Penghakiman Adalah Terang

29 September 2019

Tulisan Zhao Xia, Provinsi Shandong

Namaku Zhao Xia. Aku lahir dalam keluarga biasa. Karena pengaruh pepatah seperti "Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama," dan "Seperti pohon yang hidup untuk kulitnya, manusia hidup untuk namanya," reputasi dan nama menjadi sangat penting bagiku. Semua yang kulakukan adalah untuk mendapatkan pujian, rasa hormat, dan kekaguman orang lain. Setelah menikah, tujuan yang aku tetapkan untuk diriku sendiri adalah: Aku akan memiliki kehidupan yang lebih sejahtera daripada yang lain; Aku tidak boleh membiarkan orang mengatakan hal-hal negatif tentang bagaimana aku memperlakukan orang tua atau tentang sikap dan perilakuku; Aku akan memastikan anakku masuk ke universitas terkenal dan memiliki prospek yang baik untuk membawa lebih banyak kemuliaan bagiku. Karena itu, aku tidak pernah bertengkar dengan mertuaku. Kadang-kadang ketika mereka bicara dengan kasar kepadaku, aku akan merasa sangat sedih namun aku memilih menangis diam-diam daripada membalas mereka. Ketika aku melihat orang lain membeli pakaian untuk orang tua mereka pada Tahun Baru Imlek atau hari libur lainnya, aku akan segera membeli pakaian untuk ibu mertuaku, dan hanya yang berkualitas terbaik. Ketika kerabat datang berkunjung, aku akan membantu berbelanja dan memasak. Aku masih selalu bersedia membantu walaupun sulit atau melelahkan. Karena takut aku akan ketinggalan dari orang lain, aku meninggalkan bayi perempuanku baru sebulan setelah melahirkannya untuk langsung kembali bekerja. Akibatnya, ia menderita kekurangan gizi dan menjadi sangat kurus karena aku tidak merawatnya. Baru setelah dia menerima 100 suntikan nutrisi, anakku menjadi lebih baik, sementara aku sangat lelah sehingga punggungku sakit setiap hari. Meskipun itu sulit dan melelahkan, aku menanggung semua kesulitan dan menghabiskan waktu tanpa lelah demi mendapatkan reputasi yang baik. Kerja kerasku terbayar, dan hanya dalam beberapa tahun saja, aku menjadi terkenal sebagai menantu perempuan yang baik di desa, dan keluargaku menjadi kaya dan dicemburui oleh orang-orang di sekitar kami. Akibatnya, mertua, tetangga, kerabat, dan teman-temanku semuanya memujiku. Karena memperoleh pujian demi pujian dari orang-orang di sekitarku, kesombonganku sangat dipuaskan. Aku merasa bahwa kesulitanku selama beberapa tahun terakhir tidak sia-sia—aku merasa sangat berpuas diri. Namun, kehidupanku yang tenang terganggu setelah ipar laki-lakiku menikah. Istrinya selalu berbicara kepadaku dengan nada mengejek, ia mengatakan bahwa aku memiliki motif tersembunyi dalam memperlakukan ibu mertua kami dengan baik karena aku hanya tertarik pada uangnya. Dia selalu mengatakan bahwa ibu mertua kami lebih menyukai kami karena dia memberi kami lebih banyak barang daripada mereka; dia selalu membuat onar tentang hal ini. Aku merasa sangat kesal dan ingin membantahnya secara terbuka untuk menyatakan diriku tidak bersalah, tetapi aku takut hal itu akan merusak citra positif yang telah aku bangun dengan orang lain. Jadi, aku akan memaksakan diri untuk menahan diri, dan ketika aku tidak tahan lagi, aku akan menangis diam-diam. Belakangan ipar perempuanku benar-benar bertindak keterlaluan dengan mengambil alih tanah yang telah dibagikan untuk sisi keluargaku. Aku gemetaran karena marah dan tidak bisa makan atau minum selama berhari-hari. Aku bahkan ingin berkelahi dengannya. Namun, karena menyadari bahwa itu akan menyebabkanku kehilangan muka, merusak reputasiku, dan membuat orang-orang di sekitarku memandang rendah kepadaku, aku hanya menelannya. Namun, aku begitu marah sehingga aku tersiksa. Aku misuh-misuh, mendesah sepanjang waktu, merasa bahwa hidup ini terlalu menyakitkan dan melelahkan, bertanya-tanya kapan kehidupan seperti itu akan berakhir.

Akhir manusia sesungguhnya adalah permulaan Tuhan. Saat aku kesakitan dan merasa tidak berdaya, Tuhan Yang Mahakuasa menjangkauku dengan tangan keselamatan-Nya. Suatu hari, tetanggaku bertanya: "Apakah kau percaya bahwa Tuhan itu ada?" Aku menjawab: "Pasti semua orang percaya bahwa ada Tuhan kan? Aku percaya kepada Tuhan." Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa Tuhan yang dia percayai adalah satu-satunya Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala sesuatu, dan bahwa pada mulanya, umat manusia hidup dalam berkat Tuhan karena mereka menyembah-Nya, tetapi setelah dirusak oleh Iblis, mereka tidak lagi menyembah Tuhan dan menjadi hidup di bawah kutukan Tuhan dan berada dalam kesakitan. Dia mengatakan kepadaku bahwa Tuhan yang Mahakuasa di akhir zaman telah datang untuk melimpahkan kebenaran kepada manusia dan untuk menyelamatkan mereka dari jurang kesengsaraan. Dia juga bersekutu membagikan pengalamannya sendiri dalam imannya. Setelah mendengar persekutuannya, aku merasa bahwa aku telah menemukan orang terdekatku, dan aku tidak tahan lagi sehingga aku menumpahkan kepadanya semua rasa sakit di hatiku. Setelah itu, dia membacakan satu bagian dari firman Tuhan kepadaku: "Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya ketandusan yang suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu setiap saat. Dia berjaga di sisimu, menantikanmu untuk berbalik. Dia menantikan hari ketika engkau tiba-tiba memperoleh kembali ingatanmu: ketika engkau menyadari bahwa engkau berasal dari Tuhan, bahwa, entah kapan, engkau kehilangan arah, entah kapan, engkau kehilangan kesadaran di jalan, dan entah kapan, engkau mendapatkan seorang 'bapa'; selanjutnya, ketika engkau menyadari bahwa Yang Mahakuasa selama ini selalu mengamati, menantikan di sana sangat lama untuk kedatanganmu kembali" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keluhan Yang Mahakuasa"). Kata-kata Tuhan mengalir ke hatiku seperti aliran air yang hangat, menghibur hatiku yang perih dan sedih, dan air mataku tak bisa berhenti mengalir di wajahku. Pada saat itu, aku merasa seperti anak kecil yang sedang didera rasa sakit yang tiba-tiba kembali ke pelukan ibunya. Aku merasakan kegembiraan dan emosi yang tak terlukiskan. Aku terus bersyukur kepada Tuhan karena membawaku ke rumah-Nya dan merawatku ketika aku tidak punya tempat lain untuk pergi. Aku diam-diam memutuskan untuk mengikuti Tuhan dengan segenap hati dan jiwaku. Sejak saat itu, aku mulai membaca firman Tuhan, berdoa kepada Tuhan, dan menyanyikan lagu pujian bagi Tuhan setiap hari; Aku merasa sangat rileks dan menikmati sukacita di hatiku. Dengan menghadiri kebaktian dan berinteraksi dengan saudara-saudari, aku melihat bahwa mereka seperti keluarga besar meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah. Interaksi mereka sederhana dan terbuka, tanpa kepura-puraan, bermuka dua, kecemburuan, konflik, atau pun rencana jahat. Mereka tidak merisak orang miskin dan memihak orang kaya, mereka mampu memperlakukan semua orang dengan tulus dan setara, dan kami akan berbagi persekutuan dengan firman Tuhan dan menyanyikan lagu-lagu pujian untuk Tuhan. Aku merasakan kebebasan di hatiku. Inilah yang membuat aku jatuh cinta dengan kehidupan gereja yang penuh kasih dan hangat, adil, dan penuh sukacita ini. Aku menjadi yakin bahwa Tuhan yang Mahakuasa adalah satu-satunya Tuhan yang benar yang menciptakan alam semesta dan segala sesuatunya, dan aku memutuskan bahwa aku akan mengikuti Dia sampai akhir.

Dengan membaca firman Tuhan, aku menjadi memahami keinginan Tuhan yang mendesak untuk menyelamatkan umat manusia sebisa mungkin, dan melihat bahwa banyak saudara dan saudari melakukan yang terbaik untuk memberikan dan mengorbankan diri demi menyebarkan Injil kerajaan, maka aku juga terlibat aktif dalam pemberitaan Injil. Suatu kali, aku pergi untuk mengabarkan Injil kepada seorang calon orang percaya. Saat itu adalah puncak musim bertani. Melihat betapa sibuknya dia dengan pekerjaan di ladang, aku datang untuk membantunya bekerja sambil berbagi kesaksian tentang pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Aku tidak pernah membayangkan bahwa setelah tiga hari berturut-turut berbagi persekutuan dengannya, dia bukan hanya tidak mau menerima Injil, tetapi sebaliknya dia malah membentakku: "Kau ini berani sekali! Aku sudah bilang kalau aku tidak percaya tetapi kau tidak juga berhenti berkhotbah." Kata-katanya sungguh membuatku terkejut. Wajahku terasa panas seolah aku baru saja ditampar di depan orang banyak, sementara hatiku dipenuhi gelombang demi gelombang rasa sakit yang melumpuhkan. Aku berpikir: "Aku datang untuk menyampaikan injil kepadamu dengan niat baik dan bersusah payah membantumu bekerja sampai punggungku sakit, tetapi bukannya menerima Injil, kau malah memperlakukanku seperti ini. Engkau tidak berperasaan!" Aku merasa sangat terhina dan tidak ingin berbicara dengannya lagi, tetapi aku juga merasa bahwa menyerah seperti itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, jadi aku berdoa dalam hati tanpa bersuara dan menahan keluhanku sehingga aku dapat terus berbagi kesaksian dengan dia sambil membantu dengan pekerjaannya. Tapi sekeras apa pun aku berusaha, aku tetap tidak bisa menembus hatinya. Aku bagaikan balon yang kempis saat kembali ke rumah. Kata-katanya terus terulang di kepalaku. Semakin aku memikirkannya, semakin banyak rasa sakit yang aku rasakan: "Buat apa repot-repot? Yang aku dapatkan sebagai imbalan atas niat baikku adalah cemoohan, fitnah, dan pelecehan. Ini tidak adil! Tidak ada yang pernah memperlakukanku seperti ini. Menyebarkan Injil terlalu menyakitkan dan sulit! Tidak, aku tidak bisa pergi mengkhotbahkan Injil lebih lama lagi! Jika aku terus berkhotbah, aku tidak akan punya muka lagi untuk bertemu orang lain." Tepat ketika aku merasa sangat dirugikan dan sakit hati sehingga aku tidak lagi berkhotbah untuk memberitakan Injil, firman Tuhan memberiku pencerahan: "Sadarkah engkau akan beban yang engkau pikul, akan amanatmu, dan tanggung jawabmu? Di manakah rasa bermisimu yang bersejarah itu? ... Mereka miskin, menyedihkan, buta, dan bingung, meratap dalam kegelapan—di manakah jalan itu? Betapa mereka merindukan terang, seperti bintang jatuh, yang tiba-tiba turun dan melenyapkan kekuatan kegelapan yang telah menindas manusia bertahun-tahun lamanya. Siapa yang dapat mengetahui betapa resahnya mereka berharap, dan bagaimana mereka bertahan, siang dan malam, untuk hal ini? Bahkan di hari ketika cahaya melintas, orang-orang yang sangat menderita ini tetap terkurung di penjara bawah tanah yang gelap, tanpa harapan kebebasan; kapankah mereka akan berhenti menangis? Yang mengerikan adalah kemalangan dari roh-roh yang rapuh ini, yang tidak pernah diberi istirahat, dan yang sudah lama diikat dalam keadaan seperti ini oleh ikatan tanpa ampun dan sejarah yang membeku. Dan, siapa yang pernah mendengar suara ratapan mereka? Siapa yang pernah melihat keadaan mereka yang menyedihkan? Pernahkah terlintas dalam benakmu betapa sedih dan cemasnya hati Tuhan? Bagaimana Dia sanggup menyaksikan manusia lugu yang telah Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, menderita siksaan seperti itu? Manusia, bagaimanapun juga, adalah korban yang telah diracuni. Dan walaupun manusia telah bertahan hingga sekarang, siapa yang pernah mengetahui bahwa umat manusia sudah lama diracuni oleh si jahat? Sudah lupakah engkau bahwa engkau adalah salah satu dari korban-korban itu? Bersediakah engkau berjuang, demi kasihmu kepada Tuhan, untuk menyelamatkan orang-orang yang bertahan ini? Tidak bersediakah engkau mencurahkan segenap tenagamu untuk membalas kebaikan Tuhan, yang mengasihi manusia seperti darah dan daging-Nya sendiri?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Seharusnya Engkau Mengelola Misimu yang akan Datang?"). Saat berupaya memahami firman Tuhan tersebut, satu-satunya yang diungkapkan adalah kepedulian-Nya serta kekhawatiran dan rasa sayang-Nya bagi orang-orang yang tidak bersalah. Tuhan tidak tahan melihat orang-orang yang diciptakan oleh tangan-Nya sendiri ditipu dan dicelakai oleh Iblis. Tuhan terus menunggu dengan pahit agar umat manusia segera kembali ke rumah-Nya dan menerima keselamatan besar yang telah Dia berikan kepada mereka. Namun ketika aku dihadapkan dengan sedikit perkataan kasar dari orang yang aku ajak, aku merasa diperlakukan salah dan tersiksa dan menggerutu tentang kesulitan dan penderitaan. Aku bahkan kehilangan kesediaan untuk memberitakan Injil karena aku kehilangan muka. Di mana hati nurani dan niat baikku? Aku bukan seseorang yang memerhatikan kehendak Tuhan. Untuk menyelamatkan kita, manusia yang rusak di akhir zaman, Tuhan terus diburu dan dianiaya oleh pemerintah PKT, ditinggalkan, dikutuk, dihujat dan difitnah oleh kalangan agama, dan disalahpahami dan ditentang oleh kita para pengikut Tuhan. Rasa sakit dan penghinaan yang telah diderita Tuhan terlalu banyak, terlalu besar! Namun, Dia tidak meninggalkan keselamatan-Nya bagi kita, tetapi terus memenuhi kebutuhan umat manusia secara diam-diam. Kasih Tuhan terlalu besar! Esensinya terlalu indah dan baik! Kesulitanku hari ini tidak ada bandingannya dengan penderitaan yang Tuhan alami demi menyelamatkan umat manusia! Aku memikirkan fakta bahwa aku juga seorang korban, orang yang telah dicelakai oleh Iblis selama bertahun-tahun. Jika Tuhan tidak mengulurkan tangan keselamatan-Nya kepadaku, aku masih akan berjuang dengan susah payah dalam kegelapan, tidak dapat melihat terang dan harapan hidup. Setelah menikmati keselamatan yang begitu besar dari Tuhan, aku harus menanggung penghinaan dan rasa sakit untuk berupaya sebisa mungkin bekerja sama dengan Tuhan, memenuhi kewajibanku dengan benar, dan membawa orang-orang tak berdosa yang masih dicelakai oleh Iblis ke hadapan Tuhan. Ini lebih berharga dan bermakna daripada pekerjaan apa pun di dunia, dan bermanfaat, tidak peduli betapa banyak penderitaan yang harus dialami! Saat aku memikirkan hal ini, aku tidak lagi merasa bahwa memberitakan Injil adalah hal yang menyakitkan, dan sebaliknya merasa bahwa aku beruntung dapat mempersembahkan kemampuanku yang hanya sedikit demi menyebarkan Injil kerajaan. Ini adalah kehormatan bagiku dan juga pemuliaan Tuhan. Akhirnya aku memutuskan: Apa pun kesulitan yang harus aku hadapi dalam pekerjaanku mengabarkan injil, aku akan memberikan segalanya dan mengandalkan Tuhan untuk membawa semakin banyak orang yang merindukan kehadiran Tuhan di hadapan-Nya guna menghibur hati-Nya! Setelah itu aku kembali sibuk mengabarkan injil.

Setelah beberapa waktu melakukannya, setiap kali aku bertemu orang yang aku harap akan bertobat, yang memiliki sikap buruk atau mengucapkan kata-kata kasar kepadaku ketika aku sedang memenuhi tugasku, aku dapat mengatasinya dengan benar dan terus menyaksikan pekerjaan Tuhan di akhir zaman dengan hati yang penuh kasih. Karena itu, aku merasa agak berubah dan tidak lagi peduli pada reputasi dan statusku. Suatu hari, pemimpin gereja bertanya kepadaku bagaimana kabarku belakangan ini dan juga bersekutu denganku tentang kehendak dan cara bekerja Tuhan saat ini. Ketika aku mengetahui dalam percakapan bahwa dia akan dipindahkan ke gereja lain untuk memenuhi tugasnya, aku merasa gembira, dan aku berpikir: "Mungkin aku akan menjadi pemimpin gereja setelah dia pergi. Jika demikian, aku harus benar-benar melakukan pekerjaanku dengan baik!" Persis saat aku diam-diam merasa bahagia, dia mengatakan bahwa saudari lain dari desaku akan datang besok. Hatiku bergejolak begitu aku mendengarnya. Aku berpikir: "Untuk apa dia datang? Apakah dia akan diangkat menjadi pemimpin gereja yang baru?" Aku menjadi gelisah: "Dia belum percaya kepada Tuhan selama aku, dan dia berasal dari desa yang sama denganku. Jika dia dijadikan pemimpin, bagaimana itu akan berdampak terhadap reputasiku? Bagaimana saudara-saudari kami akan memandangku? Mereka pasti akan mengatakan bahwa aku tidak mengejar kebenaran setekun dia." Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Aku merasa gelisah di malam hari, tidak bisa tidur. Saat berkumpul keesokan harinya, aku memikirkan nada bicara dan sikap dari semua yang dikatakan oleh pemimpin, dan sangat ingin tahu siapa yang akan dipilih sebagai pemimpin baru gereja. Setiap kali pemimpin menatapku ketika dia berbicara, aku merasa ada harapan bahwa aku akan menjadi pemimpin. Wajahku menjadi penuh dengan sukacita dan aku akan mengangguk dan setuju dengan apa pun yang dia katakan. Namun, setiap kali dia memandang saudari yang lain ketika berbicara, aku menjadi yakin bahwa saudari itu yang akan diangkat sebagai pemimpin, dan akibatnya aku merasa frustrasi dan sakit hati. Selama beberapa hari itu, aku tersiksa oleh konsep reputasi dan status sampai-sampai aku menjadi cemas dan terganggu. Aku kehilangan nafsu makan dan bahkan merasa waktu berlalu sangat lambat, seolah-olah terhenti. Pemimpin gereja melihat keadaanku, sehingga ia membuka buka Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, dan menemukan dua ayat dalam firman Tuhan "Mengapa Engkau Tidak Bersedia Menjadi Sebuah Kontras?" untuk kubaca. Firman Tuhan berkata: "Sekarang, engkau semua adalah para pengikut dan telah memperoleh sedikit pemahaman tentang tahap pekerjaan ini. Namun, engkau semua belum mengesampingkan hasratmu akan status. Ketika statusmu tinggi, engkau semua mencari dengan baik, tapi ketika statusmu rendah, engkau semua tidak mau lagi mencari. Berkat-berkat yang berkaitan dengan status selalu ada dalam pikiranmu." "Meskipun hari ini engkau sudah sampai pada langkah ini, engkau masih belum melepas soal status, tetapi masih terus berupaya untuk menanyakannya dan menyelidikinya setiap hari .... Semakin engkau mencari dengan cara seperti ini, semakin sedikit yang akan engkau tuai. Semakin kuat keinginan seseorang untuk meraih status, semakin serius dirinya harus ditangani dan semakin berat pemurnian yang harus mereka alami. Orang-orang semacam itu tidak layak! Mereka harus ditangani dan dihakimi sepantasnya supaya mereka mau melepaskan hasratnya akan hal-hal tersebut. Jika engkau semua mengejar dengan cara seperti ini sampai pada akhirnya, engkau tidak akan menuai apa pun. Mereka yang tidak mengejar kehidupan tidak dapat diubah, dan mereka yang tidak haus akan kebenaran tidak akan memperoleh kebenaran. Engkau tidak berfokus mengejar perubahan pribadi dan pada jalan masukmu, sebaliknya engkau selalu berfokus pada keinginan-keinginan yang berlebihan dan hal-hal yang menghalangi dirimu untuk mengasihi Tuhan serta menghalangimu untuk semakin dekat dengan Dia. Dapatkah semua hal itu mengubah dirimu? Dapatkah semua itu membawamu masuk ke dalam Kerajaan?" Setiap baris firman Tuhan seperti ketukan di pintu hatiku, membuatku merasa bahwa Tuhan ada di sampingku, mengawasi setiap perkataan dan gerakanku. Aku terpaksa merenungkan pemikiran dan tindakanku selama dua hari terakhir ini. Aku menyadari bahwa sudut pandang pencarianku terlalu mendasar dan terlalu dipengaruhi oleh pandangan Iblis seperti "Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama," dan "Manusia dikenal karena namanya, sama seperti gajah mati meninggalkan gading." Aku selalu menginginkan status supaya aku dapat memperoleh lebih banyak pujian dari orang lain, yang mengakibatkan aku disiksa oleh reputasi dan status sampai-sampai aku menjadi cemas dan terganggu, kehilangan nafsu makan, tidak bisa tidur, dan membuat diriku tampak konyol seperti seorang badut. Barulah saat itu aku mengerti bahwa lingkungan seperti itu dibuat oleh Tuhan sesuai dengan keadaanku sendiri, dan bahwa itu adalah kasih Tuhan yang mendatangiku. Pekerjaan Tuhan saat ini adalah untuk menyelamatkanku, untuk membantuku keluar dari pengaruh gelap Iblis sehingga aku dapat mencapai keselamatan, untuk membuatku melihat dengan jelas bahwa cara pencarianku bertentangan dengan kehendak Tuhan. Aku tidak akan bisa menerima persetujuan Tuhan bahkan jika aku percaya kepada-Nya sampai akhir. Aku akan ditinggalkan tanpa memperoleh apa pun! Karena itu aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: "Ya, Tuhan! Aku bersedia untuk menaati pekerjaan-Mu, menelusuri jalan iman sesuai dengan ketentuan-Mu, dan berusaha keras menjalankan firman-Mu untuk mencapai pemahaman akan kebenaran dan membuang watakku yang jahat. Terlepas dari apakah aku diangkat menjadi pemimpin atau tidak, aku akan mengejar kebenaran dan berfokus mengubah watakku yang jahat untuk memuaskan kehendak-Mu." Setelah memahami kehendak Tuhan, aku merasa hatiku sangat tenang dan aku menikmati persekutuan dengan saudari-saudari lainnya, terlepas dari segi kebenaran firman Tuhan itu. Setelah kebaktian itu, pemimpin gereja mengatakan bahwa berdasarkan rekomendasi mayoritas saudara dan saudari, saudari yang lain itulah yang akan menjadi pemimpin baru gereja, dan bahwa aku akan membantu pekerjaannya. Dalam hatiku, aku sangat tenang dan menerima ini dengan mudah, setuju untuk bekerja selaras dengannya untuk memenuhi tugas kami.

Suatu hari, aku diberi tahu bahwa ada seorang saudari di gereja yang keadaannya sedang tidak baik, jadi aku berkonsultasi dengan saudari yang dipasangkan denganku itu tentang cara menyelesaikan masalah ini. Saat itu ia sedang tidak sehat, jadi aku pergi sendirian malam itu untuk mencari saudari itu untuk bersekutu dengannya, dan masalahnya diselesaikan dengan sangat cepat. Hatiku dipenuhi dengan kepuasan diri, karena menganggap bahwa pemimpin di tingkat atas pasti akan memujiku karena aku telah melakukan banyak upaya. Tepat ketika aku sedang menunggu kabar baik itu, datang sebuah surat dari pemimpin di tingkat atas, menanyakan keadaan saudara perempuan itu. Aku pikir surat itu untuk memujiku, jadi aku dengan senang hati membukanya dan mulai membacanya. Tetapi aku terkejut melihat bahwa pesan itu hanya untuk menanyakan kepada saudari yang dipasangkan denganku tentang bagaimana dia mengatasi masalah tersebut. Aku segera menjadi marah, dan berpikir: "Sudah jelas akulah orang yang menyelesaikan masalah ini. Kenapa tidak menulis surat kepadaku untuk menanyakannya? Sepertinya aku tidak punya tempat di hati pemimpin dan dipandang rendah. Aku hanya dianggap seperti pesuruh. Tidak peduli seberapa pun baiknya kinerjaku tidak ada yang memperhatikannya." Semakin kupikirkan, semakin aku merasa kesal dan depresi. Aku merasa kehilangan muka. Saat itulah, saudariku memegang surat itu dan baru saja akan datang berbicara kepadaku. Aku tidak bisa menahan perasaan yang kumiliki di dalam hati dan berkata dengan kasar: "Pemimpin tingkat atas tidak tahu bagaimana masalah ini diselesaikan. Apa kau tidak tahu ini?" Aku sibuk mengerjakannya untuk waktu yang sangat lama, tetapi tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun tentang hal itu, dan pada akhirnya tetap saja kau yang mendapatkan semua pujian. Di mata semua orang, aku hanyalah seorang pesuruh. Tidak peduli berapa banyak usaha yang aku lakukan, tidak ada yang akan menghargainya." Setelah mengatakan ini, aku merasa sangat sedih sampai menangis. Pada saat itu, firman Tuhan bergema di telingaku: "Jika Aku tetap bersikap sangat dingin terhadapmu, sekalipun engkau sudah mengorbankan begitu banyak upaya, akankah engkau tetap mampu terus bekerja bagi-Ku dalam ketidakjelasan? ... Jika, setelah engkau mengorbankan berbagai hal untuk-Ku, Aku tidak mengabulkan permohonan-permohonan kecilmu, akankah engkau menjadi berkecil hati dan kecewa terhadap-Ku atau bahkan menjadi marah dan merasa diperlakukan secara kejam?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Masalah yang Sangat Serius: Pengkhianatan (2)"). Kata-kata teguran dari Tuhan perlahan menenangkanku dan menjernihkan pikiranku. Adegan yang baru saja terjadi terus berulang di dalam benakku layaknya film. Apa yang telah Tuhan nyatakan membuatku melihat bahwa sifatku terlalu mengerikan dan berbahaya, dan bahwa kepercayaanku kepada Tuhan dan memenuhi kewajibanku bukan untuk memuaskan Tuhan atau untuk mendapatkan persetujuan-Nya, melainkan untuk menerima pujian dan kekaguman dari orang lain. Begitu harapanku tidak terpenuhi, aku akan dipenuhi dengan akar kepahitan; sifat jahatku akan keluar dan menjadi lebih mudah untuk mengkhianati Tuhan. Aku kemudian melihat bahwa aku telah melangkah terlalu jauh dan bahwa aku bahkan tidak memiliki sedikit pun kemanusiaan yang layak. Rasa sakit yang aku rasakan sangat menyedihkan. Dalam penyesalan aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, kupikir aku sudah agak berubah dan tidak lagi hidup demi reputasi dan status dan aku bisa bekerja sama dengan saudari ini. Tetapi dalam pewahyuan-Mu hari ini, aku sekali lagi mengungkapkan keburukan keiblisanku, dan selalu merasa seolah aku tidak memiliki status di antara yang lain dan menderita karena usahaku tidak dipuji. Ya Tuhan, Iblis telah benar-benar menyakitiku terlalu dalam. Status, reputasi, dan kesombongan semua menjadi belengguku. Aku berdoa agar Engkau dapat membimbingku untuk memahami kebenaran dari kejahatanku oleh Iblis, dan membimbingku kembali dari pengaruhnya." Setelah itu, aku melihat firman Tuhan sebagai berikut: "Masing-masing dari antaramu telah naik ke tempat tertinggi di antara orang banyak; engkau telah naik sehingga menjadi nenek moyang orang banyak. Engkau bersikap sangat seenaknya dan berlari liar di antara semua belatung mencari tempat yang tenang dan berusaha memangsa belatung yang lebih kecil daripadamu. Engkau jahat dan kejam dalam hatimu, melebihi bahkan hantu-hantu yang telah tenggelam ke dasar laut. Engkau hidup di dasar tumpukan sampah, mengganggu belatung-belatung dari atas sampai ke dasar sampai mereka tidak merasakan kedamaian, saling berkelahi satu sama lain sebentar dan kemudian tenang. Engkau semua tidak tahu tempatmu, tetapi engkau tetap berkelahi dengan sesamamu di tumpukan sampah. Apa yang bisa engkau dapatkan dari pergumulan seperti itu? Jika engkau semua benar-benar memiliki sikap yang menghormati Aku dalam hatimu, bagaimana engkau bisa berkelahi dengan sesamamu di belakang-Ku? Seberapa pun tingginya statusmu, bukankah engkau sebenarnya adalah cacing kecil yang bau di tumpukan sampah? Akankah engkau mampu menumbuhkan sayap dan menjadi burung merpati di langit?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Ketika Daun-daun yang Berguguran Kembali ke Akarnya, Engkau Akan Menyesali Semua Kejahatan yang Telah Engkau Perbuat"). Kata-kata penghakiman Tuhan menusuk dengan menyakitkan ke dalam hatiku seperti pedang tajam, membangkitkan rohku dan membuatku sadar bahwa aku memenuhi tugasku bukan tidak meninggikan Tuhan dan memberikan kesaksian kepada-Nya, tetapi karena aku selalu ingin pamer, bersaksi mengenai diriku sendiri, dan memimpikan berdiri di atas orang lain sehingga mereka akan mengagumi dan mengidolakanku. Apakah ada rasa takut akan Tuhan di hatiku? Bagaimana ini bisa memenuhi tugasku sebagai suatu makhluk? Aku memikirkan ambisi liar si penghulu malaikat itu, mimpinya untuk menjadi setara dengan Tuhan, dan bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan status. Aku selalu mengejar kekaguman dari orang lain dan berusaha membangun tempat dan citraku sendiri dengan orang lain. Bukankah yang aku kejar persis sama dengan penghulu malaikat yang mengkhianati Tuhan? Aku adalah makhuk ciptaan yang begitu dirusak oleh Iblis; aku seperti debu yang tidak berharga. Sekarang karena aku telah menerima kasih karunia Tuhan dan memiliki kesempatan untuk melakukan tugasku dan menjadi orang yang baru, aku harus menyembah Tuhan dan memenuhi kewajiban makhluk ciptaan dengan ketakutan setiap saat di hatiku, tetapi aku tidak melakukan pekerjaan yang jujur, alih-alih selalu ingin menggunakan tugasku sebagai kesempatan untuk pamer, memberi kesaksian tentang diriku dan menjalankan usahaku sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan tidak membenci dan menyesalkan hal ini? Tuhan begitu kudus dan agung, penuh otoritas dan kuasa, namun tetap rendah hati dan tersembunyi, tidak pernah mengungkapkan identitas-Nya agar orang-orang memandang dan mengagumi-Nya. Sebaliknya, Dia terus diam-diam memberikan semua miliknya untuk menyelamatkan umat manusia, tidak pernah menjelaskan diri sendiri atau menuntut pujian, dan tidak pernah menuntut apa pun dari umat manusia. Kerendahan hati, kemuliaan, dan ketidakegoisan Tuhan membuatku melihat kesombongan, kerendahan hati, dan keegoisanku sendiri. Aku hanya bisa merasa malu, seperti tidak punya tempat untuk bersembunyi, dan aku juga merasa bahwa aku telah terlalu dirusak oleh Iblis dan bahwa aku sangat membutuhkan penyelamatan penghakiman, penghukuman, pencobaan, dan penyempurnaan dari Tuhan. Oleh karena itu, aku kembali berlutut di hadapan Tuhan: "Oh, Tuhan Yang Mahakuasa! Melalui hajaran dan penghakiman-Mu, aku dapat melihat ketidaktaatanku, serta kemuliaan dan keagungan-Mu. Mulai sekarang, ketika aku memenuhi tugasku aku hanya berharap dapat bersikap seperti manusia yang baik dengan hati yang takut akan Engkau, untuk hidup sepenuhnya mengikuti firman-Mu, dan untuk membuang watak keiblisanku."

Aku kemudian dipilih menjadi pemimpin gereja, dan bekerja sama dengan saudari lain untuk melakukan tugas kami. Karena kegagalanku sebelumnya, aku terus mengingatkan diri sendiri bahwa aku harus bekerja sama dengan saudari ini untuk melakukan pekerjaan gereja dengan baik. Pada awalnya, aku akan mendiskusikan semuanya dengan dia dan kami akan mencari bimbingan Tuhan bersama-sama sehingga semua aspek pekerjaan kami akan berbuah. Tetapi setelah beberapa waktu, aku mendapati bahwa dia memiliki kualitas yang baik, persekutuannya mengenai kebenaran jelas dan memberi penerangan, serta kemampuan kerjanya lebih kuat daripadaku. Selama berkumpul, saudara dan saudari semua senang mendengarkan persekutuannya dan mereka semua berkonsultasi dengannya ketika mereka menghadapi masalah. Saat dihadapkan dengan lingkungan seperti ini, aku sekali lagi jatuh ke dalam jerat Iblis, dan aku berpikir: "Saudari ini lebih baik daripada aku dalam segala hal dan dikagumi oleh saudara-saudari terlepas ke mana pun dia pergi. Tidak mungkin! Bagaimana pun juga, Aku harus lebih baik dari dia, dan membuat saudara-saudari kami melihat bahwa aku tidak kalah dari dia." Karena ini, aku sibuk di sekitar gereja tanpa henti setiap hari, mengadakan pertemuan dengan saudara dan saudari seiman, dan tidak peduli siapa yang menghadapi masalah, aku akan bergegas mendatangi mereka untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Aku mungkin tampak setia dan taat dari luar, tetapi bagaimana ambisi batinku bisa luput dari pengamatan Tuhan? Ketidaktaatanku membangkitkan kemarahan Tuhan, dan Dia menyembunyikan wajah-Nya dariku, dan akibatnya aku jatuh ke dalam kegelapan. Ketika membaca firman Tuhan aku tidak memperoleh pencerahan, aku tidak tahu harus berkata apa ketika berdoa, komunikasiku menjadi garing selama pertemuan, dan aku bahkan menjadi takut berkumpul dengan saudara-saudari. Aku menjadi benar-benar terbelenggu oleh reputasi dan status. Aku kacau balau setiap hari, seolah-olah aku memikul beban yang begitu besar sehingga aku tidak bisa mengambil napas dalam-dalam. Aku juga tidak bisa lagi melihat dengan jelas beberapa masalah di dalam gereja dan efisiensi kerjaku menurun tajam. Saat dihadapkan dengan penyingkapan seperti itu dari Tuhan, aku tetap tidak berusaha untuk mengenal diriku sendiri dan aku juga tidak mau membuka diri kepada saudara-saudariku tentang keadaanku dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya, karena takut mereka akan memandang rendah diriku. Kemudian, hajaran dan disiplin Tuhan turun atasku. Perutku tiba-tiba mulai terasa sangat sakit sehingga aku tidak bisa duduk atau berdiri dengan nyaman. Siksaan penyakit ini dan ketidakpuasanku karena tidak mencapai status membuatku terapung-apung antara hidup dan mati. Karena aku bertahan di jalan yang salah dan tidak lagi dapat melakukan pekerjaan gereja, gereja tidak punya pilihan selain menggantiku. Setelah kehilangan statusku, aku merasa seperti dikutuk ke neraka. Secara emosional, aku jatuh ke titik terendahku dan merasa telah kehilangan muka. Aku bahkan menjadi lebih tersiksa, terutama ketika aku melihat saudara dan saudari semuanya secara aktif memenuhi tugas mereka, sementara aku telah kehilangan pekerjaan Roh Kudus dan tidak mampu memenuhi tugas apa pun. Dalam kesakitanku, aku bertanya kepada diriku sendiri: Mengapa orang lain percaya kepada Tuhan dan semakin memahami kebenaran, sedangkan aku senantiasa tidak menaati dan melawan Tuhan berkali-kali demi reputasi dan status? Jadi, aku berdoa kepada Tuhan berkali-kali dan memohon kepada-Nya untuk menuntunku menemukan akar kegagalanku. Suatu hari, aku melihat firman Tuhan berikut ini: "Ada orang-orang yang secara khusus mengidolakan Paulus. Mereka suka pergi ke luar dan berkhotbah dan melakukan pekerjaan, mereka suka menghadiri pertemuan-pertemuan dan berkhotbah, dan mereka suka orang-orang mendengarkan mereka, memuja mereka, dan mengerumuni mereka. Mereka suka memiliki status di dalam pikiran orang lain, dan mereka menghargainya bila orang lain menghargai citra yang mereka tunjukkan. Mari kita menganalisis natur mereka dari perilaku-perilaku ini: apa natur mereka? Jika mereka benar-benar bersikap seperti ini, itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka itu congkak dan sombong. Mereka tidak menyembah Tuhan sama sekali; mereka mencari status yang lebih tinggi dan ingin memiliki otoritas atas orang lain, menguasai mereka, dan memiliki status di pikiran mereka. Ini adalah gambaran klasik dari Iblis. Aspek yang menonjol dari natur mereka adalah kecongkakan dan kesombongan, ketidakrelaan untuk menyembah Tuhan, dan keinginan untuk dipuja orang lain. Perilaku semacam itu dapat memberimu pandangan yang sangat jelas akan natur mereka" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Kemudian aku membaca firman ini dalam suatu khotbah: "Esensi dan sifat Iblis adalah pengkhianatan. Ia mengkhianati Tuhan sejak awal, dan setelah mengkhianati Tuhan, ia menipu, mengakali, memanipulasi, dan mengendalikan orang-orang di bumi yang diciptakan oleh Tuhan, mencoba untuk menjadi sederajat dengan Tuhan dan membangun kerajaan sendiri. ... Jadi, bukankah sifat Iblis itu mengkhianati Tuhan? Dari semua yang telah Iblis lakukan terhadap umat manusia, kita dapat melihat dengan jelas bahwa Iblis adalah roh jahat yang benar-benar melawan Tuhan dan bahwa sifat Iblis adalah mengkhianati Tuhan. Semua ini mutlak" (Persekutuan dari Atas). Saat aku merenungkan firman ini, aku hanya bisa gemetar ketakutan. Aku melihat bahwa apa yang telah aku hidupi sepenuhnya merupakan gambaran Iblis—congkak dan sombong, dan tidak menyembah Tuhan. Tuhan meninggikanku untuk memenuhi tugasku di gereja sehingga aku dapat membawa saudara-saudari ke hadapan Tuhan dengan sikap takut akan Dia di dalam hatiku, dan memungkinkan mereka memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hati mereka, serta takut akan Dia dan taat kepada-Nya. Tetapi aku tidak mempertimbangkan kehendak Tuhan dalam memenuhi tugasku, dan merasa tidak ada beban untuk membantu saudara-saudari mencapai jalan masuk ke dalam kehidupan. Sebaliknya, aku selalu ingin orang lain memperhatikan dan mendengarkanku, dan demi keinginanku sendiri, aku selalu berusaha untuk meninggikan diriku sendiri ke mana pun aku pergi. Aku bahkan cemburu kepada orang yang baik dan iri kepada orang yang kuat, dan aku dengan keras kepala bersaing dengan yang lain untuk menjadi nomor satu. Dari luar, sepertinya aku bersaing dengan manusia, tetapi sebenarnya aku melawan Tuhan. Ini adalah sesuatu yang secara serius menyinggung watak Tuhan. Dia menegur dan mendisiplinkanku, dan merampas statusku untuk membuatku merenung dan bertobat. Kasih Tuhan bagiku terlalu dalam dan terlalu besar! Saat aku menyadari hal ini, aku hanya bisa merasakan penyesalan dan menyalahkan diri sendiri di dalam hati, dan terlebih lagi membenci kerusakanku yang begitu dalam. Aku mengikuti Tuhan tetapi tidak mengejar kebenaran, dan sebaliknya hanya bekerja keras secara membabi buta demi status dan reputasi. Aku benar-benar sudah gagal untuk hidup sesuai dengan kasih dan keselamatan Tuhan. Semakin aku melihat ke dalam diriku, semakin jelas aku melihat bahwa pepatah yang telah aku jalani, misalnya "Seperti pohon yang hidup untuk kulitnya, manusia hidup untuk namanya," dan "Harimau meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama," adalah kebohongan yang digunakan Iblis untuk merusak dan membahayakan umat manusia. Aku menyadari bahwa Iblis menggunakan hal-hal ini untuk melumpuhkan jiwa manusia, memutar balik pikiran mereka, dan membuat mereka mengembangkan pandangan yang salah tentang kehidupan, sehingga manusia berusaha keras untuk mengejar hal-hal yang hampa seperti status, ketenaran, kekayaan dan reputasi, dan bahwa mereka telah dirusak dan dirugikan olehnya sesuka hati, kemudian pada akhirnya ditelan olehnya. Ini adalah rencana jahat Iblis. Sekarang, aku tidak akan pernah melawan Tuhan lagi sambil menikmati belas kasihan-Nya. Aku harus sepenuhnya memperbarui diri, sepenuhnya meninggalkan Iblis, sepenuhnya menyerahkan hatiku kepada Tuhan, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati untuk menyukakan hati Tuhan. Setelah itu, aku mencari cara untuk melanjutkan jalan masa depanku, dan bagaimana mengejar kebenaran untuk mengikuti kehendak Tuhan. Aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah sekali lagi membimbingku. Kemudian aku melihat firman Tuhan berikut: "Sekarang ini, sekalipun engkau bukan seorang pekerja, engkau harus mampu melakukan tugas seorang makhluk ciptaan Tuhan dan berupaya untuk tunduk pada semua pengaturan Tuhan. Engkau harus mampu menaati apa pun yang Tuhan katakan, dan mengalami segala macam kesusahan dan pemurnian, dan sekalipun engkau lemah, dalam hatimu, engkau harus tetap mampu mengasihi Tuhan. Mereka yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri bersedia melakukan tugas seorang makhluk ciptaan Tuhan, dan sudut pandang orang-orang semacam itu terhadap pengejaran adalah sudut pandang yang benar. Inilah orang-orang yang Tuhan butuhkan. ... Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus berupaya untuk melakukan tugas seorang makhluk ciptaan Tuhan, dan berusaha untuk mengasihi Tuhan tanpa mengajukan pilihan lain, sebab Tuhan layak menerima kasih manusia. Mereka yang berusaha untuk mengasihi Tuhan tidak boleh mencari keuntungan pribadi atau mencari apa yang mereka sendiri dambakan; inilah cara pengejaran yang paling benar" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Seperti suar, kata-kata Tuhan menerangi hatiku, menunjukkan kepadaku jalan yang harus kutempuh. Keinginan Tuhan adalah bahwa orang-orang, terlepas dari apakah mereka memiliki status atau lingkungan seperti apakah yang mereka miliki, akan melakukan yang terbaik untuk mengejar kebenaran, dan bahwa mereka akan mematuhi rencana dan pengaturan Tuhan, dan berusaha untuk mengasihi dan memuaskan Tuhan. Ini adalah cara mengejar yang paling benar dan juga jalan hidup yang benar yang harus dijalani oleh makhluk ciptaan. Dengan demikian aku membuat keputusanku di hadapan Tuhan: Ya Tuhan, terima kasih karena telah menunjukkan kepadaku jalan yang benar dalam hidup. Statusku di masa lalu adalah karena Engkau yang meninggikanku, dan aku menjadi tanpa status hari ini juga karena kebenaran-Mu. Aku hanyalah mahluk ciptaan yang sangat kecil. Mulai sekarang, aku hanya ingin mengejar kebenaran dan mematuhi semua pengaturan-Mu.

Setelah itu, statusku dengan cepat diangkat kembali dengan membaca firman Tuhan dan menjalani kehidupan gereja. Sekali lagi gereja memberikan tugas yang cocok untukku. Aku mulai berfokus mengejar kebenaran dalam memenuhi tugasku, dan ketika aku mengungkapkan kerusakanku, aku akan menemukan firman Tuhan yang sesuai untuk mengatasinya. Ketika dihadapkan dengan hal-hal yang melibatkan reputasi dan status, meskipun beberapa pemikiran muncul dalam pikiran, melalui doa, mencari kebenaran dari firman Tuhan untuk memahami esensi ketenaran dan keuntungan, secara bertahap aku menjadi tidak dapat dikendalikan oleh hal-hal ini dan dapat memenuhi tugasku dengan ketenangan pikiran. Ketika aku melihat beberapa saudara dan saudari yang belum percaya kepada Tuhan selama aku dipercayakan dengan tugas-tugasku, dengan mencari kebenaran, aku dapat memahami bahwa tugas yang dipenuhi seseorang pada suatu waktu sudah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan, dan bahwa aku harus mematuhi pengaturan Tuhan. Oleh karena itu, aku bisa menangani situasi ini dengan benar. Ketika saudara dan saudari menghadapi dan mengungkapkan sifat dan esensiku, meskipun aku merasa kehilangan muka, aku mampu menjadi taat melalui doa. Ini karena kasih Tuhan yang datang kepadaku, yang sangat bermanfaat dalam mengubah watak hidupku. Di masa lalu, aku terlalu berfokus pada reputasiku dan tidak mau membuka diri kepada siapa pun, karena takut orang lain akan memandang rendah diriku. Sekarang, aku berlatih menjadi orang yang jujur sesuai dengan persyaratan Tuhan, dan jika aku memiliki masalah aku membuka diri kepada saudara dan saudariku. Ini membawa kebebasan dan kebahagiaan jauh di dalam jiwaku. Saat aku melihat perubahan-perubahan ini dalam diriku, aku hanya bisa berterima kasih dan memuji Tuhan, karena ini adalah buah yang aku hasilkan melalui hajaran dan penghakiman Tuhan di akhir zaman.

Aku sekarang telah mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa selama beberapa tahun. Kalau dipikir-pikir, racun Iblislah yang telah mengikis jiwaku. Aku telah hidup di bawah kekuasaan Iblis dan dirusak dan dibodohi olehnya selama bertahun-tahun. Aku tidak tahu nilai dan arti kehidupan. Aku tidak bisa melihat terang, aku juga tidak bisa menemukan kebahagiaan dan sukacita sejati. Aku tenggelam ke dalam jurang kesengsaraan dan tidak mampu melepaskan diri. Aku sekarang terbebas dari bahaya Iblis dan telah mencapai kelegaan dan kebebasan melalui hajaran dan penghukuman Tuhan berkali-kali. Aku telah memulihkan hati nurani dan nalarku, dan aku juga memiliki target yang benar untuk dikejar, mengikuti Tuhan ke jalan yang terang dan benar dalam hidup. Melalui hajaran dan hukuman Tuhan, aku benar-benar mengalami kasih Tuhan yang tulus dan tanpa pamrih; Aku telah menikmati berkat dan menerima cinta yang tidak dapat dinikmati oleh orang-orang di seluruh dunia. Hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan manusia dari lautan kesengsaraan Iblis, dan hanya pekerjaan hajaran dan penghukuman Tuhan yang bisa membersihkan kita dari racun keiblisan dan membuat kita hidup seperti manusia sejati, dan berjalan di jalan yang benar dalam kehidupan. Hajaran dan hukuman Tuhan adalah terang. Itu adalah anugerah terbesar, perlindungan terbaik, dan kekayaan hidup paling berharga yang diberikan Tuhan kepada manusia. Seperti dikatakan oleh firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Hajaran dan penghakiman oleh Tuhan adalah perlindungan terbaik dan kasih karunia terbesar bagi manusia. Hanya melalui hajaran dan penghakiman oleh Tuhan maka manusia dapat bangkit dan menolak daging, membenci Iblis. Disiplin yang ketat dari Tuhan membebaskan manusia dari pengaruh Iblis, melepaskan dia dari dunia kecilnya sendiri, dan memungkinkannya untuk hidup dalam terang hadirat Tuhan. Tidak ada keselamatan yang lebih baik selain hajaran dan penghakiman!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Terima kasih atas hajaran dan penghukuman Tuhan yang telah menyelamatkanku dan membuatku dilahirkan kembali! Di jalan imanku di masa depan, aku tidak akan kenal lelah dalam upayaku mengejar kebenaran, menerima lebih banyak hajaran dan penghakiman Tuhan, dan membuang racun Iblis untuk mencapai pengudusan, mencapai pengetahuan Tuhan yang sejati, dan menjadi orang yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait