Menerapkan Kebenaran adalah Kunci Koordinasi Harmonis
Pada bulan Agustus 2018, tugasku adalah membuat properti film bersama Saudara Wang. Awalnya, aku merasa ada begitu banyak yang tak kuketahui, jadi aku selalu meminta bantuan Saudara Wang. Setelah beberapa saat, aku menguasai pekerjaan itu. Aku juga belajar desain interior, bekerja di bidang konstruksi, dan memiliki pengalaman pertukangan, jadi aku tak butuh waktu lama untuk membuat properti sendiri. Lalu, aku menyadari bahwa Saudara Wang andal mendesain set interior, tetapi membuat properti yang sebenarnya bukanlah keahliannya. Jadi, saat kami tak sepaham dalam hal itu, aku tidak mau mendengarkan dia. Aku selalu berpikir aku lebih andal membuat properti dan rencanaku lebih baik daripada rencananya. Seiring waktu, kami makin sering beradu pendapat dan terkadang kami bertengkar tanpa henti tentang apa yang harus dilakukan dengan sebuah balok kayu kecil. Aku sering kali menyerah demi hubungan kami, tetapi aku selalu merasa bahwa aku benar. Setelah beberapa saat, aku merasa sangat sengsara dan tidak ingin bekerja dengannya sama sekali.
Suatu saat kami perlu membuat rumah jerami untuk sebuah video, tetapi kami tak memiliki kayu yang kuat untuk tiangnya, jadi kami harus membuatnya sendiri. Kami membicarakan ide kami untuk ini. Aku berkata kami harus membuat cetakan untuk tiangnya terlebih dahulu, lalu menuangkan beton ke dalamnya agar lebih kuat. Namun, Saudara Wang berkata tiangnya akan terlalu halus dan tak cukup realistis. Jika kami menggunakan kain bekas, kami bisa meniru tekstur dan bentuk batang pohon. Kupikir, "Aku pernah bekerja di bidang konstruksi, tetapi belum pernah melihat kain digunakan pada tiang semen. Seperti apa pun bentuknya, ketebalannya akan sulit dikendalikan, dan itu takkan terlalu kokoh." Jadi, aku menolak idenya, tetapi dia bilang tetap ingin mencobanya. Aku menolak saat melihatnya tak menerima saranku. Aku pikir, "Kenapa kau tak mendengarkanku saja? Itu tak penting, bagaimanapun juga aku benar. Hasilnya yang akan berbicara. Jika gagal, jangan bilang aku tak memperingatkanmu." Kami tidak bisa sepakat, jadi kami pergi dan melakukan cara kami sendiri. Aku bekerja sepanjang siang dan membuat sebuah tiang. Aku bertanya-tanya seperti apa rupa tiang Saudara Wang, dan apakah tiang kami akan cocok karena kami memakai cara masing-masing. Aku merasa sedikit tidak nyaman dengan pikiran ini, jadi aku pergi menemuinya. Saat tiba di sana, aku melihat tiangnya benar-benar tidak bagus. Pada saat itu aku berpikir, "Sudah kubilang itu takkan berhasil, tetapi kau tak mau mendengarkanku, dan sekarang jelas ideku lebih bagus daripada idemu." Lalu, aku berkata kepada Saudara Wang, "Saudara Wang, tiang ini agak tebal. Rumah jerami yang kita buat tidak besar, apa ini akan muat? Ada juga banyak retakan di situ, itu tak terlihat kokoh. Tiang yang kita buat sendiri-sendiri itu terlihat sangat berbeda. Bagaimana kita bisa memakai ini untuk syuting? Jangan terus membuatnya dengan cara ini. Bukankah kita seharusnya mengikuti ideku?" Aku terkejut mendengar dia berkata, "Tiangku agak tebal, tetapi sebenarnya bukan masalah. Tiang semenmu tidak mirip batang pohon. Itu akan membutuhkan lebih banyak pekerjaan nanti." Saat aku melihat dia bukan hanya tak reseptif, tetapi juga mengatakan aku tak bekerja dengan baik, aku merasa sangat tidak nyaman. Kupikir, "Kenapa sangat sulit bicara denganmu? Kau sangat sulit diajak bekerja sama!" Aku duduk di depan komputer setelah makan malam dan memikirkan kembali hari itu. Aku merasa sedikit kesal. Aku pikir Saudara Wang jelas-jelas salah dan dia selalu menentangku. Aku benar-benar tidak ingin bekerja dengannya lagi. Namun, kupikir aku menghindari masalah yang belum kutundukkan. Aku merasa makin bimbang dan kesal, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa, meminta Tuhan membimbingku untuk mengenal diriku agar aku bisa bekerja dengan baik bersama Saudara Wang.
Setelah itu, aku mengunjungi situs web Gereja dan membaca beberapa firman Tuhan tentang pelayanan dalam koordinasi. Tuhan berkata: "Pada masa kini, banyak orang tidak memperhatikan pelajaran apa yang harus dipelajari ketika berkoordinasi dengan orang lain. Aku telah mendapati bahwa banyak dari antaramu sama sekali tidak dapat memetik pelajaran saat berkoordinasi dengan orang lain; sebagian besar darimu tetap berpegang pada pandanganmu sendiri. Ketika melakukan pekerjaan di gereja, engkau mengatakan bagianmu dan orang lain mengatakan bagian mereka, dan yang satu tidak ada kaitannya dengan yang lain; engkau sesungguhnya sama sekali tidak bekerjasama. Engkau semua sangat sibuk menyampaikan wawasanmu sendiri saja atau melepaskan 'beban' yang kautanggung dalam dirimu, tanpa mencari kehidupan, bahkan dengan cara sekecil apa pun. Engkau tampaknya hanya melakukan pekerjaan secara sembarangan, selalu percaya bahwa engkau harus menempuh jalanmu sendiri, tanpa peduli apa yang dikatakan atau dilakukan siapa pun; engkau berpikir engkau harus bersekutu sebagaimana Roh Kudus memimpinmu, tanpa peduli keadaan yang dihadapi orang lain. Engkau tidak mampu menemukan kelebihan orang lain, engkau juga tidak mampu memeriksa dirimu sendiri. Penerimaanmu mengenai banyak hal benar-benar menyimpang dan keliru. Dapat dikatakan bahwa bahkan sekarangpun engkau semua masih menunjukkan banyak pembenaran diri, seolah-olah penyakit lamamu telah kambuh" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Melayani Seperti yang Dilakukan Orang Israel"). "Kerjasama antara saudara-saudari itu sendiri adalah suatu proses mengimbangi kelemahan seseorang dengan kekuatan orang lain. Engkau memakai kekuatanmu untuk menutupi kekurangan orang lain, dan orang lain menggunakan kekuatan mereka untuk menutupi kekuranganmu. Inilah yang dimaksud dengan mengimbangi kelemahan seseorang dengan kekuatan orang lain, dan bekerja sama dalam keharmonisan. Hanya saat bekerja sama dalam keharmonisan, barulah orang dapat diberkati di hadapan Tuhan, dan, semakin seseorang mengalami ini, semakin mereka memiliki kenyataan, jalannya menjadi semakin terang, dan mereka menjadi semakin tenang. Jika engkau selalu berselisih dengan orang lain, dan selalu tidak dapat diyakinkan oleh orang lain, yang tidak pernah mau mendengarkanmu; jika engkau berusaha menjaga martabat orang lain, tetapi mereka tidak melakukan hal yang sama terhadapmu, di mana engkau merasa tak tahan; jika engkau memojokkan mereka atas sesuatu yang telah mereka ucapkan, dan mereka mengingat hal itu, dan, pada kesempatan lain ketika suatu masalah timbul, mereka melakukan hal yang sama terhadapmu—dapatkah yang kaulakukan itu disebut mengimbangi kelemahan satu sama lain dengan kekuatanmu dan bekerja sama dalam keharmonisan? Ini disebut perselisihan, dan hidup berdasarkan watakmu yang rusak dan cepat marah. Ini tidak akan mendapatkan berkat Tuhan; hal ini tidak memperkenan-Nya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Tentang Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan ini menunjukkan kepadaku bahwa aku dan Saudara Wang tidak akur karena aku hidup dalam watakku yang congkak dan merasa benar sendiri. Aku selalu ingin menentukan keputusan akhir dalam tugas kami. Aku selalu berpikir membuat properti adalah keahlian khususku, lebih daripada Saudara Wang, jadi aku selalu merendahkan dan ingin dia mendengarkanku, melakukan yang aku katakan. Saat dia memberi saran untuk tiang itu, aku tidak mempelajarinya, tetapi langsung menolaknya. Aku bahkan memandang rendah dia dan meremehkan. Aku pikir dia tidak memiliki keahlian, jadi sarannya tidak layak dipertimbangkan. Saat melihat tiang buatannya tidak bagus, aku berpikir aku benar, lalu secara halus menghina karyanya dan ingin dia mengikuti caraku. Saat dia menunjukkan kekurangan dalam rencanaku, aku tak menerimanya atau mencoba mencari solusi dengannya. Aku menentang dan bahkan tak ingin bekerja dengannya lagi. Aku hanya berbicara dan bertindak untuk membuktikan diri, agar dia setuju denganku. Itu benar-benar watak iblis kecongkakan dan sifat membenarkan diri sendiri. Firman Tuhan ini sangat cocok: "Dapatkah yang kaulakukan itu disebut mengimbangi kelemahan satu sama lain dengan kekuatanmu dan bekerja sama dalam keharmonisan? Ini disebut perselisihan, dan hidup berdasarkan watakmu yang rusak dan cepat marah. Ini tidak akan mendapatkan berkat Tuhan; hal ini tidak memperkenan-Nya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Tentang Kerja Sama yang Harmonis"). Aku bisa merasakan dari firman-Nya bahwa Tuhan jijik terhadap orang-orang seperti itu. Tuhan mengatur agar aku bekerja dengan Saudara Wang, berharap kami bisa saling menutupi kekurangan dan melakukan tugas dengan baik. Namun, aku hanya berbicara dan bertindak berdasarkan kecongkakan, selalu berpikir aku benar dan harus menentukan keputusan akhir. Aku ingin orang lain mengikuti ide-ideku seolah-olah itu adalah kebenaran tanpa menerima ide orang lain. Tuhan membenci watak seperti itu. Aku dipenuhi penyesalan dan rasa bersalah saat memikirkannya, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dengan doa ini: "Ya Tuhan, aku tak bisa bekerja dengan baik bersama orang lain karena kecongkakanku dan ini telah memengaruhi tugasku. Tuhan, aku ingin bertobat. Aku ingin mengesampingkan diri dan bekerja bersama saudaraku untuk melakukan tugas kami dengan baik."
Aku membaca kutipan lain dari firman Tuhan setelah itu. "Terkadang, ketika bekerja sama untuk memenuhi suatu tugas, dua orang berselisih mengenai masalah prinsip. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dan mereka memiliki pendapat yang berbeda. Apa yang dapat dilakukan dalam kasus itu? Apakah ini masalah yang sering terjadi? Ini adalah suatu fenomena yang normal, yang disebabkan oleh perbedaan dalam pikiran, kualitas, wawasan, usia, dan pengalaman orang. Tidak mungkin dua kepala manusia memiliki isi yang persis sama, sehingga dua orang yang mungkin saja berbeda pendapat dan pandangan adalah suatu fenomena yang sangat umum dan peristiwa yang paling biasa terjadi. Jangan membuat dirimu khawatir tentang hal itu. Pertanyaan pentingnya adalah, ketika masalah seperti itu timbul, bagaimana sebaiknya engkau bekerja sama dan berusaha untuk mencapai kesatuan di hadapan Tuhan dan mencapai kebulatan pendapat. Apa tujuan dari memiliki suatu kebulatan pendapat? Tujuannya adalah untuk mencari prinsip-prinsip kebenaran dalam hal ini, dan tidak bertindak berdasarkan maksudmu sendiri atau maksud orang lain, tetapi bersama-sama mencari maksud Tuhan. Inilah jalan untuk mencapai kerjasama yang harmonis. Ketika engkau mengerti maksud-maksud Tuhan dan prinsip-prinsip yang Dia inginkan barulah engkau akan mampu mencapai kesatuan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Tentang Kerja Sama yang Harmonis"). Setelah membaca firman Tuhan, aku melihat bahwa untuk mencapai kesepakatan dalam kerja sama, kita tak bisa hanya mengikuti ide satu orang, tetapi kita harus menjunjung prinsip kebenaran. Kerja sama yang benar-benar harmonis berarti mencari kebenaran dan bekerja sesuai prinsip. Aku dan Saudara Wang memiliki pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan teknis, wajar jika kami memiliki perspektif berbeda dalam pekerjaan kami. Aku harus belajar mengesampingkan diri dan mencari prinsip di sampingnya. Kami harus tunduk pada kebenaran dan menjunjung tinggi pekerjaan rumah Tuhan agar kami bisa mendapatkan bimbingan Roh Kudus dalam tugas kami. Menyadari hal ini, aku berencana membuka diri kepada Saudara Wang dalam persekutuan keesokan harinya agar kami bisa menyelesaikan tiang itu bersama-sama. Aku terkejut saat dia datang untuk mencariku, berkata dia terlalu keras kepala, dan rencananya tak bagus. Dia bahkan telah menghancurkan tiang yang dia buat dan siap memakai ideku. Aku merasa malu saat mendengar dia mengatakan ini. Aku juga terbuka kepada Saudara Wang tentang keadaanku dan pemahamanku, lalu saat kami melepaskan ego, penghalang di antara kami menghilang. Aku melihat kekuranganku sendiri dalam tugasku setelah itu. Tiang yang kubuat terlalu mulus dan tidak terlihat seperti batang pohon sungguhan. Itu membutuhkan satu putaran pengerjaan lagi. Aku membahasnya dengan Saudara Wang dan kami menemukan solusi dengan sangat cepat. Kami menutupi kelemahan satu sama lain, kemudian menyelesaikan tiga tiang dalam satu hari. Sebelumnya, kami menghabiskan sebagian besar hari hanya untuk membuat dua tiang, dan keduanya salah. Ini jauh lebih efisien. Aku menyadari betapa pentingnya melakukan kebenaran dan bekerja sama dengan saudara-saudari dalam tugasku. Namun, aku begitu congkak dan merasa benar sendiri sehingga tak lama kemudian, aku punya masalah lagi dalam bekerja dengan orang lain.
Suatu kali, aku bekerja dengan Saudara Li mendirikan tenda untuk melindungi saudara-saudari dari hujan di lokasi. Aku menyarankan sebuah pendekatan dalam diskusi kami yang sangat dia sukai. Saat itu aku berpikir, "Aku pernah bekerja di bidang konstruksi, jadi aku pasti lebih memahami ini daripada kau." Namun, setelah itu, dia menyebutkan kekhawatirannya. Dia berkata, "Kita hanya memiliki 16 tiang logam sekarang. Apa tiangnya cukup untuk rencana ini? Akankah itu kuat? Akankah itu aman?" Kupikir, "Ini adalah struktur segitiga. Pernahkah kau mempelajari stabilitas struktur segitiga? Itu akan sangat kuat, bukan masalah." Jadi, aku menanggapi dengan meremehkan, "Aku tak menjamin 100% tidak akan ada masalah, tetapi selama kita tak mengalami badai kategori 10, itu akan baik-baik saja." Lalu, dia ingin aku membuat sketsa cetak biru dan menjelaskan detailnya, lalu aku kehilangan kesabaran, berkata, "Tidak perlu. Sketsa itu ada di kepalaku dan aku akan memastikan itu dikerjakan dengan benar." Kami tak bicara lagi. Sore berikutnya saat kami mulai membangun tenda, seorang saudara lainnya menyarankan agar kami memasang dua tiang logam terlebih dahulu untuk mengamankan atap, lalu mendirikan bagian samping. Saat mendengar ini aku berpikir, "Itu pasti akan membutuhkan lebih banyak waktu. Aku telah memikirkan ini berkali-kali dan caraku sudah pasti pendekatan terbaik. Kau baru di sini dan tak terlibat dalam diskusi. Rencanaku sudah pasti lebih baik." Jadi, aku berkata kepadanya, "Itu akan terlalu lambat. Kedua tiang itu akan harus dibongkar nanti, jadi membangunnya dari belakang akan lebih cepat." Dia tidak mengatakan apa-apa lagi saat melihat aku tidak berniat menerima idenya, jadi aku mulai membangun tenda berdasarkan rencanaku sendiri. Saat sampai di puncak tangga, aku melihat jepitan pada sebuah tiang besi tiba-tiba lepas dan tiang itu jatuh. Untung saja jatuh di atas rumput, bukan pada seseorang atau apa pun. Aku sangat terkejut. "Apa yang terjadi?" Aku bertanya-tanya. "Aku sudah mengencangkannya, bagaimana bisa jatuh begitu saja? Seseorang mungkin tak memegangnya dengan tegak sehingga penjepitnya tak mengunci dengan benar." Pemikiranku sesederhana itu dan tidak menganggapnya penting. Aku terus membangunnya dengan rencanaku sendiri. Tiba-tiba, tiang yang telah dipasang jatuh ke arahku, tepat ke tangga tempatku berdiri. Aku jatuh lebih dari 1,5 meter dari tangga. Untungnya aku tidak cedera. Kemudian aku menyadari kedua kecelakaan ini tidak acak. Jika bukan karena pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, konsekuensi cedera oleh salah satu tiang itu akan sangat mengerikan. Aku merasa makin bersalah dan makin takut saat memikirkannya, lalu aku segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa. "Ya Tuhan, semuanya berjalan keliru hari ini. Aku tahu niat baik-Mu ada di baliknya dan ada pelajaran yang bisa kupetik, tetapi aku tidak tahu apa yang harus kucari. Tolong bimbing dan beri aku pencerahan untuk mengetahui kehendak-Mu." Aku teringat firman Tuhan setelah berdoa: "Setiap kali engkau melakukan sesuatu, selalu gagal atau seperti tidak berhasil. Inilah disiplin Tuhan. Terkadang, ketika engkau melakukan sesuatu yang tidak taat dan memberontak terhadap Tuhan, tidak seorang pun mengetahuinya—tetapi Tuhan tahu. Dia tidak akan melepaskanmu dan Dia akan mendisiplinkan dirimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Kata-kata ini terus berputar dalam benakku: "Tidak seorang pun mengetahuinya—tetapi Tuhan tahu. Dia tidak akan melepaskanmu dan Dia akan mendisiplinkan dirimu." Lalu, aku sadar betapa aku telah meremehkan saudara-saudaraku tentang membangun tenda itu. Aku tak mendengarkan saran mereka sama sekali, tetapi langsung menolaknya. Kupikir aku benar, jadi kami harus melakukan yang aku inginkan. Bukankah aku sangat congkak? Tendanya sudah berbahaya saat dibangun. Jika roboh dengan para aktor di bawahnya, konsekuensinya akan sangat besar. Dengan pemikiran itu, aku berdoa kepada Tuhan untuk mengubah diriku. Lalu, aku teringat firman Tuhan Yesus: "Jika dua orang di antara kalian di bumi setuju mengenai apa pun yang hendak mereka minta, itu akan dilakukan untuk mereka oleh Bapa-Ku yang ada di surga" (Matius 18:19). Firman Tuhan segera menyadarkanku—aku tahu tidak bisa terus bekerja dengan cara itu. Aku harus mendiskusikan semua hal dan bekerja sama dengan saudara-saudaraku. Lalu, aku berpikir lagi: Keselamatan adalah yang utama. Yang terpenting adalah membangun tenda dengan baik dengan bahan-bahan yang kami miliki. Saat itu, saudara-saudara berkata berdasarkan rencana awalku, kami tak memiliki cukup tiang logam untuk konstruksi yang kokoh, tetapi jika kami memasang dua tiang di tengah, bubungan atap akan aman. Aku sangat setuju dengan mereka. Rencana awalku benar-benar akan menimbulkan banyak bahaya keselamatan. Jadi, kami membicarakannya dan dalam waktu singkat kami memiliki rencana yang lengkap. Kami memiliki cukup tiang logam dan menyelesaikannya tepat sebelum gelap.
Malam itu, aku memikirkan kembali hari itu. Kecongkakanku hampir membawa bencana, dan aku tak bisa menenangkan perasaanku. Aku bergegas berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku untuk mengenal diriku sendiri. Aku mengambil ponselku dan mengunjungi situs web Gereja, di sana aku membaca firman Tuhan ini. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Sebagian orang tidak pernah mencari kebenaran ketika melaksanakan tugas mereka. Mereka hanya melakukannya sesuka hati mereka, dengan keras kepala bertindak menurut imajinasi mereka sendiri, dan selalu bertindak semaunya dan gegabah. Apa maksudnya 'bertindak semaunya dan gegabah'? Maksudnya, ketika engkau menghadapi suatu masalah, engkau bertindak sesuai dengan apa yang kaupandang baik, tanpa proses berpikir, tidak memperhatikan apa yang orang lain katakan. Tak seorang pun bisa memberitahumu, dan tak seorang pun dapat mengubah pikiranmu, sehingga engkau tidak dapat digoyahkan sedikit pun; engkau tetap mempertahankan pendapatmu, dan, bahkan ketika yang dikatakan orang lain masuk akal, engkau tidak mendengarkan, dan meyakini bahwa jalanmulah yang benar. Bahkan sekalipun engkau memang benar, bukankah seharusnya engkau memperhatikan saran-saran orang lain? Namun engkau tidak mengindahkannya. Orang lain mengatakan engkau keras kepala. Seberapa keras kepala? Sedemikian keras kepala sehingga sepuluh lembu pun tidak mampu menarikmu—sungguh-sungguh keras kepala, congkak, dan sangat degil, jenis orang yang tidak melihat kebenaran sampai kebenaran itu memandangimu di hadapan wajahmu. Bukankah sikap keras kepala seperti itu bisa meningkat ke tahap kedegilan? Engkau melakukan apa pun yang kauinginkan, apa pun yang kaupikir ingin kaulakukan, dan engkau tidak mau mendengarkan siapa pun. Jika seseorang memberitahumu bahwa sesuatu yang sedang kaulakukan tidak sesuai dengan kebenaran, engkau akan berkata, 'Aku akan melakukannya entah hal itu sesuai dengan kebenaran atau tidak. Jika itu tidak sesuai dengan kebenaran, aku akan memberimu alasan ini-itu, atau pembenaran anu. Aku akan membuatmu mendengarkanku. Aku sudah memutuskannya.' Orang lain mungkin mengatakan bahwa apa yang sedang kaulakukan bersifat mengganggu, bahwa hal itu akan menuntun kepada konsekuensi yang serius, bahwa hal itu membahayakan kepentingan rumah Tuhan—tetapi engkau tidak mengindahkan mereka, malah semakin banyak memberikan alasan: 'Inilah yang sedang kulakukan, apakah kausuka atau tidak. Aku mau melakukannya seperti ini. Engkau sama sekali salah, dan aku sepenuhnya benar.' Mungkin engkau memang benar dan apa yang sedang kaulakukan tidak memiliki konsekuensi yang serius—tetapi watak apa yang sedang kauungkapkan? (Kecongkakan.) Natur yang congkak membuatmu keras kepala. Ketika orang memiliki watak keras kepala ini, bukankah mereka cenderung bertindak semaunya dan gegabah?" (persekutuan Tuhan). "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak yang congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk dari semuanya, mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan. Meskipun, secara lahiriah, beberapa orang mungkin tampak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya" (persekutuan Tuhan). Firman Tuhan membuatku melihat keburukanku sendiri. Aku keras kepala dan tidak masuk akal seperti yang disingkap firman Tuhan. Saat membangun tenda itu, aku berpegang teguh pada pengalamanku sendiri dan bertindak keras kepala lagi. Aku tidak mau mendengarkan saran saudara-saudara lain, tetapi langsung menolaknya. Mereka memperingatkanku untuk memastikan tenda dan bubungan atapnya aman, tetapi aku mengabaikannya. Aku ingin menentukan keputusan akhir dan semua orang melakukan yang kuinginkan. Aku melihat natur congkakku adalah akar dari sikap meremehkan dan kepala batuku. Bersikap congkak dan melakukan semuanya dengan caraku sendiri telah memengaruhi tugasku sebelumnya. Namun, kala itu, saat aku bahkan tak mendengarkan saran yang masuk akal, justru terpaku pada ideku sendiri, aku hampir menyebabkan kecelakaan. Aku telah menjadi autokrat dan keras kepala dalam kecongkakanku. Aku tak bekerja dengan baik bersama orang lain dan Tuhan tak memiliki tempat di hatiku. Aku bahkan tak peduli tentang pekerjaan rumah Tuhan atau keselamatan orang lain. Aku hanya bertekad untuk mengikuti kehendakku. Aku telah kehilangan semua nalar karena kecongkakanku. Jika bukan karena pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, aku bahkan tak bisa membayangkan konsekuensinya. Akhirnya aku sadar betapa berbahayanya melakukan hal-hal dengan cara itu. Aku bukan hanya akan menghambat tugas kami, tetapi suatu hari bisa saja terjadi kecelakaan yang mengerikan, dan sudah terlambat untuk menyesal! Pemikiran ini membuatku sangat takut. Aku memperoleh pemahaman tentang natur congkakku dan tidak ingin melakukan tugasku seperti itu lagi.
Setelah itu, aku menemukan jalan pengamalan dalam firman Tuhan. "Jangan bersikap angkuh. Mampukah engkau melakukan pekerjaan sendirian, bahkan jika engkau adalah orang yang paling profesional atau engkau merasa kualitasmu adalah yang terbaik dari orang-orang di sini? Mampukah engkau melakukan pekerjaan sendirian bahkan jika engkau memiliki status tertinggi? Engkau tidak mampu melakukannya tanpa bantuan semua orang. Karena itu, tak seorang pun yang boleh bersikap congkak dan tak seorang pun yang boleh bertindak secara sepihak; orang harus menelan harga dirinya, melepaskan pemikiran dan pandangannya sendiri, dan bekerja secara harmonis dengan rekan-rekan sekerjanya. Inilah orang-orang yang menerapkan kebenaran dan memiliki kemanusiaan. Orang-orang semacam itu dikasihi Tuhan, dan hanya merekalah yang bisa setia dalam pelaksanaan tugas mereka. Inilah satu-satunya perwujudan dari kesetiaan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku prinsip kerja sama. Apa pun kualitas atau bakat seseorang, kita semua memiliki kekurangan dan kelemahan. Tidak ada orang yang bisa melakukan segalanya. Kita harus belajar mengesampingkan diri dan bekerja dengan baik bersama orang lain agar semua orang bisa memanfaatkan yang Tuhan telah berikan kepada mereka, dan kita bisa mengejar tujuan yang sama untuk melakukan tugas kita dengan baik. Mengingat kembali tugasku, beberapa saudara-saudari memiliki kekuatan yang tidak kumiliki. Setelah mereka memberiku petunjuk dan bantuan, aku akan melakukannya dengan lebih baik untuk kedua kalinya. Terkadang mereka memiliki ide yang tidak kupertimbangkan dan menerima saran mereka menghindari beberapa potensi masalah. Memikirkan hal ini membuatku malu. Aku tak mengenal diriku sebelumnya. Aku sangat congkak, tetapi sekarang aku tahu aku membutuhkan kerja sama dan bantuan orang lain, jika tidak, aku tak bisa melakukan tugasku dengan baik. Pengalamanku menunjukkan kepadaku, saat aku bertindak berdasarkan kecongkakan dan tak bekerja sama dengan orang lain, aku selalu menemui jalan buntu. Saat aku bersedia bertobat, melepaskan diriku, dan bekerja dengan orang lain, aku memiliki bimbingan dan berkat dari Tuhan. Aku bisa melihat bahwa Tuhan menyukai orang yang memiliki kemanusiaan dan melakukan kebenaran. Ini benar-benar mencerahkan bagiku dan aku menemukan jalan pengamalan.
Pada pagi ketiga, seorang saudara memintaku untuk sedikit memperkuat tendanya. Kupikir, "Ini akan dibongkar setelah syuting sore ini. Apakah itu perlu?" Namun, kemudian aku teringat ini dalam firman Tuhan: "Tak seorang pun yang boleh bersikap congkak dan tak seorang pun yang boleh bertindak secara sepihak; orang harus menelan harga dirinya, melepaskan pemikiran dan pandangannya sendiri, dan bekerja secara harmonis dengan rekan-rekan sekerjanya. Inilah orang-orang yang menerapkan kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan memberiku jalan pengamalan. Aku harus melepaskan pandanganku sendiri untuk bekerja sama dengan Saudara Li, dan entah dia benar atau tidak, aku harus tunduk dan mencari terlebih dahulu. Lalu, aku sadar masih ada sisa waktu syuting lima atau enam jam dan tak ada yang tahu bagaimana cuaca bisa berubah. Memperkuat tendanya akan lebih aman. Jadi, aku dan seorang saudara memperkuat tendanya. Lalu, sekitar pukul 2 atau 3 sore itu, tiba-tiba cuaca menjadi sangat berangin dan hujan, dan badainya berlangsung sekitar 40 menit. Kami dengan aman menunggu badai berlalu di dalam tenda. Ini menggerakkan hatiku dengan cara yang tak bisa kuungkapkan. Aku melihat betapa mahakuasa dan bijaksana Tuhan itu. Tidak hanya saran orang lain membantuku mengenali watak rusakku sendiri, tetapi Tuhan telah mengingatkanku dengan cara yang menakjubkan ini, dan melindungi kami dari badai. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku!
Pengalaman ini memberiku pemahaman tentang natur iblis congkakku dan jalan masuk ke dalam kerja sama harmonis. Aku menyadari, melakukan kebenaran dan tidak keras kepala dalam tugasku sangat penting untuk bekerja dengan baik bersama orang lain. Yang kupahami dan kudapatkan sepenuhnya adalah karena penghakiman, wahyu, dan disiplin Tuhan melalui firman-Nya. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.