Rahasia yang Tersimpan Dalam di Hatiku

26 September 2019

Wuzhi, Kota Linyi, Provinsi Shandong

Pada musim semi 2006, aku dicopot dari kedudukanku sebagai pemimpin dan dipulangkan kembali ke tempat asalku sebab aku dianggap bersikap terlalu "asal bapak senang". Pada mulanya, aku terperosok ke dalam cawan siksaan dan kesakitan. Tidak pernah terpikir olehku bahwa setelah bertahun-tahun menjadi pemimpin, aku akan diberhentikan dengan alasan menjadi seorang yang "asal bapak senang". Habislah aku, demikian pikirku, sebab setiap orang yang mengenalku akan mengetahui kegagalanku dan aku akan dianggap sebagai contoh buruk di gereja. Bagaimana aku akan menghadapi semua orang setelah semuanya ini? Semakin aku memikirkannya, semakin negatif aku jadinya, sampai akhirnya aku kehilangan iman untuk terus mencari kebenaran. Namun demikian, ketika aku berpikir mengenai semua pengorbanan dan pengeluaran yang sudah kulakukan dalam beberapa tahun terakhir, aku tidak mungkin menyerah dan pikirku: "Jika aku sepenuhnya mengundurkan diri dan menerima kekalahan, tidakkah seluruh usahaku sia-sia? Tidakkah orang akan meremehkanku? Aku tidak boleh membiarkan itu terjadi! Aku harus bangkit dan tidak boleh membiarkan orang lain merendahkanku. Kini, betapapun sulitnya aku harus mencoba, betapapun banyak ketidakadilan yang kuterima, aku harus bersemangat—aku tidak boleh menyerah di tengah jalan! Asalkan aku ingat pelajaran dari kegagalan dan berfokus pada pencarian kebenaran, mungkin suatu hari aku dapat kembali menjadi seorang pemimpin." Dengan pemikiran-pemikiran ini, semua perasaan negatif dan sedih memudar dan aku merasakan energi yang baru dalam pengejaranku.

Mulai dari saat itu dan seterusnya, aku mencurahkan waktu berjam-jam setiap harinya, secara aktif makan dan minum firman Tuhan untuk memperlengkapi diriku sendiri dengan kebenaran sembari merenungkan dan memahami pelanggaran-pelanggaranku di masa lalu. Aku menulis tak terhitung banyaknya esai yang mengisahkan pengalaman hidupku, selain juga khotbah-khotbah. Beberapa waktu kemudian, ketika aku melihat dua dari esaiku terpilih, aku menjadi lebih yakin dalam pengejaranku. Aku berpikir dalam hati: terus saja bekerja dan tak lama lagi mimpiku akan menjadi kenyataan. Dengan cara itu, aku melanjutkan pengejaranku dan merasa terhibur karena kondisiku sedikit banyak telah kembali ke "normal".

Suatu hari selama pengembangan rohaniku, aku dibawa ke bagian tertentu dari firman Tuhan: "Jika manusia ingin memahami dirinya sendiri, mereka harus memahami keadaan mereka yang sebenarnya. Aspek yang paling penting untuk memahami keadaan seseorang adalah dengan memahami pemikiran dan gagasannya sendiri. Dalam setiap periode waktu, pemikiran manusia telah dikendalikan oleh satu hal utama. Jika engkau mampu mengendalikan pikiranmu, engkau mampu mengendalikan segala sesuatu yang ada di baliknya" ("Orang yang Terus-menerus Menuntut Tuhan adalah Orang yang Paling Tidak Masuk Akal" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Merenungkan firman Tuhan ini, aku tiba-tiba balik bertanya kepada diriku sendiri: apa yang menguasai pikiranku saat ini? Apa sebenarnya yang ada di balik semua pikiranku? Aku mulai secara cermat merenungkan proses pikiranku dan, dengan bimbingan Tuhan, aku sampai pada kesadaran bahwa sejak aku diberhentikan, pikiranku telah dikuasai oleh hasrat bahwa "aku harus merebut kembali reputasi dan statusku sebelumnya serta mempertahankan diriku sendiri. Aku tidak tahan dipandang remeh oleh orang lain." Pikiran ini telah menjadi seperti pilar rohani, yang memungkinkanku untuk bertekun di hadapan cawan keputusasaanku dan memberiku dorongan untuk mengejar tujuanku. Dengan pikiran ini di benakku, aku tetap "tegar dan pantang mundur" di bawah serbuan "ejekan dan penghinaan" yang tanpa henti. Pada saat inilah, aku menyadari bahwa pengejaranku tidak murni, penuh dengan hasrat dan tidak sedikit pun positif.

Memikirkan kembali hal tersebut, aku menyadari bahwa Tuhan telah menyingkapkan diriku agar aku mampu merenung tentang diriku sendiri serta mengerti natur Iblis dalam diriku sehingga upaya pengejaranku akan kebenaran dapat dibetulkan serta diluruskan, dibersihkan dari kejahatan dan dosa serta menerima penyelamatan Tuhan. Namun demikian, aku jelas tidak bersyukur kepada Tuhan atas karunia keselamatan-Nya, aku juga tidak membenci diriku sendiri karena kejahatan-kejahatan yang sudah kulakukan. Terlebih lagi, aku tidak menyesali diriku sendiri atau bertobat karena tidak mampu memenuhi harapan-harapan Tuhan. Sebaliknya, didorong oleh natur congkak bahwa "bagaimanapun, aku harus menang," aku mencurahkan segenap diriku untuk merancang rencana ini, berpikir semata-mata tentang masa ketika aku akan bangkit lagi, diurapi kembali sebagai pemimpin, dan memperoleh kembali reputasiku yang sebelumnya telah kurusak sepenuhnya. Intinya, aku berharap untuk membangun kembali citraku agar orang lain mengagumi dan memujaku. Aku benar-benar congkak dan sama sekali tidak memiliki sikap yang menghormati Tuhan ataupun takut akan Tuhan dalam hatiku. Bukankah aku telah tidak taat pada rancangan dan pengaturan Tuhan? Bukankah aku telah menetapkan diriku menjadi penentang Tuhan? Merenungkan kembali keadaanku saat itu, bulu kudukku merinding. Aku tidak pernah membayangkan bahwa ambisi seliar itu berada di balik pemikiranku. Tidak heran Tuhan berfirman: "Jika engkau mampu mengendalikan pikiranmu, engkau mampu mengendalikan segala sesuatu yang ada di baliknya." Memang benar. Di masa lalu, aku menganggap pikiran-pikiranku sebagai gagasan sepintas lalu saja dan tidak pernah meluangkan waktu untuk menelaah dan memahaminya. Baru sekarang aku menyadari bahwa memahami pikiran seseorang dan secara aktif menelaah hal-hal yang terkubur dalam di hati seseorang sangat penting untuk mengerti natur batinnya!

Syukur kepada Tuhan untuk pencerahan ini, yang telah membebaskanku dari kebutaan. Jika tidak, aku masih akan teperdaya oleh ketidakbenaranku sendiri—diarahkan oleh ambisi butaku menuju kematianku sendiri. Betapa mengerikannya! Dalam prosesnya, aku juga menyadari bahwa dengan mencopotku, Tuhan sedang melindungi serta mengaruniakan keselamatan kepadaku. Bagi seseorang dengan kecongkakan dan ambisi seperti itu, sekiranya aku tidak mengalami cawan hajaran dan penghakiman Tuhan yang menyakitkan, bisa dipastikan aku akan menjadi seorang antikristus dan mengundang kematianku sendiri. Ya Tuhan, aku bersumpah untuk menanggalkan semua pengejaranku yang keliru, berbalik dari kecongkakan dan ambisiku serta menaati setiap perintah-Mu. Aku akan mengejar kebenaran dengan ketetapan hati, memenuhi setiap tugasku dan hidup sebagai seorang pribadi yang nyata dan benar untuk menghiburkan hati-Mu.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Pilihan di Tengah Krisis

Oleh Saudara Zhang Jin, Tiongkok Beberapa waktu lalu, aku menerima surat dari Saudara Zhao. Pemimpin gereja mereka, serta seorang saudara...

Tugasmu Bukan Kariermu

Oleh Saudari Cheng Nuo, Prancis Tahun lalu aku bertanggung jawab atas pekerjaan dua gereja untuk pendatang baru. Terkadang orang perlu...