Tak Mudah Melepaskan Diri dari Kesombongan

20 Juli 2022

Oleh Saudari Hailey, Jepang

Pada Juli 2020, pengawasku mengatur agar aku mengambil alih pekerjaan Saudari Iris dan membuat video. Aku sangat senang, tetapi aku juga sadar aku akan menghadapi beberapa masalah dan kesulitan dalam tugas baruku, jadi aku harus belajar dan bertanya bila tidak mengerti. Namun, saat Iris menyerahkan pekerjaannya kepadaku, dia berkata dia punya tugas baru dengan beban kerja yang berat, dan ingin urusan denganku cepat selesai. Aku bisa menduga bahwa dia tidak berencana menunggu sampai aku menguasai pekerjaan, baru dia pergi. Mau tak mau aku merasa khawatir, "Aku belum terbiasa dengan pekerjaan ini, mampukah aku mengambil alih semuanya sekaligus?" Iris bertanya apakah aku ada kesulitan. Baru saja ingin kusampaikan kekhawatiranku, tapi kemudian kupikir, "Kami baru pertama kali bertemu, dan kesan pertama itu penting. Dia terburu-buru ingin melaksanakan tugas barunya, jadi aku tak boleh menahannya. Jika aku bertanya tentang kesulitan dan mengajukan banyak tuntutan sebelum mulai bekerja, apa pendapatnya tentang diriku? Bukankah dia akan menganggapku melaksanakan pekerjaannya tanpa memahami apa pun, dan aku bukan orang yang tepat untuk pekerjaan ini?" Jadi, bertentangan dengan keinginanku, aku menjawab, "Tak ada pertanyaan." Untuk membuktikan aku memiliki kualitas dan mampu menemukan masalah, aku juga memberi beberapa saran tentang proses pekerjaan yang dia perkenalkan kepadaku. Pada waktu itu, aku sadar aku telah dengan sengaja menutupi kekuranganku. Kalau dia salah mengira aku berkualitas baik dan kemudian mengurangi waktu mengajariku, bagaimana kalau kelambananku dalam menguasai pekerjaan akan menunda segala sesuatunya? Namun kupikir karena sudah diucapkan, tak bisa kutarik ucapan itu. Aku bisa minta bantuannya kalau kelak ada masalah.

Keesokan harinya, Iris berkata bahwa nantinya, Saudari Josie akan menjadi rekan sekerjaku. Dia berkata Josie mulai membuat video kurang dari sebulan lalu, bahwa dia cepat belajar, dan sekarang dia mampu mengerjakan tugasnya sendiri. Kemudian, saat aku mendiskusikan pekerjaan dengan Josie, dia menjelaskan alur kerja dengan sangat mahir, dan mendiskusikan denganku tentang cara membagi tugas, bekerja sama, dan sebagainya. Dia jelas tampak memahami pekerjaannya. Aku tahu aku tidak secakap Josie, tetapi agar Iris tidak melihat perbedaan antara aku dan Josie, aku sangat berhati-hati saat berada di dekatnya, dan khawatir menyingkapkan kekuranganku. Saat ada masalah yang tak mampu kuselesaikan, aku berusaha membaca informasi sebanyak mungkin dan menyelesaikannya seorang diri daripada bertanya kepadanya. Meskipun aku bekerja keras, kemajuanku berjalan lambat. Ketika pemimpin datang untuk menyelidiki pekerjaan kami, ada banyak detail yang tak mampu kumengerti. Josie menjawab hampir semua pertanyaan pemimpin. Ini membuatku sedih dan merasa tak berguna. Segera, seminggu lebih berlalu, dan karena aku tetap tak mampu bekerja sendiri, Iris tidak bisa meninggalkanku dan memulai tugas barunya. Ini membuatku bertambah malu dan membuatku merasa lemah, tetapi aku sama sekali tetap tak mau membuka diri kepada Iris tentang keadaanku, karena khawatir jika dia tahu aku mudah merasa tertekan karena lambat belajar, dia akan menganggap tingkat pertumbuhanku rendah, kualitasku buruk, dan tidak cakap. Selama waktu itu, aku tak mau membiarkan siapa pun melihat keadaanku yang buruk. Aku hanya ingin menjadi terbiasa dengan pekerjaan dan secepatnya mulai bekerja agar Iris akhirnya bisa pergi dan aku tak harus permalukan diriku di hadapannya setiap hari. Namun, perkembanganku masih sangat lambat, dan aku sama sekali tak mampu merasakan bimbingan Tuhan. Dalam kepedihan, aku datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan mencari, dan memohon agar Tuhan membantuku mengenal diriku sendiri.

Suatu hari, aku membaca dalam firman Tuhan: "Watak macam apakah ketika orang selalu menyamarkan diri, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah watak yang congkak, palsu, dan munafik, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). "Manusia itu sendiri adalah makhluk ciptaan. Mampukah makhluk ciptaan memperoleh kemahakuasaan? Mampukah mereka mencapai kesempurnaan dan keadaan tanpa cela? Mampukah mereka mencapai kemahiran dalam segala sesuatu, memahami segala sesuatu, dan cakap dalam segala sesuatu? Mereka tidak mampu. Namun, di dalam diri manusia, ada watak-watak yang rusak dan kelemahan yang fatal: begitu mereka mempelajari sebuah keterampilan atau profesi, manusia merasa bahwa mereka cakap, bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki status dan nilai, dan bahwa mereka adalah para profesional. Betapa pun tidak istimewanya mereka, mereka semua ingin mengemas diri mereka sebagai tokoh terkenal atau individu luar biasa, mengubah diri mereka menjadi selebritas kecil, dan membuat orang berpikir bahwa mereka sempurna dan tanpa cacat, tanpa kekurangan sedikit pun; di mata orang lain, mereka ingin menjadi terkenal, berkuasa, atau tokoh yang hebat, dan mereka ingin menjadi perkasa, mampu melakukan apa saja, tak satu pun yang tidak mampu mereka lakukan. Mereka merasa bahwa jika mereka mencari bantuan orang lain, mereka akan terlihat tidak mampu, lemah, dan kurang cerdas, serta orang-orang akan memandang rendah mereka. Karena alasan ini, mereka selalu ingin berpura-pura. Beberapa orang, ketika disuruh melakukan sesuatu, berkata mereka tahu bagaimana melakukannya, padahal sebenarnya mereka tidak tahu. Setelah itu, diam-diam, mereka mencari tahu tentang hal tersebut dan mencoba mempelajari bagaimana melakukannya, tetapi setelah mempelajarinya selama beberapa hari, mereka tetap tidak mengerti cara melakukannya. Ketika ditanya sudah sampai di mana mereka dalam pekerjaan itu, mereka berkata, 'Segera, segera selesai!' Namun di dalam hati, mereka berpikir, 'Itu masih jauh dari selesai, aku sama sekali tidak tahu kapan selesainya, aku tak tahu harus berbuat apa! Aku tak boleh membongkar rahasiaku ini, aku harus terus berpura-pura, aku tak boleh membiarkan orang melihat kekurangan dan kebodohanku, aku tak boleh membiarkan mereka memandang rendah diriku!' Masalah apa ini? Ini adalah kehidupan bagai neraka karena berusaha mempertahankan reputasi dengan segala cara. Watak macam apa ini? Kecongkakan orang semacam itu tidak mengenal batas, mereka telah menjadi sama sekali tidak bernalar. Mereka tidak ingin menjadi seperti orang lain, mereka tidak ingin menjadi orang biasa, orang normal, tetapi ingin menjadi manusia super, orang yang luar biasa, atau orang yang hebat. Ini sebuah masalah besar! Mengenai kelemahan, kekurangan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kurangnya pemahaman dalam kemanusiaan yang normal, mereka akan menyembunyikannya rapat-rapat, dan tidak membiarkan orang lain melihatnya, dan kemudian terus menyamarkan diri" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Lima Syarat yang Harus Kaupenuhi Agar Dapat Masuk ke Jalur yang Benar dalam Kepercayaanmu kepada Tuhan"). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku dengan tepat. Setelah mengambil alih pekerjaan itu, aku hanya memikirkan cara menguasainya secepat mungkin, agar semua orang bisa melihat bahwa aku berkualitas baik dan mampu bekerja. Saat mengambil alih pekerjaan itu, aku tahu bahwa Iris terburu-buru ingin pergi. Jelas aku tak mampu menguasai begitu banyak proses pekerjaan dalam waktu sesingkat itu, tetapi bahkan perkataan seperti, "Aku tak mampu mengingat sebanyak itu, ajari aku beberapa hari lagi," tak berani kuucapkan. Aku bahkan melakukan tipu muslihat, dan sengaja memberi saran kepada saudariku untuk membuktikan aku memiliki kualitas profesional. Aku tak mau Iris melihat bahwa kualitasku lebih rendah daripada Josie, jadi aku menutupinya dan semakin berpura-pura, dan sangat berhati-hati saat berada di dekat Iris karena khawatir tak sengaja menyingkapkan kekuranganku. Karena inilah waktunya mengambil alih pekerjaan itu, pemimpin dan saudara-saudariku, semuanya memperhatikan caraku melaksanakannya, dan aku khawatir begitu kualitas dan tingkat pertumbuhanku tersingkap, orang akan memandang rendah diriku. Jika pemimpin tahu aku tidak berkualitas dan tidak cocok untuk membuat video dan memberhentikanku, itu pasti akan sangat memalukan. Jadi aku tak mau bertanya saat ada pertanyaan dan menghadapi kesulitan. Aku selalu menutupi diriku dan berpura-pura seperti ini, jadi bagaimana aku bisa mengalami kemajuan? Saat orang memulai tugas yang baru, segala sesuatu akan tampak asing, jadi wajar kalau ada banyak hal yang tidak mereka pahami. Selain itu, kemampuan kerjaku kurang, jadi aku perlu lebih banyak bertanya dan mencari tahu, tetapi aku terlalu congkak. Aku ingin membuktikan bahwa aku mampu bekerja seorang diri dan mampu menangani pekerjaan itu, jadi aku selalu berpura-pura mengerti dan menutupi diriku, dan ini menghalangiku mengerti segala sesuatu, menunda penyerahan pekerjaan itu, dan membuat Iris tidak mungkin bisa pergi. Perbuatanku benar-benar merugikan. Aku menunda pekerjaan kami dan tidak sekali pun merasa bersalah, sembari merasa khawatir orang akan mengetahui kemampuanku yang sebenarnya atau akan dipandang rendah. Aku sama sekali tak bernalar.

Beberapa waktu kemudian, kutemukan jalan penerapan dalam firman Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal menuju jalan masuk kehidupan, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa kekangan atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang. Belajar bagaimana membuka diri ketika bersekutu adalah langkah pertama untuk melangkah ke jalan masuk kehidupan. Selanjutnya, engkau harus belajar menganalisis pikiran dan tindakanmu untuk melihat mana yang salah, dan mana yang tidak Tuhan sukai, dan engkau perlu membalikkannya dengan segera dan memperbaikinya. Apa tujuan memperbaikinya? Tujuannya adalah untuk menerima kebenaran, sambil menyingkirkan hal-hal yang ada di dalam dirimu yang merupakan milik Iblis dan menggantikannya dengan kebenaran. Dahulu, engkau melakukan segala sesuatu menurut watak licikmu yaitu berbohong dan menipu; engkau merasa bahwa engkau tidak mampu menyelesaikan apa pun tanpa berbohong. Kini, setelah engkau memahami kebenaran dan membenci cara Iblis dalam melakukan segala sesuatu, engkau tidak lagi bertindak seperti itu, engkau bertindak dengan mentalitas kejujuran, kemurnian, dan ketundukan. Jika engkau tidak menyembunyikan apa pun, jika engkau tidak menyamar, berpura-pura, atau menutup-nutupi segala sesuatu, jika engkau membuka diri kepada saudara-saudari, tidak menyembunyikan gagasan dan pikiran terdalammu, tetapi membiarkan orang lain melihat sikap jujurmu, maka kebenaran berangsur-angsur akan berakar di dalam dirimu, itu akan berbunga dan berbuah, itu akan membuahkan hasil, sedikit demi sedikit. Jika hatimu semakin jujur, dan semakin memiliki kecenderungan kepada Tuhan, dan jika engkau tahu untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan ketika engkau melaksanakan tugasmu, dan hati nuranimu terganggu ketika engkau gagal melindungi kepentingan ini, ini adalah bukti bahwa kebenaran telah memengaruhimu, dan telah menjadi hidupmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti, jika engkau memiliki kekurangan atau watak yang rusak, dan selalu berpura-pura agar orang memiliki kesan yang salah tentang dirimu, berarti engkau licik dan curang, dan ini kaulakukan karena natur Iblis dalam dirimu. Jika engkau melakukan hal ini, engkau tidak akan pernah masuk ke dalam kebenaran. Aku harus menyingkapkan dan terbuka tentang sisi baik dan sisi burukku, dan aku harus jujur kepada orang lain dan Tuhan. Dengan cara demikian, hatiku akan semakin jujur, aku dapat hidup di hadirat Tuhan, masalah dan penyimpanganku akan dapat diperbaiki tepat pada waktunya, dan itu dapat menghindarkan diriku agar tidak menempuh jalan salah yaitu mengejar ketenaran dan status. Setelah mendapatkan jalan penerapannya, aku membuka diri dan memberitahukan keadaanku kepada Iris. Di luar dugaan, Iris berkata, setelah aku membuka diri, dia pun sadar dia belum memenuhi tanggung jawabnya. Dia hanya memikirkan tentang mengambil alih tugas barunya, jadi dia tidak menyerahkan pekerjaan itu dengan baik. Dia juga berkata dia baru akan pergi setelah aku memahami semuanya. Aku sangat terharu mendengarnya. Aku mengalami bahwa dengan membuka diri dan memperlihatkan kekurangan dan kelemahanku kepada orang lain, aku bisa mendapat bantuan dan dukungan mereka, aku bisa bekerja sama dengan mereka dalam tugasku, dan yang lebih penting, aku bisa mengerjakan segala sesuatu dengan sikap yang jujur dan taat. Inilah arti hidup di hadirat Tuhan dan bertanggung jawab dalam tugasku, yang akan mendapatkan perkenanan Tuhan. Setelah itu, dengan jujur kuberitahukan kepada saudariku tentang pemahamanku akan pekerjaan itu, dan dia membantuku dengan sikap yang positif, dan ini membuatku banyak belajar. Aku juga sadar alasan mengapa begitu sulit bagiku melaksanakan tugasku adalah karena aku ingin segera terbiasa dengan pekerjaan dan menguasainya untuk membuktikan aku memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan itu, dan ini membuatku kehilangan kemampuanku untuk mengutamakan tugas dan ini menunda kemajuanku. Setelah itu, aku menggolongkan pekerjaan berdasarkan tingkat kepentingan dan keterdesakannya, agar bisa melakukan segala sesuatunya dengan cara yang terarah dan teratur, dan dengan segera aku menjadi terbiasa dengan pekerjaan itu. Lewat pengalaman ini, aku merasakan manisnya menerapkan kebenaran. Aku juga menyadari pentingnya memiliki niat yang benar dan sikap yang jujur dalam tugasku. Hanya dengan cara seperti inilah aku bisa mendapatkan tuntunan dan berkat Tuhan. Setelah itu, saat menghadapi masalah yang tidak kumengerti, aku secara proaktif menemui saudara-saudari untuk mencari solusi. Setelah melakukannya dengan cara seperti itu selama beberapa waktu, kupikir hasratku untuk memperoleh reputasi dan status telah berkurang, dan dengan penerapanku membuka diri dan menjadi orang yang jujur, aku telah memperoleh sedikit jalan masuk. Namun tak lama kemudian, aku sadar pandanganku tentang diriku sendiri keliru.

Kira-kira sebulan kemudian, karena aku tidak cakap dalam pekerjaanku, dan karena beban kerja berkurang, pemimpin mengatur agar aku kembali melakukan pekerjaan lamaku menyirami petobat baru. Rasanya sangat memalukan, dan aku tak mau menemui saudara-saudari yang dulu menyirami petobat baru bersamaku. Aku ingin melarikan diri dan memberitakan Injil saja, tetapi kembali melakukan tugas menyirami petobat baru sudah ditetapkan. Aku merasa seperti ban kempis, kepalaku tertunduk, tak mampu memulihkan semangatku. Saudari yang berada di dekatku melihat bahwa keadaanku tidak benar, dia mengirimiku satu bagian firman Tuhan tentang ketaatan, dan berkata ingin mengobrol denganku. Aku langsung waspada, "Apa saudariku tahu aku berada dalam keadaan buruk? Akankah dia meremehkanku kalau tahu aku dikeluarkan dari kelompokku yang sebelumnya? Apa dia tahu aku menjadi negatif karena tak bisa melepaskan citraku, akankah dia menganggapku percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tanpa memperoleh kenyataan kebenaran? Akankah dia menganggapku orang yang tidak mengejar kebenaran?" Jadi, dengan sopan aku membela diri, "Sekarang pekerjaan video tidak lagi membutuhkan banyak orang, cepat atau lambat aku pasti dipindahkan. Saudari Melanie juga dipindahkan kembali." Kusebut nama Melanie karena awalnya dia mengawasi pekerjaan penyiraman, dan jika dia kembali, wajar jika aku juga kembali. Setelah mendengarnya, saudariku tidak bertanya apa-apa lagi. Kukatakan pada diriku sendiri bahwa pada saat seperti ini, aku tak boleh lemah. Aku harus tegar dan aktif melaksanakan tugasku, agar semua orang bisa melihat bahwa aku tak keberatan dipindahkan, dan bisa menerimanya. Aku berusaha sebaik mungkin menutupi diri dan berpura-pura tegar, padahal sebenarnya aku sedih dan tertekan. Kadang aku berpikir mengapa aku menolak bantuan saudariku dan aku menyesalinya, "Dia menawarkan bantuan, jadi mengapa aku menolaknya untuk melindungi citraku? Mengapa aku tak bisa membukakan diriku kepadanya?"

Kemudian, firman Tuhan yang dikirim seorang saudari memberiku pemahaman tentang keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Manusia yang rusak pandai menyamarkan diri mereka. Apa pun yang mereka lakukan atau kerusakan apa pun yang mereka singkapkan, mereka selalu harus menyamarkan diri mereka. Jika terjadi kesalahan atau mereka melakukan sesuatu yang salah, mereka ingin menyalahkan orang lain. Mereka menginginkan pujian untuk hal-hal baik bagi diri mereka sendiri, dan menyalahkan orang lain atas hal-hal buruk. Bukankah ada banyak penyamaran diri seperti ini dalam kehidupan nyata? Banyak sekali. Melakukan kesalahan atau menyamarkan diri: yang manakah dari kedua hal ini yang berkaitan dengan watak? Menyamarkan diri adalah masalah watak, itu melibatkan watak yang congkak, kejahatan, dan kelicikan; ini terutama dibenci oleh Tuhan. Sebenarnya, ketika engkau menyamarkan dirimu, semua orang mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi engkau mengira orang lain tidak melihatnya, dan engkau berusaha sebaik mungkin untuk membantah dan membenarkan dirimu sendiri dalam upaya mempertahankan reputasi dan membuat semua orang berpikir bahwa engkau tidak melakukan kesalahan. Bukankah ini bodoh? Apa yang orang lain pikirkan tentang hal ini? Bagaimana perasaan mereka? Muak dan benci. Jika, setelah melakukan sebuah kesalahan, engkau dapat memperlakukannya dengan benar, dan dapat membiarkan orang lain membicarakannya, mengizinkan mereka memberi komentar dan pemahaman mereka tentang hal itu, dan engkau dapat membuka diri tentang itu serta menganalisisnya, akan seperti apa pendapat semua orang tentang dirimu? Mereka akan menganggapmu orang yang jujur, karena hatimu terbuka kepada Tuhan. Melalui tindakan dan perilakumu, mereka akan dapat melihat hatimu. Namun, jika engkau berusaha menyamarkan dirimu dan menipu semua orang, orang akan memandang rendah dirimu, dan menganggapmu orang yang bodoh dan tidak bijak. Jika engkau tidak berusaha berpura-pura atau membenarkan dirimu, jika engkau mampu mengakui kesalahanmu, semua orang akan berkata engkau jujur dan bijak. Dan apa yang membuatmu bijak? Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang memiliki kelemahan dan kekurangan. Dan sebenarnya, semua orang memiliki watak rusak yang sama. Jangan menganggap dirimu lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih baik daripada orang lain; itu berarti bersikap sama sekali tak masuk akal. Setelah engkau memahami tentang watak rusak manusia, serta esensi dan kerusakan manusia yang sebenarnya, engkau tidak akan berusaha menutupi kesalahanmu sendiri, engkau juga tidak akan memanfaatkan kesalahan orang untuk menindas mereka—engkau akan mampu memperlakukan kedua hal ini dengan tepat. Hanya setelah itulah, engkau akan berwawasan luas dan tidak melakukan hal-hal bodoh, yang akan membuatmu menjadi bijak. Orang yang tidak bijak adalah orang bodoh, dan mereka selalu berkutat dengan kesalahan kecil mereka sambil bersikap licik di balik layar. Ini menjijikkan untuk dilihat. Sebenarnya, apa yang sedang kaulakukan itu segera terlihat oleh orang lain, tetapi engkau masih terang-terangan berpura-pura. Bagi orang lain, ini terlihat seperti pertunjukan badut. Bukankah ini bodoh? Benar-benar bodoh. Orang bodoh tidak memiliki hikmat. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar, mereka tetap tidak memahami kebenaran atau melihat apa pun sebagaimana adanya. Mereka tak pernah berhenti bersikap congkak, menganggap diri mereka berbeda dari orang lain dan lebih terhormat; ini adalah sikap yang congkak dan merasa diri benar, ini adalah kebodohan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Akulah orang bodoh yang disingkapkan dalam firman Tuhan, selalu ingin tampil di depan orang, seperti badut. Selama hari-hari itu, karena dipindahkan, kupikir ketenaran dan statusku hilang, dan ini membuatku salah paham dan berpikir negatif. Saudariku ingin menolong, tapi aku tidak terbuka untuk mencari kebenaran dengannya dan menyelesaikan masalah dan kesulitanku. Sebaliknya, aku langsung bersikap waspada. Aku curiga dia akan melihat kalau aku negatif dan tak patuh, jadi aku mencari cara menutupi kelemahanku dan menutupi situasi sebenarnya. Aku begitu penuh tipu muslihat! Meskipun dengan melakukan ini aku bisa menipu saudariku, dan citraku aman, aku tidak bisa mendapatkan dukungan dan bantuan darinya. Keadaanku yang negatif tak bisa diperbaiki tepat pada waktunya, dan aku hidup dalam kegelapan dan kepedihan. Bukankah ini bodoh? Aku melakukannya pada diriku sendiri, dan aku pantas menderita! Selama bertahun-tahun aku percaya kepada Tuhan, watak rusakku tidak banyak berubah, dan setiap kali citra atau statusku terlibat, tanpa sadar aku selalu bersembunyi dan menutupi diriku sendiri. Aku tak pernah menceritakannya kepada saudara-saudariku, dan kulewati hari-hari dalam kegelapan seperti tahanan dalam belenggu Iblis. Aku menderita dan lemah, aku tak bisa melepaskan diriku. Aku benar-benar menyedihkan! Aku berdoa terus kepada Tuhan, "Tuhan, aku selalu menutupi diri agar aku dipuja orang, dan aku hidup menderita. Kumohon, tolong dan tuntunlah aku agar aku mengerti dan membenci diriku sendiri, dan sungguh-sungguh bertobat dan berubah."

Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang menyingkapkan antikristus. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apa pun konteksnya, tugas apa pun yang mereka laksanakan, antikristus akan berusaha memberi kesan bahwa mereka tidak lemah, bahwa mereka selalu kuat, penuh keyakinan, dan tidak pernah negatif, sehingga orang tidak pernah melihat tingkat pertumbuhan mereka yang sebenarnya atau sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan. Sebenarnya, di lubuk hati mereka, apakah mereka benar-benar yakin bahwa tidak ada yang tidak mampu mereka lakukan? Apakah mereka benar-benar yakin bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, kenegatifan, atau penyingkapan kerusakan? Sama sekali tidak. Mereka pandai berpura-pura, mahir menyembunyikan segala sesuatu. Mereka suka memperlihatkan sisi mereka yang kuat dan sangat baik kepada orang-orang; mereka tidak mau orang-orang melihat sisi mereka yang lemah dan sebenarnya. Tujuan mereka jelas: sederhananya, menjaga reputasi mereka, melindungi tempat yang mereka miliki di hati orang-orang. Mereka berpikir bahwa jika mereka membuka diri di hadapan orang lain tentang kenegatifan dan kelemahan mereka sendiri, jika mereka menyingkapkan sisi mereka yang memberontak dan rusak, ini akan menjadi kehancuran besar bagi status dan reputasi mereka—lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Jadi mereka lebih suka mati daripada mengakui bahwa mereka mengalami saat-saat ketika mereka lemah, memberontak, dan negatif. Dan suatu saat semua orang melihat sisi mereka yang lemah dan memberontak, ketika orang melihat bahwa mereka rusak, dan sama sekali belum berubah, mereka akan tetap berpura-pura. Mereka berpikir jika mereka mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, bahwa mereka orang biasa, seseorang yang tidak penting, mereka akan kehilangan tempat mereka di hati orang-orang, akan kehilangan pemujaan dan kekaguman semua orang, dan dengan demikian mereka akan sepenuhnya gagal. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka tidak akan membuka diri kepada orang-orang; apa pun yang terjadi, mereka tidak bisa memberikan kekuasaan dan status mereka kepada orang lain; sebaliknya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk bersaing, dan tidak akan pernah menyerah. ... Mereka tidak pernah memperlihatkan kelemahan mereka kepada saudara-saudari, juga tidak pernah berusha mengetahui kekurangan dan kelemahan mereka sendiri; sebaliknya, mereka berusaha keras untuk menutupinya. Orang-orang bertanya kepada mereka, 'Engkau telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, pernahkah engkau memiliki keraguan tentang Tuhan?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Jika mereka ditanya, 'Pernahkah engkau menyesal melepaskan segalanya untuk mengorbankan dirimu bagi Tuhan?' Mereka menjawab, 'Tidak.' 'Ketika engkau sakit, apakah engkau merasa sedih dan apakah engkau merindukan kampung halaman?' Dan mereka menjawab, 'Tidak pernah.' Jadi, jelas bahwa antikristus menggambarkan diri mereka sebagai orang yang teguh, berkemauan keras, dan mampu menyangkal diri dan menderita, sebagai orang yang tanpa cacat dan tanpa kekurangan atau masalah. Jika seseorang menunjukkan kerusakan dan kekurangan mereka, memperlakukan mereka secara setara, sebagai saudara atau saudari yang normal, dan membuka diri serta bersekutu dengan mereka, bagaimana mereka memperlakukan masalah itu? Mereka berusaha keras untuk membela dan membenarkan diri mereka sendiri, untuk membuktikan bahwa mereka benar, dan pada akhirnya membuat orang melihat bahwa mereka tidak memiliki masalah, dan bahwa mereka adalah orang yang sempurna dan rohani. Bukankah semua itu adalah kepura-puraan? Siapa pun yang menganggap diri mereka sempurna dan kudus, semuanya adalah penipu. Mengapa Kukatakan semuanya adalah penipu? Katakan kepada-Ku, adakah orang yang sempurna di tengah manusia yang rusak? Adakah orang yang benar-benar kudus? (Tidak ada.) Tentu saja tidak ada. Bagaimana mungkin manusia mencapai kesempurnaan sedangkan mereka telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis dan, selain itu, mereka tidak memiliki kebenaran dalam natur mereka? Hanya Tuhan yang kudus; semua manusia yang rusak telah tercemar. Jika ada orang yang berkedok sebagai seseorang yang kudus, mengatakan bahwa mereka sempurna, orang macam apa mereka? Mereka pasti adalah setan, Iblis, penghulu malaikat—mereka pasti antikristus tulen. Hanya antikristus yang akan menyatakan dirinya orang yang tak bercacat dan kudus" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Sepuluh)). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat sedih. Demi mempertahankan kedudukan dan citra mereka di antara manusia, antikristus memakai samaran dan kebohongan untuk menipu dan menyesatkan orang, dan membuat diri mereka tampil sebagai orang yang sempurna dan rohani yang tak pernah merasa lemah ataupun memperlihatkan kerusakan. Mereka melakukannya untuk mendapatkan kedudukan di antara orang-orang dan membuat orang menghormati mereka. Saat kulihat perilakuku, aku sadar bahwa perilaku sama seperti perilaku antikritus. Aku selalu berpura-pura dan menutupi diri saat bicara dan bertindak. Saat membuat video, aku tidak terbuka untuk mencari jawaban atas pertanyaan dan kesulitanku, dan lebih memilih untuk menunda pekerjaan demi menjaga status dan citraku. Ketika dipindahkan, aku takut saudariku akan tahu bahwa tugasku telah berakhir dan takut dia akan memandang rendah diriku, jadi aku mencari-cari alasan dan menutupi fakta sebenarnya, dan aku berusaha membuat orang menganggapku kembali karena kebutuhan pekerjaan. Caraku sangat tercela! Aku juga merenungkan fakta bahwa setiap kali aku menghadapi kesulitan atau kenegatifan, aku jarang terbuka karena takut dipandang rendah, dan meskipun kulakukan, aku hanya melakukannya asal-asalan. Sering kali, aku hanya membicarakan tentang perbuatan positifku agar orang menganggapku memiliki tingkat pertumbuhan dan mampu menerapkan kebenaran setelah memahaminya. Aku berusaha keras menjaga citra dan statusku sendiri, semua yang kukatakan dan kulakukan hanyalah kebohongan dan kepura-puraan. Saat menghadapi kegagalan dan kemunduran, aku berusaha memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi agar orang menghormatiku. Aku teringat antikristus yang dikeluarkan dari gereja. Banyak dari mereka yang sering mengucapkan kata-kata dan doktrin, meneriakkan slogan, dan menyamar sebagai orang yang setia mengejar kebenaran, seolah-olah mereka tidak pernah dirusak oleh Iblis. Meskipun mereka dikagumi dan dipuja untuk sesaat, natur mereka adalah natur yang muak dan benci akan kebenaran, dan pada akhirnya, karena perbuatan jahat mereka yang banyak, mereka disingkapkan dan disingkirkan oleh Tuhan. Tuhan tidak menoleransi pelanggaran terhadap watak-Nya. Tuhan mengutuk orang-orang munafik seperti itu, dan Dia sama sekali tidak menyelamatkan orang-orang seperti itu. Jika aku tak mau mengejar kebenaran dan selalu menutupi diri karena watak Iblis dalam diriku, itu bukan hanya membahayakan hidupku. Aku akan dikutuk dan disingkirkan oleh Tuhan! Aku sadar bahwa keadaanku sangat berbahaya. Aku tak mau munafik lagi. Aku hanya ingin bertobat dan berubah.

Pada hari-hari berikutnya, aku secara sengaja mencari bagian-bagian firman Tuhan yang berkaitan dengan menjadi orang jujur. Salah satu bagian yang kudapat berbunyi: "Apa pun yang menimpa dirimu, jika engkau ingin mengatakan yang sebenarnya dan menjadi orang yang jujur, engkau harus mampu melepaskan harga diri dan kesombonganmu. Jika engkau tidak memahami sesuatu, katakan bahwa engkau tidak memahaminya; jika engkau tidak jelas tentang sesuatu, katakan engkau tidak jelas. Jangan takut orang lain memandang rendah atau menganggap remeh dirimu. Dengan selalu berbicara dari hatimu dan mengatakan yang sebenarnya dengan cara seperti ini, engkau akan menemukan sukacita, kedamaian, dan perasaan bebas dan lepas di dalam hatimu, dan kesombongan serta harga diri tidak akan lagi mengekangmu. Dengan siapa pun engkau berinteraksi, jika engkau mampu mengungkapkan pemikiranmu yang sebenarnya, membuka dirimu kepada orang lain, dan tidak berpura-pura mengetahui hal-hal yang tidak kauketahui, maka itu adalah sikap yang jujur. Terkadang, orang mungkin memandang rendah dirimu dan menyebutmu bodoh karena engkau selalu mengatakan yang sebenarnya. Apa yang harus kaulakukan dalam keadaan seperti itu? Engkau harus berkata, 'Sekalipun semua orang menyebutku bodoh, aku bertekad untuk menjadi orang yang jujur, dan bukan penipu. Aku akan berbicara sejujurnya dan berdasarkan fakta. Meskipun aku kotor, rusak, dan tidak berharga di hadapan Tuhan, aku akan tetap mengatakan yang sebenarnya tanpa kepura-puraan atau kepalsuan.' Jika engkau berbicara dengan cara seperti ini, hatimu akan tenang dan damai. Untuk menjadi orang yang jujur, engkau harus melepaskan kesombongan dan harga dirimu, dan agar dapat mengatakan yang sebenarnya dan mengungkapkan perasaanmu yang sesungguhnya, engkau tidak perlu takut akan cemoohan dan penghinaan dari orang lain. Sekalipun orang lain memperlakukanmu seperti orang bodoh, engkau tidak boleh berdebat atau membela dirimu. Jika engkau mampu menerapkan kebenaran dengan cara seperti ini ini, engkau dapat menjadi orang yang jujur" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang Jujur yang Mampu Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Apa pun kerusakan atau kelemahan kita, atau jika ada hal yang tidak kita mengerti, dan apa pun pendapat orang, hanya dengan membuka diri, mencari kebenaran, dan berusaha menjadi orang jujur, barulah kita dapat secara berangsur lepas dari belenggu dan kendali watak kita yang rusak, dan hidup bebas dan lepas. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku siap menerapkan sesuai firman Tuhan dan berusaha menjadi orang yang sederhana dan terbuka. Setelah kembali menyirami petobat baru, aku tidak lagi menutupi diriku seperti sebelumnya. Dalam pertemuan, aku terbuka kepada saudara-saudari tentang keadaanku yang sebenarnya selama masa itu. Meski aku mengungkapkan kenyataan buruk tentang caraku mempertahankan citra dan statusku kepada semua orang, setidaknya mereka tahu keadaanku yang sebenarnya. Dengan melakukannya, seakan beban berat terangkat dari hatiku, aku merasa bebas dan tenang. Saudara-saudariku juga tidak memandang rendah diriku, dan mereka bisa memetik beberapa pelajaran dari pengalamanku. Pemimpinku bersekutu, membantu dan mendukungku setelah tahu keadaanku, dan ini membuatku sadar akan bahaya dan konsekuensi mengejar ketenaran dan status.

Melalui pengalaman ini, aku sadar bahwa bersikap jujur dan tidak berpura-pura adalah sikap pertobatan sejati di hadapan Tuhan. Hanya dengan menerapkan kebenaran dan menjadi orang jujur, barulah jalan yang kita tempuh menjadi lebih lebar dan cerah.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait