Keuntungan yang Diperoleh Melalui Kesulitan
Oleh Saudara Robinsón, VenezuelaDi penghujung tahun 2019, seorang kerabat memberitakan Injil Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Ketika pertama kali aku menemukan Tuhan, aku sangat bersemangat, dan dua bulan setelahnya, aku mulai melaksanakan tugas urusan umum. Kemudian, aku melaksanakan tugas sebagai tuan rumah, dan meskipun disibukkan dengan berbagai macam tugas, aku tidak pernah mengeluh tentang kesukaran ataupun kelelahan. Aku percaya bahwa agar dapat diselamatkan, aku harus mempersiapkan lebih banyak perbuatan baik, dan aku harus menanggung lebih banyak penderitaan, serta membayar harga dalam tugas-tugasku. Dua tahun kemudian, pada tahun 2007, aku terpilih untuk menjadi pemimpin gereja. Aku berusaha makin keras dan lebih banyak mengorbankan diriku. Aku tidak bisa mengendarai sepeda, jadi aku harus berjalan kaki ke pertemuan di tempat-tempat yang sulit dijangkau angkutan. Aku tidak merasa lelah, seolah aku memiliki energi yang tidak ada habisnya. Aku merasa bahwa Tuhan melihat upayaku dan di masa depan, Tuhan akan membalas pengorbananku dengan tempat tujuan yang baik. Setelah itu, aku dengan aktif bekerja sama dalam tugas apa pun yang diatur oleh gereja, dan meski usiaku yang sudah lanjut menimbulkan berbagai permasalahan yang nyata, aku tidak pernah merasa terkekang dengan hal-hal ini.
Pada tahun 2017, saat usiaku 76 tahun, para pemimpin mengaturku untuk melaksanakan pekerjaan pembersihan di gereja. Aku sangat senang, merasa bahwa meskipun usiaku sudah lanjut, aku masih memiliki kesempatan untuk melaksanakan tugas. Ini benar-benar merupakan kasih karunia dan pemuliaan dari Tuhan untukku! Aku berkata kepada diriku sendiri agar menghargai kesempatan ini untuk melaksanakan tugasku. Saat itu, aku sangat disibukkan dengan tugas-tugasku, dan aku biasanya tidur larut malam, tetapi aku tidak merasa lelah. Suatu hari pada tahun 2019, aku tiba-tiba merasa pusing dan kesulitan bernapas saat sedang berjalan kaki. Setelah menjalani pemeriksaan di rumah sakit, aku didiagnosis menderita tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Dokter menyarankan agar aku dirawat di rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Aku merasa gelisah dan berpikir, "Dirawat di rumah sakit tidak hanya memakan waktu satu atau dua hari; jika aku dirawat, para pemimpin pasti akan mencari orang lain untuk mengambil alih tugasku, lalu akankah aku kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas ini? Di usiaku sekarang, dengan masalah kesehatanku, aku pun tidak akan bisa melaksanakan tugas lain. Jika aku keluar dari rumah sakit dan hanya bisa menjadi tuan rumah untuk pertemuan kelompok kecil, perbuatan baik apa yang bisa kulakukan dalam tugas sesepele itu? Tanpa melakukan perbuatan baik, bagaimana aku akan diselamatkan? Tidak, aku benar-benar tidak boleh meninggalkan tugasku untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Selain itu, jika Tuhan melihatku tetap melaksanakan tugasku meskipun sedang sakit, Dia pasti akan melindungiku." Aku segera berkata, "Aku tidak akan tinggal di rumah sakit; aku akan pulang dan menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan saja." Setelah itu, aku terus melaksanakan tugasku seperti biasa setiap hari.
Dua tahun kemudian, pada suatu malam, aku tiba-tiba merasakan sakit yang yang menusuk tajam dari pinggang hingga pinggulku. Keesokan harinya, putriku membawaku ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan, dan aku didiagnosis mengalami patah tulang belakang akibat osteoporosis. Kepalaku berdengung, dan rasanya seolah-olah langit runtuh menimpaku. Aku merasakan jantungku berdebar kencang dan tenaga terkuras dari tubuhku. Aku duduk di kursi, merasakan sakit yang tak terlukiskan di jantungku, tidak tahu bagaimana menghadapi kenyataan ini. Aku berpikir, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun dan meskipun aku tidak mengalami kesukaran besar dalam tugasku, aku telah mengalami banyak kesulitan kecil. Terlebih lagi, karena saat ini aku sedang melaksanakan tugasku, bagaimana mungkin penyakit ini menimpaku secara tiba-tiba? Mungkinkah Tuhan menggunakan ini untuk menghentikanku melaksanakan tugas?" Aku benar-benar merasa hancur. Lalu aku berpikir, "Bahkan jika aku sembuh dari penyakit ini di masa depan, di usiaku sekarang, aku tidak akan bisa lagi melaksanakan tugas yang penting. Paling-paling, aku hanya bisa menjadi tuan rumah untuk acara pertemuan. Aku tidak akan bisa menderita maupun mengorbankan diriku. Lalu, perbuatan baik apa yang bisa muncul dari melaksanakan tugas seperti itu? Aku benar-benar iri pada saudara-saudari yang lebih muda yang bisa melaksanakan berbagai macam tugas. Betapa menyenangkan jika aku bisa memutar waktu ke beberapa dekade yang lalu! Kenapa Tuhan tidak membiarkanku lahir beberapa dekade kemudian?" Saat tiba di rumah, aku hanya bisa berbaring, dan harus berjalan terseret sedikit demi sedikit. Aku tidak bisa melaksanakan tugas apa pun. Ketika para saudari datang berkunjung, bahkan membuka pintu saja aku kesulitan. Aku merasa sangat negatif dan berpikir, "Apakah aku sudah menjadi orang yang tidak berguna? Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, selalu melaksanakan tugasku, menderita, dan mengorbankan diriku sedemikian rupa. Aku pernah percaya bahwa aku bisa diselamatkan, tetapi aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menjadi tidak berguna dan tidak mampu melaksanakan tugas apa pun." Pikiran-pikiran ini membuat hatiku hancur. Aku hidup dalam keadaan negatif, dan hatiku tidak bisa menemukan kedamaian di hadapan Tuhan. Jiwaku menjadi sangat gelap. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, sejak aku jatuh sakit dan tidak bisa melaksanakan tugasku, aku merasa sangat putus asa. Aku selalu khawatir bahwa aku tidak akan bisa diselamatkan, dan aku tidak tahu aspek kebenaran apa yang harus kucari untuk menyelesaikan masalah ini. Tolong cerahkan dan bimbing aku agar bisa mengenali masalahku."
Kemudian, aku membaca beberapa firman Tuhan: "Terdapat juga orang-orang lanjut usia di antara saudara-saudari, yang berusia antara 60 hingga 80 atau 90 tahun, dan yang juga mengalami beberapa kesulitan karena usia lanjut mereka. Sekalipun telah berusia lanjut, pemikiran mereka belum tentu benar atau masuk akal, dan gagasan serta pandangan mereka belum tentu sesuai dengan kebenaran. Orang-orang lanjut usia ini juga memiliki masalah, dan mereka selalu khawatir, 'Kesehatanku tidak sebaik sebelumnya dan tugas yang mampu kulaksanakan sangat terbatas. Jika aku hanya melakukan tugas kecil ini, akankah Tuhan mengingatku? Terkadang aku jatuh sakit, dan aku perlu seseorang untuk merawatku. Jika tidak ada orang yang merawatku, aku tidak mampu melaksanakan tugasku, lalu apa yang dapat kulakukan? Aku sudah tua dan tak mampu mengingat firman Tuhan saat aku membacanya dan sulit bagiku untuk memahami kebenaran. Saat mempersekutukan kebenaran, perkataanku membingungkan dan tidak logis, dan aku belum memiliki pengalaman apa pun yang layak untuk kubagikan. Aku sudah tua dan tak punya cukup tenaga, penglihatanku tidak terlalu baik dan aku tidak sekuat sebelumnya. Segala sesuatu terasa sulit bagiku. Aku bukan saja tak mampu melaksanakan tugasku, tetapi aku juga mudah lupa dan melakukan kesalahan. Terkadang aku menjadi bingung dan menimbulkan masalah bagi gereja dan saudara-saudariku. Aku ingin memperoleh keselamatan dan mengejar kebenaran tetapi itu sangat sulit bagiku. Apa yang dapat kulakukan?' Saat memikirkan hal-hal ini, mereka mulai resah, berpikir, 'Mengapa aku baru mulai percaya kepada Tuhan pada usia ini? Mengapa aku tidak seperti mereka yang berusia 20-an dan 30-an, atau bahkan mereka yang berusia 40-an dan 50-an? Mengapa aku baru menemukan pekerjaan Tuhan ketika aku sudah sangat tua? Bukan karena aku bernasib buruk; setidaknya aku telah bertemu dengan pekerjaan Tuhan. Nasibku baik, dan Tuhan selama ini baik terhadapku! Hanya saja ada satu hal yang membuatku tidak senang, yaitu aku sudah sangat tua. Daya ingatku tidak terlalu bagus, dan kesehatanku tidak terlalu baik, tetapi aku memiliki kekuatan batin yang teguh dan tak tergoyahkan. Hanya saja tubuhku tidak mau menaatiku, dan aku mengantuk setelah mendengarkan persekutuan sebentar saja di pertemuan. Terkadang aku ketiduran saat menutup mataku untuk berdoa, dan pikiranku mengembara saat membaca firman Tuhan. Setelah membaca sedikit, aku mengantuk dan tertidur, dan firman Tuhan tidak dapat kupahami. Apa yang dapat kulakukan? Apakah dengan kesulitan nyata seperti itu aku masih mampu mengejar dan memahami kebenaran? Jika tidak, dan jika aku tak mampu melakukan penerapan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, bukankah itu berarti seluruh imanku akan sia-sia? Bukankah aku akan gagal memperoleh keselamatan? Apa yang dapat kulakukan? Aku sangat khawatir! ...' ... orang lanjut usia itu bukannya tidak memiliki sesuatu yang bisa mereka lakukan, dan bukannya mereka tidak mampu melaksanakan tugas mereka, apalagi tidak mampu mengejar kebenaran—ada banyak hal yang harus mereka lakukan. Berbagai kebohongan dan kekeliruan yang telah kaukumpulkan sepanjang hidupmu, serta berbagai ide dan gagasan tradisional, hal-hal yang bodoh dan sulit dihilangkan, hal-hal yang kolot, hal-hal yang konyol dan hal-hal yang menyimpang yang telah kaukumpulkan, semuanya itu telah bertumpuk di dalam hatimu, dan engkau harus menghabiskan jauh lebih banyak waktu daripada yang dihabiskan orang muda untuk menyelidiki, menganalisis, dan mengenali hal-hal ini. Bukan berarti tidak ada apa pun yang bisa kaulakukan, atau bukan berarti engkau boleh merasa sedih, cemas, dan khawatir saat tidak ada apa pun yang bisa kaulakukan—ini bukan tugas ataupun tanggung jawabmu. Pertama-tama, orang lanjut usia harus memiliki pola pikir yang benar. Meskipun usiamu mungkin sudah lanjut dan secara fisik engkau relatif sudah tua, tetap saja engkau harus memiliki pola pikir orang muda. Meskipun engkau makin tua, daya pikirmu melambat dan daya ingatmu memburuk, jika engkau masih mampu mengenal dirimu sendiri, masih memahami firman yang Kuucapkan, dan masih memahami kebenaran, itu membuktikan bahwa engkau tidak tua dan kualitasmu tidak kurang. Jika orang sudah berusia 70-an tetapi tidak mampu memahami kebenaran, ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan mereka terlalu rendah dan mereka tak mampu melaksanakan tugas. Jadi, usia tidak ada kaitannya dengan kebenaran" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Setelah membaca firman Tuhan dan merenungkan keadaanku, aku menyadari bahwa keadaanku persis seperti yang telah diungkapkan Tuhan, dan aku merasa malu serta hina. Selama bertahun-tahun, aku percaya kepada Tuhan, dan fokus pada pekerjaan lahiriah daripada berusaha dalam kebenaran, dan aku tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang kebenaran mengenai bagaimana Tuhan bekerja untuk menyelamatkan manusia. Begitu aku jatuh sakit, watak rusakku dan pemikiran serta pandanganku yang keliru dan bias pun tersingkap. Saat aku masih sehat, tanpa penyakit atau bencana yang menimpaku, aku melaksanakan tugasku setiap hari seperti anak muda lainnya, dan aku merasa sangat bahagia. Seiring bertambahnya usia, berbagai penyakit mulai datang satu per satu, dan aku selalu khawatir tentang kapan aku akan jatuh sakit dan tidak bisa lagi melaksanakan tugasku. Aku sering merasa cemas dan frustrasi, terjebak dalam emosi negatif. Kemudian, ketika aku jatuh sakit dan tidak bisa melaksanakan tugasku, aku benar-benar terpuruk dan bahkan salah memahami Tuhan. Aku berpikir bahwa Tuhan ingin menyingkirkanku dan tidak akan lagi menyelamatkanku agar aku tidak bisa bangkit dan terus hidup dalam keadaan yang negatif. Kini aku memahami bahwa meskipun aku sudah tua dan sakit serta tidak bisa pergi keluar untuk melaksanakan tugasku, pikiranku masih jernih, aku masih bisa memahami firman Tuhan, dan aku masih bisa mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusakku. Di bawah bimbingan firman Tuhan, aku mendapatkan iman. Diam-diam, aku berkata kepada diriku sendiri, selama aku masih hidup, aku harus memanfaatkan kesempatan yang terbatas ini untuk berjuang mencari kebenaran dan menggunakannya untuk mengatasi pemikiran serta pandangan yang salah dan bias dalam diriku. Aku pun berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, ketika aku masih bisa mengorbankan diri dalam tugasku sebelumnya, aku merasa bahwa aku benar-benar mengejar kebenaran. Namun sekarang, setelah jatuh sakit, aku menjadi salah paham dan terlalu terbebani dengan kenegatifan. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini? Tolong beri aku pencerahan dan bimbinglah aku agar aku bisa memetik pelajaran."
Lalu, aku membaca dua bagian dari firman Tuhan: "Semua orang yang percaya kepada Tuhan hanya siap menerima kasih karunia, berkat, dan janji Tuhan, dan hanya mau menerima kebaikan Tuhan dan belas kasihan-Nya. Namun, tak seorang pun yang menantikan atau bersiap untuk menerima hajaran dan penghakiman Tuhan, ujian dan pemurnian-Nya, atau perampasan-Nya, dan tak seorang pun membuat persiapan untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, perampasan-Nya, atau kutukan-Nya. Apakah hubungan antara manusia dan Tuhan seperti ini normal atau tidak normal? (Tidak normal.) Mengapa engkau mengatakan bahwa itu tidak normal? Di mana kekurangannya? Kekurangannya adalah orang tidak memiliki kebenaran. Itu karena manusia memiliki terlalu banyak gagasan dan imajinasi, selalu salah paham terhadap Tuhan, dan tidak membereskan semua hal ini dengan mencari kebenaran—inilah yang membuat masalah cenderung terjadi. Secara khusus, orang hanya percaya kepada Tuhan demi untuk diberkati. Mereka hanya ingin bertransaksi dengan Tuhan dan menuntut segala sesuatu dari-Nya, tetapi tidak mengejar kebenaran. Ini sangat berbahaya. Begitu mereka menemukan sesuatu yang bertentangan dengan gagasannya, mereka langsung memiliki gagasan, keluhan, dan kesalahpahaman berkenaan dengan Tuhan, dan bahkan bisa sampai mengkhianati Dia. Apakah konsekuensi dari hal ini serius? Jalan apa yang ditempuh sebagian besar orang dalam iman mereka kepada Tuhan? Meskipun engkau semua mungkin telah mendengarkan begitu banyak khotbah dan merasa bahwa engkau telah memahami cukup banyak kebenaran, sebenarnya engkau semua masih menempuh jalan percaya kepada Tuhan hanya untuk makan roti sampai kenyang" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (11)"). "Orang percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan berkat, upah, dan mahkota. Bukankah ini ada dalam hati semua orang? Itu memang fakta. Meskipun orang tidak sering membicarakannya, dan bahkan menyembunyikan motif dan keinginan mereka untuk mendapatkan berkat, keinginan dan motif yang ada di lubuk hati orang ini selalu tak tergoyahkan. Sebanyak apa pun teori rohani yang orang pahami, pemahaman berdasarkan pengalaman apa pun yang mereka miliki, tugas apa pun yang dapat mereka laksanakan, sebanyak apa pun penderitaan yang mereka tanggung, atau sebesar apa pun harga yang harus mereka bayar, mereka tidak pernah melepaskan motivasi untuk mendapatkan berkat yang tersembunyi di lubuk hati mereka, dan yang selalu secara diam-diam bekerja keras saat melakukan pelayanan. Bukankah ini hal yang tersembunyi paling dalam di lubuk hati manusia? Tanpa motivasi untuk menerima berkat ini, bagaimana perasaanmu? Dengan sikap apa engkau akan melaksanakan tugasmu dan mengikuti Tuhan? Apa yang akan terjadi pada orang jika motivasi untuk menerima berkat yang tersembunyi di dalam hati mereka ini disingkirkan? Mungkin banyak orang akan menjadi negatif, sementara beberapa orang akan kehilangan motivasi dalam tugas mereka. Mereka pasti kehilangan minat dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, seolah-olah jiwa mereka telah lenyap. Mereka akan terlihat seolah-olah hati mereka telah direnggut. Inilah sebabnya Kukatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan berkat adalah sesuatu yang sangat tersembunyi dalam hati manusia" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Apa yang Tuhan ungkapkan adalah keadaanku yang sebenarnya. Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, semua pengorbanan dan penderitaanku didorong oleh hasratku untuk memperoleh berkat. Aku menganggap pengorbanan dan penderitaanku sebagai alat tawar-menawar agar aku bisa masuk ke dalam kerajaan. Aku percaya bahwa makin besar penderitaan yang kutanggung, makin tinggi harga yang kubayar, dan makin banyak perbuatan baik yang kusiapkan, maka makin layak aku untuk diselamatkan. Jadi, aku lebih fokus pada penderitaan dan pengorbanan dalam tugas-tugasku. Namun, ketika aku jatuh sakit dan tidak lagi bisa melaksanakan tugas, aku langsung terpuruk. Hal ini benar-benar menyingkapkan siapa diriku yang sebenarnya. Ketika ada sesuatu yang bisa kudapatkan, aku mendapati bahwa aku bisa meninggalkan segalanya, menanggung kesukaran, membayar harga, dan mengorbankan diriku. Namun, ketika aku melihat bahwa harapanku untuk mendapatkan berkat telah sirna, aku menyerah, dan seketika itu juga, segala kesalahpahaman serta keluhanku muncul. Aku menyadari bahwa aku melaksanakan tugasku hanya demi mendapatkan berkat, menganggap usaha, penderitaan, dan pengorbananku sebagai sarana untuk tawar-menawar dengan Tuhan. Betapa tercelanya aku! Apa yang telah kulakukan tidak hanya membuat Tuhan jijik dan membenciku, tetapi juga membuatku merasa jijik dengan diriku sendiri. Orang sepertiku tidak layak menerima keselamatan dari Tuhan! Melalui pengungkapan dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku telah menempuh jalan yang salah dalam imanku, dan jika aku tidak bertobat, aku akan berakhir dalam kegagalan.
Suatu hari, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Percaya kepada Tuhan bukanlah tentang mendapatkan kasih karunia atau kesabaran dan belas kasihan Tuhan. Lalu, tentang apakah percaya kepada Tuhan itu? Percaya kepada Tuhan adalah tentang diselamatkan. Jadi, apa tandanya orang diselamatkan? Apa standar yang dituntut oleh Tuhan? Apa syarat untuk diselamatkan? Syaratnya, orang harus membereskan watak rusaknya. Inilah inti masalahnya. Jadi, pada akhirnya, sebanyak apa pun penderitaanmu atau sebesar apa pun harga yang telah kaubayar, atau sesering apa pun engkau berkata bahwa engkau adalah orang percaya sejati—jika, pada akhirnya, watak rusakmu sama sekali belum dibereskan, itu berarti engkau bukanlah orang yang mengejar kebenaran. Atau dapat dikatakan, karena engkau tidak mengejar kebenaran, watak rusakmu belum dibereskan. Ini berarti engkau sama sekali belum mulai menempuh jalan keselamatan; ini berarti semua yang Tuhan katakan dan semua pekerjaan yang Dia lakukan untuk menyelamatkan manusia tidak menghasilkan apa pun di dalam dirimu, tidak menghasilkan kesaksian darimu, dan tidak menghasilkan buah di dalam dirimu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (2)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa keselamatan tidak diukur dari seberapa banyak jalan yang telah ditempuh atau seberapa banyak harga yang telah dibayar seseorang. Tidak peduli seberapa jauh jalan yang telah orang tempuh atau seberapa banyak penderitaan yang telah dialaminya, jika wataknya belum berubah, dia tidak bisa diselamatkan dan pada akhirnya akan disingkirkan. Hanya dengan mengejar kebenaran dan mengubah wataknya, orang bisa memperoleh perkenanan Tuhan. Dahulu, aku percaya bahwa makin banyak tugas yang kulakukan dan makin besar penderitaan yang kutanggung, makin besar pula peluangku mendapatkan keselamatan. Jadi, aku hanya berfokus untuk melakukan pekerjaan lahiriah, mengorbankan diri, dan menanggung penderitaan serta berpikir bahwa jika aku melakukan hal-hal ini, aku akan memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Aku bahkan berpikir bahwa pengejaranku itu hal yang benar. Aku menyadari bahwa pandanganku itu sangat menyimpang. Ketika aku jatuh sakit, aku tidak mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusakku, tetapi aku malah mengembangkan kesalahpahaman dan keluhan terhadap Tuhan, serta hidup dalam keadaan yang negatif. Karena aku tidak mengejar kebenaran, tidak peduli berapa banyak jalan yang telah kutempuh atau berapa banyak penderitaan yang telah kutanggung, jika watak hidupku tidak berubah, aku tidak akan memperoleh perkenanan dari Tuhan. Kesempatan yang Tuhan berikan kepada manusia untuk melaksanakan tugas dimaksudkan agar mereka dapat fokus pada jalan masuk kehidupan dalam melaksanakan tugas mereka, agar mereka dapat bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, terus-menerus merenungkan diri mereka sendiri, serta mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusak mereka. Hanya dengan melakukan hal-hal inilah manusia dapat memperoleh keselamatan dari Tuhan. Aku mendengar lagu pujian firman Tuhan yang berjudul "Tuhan Berharap Manusia akan Mampu Mengejar Kebenaran dan Bertahan Hidup":
…………
3 Setiap orang, seperti apa pun kualitasmu, berapa pun usiamu, berapa tahun pun engkau telah percaya kepada Tuhan, engkau harus mengerahkan upaya agar dapat menempuh jalan mengejar kebenaran. Engkau tidak boleh menekankan alasan objektif apa pun; engkau harus mengejar kebenaran tanpa syarat. Jangan bersikap asal-asalan. Jika engkau menjadikan pengejaran akan kebenaran sebagai hal yang penting dalam hidupmu, serta berusaha dan mengerahkan upayamu untuk mengejarnya, dan mungkin kebenaran yang kauperoleh dan yang mampu kaucapai dalam pengejaranmu bukanlah apa yang selama ini kauharapkan, tetapi Tuhan berfirman bahwa Dia akan memberimu tempat tujuan yang sesuai dengan melihat sikapmu dalam mengejar kebenaran dan ketulusanmu—betapa indahnya hal itu!
4 Untuk saat ini, jangan berfokus pada apa yang akan menjadi tempat tujuanmu atau akan seperti apa kesudahanmu, atau apa yang akan terjadi dan seperti apa masa depanmu, atau apakah engkau akan dapat terhindar dari bencana dan tidak mati—jangan memikirkan hal-hal ini atau mengajukan permohonan mengenai hal-hal ini, Berfokus sajalah pada firman Tuhan dan tuntutan-Nya, dan mulailah mengejar kebenaran, melaksanakan tugasmu dengan baik, memenuhi maksud Tuhan, dan menghindarkan dirimu mengecewakan penantian Tuhan selama enam ribu tahun, dan harapan-Nya selama enam ribu tahun. Berilah Tuhan sedikit penghiburan; biarlah Dia melihat bahwa masih ada harapan dalam dirimu, dan biarlah harapan-Nya terwujud dalam dirimu. Katakan kepada-Ku, apakah Tuhan akan memperlakukanmu dengan tidak adil jika engkau melakukannya? Sekalipun hasil akhirnya tidak seperti yang orang harapkan, sebagai mahkluk ciptaan, mereka harus tunduk dalam segala hal pada pengaturan dan penataan Tuhan, tanpa memiliki rencana pribadi. Adalah benar memiliki pola pikir seperti ini.
—Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Mengapa Manusia Harus Mengejar Kebenaran"
Setelah itu, aku membaca satu bagian dari firman Tuhan: "Mengejar kebenaran adalah hal terbesar dalam hidup manusia. Tidak ada hal lain yang sepenting mengejar kebenaran, dan tidak ada hal lain yang lebih bernilai daripada memperoleh kebenaran. Apakah mudah mengikuti Tuhan hingga hari ini? Bergegaslah, dan jadikan mengejar kebenaran yang kaulakukan sebagai hal terpenting! Tahap pekerjaan pada akhir zaman adalah tahap pekerjaan terpenting yang Tuhan lakukan dalam diri manusia dalam rencana pengelolaan-Nya selama enam ribu tahun. Mengejar kebenaran adalah harapan tertinggi yang Tuhan tempatkan dalam diri umat pilihan-Nya. Dia berharap orang menempuh jalan yang benar, yaitu jalan mengejar kebenaran" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Mengapa Manusia Harus Mengejar Kebenaran"). Dari firman Tuhan, aku merasakan maksud Tuhan yang sungguh-sungguh, dan hatiku benar-benar tersentuh. Aku tak kuasa menahan air mata penyesalan dan rasa bersalah. Setelah mengenang tahun-tahun di mana aku beriman kepada Tuhan, aku menyadari bahwa aku tidak berfokus untuk mencari kebenaran dalam firman-Nya, tetapi hanya berfokus melakukan pekerjaan lahiriah, dan watak hidupku hampir tidak mengalami perubahan. Tuhan memberiku kasih karunia berupa kesempatan untuk melaksanakan tugas, dengan maksud agar aku mengejar kebenaran dan jalan masuk kehidupan dalam tugas-tugasku. Namun, aku malah tersesat, menggunakan tugas-tugasku sebagai sarana untuk tawar-menawar dengan Tuhan. Mana mungkin aku memiliki hati nurani atau nalar? Aku tidak boleh lagi berfokus pada hasil akhir dan tempat tujuanku. Terlepas dari bagaimana Tuhan akan memperlakukanku atau apakah aku akan mendapatkan hasil yang baik, aku harus mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh dan melaksanakan tugasku dengan kemampuan terbaikku untuk menghibur hati Tuhan. Kemudian, ketika kesehatanku sedikit membaik, aku mulai melaksanakan tugas sebagai tuan rumah.
Setelah itu, karena penganiayaan dan penangkapan yang mengerikan oleh PKT, aku tidak bisa lagi melaksanakan tugas itu. Aku merasa sedikit kehilangan arah. Namun, aku berpikir bahwa meskipun aku tidak bisa melaksanakan tugasku, aku masih bisa berlatih makan dan minum firman Tuhan sendiri di rumah, dan melakukan lebih banyak upaya untuk merenungkannya. Aku juga bisa menulis artikel kesaksian pengalaman, mencari kebenaran, dan merenungkan diriku sendiri. Selain itu, ada pelajaran yang bisa kupetik di rumah. Dahulu, aku selalu ingin menjadi orang yang menjadi penentu keputusan akhir, berbicara dari kedudukan yang tinggi, dan berargumen ketika sesuatu terjadi. Semua itu melibatkan watak congkakku yang perlu kuperbaiki. Jadi, aku membaca firman Tuhan dan merenungkan diriku sendiri, dan ketika sesuatu terjadi kepadaku, aku dengan sadar tunduk, memetik pelajaran, belajar untuk mengesampingkan diri sendiri, serta menerima bimbingan dari orang lain. Sekarang, aku sudah tua dan tidak bisa melaksanakan tugas-tugas penting. Namun, Tuhan berfirman: "Apakah mudah mengikuti Tuhan hingga hari ini? Bergegaslah, dan jadikan mengejar kebenaran yang kaulakukan sebagai hal terpenting! Tahap pekerjaan pada akhir zaman adalah tahap pekerjaan terpenting yang Tuhan lakukan dalam diri manusia dalam rencana pengelolaan-Nya selama enam ribu tahun. Mengejar kebenaran adalah harapan tertinggi yang Tuhan tempatkan dalam diri umat pilihan-Nya. Dia berharap orang menempuh jalan yang benar, yaitu jalan mengejar kebenaran" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Mengapa Manusia Harus Mengejar Kebenaran"). Firman Tuhan menginspirasiku dan aku bersedia untuk berusaha mengejar kebenaran. Selama aku hidup, aku akan mengejar kebenaran dan mengikuti Tuhan dengan tekun!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudara Robinsón, VenezuelaDi penghujung tahun 2019, seorang kerabat memberitakan Injil Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman...
Oleh Saudari Cheng Nuo, TiongkokSuatu hari di bulan November 2020, seorang pemimpin menghadiri pertemuan tim kami, dan setelah selesai,...
Pada tahun 1997, aku mulai percaya pada Tuhan Yesus karena aku tidak bisa menyembuhkan radang usus yang telah kuderita bertahun-tahun, dan...
Oleh Saudari Xinzhi, TiongkokSuatu hari pada Agustus 2019, pemimpin mengirimiku surat yang memintaku untuk menjemput seorang saudari dari...