Esensi dari Penyalahgunaan Kuasa untuk Balas Dendam Pribadi

20 Juli 2019

Zhou Li Kota Xintai, Provinsi Shandong

Beberapa waktu yang lalu, kami perlu merencanakan wilayah di area kami, dan berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan pemimpin yang kami miliki, ada seorang saudara yang relatif cocok sebagai calon pemimpin wilayah. Aku siap untuk memilihnya sebagai pemimpin wilayah. Pada suatu hari, ketika berbincang dengannya, ia berkata bahwa ia merasa aku ini terlalu dominan dalam bekerja, terlalu keras, dan tidaklah menyenangkan untuk berada bersamaku ... Ketika mendengarnya, aku merasa direndahkan. Aku merasa sangat tidak enak; aku langsung memunculkan pendapat tertentu tentangnya, dan tidak lagi berencana memilihnya sebagai pemimpin wilayah.

Ketika kembali ke keluarga asuhku, aku masih kesal dan tidak dapat menenangkan diri. Pada saat itu, terpikir olehku kalimat-kalimat dari suatu khotbah: "Cara pemimpin memperlakukan saudara-saudari yang tidak sepakat dengannya, yang menentangnya, yang memiliki pandangan yang berbeda dengannya—adalah persoalan yang sangat serius dan harus ditangani dengan hati-hati. Jika ia tidak masuk ke dalam kebenaran, pasti ia akan mendiskriminasi dan menyerang orang ini ketika menemukan masalah seperti ini. Jenis tindakan seperti ini mengungkapkan watak dari naga merah besar yang menolak dan mengkhianati Tuhan. Jika pemimpin itu adalah orang yang mengikuti kebenaran, yang memiliki nurani dan akal sehat, ia akan mencari kebenaran dan menanganinya dengan benar. ... Sebagai manusia, kita harus adil dan benar. Sebagai pemimpin, kita harus menangani segalanya selaras dengan firman Tuhan agar dapat menjadi saksi-Nya. Jika kita melakukan segalanya menurut kehendak kita sendiri, memberi kuasa kepada watak buruk kita, itu jelas merupakan kegagalan yang sangat buruk" (Persekutuan dari Atas). Mau tak mau aku membandingkan kedua sikapku yang sangat berlainan sebelum dan sesudah berbincang dengan saudara itu. Pada awalnya, aku siap memilihnya sebagai pemimpin wilayah, tetapi ia mengatakan sesuatu yang membuat aku malu, jadi aku langsung mengubah pendapatku tentangnya dan tidak lagi berencana memilihnya. Bukankah ini tindakan memanfaatkan kekuasaanku untuk membalas dendam pribadi? Apa bedanya sikap ini dengan naga merah besar yang mendiskriminasi dan menyerang orang yang memberontak? Bukankah tindakan ini memuakkan? Gereja tidaklah sama dengan masyarakat. Gereja membutuhkan semua tingkat pemimpinnya untuk menjadi orang yang memiliki kemanusiaan, yang mencintai kebenaran, dan bisa menerima kebenaran. Gereja tidak membutuhkan penjilat, yang tidak memiliki realitas kebenaran. Tetapi apa yang telah aku lakukan justru bertentangan dengan kehendak Tuhan. Ketika memilih calon pemimpin aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri dan begitu orang itu tidak mendukungku, mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkanku, aku mendiskriminasikan dan mendendam padanya. Bukankah tindakanku ini persis seperti watak naga merah besar yang menolak dan mengkhianati Tuhan? Bukankah ini ungkapan dari watak Iblis: "Menyerahlah kepadaku atau engkau akan musnah?" Bukankah perilaku ini melayani Iblis, mengganggu pekerjaan Tuhan dan menjadi musuh-Nya? Bukankah hatiku begitu fasik? Gereja akan memilih seseorang untuk suatu jabatan, dan saudara itu adalah calon yang cocok untuk menjadi pemimpin wilayah. Penilaiannya terhadapku tidaklah menyenangkanku; seharusnya aku mencari kebenaran atas persoalan ini dan menerima pendapatnya. Seharusnya aku memeriksa dan mengenal diri sendiri, serta berusaha memperbaiki kekurangan di dalam pekerjaanku. Tetapi, bukan hanya tidak mengupayakan itu di dalam diri sendiri, aku malah memberi kuasa kepada watak Iblis di dalam diriku untuk mendiskriminasinya dan membalas dendam. Aku begitu sombong, begitu tidak manusiawi! Watakku ini sangat menjijikkan bagi Tuhan! Jika aku terus membiarkan sifat buruk seperti ini, pada akhirnya aku akan menuju kehancuranku sendiri sebagai pengabdi kejahatan yang angkuh dan buta terhadap Tuhan. Aku betul-betul berada dalam bencana. Pada saat itu, aku tidak bisa tidak bergidik semua pikiran dan tindakanku, memandang diriku dipenuhi racun naga merah besar, yang tampak hanyalah permusuhan dengan Tuhan. Tuhan sungguh-sungguh benci dan muak dengan hal ini.

Oh Tuhan, terima kasih untuk pencerahan-Mu yang cepat, untuk mencegah perilaku diskriminasiku, memperbolehkan aku melihat wajah Iblisku yang bertingkah sebagai musuh-Mu. Mulai hari ini, aku bersedia mengusahakan perubahan watak, dan ketika menemukan orang atau hal-hal yang tidak menyenangkanku, aku akan belajar mengesampingkan diriku, meninggalkan hasrat daging, dan dalam segala hal, melindungi kepentingan gereja, melakukan yang terbaik untuk memenuhi kewajibanku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Belajar dari Kritik

Oleh Saudari Song Yu, Belanda Pada Mei tahun ini, seorang saudari melapor kepadaku bahwa Saudari Lu berkata kepadanya setidaknya tiga...