Yang Kuperoleh dari Dipangkas dan Ditangani 

02 September 2022

Oleh Saudari Wen Yan, Italia

Aku mulai mengawasi pekerjaan video pada November 2018. Aku merasa tegang setiap hari karena beban kerja yang berat. Aku sibuk menyelesaikan segala macam masalah dan menindaklanjuti pekerjaan orang lain. Aku tak bisa rileks. Beberapa waktu kemudian, Saudari Liu sering mengkritik video kami, dan mengatakan masalah ini semuanya karena kurangnya upaya kami. Aku merasa sangat menentang saat melihat pesan darinya ini. Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk meminimalkan kesalahan, dan mencapai sebanyak itu di tempat kerja tidaklah terlalu buruk. Bukankah dengan mempermasalahkan hal-hal sepele dia hanya menunda proses? Aku tak pernah menanggapi sarannya, menganggap dia membesar-besarkan masalah dan menunda pekerjaan kami. Suatu hari, aku membuat janji dengan Saudari Liu untuk berbicara. Aku memasukkan beberapa prinsip ke dalam persekutuan tentang bagaimana kritiknya memengaruhi kemajuan pekerjaan kami. Aku terkejut ketika selesai bersekutu, dia berkata dengan nada bicara yang kasar, "Itu satu aspek dari prinsip masalah ini. Namun, izinkan aku mengingatkanmu—jangan berpikir bahwa prinsip adalah alasan untuk perilaku ceroboh dan tak bertanggung jawab dalam tugasmu. Ini adalah dua hal yang berbeda. Jangan samakan keduanya." Ketika mendengar perkataannya, meskipun aku diam, hatiku penuh kemarahan. Kupikir, "Apa maksudmu aku ceroboh dan tak bertanggung jawab dalam tugasku? Kau jelas mengganggu dan memperlambat segalanya, tapi kau mengkritikku! Apa masalahnya dengan sedikit masalah sepele? Semua itu sama sekali takkan memengaruhi kualitas video, dan apa yang telah kami capai sudah cukup bagus. Kau tidak tahu betapa beratnya beban kerja kami, tapi kau hanya mempermasalahkan hal sepele, lalu memperlakukanku seperti ini. Kau sangat congkak!" Setelah itu, aku tak mau berhubungan dengan Saudari Liu. Selama itu adalah masalah yang dia tunjukkan, aku akan menentangnya dan emosiku terlibat ketika menangani masalah.

Hampir setiap setengah bulan setelah ini, Saudari Liu selalu menyiapkan rangkuman umpan balik untuk kami tentang masalah pekerjaan. Suatu kali, dia bahkan menyampaikan umpan balik ini kepada pemimpin. Ketika mendengar hal ini, aku sangat marah. Kami melakukan beberapa kesalahan, tapi dengan beban kerja yang begitu berat setiap bulan, bukankah normal jika ada hal-hal kecil yang tak dilakukan dengan benar? Apakah benar-benar perlu untuk memberi tahu pemimpin? Kau terobsesi dengan hal-hal kecil, standarmu terlalu tinggi. Apakah kau memperlakukan kami saudara-saudari seperti mesin? Tak bolehkah kami melakukan kesalahan? Makin kupikirkan, makin aku menjadi gusar. Ketika pemimpin datang untuk berbicara denganku, aku langsung mengacungkan jariku ke arah Saudari Liu, mengatakan dia sangat congkak. Dia tak mengenal diri sendiri, tapi hanya menunjukkan masalah kami. Pemimpin melihatku tidak mengenal diriku sendiri, dan bersekutu bahwa aku harus memperlakukan Saudari Liu dengan benar. Dia menyuruhku merenungkan diri dan memetik pelajaran. Namun, perkataan pemimpin kuabaikan Aku menunda menyelesaikan masalah yang disinggung Saudari Liu dalam umpan baliknya, dan tak berupaya memikirkan bagaimana untuk kelak menghindari masalah serupa. Apa kau tahu pada waktu itu keadaanmu tidak baik? Aku tidak terlalu sadar, dan mencari Tuhan melalui doa, memohon Dia membimbingku memetik pelajaran dan mengenal diriku sendiri dalam masalah ini.

Suatu hari selama perenunganku, aku membaca beberapa firman Tuhan yang membantuku mendapatkan sedikit kesadaran tentang keadaanku. Firman Tuhan katakan: "Ketika orang terus saja membicarakan yang benar dan yang salah, mereka akan berusaha menjelaskan apakah setiap hal itu benar atau salah, mereka tidak berhenti sampai hal itu menjadi jelas dan diketahui siapa yang benar dan siapa yang salah, mereka berfokus pada hal-hal semacam itu, berfokus pada hal-hal yang tidak ada jawabannya: apa gunanya bertindak seperti ini? Pada akhirnya, apakah membicarakan yang benar dan yang salah adalah tindakan yang benar? (Tidak.) Di mana kesalahannya? Apakah ada kaitan antara hal ini dan menerapkan kebenaran? (Tidak ada kaitannya.) Mengapa menurutmu tidak ada kaitannya? Membicarakan yang benar dan yang salah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, membicarakan itu bukanlah sedang mendiskusikan atau mempersekutukan prinsip-prinsip kebenaran; sebaliknya, itu berarti orang selalu membicarakan siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang tepat dan siapa yang keliru, siapa yang masuk akal dan siapa yang tidak, siapa yang punya alasan bagus, dan siapa yang tidak, siapa yang lebih masuk akal; inilah yang mereka selidiki. Ketika Tuhan menguji orang, mereka selalu berusaha bernalar dengan Tuhan, mereka selalu mengatakan alasan ini atau alasan itu. Apakah Tuhan membicarakan hal-hal seperti itu denganmu? Apakah Tuhan bertanya apa konteksnya? Apakah Tuhan bertanya tentang alasan dan penyebab dari hal yang kautunjukkan? Tidak. Tuhan bertanya apakah ketika Dia mengujimu, sikapmu adalah sikap yang taat atau sikap yang menentang. Tuhan bertanya apakah engkau memahami kebenaran atau tidak, apakah engkau taat atau tidak. Semua inilah yang Tuhan tanyakan, tidak ada yang lain. Tuhan tidak bertanya kepadamu apa alasan kurangnya ketaatanmu, Dia tidak melihat apakah engkau punya alasan yang baik—Dia sama sekali tidak mempertimbangkan hal-hal semacam itu. Tuhan hanya melihat apakah engkau taat atau tidak. Di lingkungan mana pun engkau hidup dan apa pun konteksnya, Tuhan hanya memeriksa apakah ada ketaatan di dalam hatimu, apakah engkau memiliki sikap yang taat; Tuhan tidak memperdebatkan yang benar dan yang salah denganmu, Tuhan tidak peduli apa alasanmu, Tuhan hanya peduli apakah engkau benar-benar taat, hanya inilah yang Tuhan tanyakan kepadamu. Mengenai jenis orang yang terus saja membicarakan yang benar dan yang salah, yang suka berdebat—adakah prinsip kebenaran di dalam hati mereka? (Tidak ada.) Mengapa tidak ada? Pernahkah mereka memperhatikan prinsip-prinsip kebenaran? Pernahkah mereka mengejarnya? Pernahkah mereka mencarinya? Mereka tidak pernah memperhatikan atau mengejar atau mencarinya, dan semua itu sama sekali tidak ada di hati mereka. Akibatnya, mereka hanya bisa hidup di antara yang benar dan yang salah, yang ada di dalam hati mereka hanyalah benar dan salah, tepat dan keliru, dalih, alasan, pembenaran, perdebatan, segera setelah itu mereka saling menyerang, saling menuduh, dan saling mengutuk. Watak orang semacam ini suka memperdebatkan yang benar dan yang salah, suka menuduh dan mengutuk orang. Orang semacam ini tidak memiliki kasih atau penerimaan akan kebenaran, mereka cenderung berusaha bernalar dengan Tuhan, bahkan mengkritik dan menentang Tuhan. Pada akhirnya, mereka akan dihukum" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 4, Tanggung jawab para pemimpin dan pekerja). Dari penyingkapan Tuhan, aku mengerti orang yang selalu bicara tentang benar dan salah dalam suatu situasi akan terlebih dahulu menyelidikinya secara menyeluruh: siapa yang benar, siapa yang salah, siapa yang punya alasan di pihak mereka. Jika mereka dapat membicarakannya di antara orang lain, mereka mulai membantah, mereka berfokus kepada orang lain, menjadi tidak taat, menentang, dan bahkan menyerang orang lain tanpa mencari kebenaran atau merenungkan masalah mereka sendiri. Mereka tidak tunduk pada keadaan yang Tuhan atur untuk mereka. Aku teringat bagaimana aku bertindak seperti ini. Ketika Saudari Liu menunjukkan beberapa masalah dalam pekerjaan kami, aku tahu semua masalah ini ada, tapi aku mencari-cari alasan dan berdalih untuk membenarkan diriku sendiri, berpikir standar kerja kami sudah baik mengingat beban kerja kami, dan masalah sepele tak dapat dihindari. Aku bahkan berusaha membantahnya dengan prinsip untuk menghentikannya agar tidak menunjukkan masalah, menganggap harapannya terlalu tinggi, dan bahwa masalahnya sepele dan tak masalah meskipun itu tidak diselesaikan. Ketika Saudari Liu mengkritikku karena bersikap ceroboh dan tak bertanggung jawab, aku bukan saja tidak menerimanya dari Tuhan, tapi mulai berprasangka terhadapnya dan mengira dia sedang mencari-cari kesalahan. Ketika dia berbicara dengan tegas dan perkataannya melukai harga diriku, aku menyebut wataknya congkak, dan bahkan mengkritiknya di depan pemimpin, berencana membuat pemimpin memihakku dan memandang buruk dirinya. Ketika pemimpin membantuku, aku tak mau mendengarkan. Aku tidak menerima keadaan dari Tuhan atau merenungkan masalahku sendiri. Sebaliknya, aku membenarkan diri, berdalih, dan memperdebatkan siapa yang benar dan salah. Yang kuperlihatkan hanyalah kemarahan, tanpa sedikit pun sikap ketaatan. Bagaimana aku bisa menyebut diriku orang percaya? Aku bertindak seperti orang tidak percaya.

Setelah itu, aku membaca bagian lain firman Tuhan yang membantuku lebih memahami kehendak Tuhan. Firman Tuhan katakan: "Melakukan apa pun berkaitan dengan mencari kebenaran dan menerapkan kebenaran. Dan selama sesuatu berkaitan dengan kebenaran, itu berkaitan dengan kemanusiaan orang dan sikap mereka. Sering kali, ketika orang melakukan sesuatu dengan tidak berprinsip, itu karena mereka tidak memahami prinsip di baliknya. Namun, sering kali, orang bukan saja tidak memahami prinsip-prinsipnya, tetapi mereka juga tidak ingin memahaminya. Meskipun mereka mungkin tahu sedikit tentang prinsip-prinsip tersebut, mereka tetap tidak ingin melakukan tugasnya dengan baik; standar dan juga persyaratan ini tidak ada dalam hati mereka. Jadi, sangat sulit bagi mereka untuk melakukan segala sesuatu dengan baik. Sangat sulit bagi mereka untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan kebenaran dan memuaskan Tuhan. Kunci apakah orang dapat melakukan tugasnya dengan baik atau tidak, tergantung pada apa yang mereka cari dan apakah mereka menyukai hal-hal positif atau tidak. Jika orang tidak menyukai hal-hal positif, tidak mudah bagi mereka untuk menerima kebenaran—dan ini sangat menyusahkan. Meskipun mereka melakukan suatu tugas, mereka hanya melakukan pelayanan. Entah engkau memahami kebenaran atau tidak, entah engkau mampu memahami prinsip atau tidak, jika engkau melaksanakan tugasmu dengan hati nurani, setidaknya engkau akan mencapai hasil yang sedang-sedang saja. Hanya ini yang akan berhasil. Maka, jika engkau mampu mencari kebenaran dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, engkau akan mampu sepenuhnya melakukan apa yang Tuhan inginkan dan memenuhi kehendak-Nya. Apa yang Tuhan inginkan? (Tuhan ingin kita mengerahkan segenap hati dan kekuatan kita untuk menyelesaikan tugas kita.) Bagaimana mengartikan 'mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu'? Jika orang mencurahkan segenap pikiran mereka untuk melakukan tugasnya, itu berarti mereka mengerahkan segenap hati mereka. Jika mereka menggunakan setiap sisa kekuatan yang mereka miliki saat melakukan tugas, itu berarti mereka mengerahkan segenap kekuatan mereka. Apakah mudah untuk mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu? Ini tidak mudah untuk dicapai tanpa hati nurani dan akal sehat. Jika orang tidak memiliki hati, jika mereka tidak memiliki kecerdasan dan tak mampu melakukan perenungan, dan jika, ketika dihadapkan pada suatu masalah, mereka tidak mencari kebenaran, dan tidak memiliki cara atau sarana, maka dapatkah mereka mengerahkan segenap hatinya? Tentu saja tidak" ("Manusia Adalah Penerima Manfaat Terbesar dari Rencana Pengelolaan Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku memahami kehendak-Nya. Tuhan tidak menuntut agar manusia mencapai kesempurnaan dalam tugasnya, tapi Dia melihat apakah mereka telah berupaya sebaik mungkin, dan apakah sikap mereka adalah sikap yang berusaha meningkatkan tugas mereka. Tuhan memeriksa hati manusia. Aku merenungkan sikapku terhadap tugasku dibandingkan dengan firman Tuhan. Aku selalu merasa memiliki beban kerja yang berat, dengan banyak hal yang harus dipikirkan dan diperhatikan, dan masalah kecil yang muncul dalam pekerjaan adalah hal yang normal. Terkadang meskipun aku tahu semua masalah itu dapat dihindari, aku tak mau berupaya keras memperbaiki keadaan, yang membuat masalah menjadi berlarut-larut dan tidak terselesaikan. Namun sebenarnya, Tuhan tidak menuntut agar aku tak pernah melakukan kesalahan dalam tugasku. Dia hanya membenci sikapku yang ceroboh dan tak bertanggung jawab. Saudari Liu menarik perhatianku pada suatu masalah dengan menunjukkannya, membantuku menyelesaikannya tepat waktu dan melakukan tugasku dengan baik. Setelah menyadari hal ini, keadaanku agak membaik. Setelah itu, aku bersekutu dan merangkum bersama orang lain, dan memikirkan cara untuk berubah. Ketika orang kembali menunjukkan masalah, aku tidak menentang dan acuh tak acuh tentang hal itu seperti sebelumnya, tapi menyelesaikannya bersama semua orang.

Aku juga merenungkan diriku sendiri. Mengapa aku sangat menentang saran Saudari Liu? Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan, dan sedikit mengenal diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Sikap khas para antikristus terhadap penanganan dan pemangkasan adalah menolak dengan keras untuk menerima atau mengakuinya. Sebanyak apa pun kejahatan yang mereka lakukan atau sebanyak apa pun kerugian yang mereka timbulkan terhadap pekerjaan rumah Tuhan dan jalan masuk kehidupan umat pilihan Tuhan, mereka tidak merasakan penyesalan sedikit pun atau merasa bahwa mereka berutang sesuatu. Dari sudut pandang ini, apakah para antikristus memiliki kemanusiaan? Sama sekali tidak. Mereka menyebabkan berbagai macam kerugian terhadap umat pilihan Tuhan dan menimbulkan kerugian terhadap pekerjaan gereja—umat pilihan Tuhan dapat melihat ini dengan jelas, dan mereka bisa melihat rentetan perbuatan jahat antikristus. Namun, para antikristus tidak menerima atau mengakui fakta ini; mereka dengan keras kepala tidak mau mengakui bahwa mereka salah atau bahwa mereka bertanggung jawab. Bukankah ini adalah suatu tanda bahwa mereka muak terhadap kebenaran? Sampai sejauh itulah perasaan muak antikristus terhadap kebenaran. Sebanyak apa pun kejahatan yang mereka lakukan, mereka tidak mau mengakuinya, dan mereka tetap tidak menyerah sampai akhir. Ini membuktikan bahwa antikristus tidak pernah menganggap serius pekerjaan rumah Tuhan ataupun menerima kebenaran. Mereka belum percaya kepada Tuhan; mereka adalah kaki tangan Iblis, yang datang untuk mengganggu dan mengacaukan pekerjaan rumah Tuhan. Di dalam hati antikristus hanya ada reputasi dan status. Mereka yakin bahwa jika mereka mengakui kesalahan mereka, itu berarti mereka harus menerima tanggung jawab, dan kemudian status dan reputasi mereka pun pasti menjadi sangat rusak. Akibatnya, mereka menentang dengan sikap 'menolak sampai mati'. Penyingkapan atau analisis apa pun yang orang lakukan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyangkalnya. Entah penyangkalan mereka disengaja atau tidak, singkatnya, di satu sisi, ini menyingkapkan natur para antikristus dan esensi yang muak dan membenci kebenaran. Di sisi lain, ini memperlihatkan betapa para antikristus menghargai status, reputasi, dan kepentingan mereka sendiri. Sementara itu, apa sikap mereka terhadap pekerjaan dan kepentingan gereja? Sikap mereka adalah sikap penghinaan dan penolakan tanggung jawab. Mereka tidak memiliki hati nurani dan nalar. Bukankah pengabaian tanggung jawab para antikristus menunjukkan masalah-masalah ini? Di satu sisi, pengabaian tanggung jawab membuktikan esensi dan natur mereka yang muak dan membenci kebenaran, sedangkan di sisi lain, itu menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki hati nurani, nalar, dan kemanusiaan. Sebanyak apa pun jalan masuk kehidupan saudara-saudari dirugikan oleh campur tangan dan perbuatan jahat mereka, mereka tidak merasa bersalah dan tidak akan pernah merasa sedih karena hal ini. Makhluk macam apa ini? Meskipun pengakuan mereka terhadap kesalahan dapat dianggap mereka memiliki sedikit hati nurani dan nalar, tetapi para antikristus bahkan tidak memiliki kemanusiaan sedikit pun. Jadi, apa sebutan engkau semua terhadap mereka? Esensi antikristus adalah Iblis" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tiga)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Aku merenungkan diri sendiri setelah membandingkan diriku dengan firman Tuhan. Aku jelas ceroboh dalam tugasku, dan ada banyak kesalahan dan masalah, tapi tidak merasa bersalah atau menyesal. Ketika dihadapkan dengan diriku dipangkas, ditangani, dan diingatkan, aku tak mau menerimanya. Aku selalu mencari-cari alasan untuk membenarkan diri sendiri dan mengabaikannya. Aku tak mau mengakui kesalahanku sendiri. Kupikir mengakui kesalahan akan membuatku terlihat buruk, dan merusak reputasi, status, dan citraku, membuat orang lain memandang rendah diriku. Aku benar-benar tak bernalar. Aku menyingkapkan watak yang muak akan kebenaran. Orang lain memberiku saran untuk membantuku melihat kekurangan dalam tugasku, agar mampu menyelesaikan masalah dengan tepat waktu dan melaksanakan tugasku dengan lebih baik. Namun, aku tak pernah menerima hal ini dari Tuhan, juga tidak merenungkan diriku sendiri. Jadi, masalah bersikap ceroboh dalam tugasku tak pernah diselesaikan, dan aku tak pernah memenuhi peranku sebagai pengawas, menyebabkan orang lain bersikap ceroboh dalam tugas mereka dan juga melakukan kesalahan. Pada titik ini, akhirnya aku sadar, tidak menyelesaikan watak Iblis yang muak akan kebenaran membuatku sulit menerima kebenaran dan saran orang lain. Jika aku tetap tidak bertobat atau menyelesaikan watak rusak ini, masalah dan kelemahan dalam tugasku akan bertambah, dan akhirnya aku pasti melakukan kejahatan, menentang Tuhan dan dibenci dan disingkirkan oleh-Nya. Menyadari hal ini membuatku sangat sedih, dan aku berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan, mau menerapkan kebenaran dalam tugasku mulai sekarang, dan tidak hidup dalam kerusakan.

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan yang memberiku jalan untuk menyelesaikan watak yang muak akan kebenaran. Firman Tuhan katakan: "Jika engkau tidak memahami suatu kebenaran, lalu ada orang yang memberimu saran, dan memberitahumu bagaimana bertindak sesuai dengan kebenaran, hal pertama yang harus kaulakukan adalah menerimanya, dan meminta semua orang untuk bersekutu bersama, untuk melihat apakah ini jalan yang benar, apakah ini sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Jika engkau yakin hal itu sesuai dengan kebenaran, maka terapkanlah dengan cara ini; jika engkau yakin hal itu tak sesuai dengan kebenaran, maka jangan kauterapkan. Sesederhana itu. Engkau harus mencari kebenaran dari banyak orang, mendengarkan apa yang setiap orang katakan dan menganggapnya serius; jangan menutup telinga atau menghina orang. Ini masih termasuk tugasmu, jadi engkau harus memperlakukannya dengan serius. Ini adalah sikap dan keadaan yang benar. Ketika keadaanmu benar, engkau tidak akan lagi memperlihatkan watak yang memusuhi dan muak akan kebenaran. Menerapkan dengan cara ini berarti tidak menerapkan sesuai watak rusakmu, dan berarti engkau menerapkan kebenaran. Dan apa efek menerapkan kebenaran dengan cara ini? (Ada bimbingan Roh Kudus.) Memiliki bimbingan Roh Kudus adalah salah satu aspeknya. Terkadang, masalahnya sangat sederhana, dan dapat dicapai dengan menggunakan kecerdasanmu sendiri. Setelah orang-orang memberimu saran dan engkau telah memahaminya, engkau meluruskan semuanya dan melanjutkannya sesuai prinsip. Bagi manusia, ini mungkin tampak sepele, tetapi di mata Tuhan, ini adalah masalah besar. Mengapa Aku mengatakan ini? Ketika engkau menerapkan dengan cara ini, Tuhan melihat bahwa engkau mampu menerapkan kebenaran, bahwa engkau adalah orang yang mencintai kebenaran, bukan orang yang muak akan kebenaran, dan pada saat yang sama Tuhan juga melihat watakmu dengan melihat hatimu. Ini hal yang penting. Dan ketika engkau melaksanakan tugas dan melakukan segala sesuatu di hadapan Tuhan, yang kaujalani dan kauperlihatkan adalah kenyataan kebenaran yang sudah harus ditemukan dalam diri manusia. Sikap, pikiran, dan keadaanmu dalam segala hal yang kaulakukan adalah yang paling penting di hadapan Tuhan; semua itu adalah apa yang Tuhan periksa dengan teliti" ("Mereka yang Tidak Dapat Selalu Hidup Di hadapan Tuhan Adalah Orang yang Tidak Percaya" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan jalan penerapan. Ketika saudara-saudari memberikan saran atau menunjukkan masalahku, aku harus terlebih dahulu memiliki sikap yang menerima dan taat. Jika tidak tahu cara menerapkannya, aku tak boleh membenci atau menentangnya, tapi aku harus menerimanya terlebih dahulu, kemudian mencari persekutuan dari orang yang memahami kebenaran, lalu menerapkannya setelah memahami prinsipnya dengan benar. Inilah artinya melaksanakan tugasku sesuai kehendak Tuhan. Aku ingat ketika orang lain melihat dan menunjukkan masalah atau kekurangan dalam pekerjaanku, ketika mereka memberiku saran dan menanganiku, itu adalah sikap mereka yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah Tuhan, bukan menyasar diriku atau mempersulit diriku. Aku harus menerimanya dari Tuhan dan bersikap taat dan menerima, merenungkan masalahku, serta mengubah dan menyelesaikannya tepat pada waktunya. Itulah satu-satunya cara agar pekerjaanku meningkat sedikit demi sedikit, dan menghindari agar watakku yang rusak tidak mengganggu pekerjaan gereja.

Suatu hari, Saudari Liu mengirim pesan yang menunjukkan beberapa masalah dengan video kami. Ketika melihatnya, untuk sejenak aku menentang. Aku telah mendiskusikan dan menangani masalah ini dengan yang lain. Mengapa dia kembali menyinggungnya? Aku ingin mengatakan sesuatu untuk membela diri, tapi ketika kurenungkan, jika dia menunjukkannya, pasti masih ada kesalahan atau kekurangan dengan pekerjaan itu. Jadi, aku berinisiatif bertanya kepada Saudari Liu tentang hal itu. Setelah mendapatkan pemahaman yang mendalam, akhirnya aku sadar bahwa aku hanya mendiskusikan masalah ini dengan saudara-saudari, tapi tidak menindaklanjuti pekerjaan mereka secara tepat waktu sesudahnya. Aku juga sadar aku tidak bersikap proaktif dan bertanggung jawab terhadap pekerjaanku, tapi hanya dengan pasif menunggu orang lain untuk menunjukkan masalah sebelum menyelesaikannya. Jadi, aku berinisiatif bertanya kepada yang lain masalah apa yang masih ada di video kami, lalu bersekutu dan menyelesaikannya tepat waktu. Setelah beberapa waktu, jelas masalah makin berkurang, dan aku merasa tenang dan lega dalam tugasku. Aku juga merasa di hatiku bahwa hanya dengan bisa menerima saran orang lain, mencari kebenaran dan menyelesaikan masalahku barulah aku mampu melakukan tugasku dengan baik.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Melihat Jati Diri Orang Tuaku

Oleh Saudari Xin Che, Korea Sejak kecil, orang tuaku adalah panutanku dalam mengikuti Tuhan. Mereka tampak berapi-api dalam iman mereka dan...