Aku Tidak Lagi Mengejar Keberuntungan

07 April 2025

Pada akhir April 2023, aku menerima sepucuk surat dari pemimpin tingkat atasku yang mengatakan bahwa seorang pemimpin di suatu gereja diberhentikan karena dia tidak melakukan pekerjaan nyata. Mereka belum menemukan pengganti yang cocok, jadi mereka untuk sementara mengaturku agar mengambil alih pekerjaan gereja tersebut. Setelah membaca surat itu, aku tidak punya banyak waktu untuk berpikir dan segera menuju ke gereja yang dimaksud. Aku menyadari bahwa beberapa penyiram bersikap malas dan berleha-leha dalam tugas mereka sehingga harus diganti, dan banyak pendatang baru yang bersikap negatif, lemah, serta tidak mengadakan pertemuan secara rutin, sehingga mereka harus segera disirami dan diberi dukungan. Pekerjaan penginjilan gereja juga tidak efektif. Kupikir, "Mengapa pemimpin mengirimku ke gereja yang hasil pekerjaannya sangat buruk ini? Jika aku tinggal lama di sini dan gagal memperbaiki pekerjaan, bagaimana anggapan pemimpin tentangku? Akankah mereka mengatakan bahwa aku tidak cocok untuk tugas ini? Karena aku sudah di sini, aku akan mengandalkan Tuhan dan melakukan yang terbaik untuk bekerja sama." Setelah berpikir bahwa aku harus mengatur ulang penugasan pekerja terlebih dahulu agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, aku bekerja sejak fajar hingga senja, sibuk dengan tugas-tugas ini setiap hari.

Setelah beberapa waktu, penyesuaian pekerja pun selesai, dan pekerjaan penyiraman berangsur menunjukkan sejumlah hasil. Kemudian, Saudari Li Ming, seorang pekerja penginjilan, dipilih sebagai pemimpin gereja. Aku sangat senang, karena saudari ini memiliki rasa beban dalam tugas-tugasnya serta fokus pada jalan masuk kehidupan, dan rasanya sangat menyenangkan bekerja sama dengannya dalam melaksanakan pekerjaan gereja. Namun tanpa diduga, tidak lama setelah Saudari Li dipilih, kami tiba-tiba menerima sepucuk surat dari pemimpin tingkat atas yang mengatakan bahwa Li Ming sedang diburu oleh PKT dan tidak aman baginya untuk melaksanakan tugas di daerah setempat, juga bahwa dia harus dipindahkan. Saat membaca surat ini, kupikir, "Kami baru saja berhasil memilih seorang pemimpin gereja, dan sekarang dia harus pergi. Aku berharap bahwa dengan pengawasan Li Ming terhadap pekerjaan penginjilan, bebanku akan sedikit berkurang, tetapi sekarang, bebanku bukan hanya tidak berkurang, melainkan pekerja penginjilan yang berpengalaman pun dipindah. Jika pekerjaan tetap tidak efektif, apa yang akan dipikirkan pemimpin tingkat atas tentangku?" Walaupun enggan, aku tidak punya pilihan selain tunduk. Kemudian, aku menemukan dua pekerja penginjilan untuk diajak bekerja sama dalam pekerjaan penginjilan, tetapi kemudian, penangkapan besar-besaran mengacaukan rencanaku. Selama beberapa hari berikutnya, aku terus mendengar kabar bahwa saudara-saudari ditangkap satu per satu, termasuk pekerja penginjilan yang baru kutemukan. Ini semua membuatku merasa tidak berdaya, dan aku berpikir, "Mengapa aku sangat sial? Aku telah menghadapi begitu banyak halangan dalam dua bulan sejak aku tiba di gereja ini, dan akhirnya aku berhasil menyesuaikan pekerja, tetapi lihat apa yang terjadi sekarang. Bukan hanya hasil pekerjaan tidak membaik, melainkan pekerja yang dapat bekerja sama pun telah ditangkap. Tampaknya aku memang sial! Pemimpin yang sebelumnya melaksanakan tugasnya dengan lancar dan stabil. Mengapa aku begitu sial sehingga semua hal buruk ini terjadi padaku? Semua usahaku belakangan ini telah sia-sia! Pemimpin tingkat atas pasti menganggapku tidak memiliki kemampuan bekerja." Saat memikirkan hal ini, aku tidak bisa menahan tangis dan merasa benar-benar putus asa. Karena pekerjaan itu tidak membuahkan hasil, aku kehilangan motivasi untuk menindaklanjuti masalah dan bahkan ingin meninggalkan tempat ini. Karena hidup dalam keadaan seperti ini, aku merasa jiwaku tenggelam lebih jauh dalam kegelapan dan keputusasaan.

Kemudian, aku makan dan minum bagian firman Tuhan yang berkaitan dengan keadaanku. Aku membaca firman Tuhan: "Apa masalahnya dengan orang yang selalu menganggap diri mereka tidak beruntung? Mereka selalu menggunakan keberuntungan sebagai standar untuk mengukur apakah tindakan mereka benar atau salah, untuk mempertimbangkan jalan mana yang harus mereka tempuh, hal-hal apa yang harus mereka alami, dan masalah apa pun yang harus mereka hadapi. Apakah itu benar atau salah? (Salah.) Mereka menggambarkan hal-hal buruk sebagai ketidakberuntungan dan hal-hal baik sebagai keberuntungan atau keuntungan. Apakah sudut pandang ini benar atau salah? (Salah.) Mengukur segala sesuatu dari sudut pandang seperti ini adalah salah. Ini adalah cara dan standar yang tidak benar dan ekstrem untuk mengukur segala sesuatu. Cara seperti ini sering kali membuat orang tenggelam dalam depresi, dan sering kali membuat mereka merasa gelisah, dan merasa semua hal tidak berjalan sesuai keinginan mereka, dan merasa mereka tak pernah mendapatkan apa yang mereka inginkan, yang pada akhirnya membuat mereka selalu merasa cemas, mudah tersinggung, dan gelisah. Jika emosi-emosi negatif ini tidak dibereskan, orang-orang ini akan selalu tenggelam dalam perasaan depresi dan merasa Tuhan tidak berkenan akan mereka. Mereka menganggap Tuhan memperlakukan orang lain dengan kasih karunia tetapi tidak kepada mereka, dan Tuhan memedulikan orang lain tetapi tidak memedulikan mereka. 'Mengapa aku selalu merasa gelisah dan cemas? Mengapa hal-hal buruk selalu menimpaku? Mengapa hal-hal baik tak pernah terjadi pada diriku? Aku hanya minta satu kali saja mengalami hal yang baik!' Jika engkau memandang segala sesuatu dengan cara berpikir dan sudut pandang yang keliru seperti ini, engkau akan terjerumus ke dalam perangkap beruntung dan tidak beruntung. Jika engkau terus-menerus terjerumus ke dalam perangkap ini, engkau akan selalu merasa depresi. Di tengah perasaan depresi ini, engkau akan sangat sensitif terhadap apakah hal-hal yang menimpamu adalah keberuntungan atau ketidakberuntungan. Ketika hal ini terjadi, ini membuktikan bahwa sudut pandang dan gagasan tentang beruntung dan tidak beruntung ini telah mengendalikan dirimu. Ketika engkau dikendalikan oleh sudut pandang seperti ini, pandangan dan sikapmu terhadap orang, peristiwa dan hal-hal tidak lagi berada dalam lingkup hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal, melainkan telah jatuh ke dalam keadaan ekstrem. Ketika engkau telah jatuh ke dalam keadaan ekstrem seperti ini, engkau tidak akan terbebas dari perasaan depresimu. Engkau akan terus merasa depresi berulang kali, dan meskipun engkau biasanya tidak merasa depresi, begitu sesuatu tidak berjalan lancar, begitu engkau merasa ketidakberuntungan telah terjadi, engkau akan langsung tenggelam dalam depresi. Perasaan depresi akan memengaruhi penilaian normalmu dan pengambilan keputusanmu, dan bahkan memengaruhi kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, dan sukacitamu. Ketika perasaan depresi memengaruhi kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, dan sukacitamu, itu akan mengganggu dan menghancurkan pelaksanaan tugasmu, serta kemauan dan keinginanmu untuk mengikut Tuhan. Setelah hal-hal positif ini hancur, sedikit kebenaran yang telah kaupahami akan hilang begitu saja dan menjadi sama sekali tidak berguna bagimu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Tuhan berkata bahwa menggambarkan hal buruk sebagai "sial" atau hal baik sebagai "beruntung" atau "menguntungkan" adalah pandangan seseorang yang bertindak ekstrem, seseorang yang memiliki sudut pandang yang salah. Seperti inilah diriku. Ketika aku datang ke gereja ini untuk melaksanakan tugas-tugasku dan mendapati bahwa berbagai hal dalam pekerjaan gereja membuahkan hasil yang buruk, bahwa penyiram kurang memiliki rasa beban terhadap tugas-tugas mereka, bahwa banyak pendatang baru yang bersikap negatif dan lemah, serta pekerjaan gereja yang tidak mendapatkan hasil baik, aku merasa sial. Untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, aku telah menyibukkan diri sejak fajar hingga petang, mengadakan pertemuan dan bersekutu, serta menugaskan ulang para pekerja. Setelah beberapa waktu, ketika aku melihat bahwa pekerjaan penyiraman berangsur bergerak ke arah yang positif, aku merasa bahagia dan termotivasi untuk melaksanakan tugasku. Namun kemudian, ketika seorang pekerja penginjilan yang berpengalaman telah dipindahkan, lalu tak lama kemudian, terjadi penumpasan yang merebak dan pekerja penginjilan ditangkap, serta tidak ada seorang pun yang bisa bekerja sama dalam pekerjaan penginjilan, aku tenggelam dalam perasaan putus asa dan tidak mampu mengumpulkan kekuatan untuk melakukan apa pun. Perilakuku ini berasal dari sudut pandangku yang salah. Ketika pekerjaan membuahkan hasil yang baik dan segala hal berjalan dengan lancar, aku merasa bahwa pemimpin tingkat atas telah mengagumiku, dan hal ini membuatku senang. Namun ketika pekerjaan tidak membuahkan hasil yang baik dan segala sesuatu tidak berjalan seperti yang kuinginkan, aku merasa negatif dan lemah, menyalahkan kesialanku, dan bahkan ingin menyerah dari tugasku. Aku memikirkan bagaimana pengikut yang bukan orang percaya tidak pernah menerima bahwa segala sesuatu yang terjadi pada mereka adalah dari Tuhan, dan ketika timbul situasi yang tidak menguntungkan, mereka mengeluhkan serta salah paham terhadap Tuhan, dan bahkan mengkhianati-Nya. Aku memahami bahwa jika keadaanku tidak diubah, aku juga benar-benar berada dalam bahaya. Jadi aku berdoa kepada Tuhan, berharap Dia akan membimbingku untuk mengubah keadaanku.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Orang-orang yang selalu memikirkan apakah mereka beruntung atau tidak beruntung—apakah cara mereka memandang segala sesuatu benar? Apakah keberuntungan dan ketidakberuntungan itu ada? (Tidak ada.) Atas dasar apa engkau mengatakan bahwa itu tidak ada? (Orang-orang yang kami jumpai dan hal-hal yang terjadi pada kami setiap hari ditentukan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Tidak ada yang namanya keberuntungan dan ketidakberuntungan; semua yang terjadi adalah hal yang perlu terjadi dan ada makna di balik semua itu.) Benarkah demikian? (Ya.) Pandangan ini benar, dan ini adalah dasar teoretis untuk mengatakan bahwa keberuntungan itu tidak ada. Apa pun yang terjadi padamu, entah itu baik atau buruk, semua itu normal, sama seperti cuaca selama empat musim—cuaca tidak mungkin cerah setiap harinya. Engkau tidak dapat mengatakan bahwa hari-hari yang cerah diatur oleh Tuhan, sedangkan hari-hari berawan, hujan, berangin, dan badai tidak diatur oleh Tuhan. Segala sesuatu ditentukan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dihasilkan oleh lingkungan alam. Lingkungan alam muncul sesuai dengan hukum dan aturan yang telah Tuhan atur dan tetapkan. Semua ini perlu dan harus ada, jadi apa pun cuacanya, itu dihasilkan dan disebabkan oleh hukum alam. Tidak ada baik atau buruk di dalam hal ini—hanya perasaan orang tentangnya yang baik dan buruk. Orang tidak merasa baik ketika hari hujan, berangin atau berawan, atau ketika terjadi hujan es. Orang terutama sangat tidak senang ketika hari hujan dan lembab; persendian mereka sakit dan mereka merasa lemah. Engkau mungkin merasa buruk ketika hari selalu hujan, tetapi dapatkah engkau mengatakan bahwa hari-hari hujan adalah ketidakberuntungan? Ini hanyalah perasaan yang ditimbulkan cuaca dalam diri orang—keberuntungan tidak ada kaitannya dengan fakta bahwa hari sedang hujan. Engkau mungkin mengatakan hari-hari cerah itu baik. Jika hari cerah selama tiga bulan, tanpa hujan setetes pun, orang merasa baik. Mereka dapat melihat sinar mentari setiap hari, dan cuaca kering dan hangat, disertai angin sepoi-sepoi yang sesekali bertiup, dan mereka bisa keluar rumah kapan pun mereka mau. Namun, tanaman tidak dapat bertahan di tengah cuaca yang selalu cerah, dan tanaman pun mati karena kekeringan, sehingga tidak ada panen pada tahun itu. Jadi, apakah perasaan baikmu berarti bahwa itu benar-benar baik? Saat musim gugur tiba, saat tidak ada makanan yang bisa kaumakan, engkau akan berkata, 'Ya ampun, terlalu banyak hari cerah pun tidak baik. Jika tidak ada hujan, tanaman menjadi kering dan mati, tidak ada makanan yang bisa dipanen, dan orang-orang menjadi kelaparan.' Pada saat inilah engkau sadar bahwa hari-hari cerah yang tiada hentinya juga tidak baik. Sebenarnya, apakah seseorang merasa baik atau buruk tentang sesuatu, itu didasarkan pada motif, keinginan, dan kepentingan mereka sendiri, dan bukan didasarkan pada esensi dari hal itu sendiri. Jadi, dasar yang orang gunakan untuk mengukur apakah sesuatu itu baik atau buruk tidaklah tepat. Karena dasarnya tidak tepat, kesimpulan yang mereka tarik pun tidak tepat. Kembali ke topik tentang keberuntungan dan ketidakberuntungan, sekarang semua orang sudah mengerti bahwa perkataan tentang keberuntungan ini tidak masuk akal, dan tidak ada yang namanya beruntung atau tidak beruntung. Orang, peristiwa, dan hal-hal yang kautemui, entah baik atau buruk, semuanya ditentukan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan, jadi engkau harus menghadapi semua itu dengan benar. Terimalah apa yang baik sebagai sesuatu dari Tuhan, dan terimalah juga apa yang buruk sebagai sesuatu dari Tuhan. Jangan berkata engkau beruntung ketika hal-hal baik terjadi, dan engkau tidak beruntung ketika hal-hal buruk terjadi. Engkau hanya dapat berkata bahwa ada pelajaran yang dapat orang petik dalam semua hal ini, dan mereka tidak boleh menolak atau menghindarinya. Bersyukurlah kepada Tuhan untuk hal-hal baik, tetapi bersyukurlah juga kepada Tuhan untuk hal-hal buruk, karena semua itu diatur oleh-Nya. Orang, peristiwa, hal-hal, dan lingkungan yang baik menyediakan pelajaran yang harus mereka petik, tetapi ada jauh lebih banyak pelajaran yang dapat dipetik dari orang, peristiwa, hal-hal, dan lingkungan yang buruk. Semua ini adalah pengalaman dan peristiwa yang harus menjadi bagian dari kehidupan seseorang. Orang tidak boleh menggunakan gagasan tentang keberuntungan untuk mengukur semua itu. Jadi, seperti apakah pemikiran dan sudut pandang orang yang menggunakan keberuntungan untuk mengukur apakah sesuatu itu baik atau buruk? Apakah esensi orang-orang semacam itu? Mengapa mereka sangat memperhatikan keberuntungan dan ketidakberuntungan? Apakah orang yang sangat berfokus pada keberuntungan berharap mereka beruntung atau berharap mereka tidak beruntung? (Mereka berharap mereka beruntung.) Benar. Sebenarnya, mereka berusaha agar mereka beruntung dan agar hal-hal baik terjadi pada diri mereka, dan mereka hanya ingin mendapatkan manfaat dan mengambil keuntungan dari keberuntungan dan hal-hal baik tersebut. Mereka tidak peduli seberapa banyak orang lain menderita atau seberapa banyak kesukaran dan kesulitan yang harus orang lain alami. Mereka tidak ingin apa pun yang mereka anggap sebagai ketidakberuntungan menimpa mereka. Dengan kata lain, mereka tidak mau hal-hal buruk terjadi pada diri mereka: tidak mau mengalami kemunduran, kegagalan atau rasa malu, tidak mau mengalami pemangkasan, kehilangan, dan kerugian, dan tidak mau tertipu. Jika salah satu hal tersebut terjadi, mereka menganggapnya sebagai ketidakberuntungan. Siapa pun yang mengaturnya, jika terjadi hal yang buruk, itu berarti ketidakberuntungan. Mereka berharap semua hal yang baik—mulai dari dipromosikan, terlihat paling menonjol, dan mendapatkan manfaat sekalipun mengorbankan orang lain, mendapatkan keuntungan dari sesuatu, menghasilkan banyak uang, atau menjadi pejabat tinggi—terjadi pada diri mereka, dan mereka menganggap itulah keberuntungan. Mereka selalu mengukur orang, peristiwa, dan hal-hal yang mereka temui berdasarkan keberuntungan. Mereka berusaha menjadi orang yang beruntung, bukan orang yang tidak beruntung. Begitu terjadi kesalahan sekecil apa pun, mereka menjadi marah, kesal dan tidak puas. Bahasa kasarnya, jenis orang seperti ini egois. Mereka berusaha memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri sekalipun mengorbankan orang lain, menjadi unggul dari yang lain, dan terlihat paling menonjol. Mereka akan merasa puas jika semua hal baik terjadi hanya pada diri mereka. Inilah natur dan esensi mereka; seperti inilah diri mereka yang sebenarnya" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa orang-orang sering menilai keberuntungan mereka berdasarkan pada apakah mereka sendiri diuntungkan. Jika situasi itu menguntungkan bagi mereka, mereka menyebutnya "keberuntungan", dan jika tidak, mereka menyebutnya "kesialan". Orang yang memiliki pola pikir seperti ini hanya menginginkan keuntungan bagi dirinya sendiri, dan mereka sangat egois. Pada kenyataannya, setiap situasi yang Tuhan atur itu baik, dan tidak ada yang namanya "keberuntungan" atau "kesialan". Semua situasi yang terlihat menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi orang dimaksudkan agar mereka memetik pelajaran dan bermanfaat bagi jalan masuk kehidupan mereka. Sama seperti cuaca, hari cerah maupun hujan diperlukan manusia. Cuaca yang selalu cerah akan cepat mengeringkan tanaman, dan hujan yang berkepanjangan akan menenggelamkannya. Jadi, entah itu cerah ataupun hujan, semuanya adalah bagian dari kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan bermanfaat bagi umat manusia. Dahulu, ketika aku menjumpai sesuatu yang tidak sesuai dengan harapanku, aku selalu berpikir bahwa aku hanya sial, tetapi ini karena aku memiliki ambisi serta hasrat dalam diriku dan selalu berusaha agar dikagumi orang lain, dan ketika aku tidak mendapatkan yang kuinginkan, aku akan merasa putus asa dan tidak beruntung, mengeluh dan menggerutu tentang Tuhan, serta hidup dalam keadaan putus asa. Saat merenungkan diri, setelah aku datang ke gereja ini, awalnya aku ingin melaksanakan tugasku dengan baik agar dikagumi orang lain, jadi aku bekerja sejak fajar hingga petang tanpa mengeluh. Namun ketika segalanya tidak berjalan sesuai harapanku dan pekerja penginjilan ditangkap, aku khawatir karena tidak ada orang yang dapat diajak bekerja sama untuk melaksanakan pekerjaan, aku tidak akan mungkin bisa mencapai hasil yang baik, lalu ketika hasratku akan reputasi dan status tidak terpuaskan, aku merasa sial, dan semangatku sebelumnya segera menghilang. Berbagai hal dalam pekerjaan gereja ini telah tertunda karena pemimpin palsu yang sebelumnya tidak melakukan pekerjaan nyata, dan penangkapan saudara-saudari makin menghalangi kemajuan normal dari sebagian besar pekerjaan. Pemimpin tingkat atas telah mengaturku di sini dengan harapan bahwa aku mampu memikirkan maksud Tuhan, mendorong berbagai hal dalam pekerjaan, dan melindungi kepentingan gereja. Namun saat melihat kesulitan besar yang kuhadapi, aku menjadi putus asa, kehilangan motivasi untuk melaksanakan tugasku, dan mengeluh tentang "kesialanku". Perilaku diriku ini telah benar-benar membuat Tuhan jijik. Seseorang yang benar-benar setia kepada Tuhan, ketika melihat gereja menghadapi penumpasan dahsyat hingga semua saudara-saudari ditangkap, akan berupaya sebaik mungkin untuk mengerjakan apa pun yang mampu dia lakukan, menugaskan ulang para pekerja, dan meminimalkan kerugian. Namun di waktu yang genting seperti ini, aku hanya memikirkan reputasi dan statusku. Aku telah benar-benar egois dan tidak memiliki hati nurani serta kemanusiaan! Sekarang aku memahami bahwa Tuhan telah membiarkan situasi ini menimpaku untuk mengubah watakku yang rusak, karena aku terlalu mementingkan reputasi dan status, sehingga aku memerlukan situasi ini untuk menyingkapkan dan mengubah diriku.

Suatu pagi, selama waktu teduhku, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Jika engkau melepaskan ambisi dan keinginanmu, jika engkau tidak lagi menolak atau menghindari kemalangan apa pun yang menimpamu, dan engkau tidak lagi mengukur hal-hal semacam itu berdasarkan beruntung atau tidak beruntungnya dirimu, maka banyak hal yang sebelumnya kauanggap tidak beruntung dan buruk, sekarang akan kauanggap baik—hal-hal buruk itu akan berubah menjadi hal-hal baik. Mentalitas dan caramu dalam memandang segala sesuatu akan berubah, dan ini akan memampukanmu merasakan hal yang berbeda tentang pengalaman hidupmu, dan engkau juga akan sekaligus menuai hasil yang berbeda. Ini adalah pengalaman yang luar biasa, pengalaman yang akan membuahkan hasil yang tak pernah kaubayangkan. Ini adalah hal yang baik, bukan hal yang buruk. ... Jangan mengejar apa yang disebut 'keberuntungan', dan jangan menolak apa yang disebut 'ketidakberuntungan'. Serahkan hatimu dan seluruh keberadaanmu kepada Tuhan, biarkan Dia bertindak dan mengatur, dan tunduklah pada pengaturan dan penataan-Nya. Tuhan akan memberimu apa yang kaubutuhkan sesuai dengan jumlah yang kauperlukan. Dia akan mengatur lingkungan, orang, peristiwa, dan hal-hal yang kauperlukan, sesuai dengan kebutuhan dan kekuranganmu, sehingga engkau dapat memetik pelajaran yang seharusnya kaupetik dari orang, peristiwa, dan hal-hal yang kautemui. Tentu saja, prasyarat semua ini adalah engkau harus memiliki mentalitas ketundukan pada pengaturan dan penataan Tuhan" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Tuhan mengatakan bahwa ketika kita berhenti melihat suatu peristiwa sebagai "keberuntungan" atau "kesialan", kita dapat memperoleh wawasan tak terduga dalam situasi yang diatur Tuhan untuk kita dan melihat perbuatan serta kedaulatan Tuhan melalui pengalaman kita. Oleh karena itu, ketika menghadapi situasi buruk, kita harus menerima bahwa itu adalah dari Tuhan alih-alih mencoba lari atau menghindarinya. Di balik apa yang orang anggap sebagai peristiwa "buruk", selalu ada maksud Tuhan dan pengalaman yang harus kita alami. Tuhan menggunakan situasi semacam itu untuk melatih kita, membiarkan hidup kita berkembang; inilah maksud baik Tuhan. Aku menyadari bahwa aku harus memperbaiki sudut pandangku yang salah dan melakukan yang terbaik dengan mengandalkan Tuhan. Aku yakin bahwa Tuhan akan menyiapkan orang yang tepat untuk bekerja sama melaksanakan pekerjaan gereja. Ketika aku berpikir begini, keadaanku jauh membaik. Jadi, aku mulai mencari orang yang dapat membantu melaksanakan pekerjaan penginjilan. Pada waktu itu, ada seorang saudari yang merasa lemah dan berkecil hati karena beban keluarganya. Kami menghubunginya lalu menyampaikan persekutuan dan memberi dukungan. Setelah mendengarkan persekutuan selama beberapa waktu, keadaannya membaik, dan dia bersedia melaksanakan tugasnya. Saudari lain juga jadi bersedia melaksanakan tugasnya setelah mendengar persekutuan kami. Aku menyadari bahwa Tuhan telah mengatur lingkungan ini agar aku bisa belajar melakukan pekerjaan nyata, seperti bersekutu untuk mengatasi masalah saudara-saudari. Setelah mereka memahami maksud Tuhan, mereka akan bekerja sama dengan aktif. Selain itu, lingkungan ini membantu kami membina lebih banyak orang untuk mulai melaksanakan tugas mereka. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan!

Di bulan September, aku tiba-tiba menerima sepucuk surat yang mengatakan bahwa diaken penginjilan telah ditangkap. Selama beberapa hari berikutnya, kembali terdengar kabar bahwa saudara-saudari ditangkap. Aku berpikir, "Baru saja kami selesai menyesuaikan tim dan melihat sejumlah hasil, sekarang para pekerja penginjilan ditangkap lagi. Mengapa aku begitu sial? Kemalangan ini terus terjadi padaku!" Namun kemudian aku menyadari bahwa keadaanku tidak benar, jadi aku segera berdoa dalam hati kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk membimbingku melewati situasi ini. Aku teringat akan firman Tuhan: "Sebenarnya, apakah seseorang merasa baik atau buruk tentang sesuatu, itu didasarkan pada motif, keinginan, dan kepentingan mereka sendiri, dan bukan didasarkan pada esensi dari hal itu sendiri. Jadi, dasar yang orang gunakan untuk mengukur apakah sesuatu itu baik atau buruk tidaklah tepat. Karena dasarnya tidak tepat, kesimpulan yang mereka tarik pun tidak tepat. Kembali ke topik tentang keberuntungan dan ketidakberuntungan, sekarang semua orang sudah mengerti bahwa perkataan tentang keberuntungan ini tidak masuk akal, dan tidak ada yang namanya beruntung atau tidak beruntung. Orang, peristiwa, dan hal-hal yang kautemui, entah baik atau buruk, semuanya ditentukan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan, jadi engkau harus menghadapi semua itu dengan benar. Terimalah apa yang baik sebagai sesuatu dari Tuhan, dan terimalah juga apa yang buruk sebagai sesuatu dari Tuhan. Jangan berkata engkau beruntung ketika hal-hal baik terjadi, dan engkau tidak beruntung ketika hal-hal buruk terjadi. Engkau hanya dapat berkata bahwa ada pelajaran yang dapat orang petik dalam semua hal ini, dan mereka tidak boleh menolak atau menghindarinya. Bersyukurlah kepada Tuhan untuk hal-hal baik, tetapi bersyukurlah juga kepada Tuhan untuk hal-hal buruk, karena semua itu diatur oleh-Nya. Orang, peristiwa, hal-hal, dan lingkungan yang baik menyediakan pelajaran yang harus mereka petik, tetapi ada jauh lebih banyak pelajaran yang dapat dipetik dari orang, peristiwa, hal-hal, dan lingkungan yang buruk. Semua ini adalah pengalaman dan peristiwa yang harus menjadi bagian dari kehidupan seseorang. Orang tidak boleh menggunakan gagasan tentang keberuntungan untuk mengukur semua itu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa orang sering menilai baik atau buruknya situasi berdasarkan hasrat dan kepentingan mereka sendiri, bukan berdasarkan kebenaran. Penangkapan diaken penginjilan terjadi atas izin Tuhan; Tuhan mengatur siapa yang ditangkap menurut kedaulatan dan pengaturan-Nya, dan ini adalah pengalaman yang harus dilalui orang. Aku harus tunduk, mengurus akibatnya, dan melakukan apa yang dapat kulakukan untuk bekerja sama. Setelah ini, aku mulai menangani akibatnya. Kemudian, aku mengetahui bahwa pemimpin tim penginjilan terus mengadakan pertemuan dan memberitakan Injil bersama tiga petobat baru. Mereka tidak terintimidasi oleh naga merah yang sangat besar, dan pekerjaan penginjilan mereka bahkan lebih efektif dari sebelumnya. Selain itu, beberapa saudari mengambil inisiatif untuk melaksanakan tugas mereka karena khawatir akan dampaknya pada pekerjaan gereja. Saat melihat semua ini, aku merasa sangat tersentuh. Aku menyadari bahwa setiap situasi yang Tuhan atur memiliki tujuan. Mereka yang ditangkap memiliki pengalaman yang harus mereka lalui, dan mereka yang tidak ditangkap memiliki kesaksian yang harus diberikan. Tuhan menggunakan penganiayaan oleh naga merah yang sangat besar untuk melakukan pelayanan menyempurnakan orang.

Melalui pengalaman ini, aku memahami bahwa situasi ini bukan terjadi karena "kesialan", atau karena Tuhan memiliki tuntutan yang tinggi terhadapku. Sebaliknya, Tuhan menggunakannya untuk menyucikan dan mengubahku. Ketika aku menyesuaikan pola pikirku dan benar-benar bekerja sama, aku melihat pekerjaan Tuhan terungkap. Selama aku berdoa dengan tulus dan melaksanakan tugasku dengan sepenuh hati, Tuhan membukakan jalan untukku. Ke depannya, aku bersedia untuk terus mengandalkan Tuhan dalam melaksanakan tugasku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh