan orang, tetapi memiliki gagasanku sendiri dalam iman. Kupikir kerja keras akan membawaku ke dalam kerajaan Tuhan, dan ingin menukar upaya kecilku dengan tempat tujuan yang indah. Pengejaran itu tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Aku tidak mengejar kebenaran dengan hati yang murni untuk memuaskan Tuhan, dan imanku menjadi tidak berarti dengan pengejaran semacam itu. Sesibuk apa pun kelihatannya diriku, watakku yang rusak belum berubah. Aku masih penuh dengan kecongkakan, keserakahan, kesombongan, iri hati, dan kelicikan. Bagaimana mungkin orang seperti diriku, yang penuh dengan kerusakan Iblis, memiliki tempat tujuan yang baik? Dan dalam tugasku, aku tidak berfokus merenungkan diri sendiri atau mencari kehendak Tuhan. Aku tidak melakukan apa yang Tuhan tuntut, jadi bagaimana mungkin pekerjaanku sesuai dengan kehendak Tuhan? Penghakiman dan hajaran firman Tuhan memberiku sedikit pemahaman tentang pendekatanku yang keliru terhadap pengejaran. Tanpa pemahaman yang benar, aku pasti terus bekerja keras secara membabi buta, penuh kecurangan dan mentalitas transaksional, dan pengejaran itu hanya akan membuatku menentang Tuhan dan akhirnya dihukum. Setelah melihat pentingnya mengejar kebenaran, aku mulai mengubah pengejaranku yang keliru, tidak mau lagi hidup dalam keadaan yang hanya bekerja keras.

Setelah itu, sesibuk apa pun, aku selalu meluangkan waktu untuk makan dan minum firman Tuhan setiap hari dan berusaha mengalami firman Tuhan melalui tugasku. Ketika menghadapi masalah, aku selalu mencari prinsip kebenaran, dan mempersekutukan kebenaran untuk membantu orang lain dengan masalah mereka. Dengan menerapkan firman Tuhan, kebingunganku makin berkurang dan punya lebih banyak cara untuk melaksanakan tugasku. Dan dahulu ketika ada banyak pekerjaan, aku merasa khawatir tidak mampu bekerja dengan cepat, merasa itu akan memengaruhi tempat tujuanku jika aku tidak bekerja dengan baik, tetapi kini aku tidak begitu cemas ketika ada banyak pekerjaan. Aku terlebih dahulu mencari prinsip kebenaran untuk memahami apa yang Tuhan tuntut, dan ketika bekerja sama dengan Tuhan seperti itu, aku mampu melihat bimbingan-Nya, dan hasil pekerjaanku makin lebih baik. Kemudian, aku pernah melihat saudara-saudari agak pasif dalam tugas mereka dan merasa sangat frustrasi dan marah. Aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk bersekutu dengan mereka, tetapi tidak ada hasilnya. Beberapa dari mereka masih sangat pasif dan itu menahan kemajuan kami. Jadi aku datang ke hadapan Tuhan dan bertanya mengapa aku marah, dan apa yang sebenarnya memotivasi diriku. Dengan membaca firman Tuhan, aku memahami, aku merasa seperti itu karena kupikir tidak mendapatkan hasil yang baik akan membuatku terlihat buruk dan mungkin kehilangan kedudukanku. Saat itulah aku menyadari itulah kerusakanku. Aku harus meninggalkan daging demi kebenaran. Reputasi dan statusku tidak berarti. Apa pun yang orang lain pikirkan tentang diriku atau apakah aku memiliki peran kepemimpinan atau tidak, aku harus melakukan tugasku. Itu saja yang penting. Jadi aku pergi untuk menyelidiki alasan di balik mereka menjadi pasif dan untuk memahami sikap yang mereka miliki terhadap tugas mereka. Kami membaca firman Tuhan bersama-sama, dan melalui persekutuan, keadaan semua orang secara berangsur berubah menjadi lebih baik, dan mereka bekerja dengan lebih baik. Pengalaman ini menunjukkan kepadaku bahwa mengejar kebenaran adalah satu-satunya jalan kepercayaan sejati dan mengikut Tuhan. Aku tidak boleh puas hanya menyelesaikan tugas, tetapi harus membaca firman Tuhan, mengalami pekerjaan-Nya, dan mengejar perubahan watak. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: Setelah Gempa Bumi
Selanjutnya: Akibat Memuja Manusia

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Obat Iri Hati

Oleh Saudari Xun Qiu, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Daging manusia adalah milik Iblis, itu penuh dengan watak pemberontak, itu...

Tak Mudah Lari Dari Kesombongan

Oleh Saudari Huan Ai, Jepang Juli 2020, karena dibutuhkan pekerjaan video, pengawas mengatur agar aku membuat video. Saat itu aku sangat...