Melepaskan Status Tidaklah Mudah

06 Agustus 2021

Oleh Saudara Li Jun, Tiongkok

Aku lahir di keluarga petani. Ketika kecil, aku kehilangan orangtuaku, jadi aku dan kakakku harus bergantung satu sama lain. Kami sangat miskin dan orang-orang memandang rendah kami. Dahulu aku sering berpikir: "Aku akan sekolah dan suatu hari nanti aku akan menonjol di atas yang lainnya." Sayangnya, aku harus berhenti sekolah di tahun kedua Sekolah Menengah Atas karena kami tak punya uang. Impianku untuk bisa menonjol di atas semua orang pun gagal, dan aku merasa sangat hancur.

Tahun 1990, aku percaya kepada Tuhan Yesus. Pengkhotbah berkata bahwa dengan percaya kepada Tuhan, tidak hanya kita akan menemukan kedamaian dalam hidup, tetapi kita juga akan memiliki hidup kekal di kehidupan mendatang. Dia juga berkata makin banyak kita mengajak penganut baru dengan menyebarkan Injil, kita akan semakin diberkati, dan kita akan menerima upah dan mahkota serta berkuasa sebagai raja di sisi Tuhan. Sekitar saat itu, aku membaca ini dalam Alkitab: "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Jadi, kuputuskan untuk meninggalkan keluarga dan menyebarkan Injil demi Tuhan. Ketika itu aku sangat bersemangat, dan kurang dari setahun aku telah mengajak ratusan penganut baru. Dengan bertambahnya jumlah penganut baru, pada tahun 1997 kami membangun ratusan gereja dengan lebih dari 30.000 orang. Aku jadi pengambil keputusan dalam semua yang akan dilakukan dengan gereja dan gereja mana pun yang kudatangi untuk bekerja, saudara-saudari di sana selalu menyambutku dengan hormat dan mengantarku ke mana pun aku mau pergi. Mereka menyediakan makanan lezat dan tempat bagus untuk menginap, dan mereka juga membayar biaya perjalananku. Aku mulai menikmati hal ini.

Suatu hari, pemimpin tingkat atas meminta kami menghadiri pertemuan dan berkata bahwa kini ada sebuah denominasi bernama Kilat Dari Timur mengkhotbahkan bahwa Tuhan Yesus telah datang kembali sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dan memberitahu kami bahwa khotbah mereka sangat angkuh. Dia berkata bahwa banyak jemaat gereja yang baik telah mereka curi, dan bahkan dua rekan kerja dari gereja kami, Saudara Wang dan Saudara Wu, telah menerima Kilat Dari Timur. Pemimpin meminta kami untuk menolak kedua saudara ini dan berkata jika kami menemukan orang lain mendengarkan khotbah Kilat Dari Timur, kami harus segera mengusir mereka. Aku merasa heran dengan semua ini. Aku sangat mengenal kedua saudara ini; mereka sangat ahli dalam Alkitab dan dengan tulus percaya kepada Tuhan. Aku tak mengerti bagaimana mereka bisa menerima Kilat Dari Timur. Menjelang akhir tahun, kedua saudara ini secara mengejutkan datang ke rumahku. Aku ragu-ragu sekian lama sebelum akhirnya memutuskan untuk membukakan pintu bagi mereka, takut mereka datang untuk menipuku. Namun aku berpikir, "Apa pun yang terjadi, aku percaya kepada Tuhan, dan aku tak bisa mengusir kedua saudara ini dari rumahku." Jadi, aku persilakan mereka masuk. Mereka berkata, untuk menyambut Tuhan, aku harus berfokus mendengarkan suara Tuhan, dan aku tak boleh menolak untuk mencari atau menyelidiki jalan yang benar karena takut disesatkan. Kemudian mereka memberi persekutuan mendetail tentang bagaimana menjadi gadis bijaksana yang mendengar suara Tuhan, dan bagaimana cara membedakan antara jalan yang benar dan yang salah. Menurutku, yang mereka katakan menyegarkan dan mencerahkan. Aku merasa sangat yakin. Ketika pergi, mereka memberiku sebuah buku, mereka berkata isinya ucapan Tuhan Yang Mahakuasa, dan mereka mendorongku untuk membacanya serta tidak melewatkan kesempatanku untuk menyambut Tuhan. Setelah mereka pergi, aku mulai merasa cemas bahwa aku tengah disesatkan, dan jika pemimpin tingkat atas tahu aku menerima kedua saudara ini di rumahku, aku akan dikeluarkan dari gereja. Namun, kemudian aku berpikir, "Jika Tuhan Yang Mahakuasa benar-benar Tuhan Yesus yang datang kembali dan aku tidak menyelidikinya karena takut dikeluarkan, maka bukankah itu menjadikan aku orang yang menolak dan menentang Tuhan?" Dengan pemikiran ini, aku langsung memutuskan untuk menyelidiki pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman.

Setelah itu, aku membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa setiap hari. Sementara itu, kedua saudara tadi memberiku persekutuan tentang tiga tahap pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia, misteri inkarnasi Tuhan, bagaimana Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman di akhir zaman untuk mentahirkan dan menyelamatkan manusia, bagaimana Tuhan mengakhiri suatu zaman, bagaimana kerajaan Kristus terealisasi di bumi dan masih banyak lagi. Aku tak pernah mendengar yang seperti itu selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, dan makin aku dengar, firman Tuhan Yang Mahakuasa makin terdengar berotoritas dan berkuasa bagiku. Aku makin merasa bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah benar-benar Tuhan Yesus yang datang kembali dan aku harus menyelidikinya. Namun, aku selalu merasa ada konflik dalam hati. Pendeta dan penatua sudah lama mengutuk Kilat Dari Timur, dan aku juga, telah lama bersama mereka mengunci gereja serapat mungkin, tak mengizinkan siapa pun berhubungan dengan Kilat Dari Timur dan mengeluarkan siapa pun yang menerima jalan mereka. Jika aku menerima Kilat Dari Timur, apa yang akan dipikirkan 30.000 jemaat di bawahku itu? Jika mereka semua mengikutiku dan menerima Kilat Dari Timur juga, itu akan bagus, tetapi jika tidak, mereka pasti akan menolakku. Aku berpikir soal bagaimana aku pergi dalam berbagai cuaca, berkhotbah dan bekerja siang dan malam, serta berisiko diburu oleh PKT, membangun semua gereja ini dengan darah, keringat, dan air mataku. Butuh banyak waktu untuk sampai ke posisiku saat itu dan dijunjung tinggi oleh begitu banyak orang—bagaimana bisa aku membuang itu semua dengan begitu mudahnya? Lagi pula, meski semua orang di bawahku di gereja menerima Tuhan Yang Mahakuasa, apa aku masih bisa menjadi pemimpin mereka? Namun, kemudian aku berpikir, "Jika Tuhan Yang Mahakuasa memang benar Tuhan Yesus yang datang kembali dan aku tak menerima-Nya, bukankah aku kehilangan kesempatan untuk menyambut Tuhan?" Berulang-ulang aku memikirkannya, tak bisa memutuskan harus bagaimana. Saat itu, istriku mengejutkan aku dengan tiba-tiba menghampiriku penuh semangat setelah mendengar firman Tuhan Yang Mahakuasa dan berkata, "Aku telah mendengar firman Tuhan Yang Mahakuasa dan aku percaya itu adalah suara Tuhan. Jika Tuhan Yang Mahakuasa memang benar Tuhan Yesus yang datang kembali, kita harus menyelidiki dan menerimanya sesegera mungkin!" Dengan kesal aku jawab, "Aku tahu, tetapi tidak sesederhana itu. Para pemimpin dan rekan kerja di gereja kita telah menutup gereja agar tak ada yang boleh menyelidiki Kilat Dari Timur. Jika aku menerima jalan mereka, mereka pasti akan menolakku." Namun, ini hanya membuat istriku gelisah dan berkata "Untuk apa selama ini kita percaya kepada Tuhan? Bukankah kita menantikan kedatangan Tuhan agar kita bisa diangkat ke kerajaan surga? Sekarang Tuhan telah kembali, bahkan jika engkau bukan pemimpin, engkau tetap harus menerima pekerjaan Tuhan dan menyambut Tuhan!" Aku berkata aku setuju dengannya, tetapi dalam hati aku berpikir, "Pikiranmu hanyalah pikiran sederhana seorang wanita. Aku harus memikirkan lebih dari 30.000 orang. Aku harus melangkah hati-hati. Aku perlu memikirkan lagi soal ini." Beberapa bulan berlalu tanpa aku menerima Kilat Dari Timur. Selama itu, saudara-saudari dari Gereja Tuhan Yang Mahakuasa sering datang menemuiku. Dengan sabar mereka bersekutu denganku, dan sebenarnya dalam hati aku mulai merasa bahwa ini memang pekerjaan Tuhan, tetapi karena aku tak bisa meninggalkan posisiku, aku masih bertahan untuk tak menerimanya. Setelah beberapa waktu, saudara-saudari menyadari keadaanku. Suatu waktu, ketika aku adakan pertemuan dengan Saudara Bai dan Saudara Song, Saudara Song mempersekutukan pengalamannya denganku. Dia berkata, sebelumnya dia juga seorang pemimpin gereja, berwenang atas beberapa puluh gereja. Setelah seseorang mengkhotbahkan Injil kepadanya, dengan membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa, dia menjadi yakin bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yesus yang datang kembali. Namun, ketika tiba waktunya untuk benar-benar menerima, dia mulai ragu, berpikir, "Jika aku menerima Tuhan Yang Mahakuasa, bisakah aku tetap menjadi pemimpin? Bisakah aku tetap memimpin begitu banyak orang?" Kemudian dia teringat akan perumpamaan Tuhan Yesus tentang petani jahat dalam Matius pasal 21, ayat 33 hingga 41: "Ada seorang tuan tanah menanami kebun anggur dan memasang pagar di sekelilingnya, menggali lubang untuk memeras anggur, lalu mendirikan menara, dan menyewakan kebun itu kepada para penggarap, lalu pergi ke negeri yang jauh: Dan ketika musim buah sudah hampir tiba, dia mengutus hamba-hambanya kepada para penggarap, supaya mereka dapat menerima buah bagiannya. Tetapi para penggarap menangkap hamba-hamba itu, memukul yang satu, membunuh yang lain, dan yang lainnya dilempari batu. Sekali lagi, ia mengutus hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari yang pertama. Tetapi mereka diperlakukan dengan cara yang sama. Akhirnya tuan tanah itu mengutus putranya kepada mereka dan berpikir, Mereka akan menghormati putraku. Tetapi saat para penggarap melihat anak tuan tanah itu, mereka berkata satu sama lain, Ini ahli warisnya. Mari kita bunuh saja dia dan merampas warisannya. Mereka pun menangkapnya, dan membuangnya ke luar kebun anggur, lalu membunuhnya. Ketika tuan pemilik kebun anggur itu datang, apa yang akan dilakukannya kepada para petani itu? Mereka berkata kepada-Nya: 'Ia akan menghukum orang-orang jahat itu dan memberikan kebun anggurnya kepada petani lain yang akan menyerahkan hasilnya pada musimnya.'" Saudara Song berkata betapa dia merasa sangat mencela dirinya sendiri. Tuhan telah memercayakan dia dengan kawanan domba-Nya, dan kini Tuhan telah kembali, alih-alih memimpin saudara-saudari untuk menyambut Tuhan, dia justru mencoba merebut kawanan domba Tuhan dan menolak Tuhan. Dia berkata dia telah bersikap sama seperti petani jahat itu dan bahwa dia hamba jahat yang melawan Tuhan. Dia bertanya pada diri sendiri, "Apa aku percaya kepada Tuhan agar bisa menjadi pemimpin? Apa aku melakukannya demi status dan mata pencaharianku? Apa aku benar-benar orang yang percaya kepada Tuhan?" Dia merasa sangat menyesal ketika memikirkan ini, jadi dia mengaku dan bertobat kepada Tuhan, lalu menerima Tuhan Yang Mahakuasa. Kemudian dia menyebarkan Injil kepada semua saudara-saudari di bawahnya. Ketika mendengar dia memberikan persekutuan ini, aku merasa sangat malu dan sedih. Untuk menjaga statusku sendiri, aku enggan menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa meski aku tahu itu benar-benar pekerjaan Tuhan. Aku juga tak membiarkan saudara-saudari menyelidikinya; aku menolak menyerahkan domba Tuhan kepada-Nya. Aku adalah hamba jahat, dan aku pantas dikutuk dan dihukum! Namun, ketika mengingat betapa rapatnya aku menutup gereja, dan tak seorang pun di gerejaku yang menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, aku berpikir, "Jika aku menerimanya, bukankah itu berarti aku menimbulkan masalah bagi diriku sendiri? Bagaimana aku bisa menunjukkan wajahku? Jika orang-orang di gerejaku tahu aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, mereka pasti akan membenci dan menolakku, lalu aku tak akan punya apa-apa." Jadi, kuputuskan lebih baik tidak menerimanya.

Beberapa hari kemudian, di pertemuan yang lain dengan kedua saudara itu, aku sampaikan kegelisahanku kepada mereka. Ketika itu aku sangat licik dan bertele-tele bertanya kepada mereka, "Jika orang-orang yang kupimpin juga mulai percaya Tuhan Yang Mahakuasa, siapa yang akan memimpin mereka? Apakah pemimpin dan rekan kerja yang sama seperti sekarang?" Yang aku maksudkan adalah: "Aku harus tetap memimpin dan mengatur mereka." Namun, Saudara Bai membuatku terkejut dengan mengatakan, "Setelah kita menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, Tuhan Sendirilah yang memimpin kita, menyirami kita, dan menggembalakan kita. Di gereja kami, Kristus dan kebenaran yang memegang kendali. Pemimpin gereja dipilih, jadi siapa pun yang mengerti kebenaran dan memiliki kenyataan, dan siapa pun yang bisa menyirami saudara-saudari serta menyelesaikan masalah nyata mereka, dialah yang dipilih." Dia melanjutkan dengan berkata, "Jika engkau mengejar kebenaran, engkau juga bisa terpilih menjadi pemimpin. Ada banyak macam tugas di gereja: pemimpin, pengkhotbah Injil—semua orang memiliki fungsi sendiri. Tak ada perbedaan status seperti 'penting' atau 'tidak penting', maupun status 'tinggi' atau 'rendah' dalam hal tugas. Itu karena semua orang sama di hadapan Tuhan, di mana itu sangat berbeda dengan cara kerja denominasi keagamaan." Makin aku dengarkan Saudara Bai, makin aku merasa kecewa hingga wajahku terlihat sedih. Aku berpikir, "Kurasa aku tak akan bisa menjadi pemimpin bagi begitu banyak orang lagi setelah ini."

Saudara Song menyadari bagaimana perasaanku dan memberiku persekutuan tentang pengalaman raja Niniwe. Dia berkata, "Raja Niniwe adalah penguasa sebuah bangsa. Ketika dia mendengar Yunus memberitakan firman Tuhan, mengatakan bahwa Niniwe akan dihancurkan, dia turun dari takhtanya dan memimpin seluruh kota untuk menutupi diri dengan kain kabung dan abu, serta berlutut untuk mengaku dan bertobat kepada Tuhan. Tuhan mengampuni mereka dan kota itu tak dihancurkan." Dia kemudian berkata, "Sebagai pemimpin gereja, tidakkah seharusnya engkau mencoba meniru raja Niniwe saat menghadapi peristiwa besar seperti kedatangan kembali Tuhan saat ini, serta memimpin saudara-saudari untuk mengaku dan bertobat kepada Tuhan?" Apa yang dia katakan sangat menyentuhku. Dia benar; raja Niniwe adalah penguasa sebuah bangsa. Jika seseorang dengan posisi setinggi dia bisa merendahkan diri dan mengaku serta bertobat kepada Tuhan, mengapa aku tak bisa melepaskan statusku dan menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman? Saudara Song lalu melanjutkan dengan berkata, "Ketika Tuhan Yesus melakukan pekerjaan-Nya, orang Farisi ingin menjaga posisi dan mata pencaharian mereka sehingga mereka melakukan segala cara untuk menentang dan mengutuk Tuhan Yesus, menjaga para penganut di bawah kendali mereka. Tuhan Yesus menegur mereka dengan berkata, 'Tetapi celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik, karena engkau menutup Kerajaan Surga terhadap manusia: padahal engkau sendiri tidak pernah pergi ke sana, namun engkau menghalangi orang-orang yang berusaha masuk ke sana' (Matius 23:13)." Lalu dia berkata kepadaku, "Tuhan mengungkapkan kebenaran dan melakukan pekerjaan penghakiman di akhir zaman adalah Injil tentang datangnya kerajaan surga. Awalnya, engkau percaya pada kebohongan yang dikatakan kepadamu dan mengikuti pemimpin keagamaan dalam menutup rapat gereja, mencegah saudara-saudari menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Dengan melakukan ini, engkau telah menentang Tuhan. Kini, engkau telah membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa dan telah menyimpulkan bahwa Dia adalah Tuhan Yesus yang datang kembali. Jika engkau tetap keras kepala menolak untuk menerima pekerjaan Tuhan atau menyampaikan kabar kedatangan kembali Tuhan kepada saudara-saudari, mengunci mereka dari kerajaan surga, maka engkau akan secara sadar melakukan kesalahan dan membuat kesalahan lain." Dia berkata, "Ini akan menjadi kejahatan besar terhadap Tuhan! Jika saudara-saudari kehilangan kesempatan penyelamatan karena kita mencegah mereka, ini akan menjadi utang darah! Kita tak akan bisa membayar utang ini meski kita mati berulang kali. Namun, jika engkau memimpin saudara-saudari ke hadapan Tuhan, tidak hanya mereka tak akan membencimu, mereka juga akan berterima kasih kepadamu karena membagikan Injil kerajaan surga dan jalan hidup yang kekal."

Saudara Bai lalu membacakan beberapa bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa. "Ketika Tuhan menjadi manusia dan datang untuk bekerja di antara manusia, semua orang melihat Dia dan mendengar firman-Nya, dan semua orang melihat perbuatan-perbuatan yang Tuhan lakukan dalam tubuh dagingnya. Pada saat itu, semua gagasan manusia menjadi buih. Adapun mereka yang telah melihat Tuhan menampakkan diri dalam rupa manusia, mereka tidak akan dihukum jika mereka mau menaati-Nya, sedangkan orang-orang yang dengan sengaja menentang-Nya akan dianggap sebagai penentang Tuhan. Orang-orang seperti itu adalah antikristus, musuh-musuh yang dengan sengaja menentang Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Semua Orang yang Tidak Mengenal Tuhan adalah Orang-Orang yang Menentang Tuhan"). "Ada orang-orang yang membaca Alkitab di gereja-gereja besar membacakannya sepanjang hari, tetapi tak seorang pun di antara mereka yang memahami tujuan pekerjaan Tuhan. Tak seorang pun yang dapat mengenal Tuhan; bahkan, tak ada seorang pun di antara mereka yang dapat selaras dengan kehendak Tuhan. Mereka semua tidak berharga, manusia hina, masing-masing meninggikan diri untuk mengajar Tuhan. Mereka dengan sengaja menentang Tuhan bahkan saat mereka membawa panji-Nya. Mengaku beriman kepada Tuhan, mereka tetap saja memakan daging manusia dan meminum darah manusia. Semua orang semacam itu adalah setan-setan yang menelan jiwa manusia, para penghulu setan yang sengaja menghalangi mereka yang berusaha melangkah ke jalan yang benar, dan batu sandungan yang menghalangi orang-orang yang mencari Tuhan. Mereka mungkin tampak seperti 'raga yang kuat', tetapi bagaimana pengikut mereka bisa mengetahui bahwa mereka tidak lain adalah antikristus yang memimpin manusia untuk menentang Tuhan? Bagaimana para pengikut mereka bisa mengetahui bahwa merekalah setan-setan hidup yang didedikasikan untuk menelan jiwa manusia?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Semua Orang yang Tidak Mengenal Tuhan adalah Orang-Orang yang Menentang Tuhan"). Setelah dia membaca bagian ini, aku merasa sangat tertekan. Aku merasa seperti wajahku ditampar dan wajahku merah padam. Aku ingin tanah terbuka dan menelanku. Aku tahu betul bahwa Tuhan Yesus telah datang kembali, dan Dia mengungkapkan banyak kebenaran dan melakukan pekerjaan menghakimi dan mentahirkan manusia. Namun, demi menjaga posisi dan mata pencaharianku, aku menolak untuk menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman dan menutup rapat gereja agar domba-domba Tuhan tak bisa mendengar suara-Nya dan kembali kepada-Nya. Apa bedanya aku dengan orang Farisi yang menentang Tuhan Yesus dulu? Tuhan adalah Gembala kita, dan kini Dia telah kembali untuk memanggil domba-Nya kembali kepada-Nya; aku harus menyerahkan kembali domba Tuhan kepada-Nya. Bagaimana bisa aku tetap berusaha menjaga posisiku sekarang? Apa aku harus menunggu hingga hukuman Tuhan jatuh atasku? Kuputuskan aku tak bisa lagi menentang Tuhan. Bahkan jika aku bukan lagi pemimpin dan semua orang menolakku, aku harus tetap menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, memimpin saudara-saudari ke hadapan Tuhan, dan mengembalikan kawanan domba Tuhan kepada-Nya. Saat memikirkan ini, aku mengambil keputusan untuk menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman dan mulai mengkhotbahkan Injil kepada mereka yang kupimpin.

Beberapa waktu kemudian, dengan bimbingan dari Roh Kudus, lebih dari 10.000 orang di gerejaku menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Syukur kepada Tuhan, akhirnya aku bisa memimpin kawanan domba Tuhan ke hadapan-Nya, dan aku merasa sangat damai dan tenang.

Enam bulan kemudian, makin banyak orang dengan area lebih luas bergabung ke gereja, jadi gereja harus dibagi berdasarkan wilayah, dan pemimpin serta pekerja pun dipilih. Namun, aku sangat congkak dengan berpikir, "Bagaimanapun engkau membagi gereja ini, aku akan tetap jadi pemimpin karena kemampuan kerja dan pengalamanku. Aku bisa mengelola beberapa gereja, tak masalah." Namun, beberapa hari kemudian, aku sedang dalam pertemuan dengan dua saudara ketika seorang pemimpin gereja datang dan berkata, "Sekarang saatnya untuk menyebarkan Injil kerajaan. Kita butuh saudara-saudari dengan kualitas bagus yang sangat mengerti Alkitab untuk menyebarkan Injil di area lain. Ini tugas yang sangat penting. Bersediakah kalian bertiga pergi?" Kedua saudara itu dengan senang berkata mau, tetapi aku tidak terlalu senang dengan itu, berpikir, "Aku telah lama memimpin gereja di denominasi lamaku, mengatur ribuan orang. Kini aku kembali mengkhotbahkan Injil lagi sementara beberapa rekan kerja di bawahku telah menjadi pemimpin. Bagaimana aku bisa menunjukkan wajahku? Ini memalukan!" Aku memikirkan tahun-tahun aku bekerja sebagai pemimpin, dijunjung tinggi, dan diidolakan ke mana pun aku pergi, diberi perlakuan sesuai dengan semua yang aku inginkan. Kini aku tak dapat apa-apa dan aku harus menderita lagi untuk mengkhotbahkan Injil. Aku tak bisa menerimanya. Namun, akan terlalu memalukan jika menolak di depan yang lain, jadi dengan enggan aku pun setuju. Aku berpikir, "Aku harus mengkhotbahkan Injil dengan baik. Selama aku bisa mengajak banyak orang, maka saudara-saudari akan tetap memandang tinggi diriku." Dan ketika melakukannya, aku berhasil dengan baik dalam mengkhotbahkan Injil. Tak lama kemudian, lebih dari 400 orang menerima pekerjaan baru Tuhan. Ketika itu aku merasa ke mana pun aku pergi, saudara-saudari menyambutku dengan antusias dan memandang tinggi diriku. Sekali lagi aku hidup dalam kesenangan karena posisi yang aku miliki, dan semangatku untuk menyebarkan Injil semakin meningkat.

Pada bulan Agustus 2000, aku pergi keluar kota bersama Saudara Liu untuk menyebarkan Injil. Saudara Liu sudah lebih lama percaya Tuhan Yang Mahakuasa dibanding aku dan mempersekutukan kebenaran dengan jelas. Aku juga merasa bahagia, berpikir betapa hebatnya aku bisa memanfaatkan kekuatannya untuk menutupi kekuranganku. Suatu waktu, dia dan aku pergi untuk mengkhotbahkan Injil kepada sekelompok orang dari sebuah denominasi keagamaan. Mereka mengemukakan beberapa gagasan agamawi, dan aku ingin memberi mereka persekutuan. Namun, karena pemahamanku akan kebenaran sangat kurang, aku ingin sekali membantu, tetapi tidak mampu. Akhirnya, dengan tenang Saudara Liu bersekutu dengan mereka untuk menyangkal gagasan mereka, berbicara secara faktual dan masuk akal. Mereka yang bersekutu dengan kami awalnya tak menerima, tetapi saat mereka mendengarkan, mereka mulai yakin apa yang dikatakan Saudara Liu itu benar, hingga akhirnya mereka mengangguk setuju. Melihat kejadian itu, aku merasa iri dan kagum kepada Saudara Liu. Aku berpikir: "Persekutuan Saudara Liu sangat jelas. Jika ini berlanjut, tugasku hanyalah membuat dia terlihat bagus, dan orang lain akan berkata dia lebih baik dibanding aku. Tidak bisa! Aku harus memperlengkapi diri dengan kebenaran dan mencoba mengalahkan Saudara Liu." Setelah sampai di rumah, aku mulai membaca firman Tuhan dari fajar hingga petang, mempersenjatai diri dengan kebenaran menyebarkan Injil. Bahkan saat makan, aku memikirkan soal bagaimana Saudara Liu memberi persekutuan agar aku bisa tahu bagaimana cara bersekutu dengan target Injil di lain waktu sehingga setidaknya aku bisa terlihat sebagus Saudara Liu.

Namun, secara mengejutkan, kali berikutnya kami berkhotbah kepada orang-orang itu, mereka menanyakan pertanyaan baru dan lagi-lagi aku tak bisa memberi persekutuan yang jelas. Melihat mereka tak terlalu mengerti apa yang aku katakan membuatku merasa sangat malu. Ketika itu, Saudara Liu dengan cepat mengambil alih. Mereka mendengarkannya dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk, dan akhirnya mereka mengerti semuanya dengan baik. Sedangkan aku hanya berhasil mempermalukan diriku dan ingin bumi terbuka lalu menelanku bulat-bulat. Aku berpikir: "Aku datang bersama Saudara Liu, tetapi aku tak bisa bersekutu dengan jelas dan sama sekali tak berguna. Mereka masih membutuhkannya untuk turun tangan dan membantu mengatasi masalah mereka. Sungguh memalukan!" Untuk memulihkan harga diri, aku ingat memanfaatkan jeda dalam persekutuan Saudara Liu untuk menyampaikan beberapa kata. Sehari kemudian, mereka semua menerima Injil. Ini membuatku sangat senang, tetapi di dalam hati aku merasa sedikit kecewa. Aku merasa mereka menerima Injil bukan karena aku, dan aku tidak menunjukkan diri dengan baik. Setelah kami makan bersama, para penganut baru itu meminta kami bicara tentang pengalaman kami. Aku berpikir: "Biasanya Saudara Liu jadi orang yang menonjol, tetapi kali ini aku harus mengambil kesempatan untuk bicara tentang pengalamanku sendiri sehingga mereka tak menganggap aku orang yang tak berarti." Jadi, aku mulai bicara terus-menerus tentang pekerjaan yang aku lakukan, penderitaan yang aku alami, dan bagaimana aku memimpin 10.000 orang kembali kepada Tuhan. Aku benar-benar membuat kesan yang bagus. Sebagian dari saudara-saudari itu merasa heran, sebagian menatap dengan kagum, sementara yang lain mendengarkan dengan penuh perhatian. Aku merasa sangat senang. Aku menegakkan diri dan berbicara dengan percaya diri.

Hari itu, ketika sampai di rumah, aku berpikir, "Aku sangat kekurangan kebenaran ketika harus menyebarkan Injil. Haruskah aku menanyakan hal ini kepada Saudara Liu?" Namun kemudian aku berpikir, "Jika aku menanyakan ini kepada Saudara Liu, bukankah itu menunjukkan dia lebih baik dari aku? Lupakan saja, aku akan terus mempersenjatai diri dengan kebenaran secara diam-diam. Aku tak akan bertanya padanya." Lalu, ketika kami pergi mewartakan Injil kembali, para saudara-saudari menyambut Saudara Liu dengan sangat hangat. Mereka berkerumun di sekitarnya, menanyakan ini dan itu. Ini membuatku sangat sedih dan aku hanya menundukkan kepala, berdiri di satu sisi sambil berpikir, "Apa gunanya aku ada di sini jika Saudara Liu sudah memberikan persekutuan yang begitu bagus? Bukankah aku hanya menjadi cadangan di mata orang lain? Dia selalu menjadi yang menonjol dan jika itu berlanjut tak akan ada yang memandang diriku tinggi sama sekali." Sebuah pikiran memberontak tiba-tiba terlintas di benakku, bahwa aku tak mau melakukan tugasku bersama Saudara Liu lagi. Setelah aku memiliki pemikiran ini, setiap kali Saudara Liu dan aku akan mewartakan Injil, aku mulai mencari-cari alasan, mengatakan aku tidak enak badan dan tidak ingin berangkat. Terkadang, bahkan ketika aku ikut dengannya, aku tak memberikan persekutuan, dan hanya ketika ada yang bertanya kepadaku, barulah dengan segan aku mempersekutukan beberapa kata. Intinya aku hanya tak ingin bekerja bersamanya. Akhirnya kami bekerja bersama selama lebih dari dua bulan, dengan aku terus-menerus bersaing demi ketenaran dan berjuang untuk kepentingan sendiri. Keadaanku makin gelap dan makin buruk, dan pertobatan tak pernah ada dalam pikiranku. Pada saat inilah Tuhan mendidik dan mendisiplinkan aku.

Suatu hari, aku diberi tahu untuk pergi ke bagian Timur Laut Tiongkok untuk mewartakan Injil di sana. Ketika mendengar ini, aku senang sekali, berpikir, "Akhirnya, aku tak perlu bekerja bersama Saudara Liu lagi. Ini saatnya bagiku untuk bersinar, dan ketika aku mengajak orang dengan mewartakan Injil kepada mereka, itu semua karena aku sendiri. Saudara-saudari pasti akan memandang tinggi diriku." Apa yang aku tidak tahu adalah, di perjalanan menuju ke sana, polisi mengetahui bahwa aku tak membawa kartu identitas dan menahanku, mengira aku semacam pembunuh yang sedang melarikan diri. Tak peduli bagaimana aku coba menjelaskannya, mereka tak mau dengar, dan mereka menyiksaku selama tiga hari tiga malam. Aku tak diizinkan makan apa pun, tidur atau bahkan minum seteguk air. Mereka memukuliku hingga mulut dan hidungku berdarah dan mataku bengkak hingga tak bisa kubuka. Aku dihajar hingga babak belur. Aku ingat beberapa kali pingsan; kematian tentu akan sangat melegakan. Aku merasakan tekanan berat dalam hati dan aku benci iblis-iblis ini karena begitu kejam. Mereka tak menyelidiki secara menyeluruh dan tak punya bukti sama sekali, tetapi aku diinterogasi secara brutal. Ketika itu, aku hanya terus berdoa kepada Tuhan, memohon Dia agar melindungi dan membimbingku. Aku sadar bahwa Tuhan yang mengizinkan ini terjadi kepadaku, dan aku harus mencari kebenaran dan belajar dari apa yang terjadi. Kemudian aku mulai merenungkan diri: "Mengapa ini terjadi kepadaku?" Ketika itu, aku teringat satu bagian dari firman Tuhan: "Semakin engkau mencari dengan cara seperti ini, semakin sedikit yang akan engkau tuai. Semakin kuat keinginan seseorang untuk meraih status, semakin serius dirinya harus ditangani dan semakin berat pemurnian yang harus mereka alami. Orang-orang semacam itu tidak layak! Mereka harus ditangani dan dihakimi sepantasnya supaya mereka mau melepaskan hasratnya akan hal-hal tersebut. Jika engkau semua mengejar dengan cara seperti ini sampai pada akhirnya, engkau tidak akan menuai apa pun" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengapa Engkau Enggan Menjadi Sebuah Kontras?"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku sadar betapa besar keinginanku akan status. Aku memikirkan tentang waktu yang kuhabiskan mewartakan Injil bersama Saudara Liu. Ketika melihatnya memberikan persekutuan yang baik dan semua orang melihat dia dengan kagum, aku jadi iri dan ingin bersaing dengannya, untuk melihat siapa yang lebih baik. Aku bicara tentang pengalamanku kepada penganut baru untuk meninggikan diri dan pamer agar mereka memandang tinggi diriku dan mengidolakan aku. Ketika aku tak mendapat kekaguman dari saudara-saudari, aku menjadi negatif dan melawan, dan tak mau lagi bekerja bersama Saudara Liu, dan dalam tugas aku hanya melakukannya dengan asal-asalan. Aku sadar belum melakukan tugasku untuk bersaksi bagi Tuhan, tetapi hanya menggunakannya untuk mendapat ketenaran dan status; aku sangat hina! Aku tak melakukan apa pun selain mengejar ketenaran dan kepentingan pribadi, dan pertobatan tak pernah muncul dalam benakku, meski telah jatuh begitu dalam ke kegelapan. Aku sangat memberontak! Makin kupikirkan, makin aku membenci diriku, jadi aku berdoa kepada Tuhan. Aku berdoa, "Ya Tuhan, aku selalu mengejar status dalam tugasku dan bersaing demi ketenaran dan keuntungan. Engkau pasti sangat membencinya! Kini Engkau mendidik dan mendisiplinkan aku, dan aku ingin sungguh-sungguh merenungkan diri, dan mematuhi penataan dan pengaturan-Mu. Jika aku selamat dari ini, aku ingin melepaskan statusku dan sungguh-sungguh mengejar kebenaran." Secara mengejutkan, ketika aku tunduk dan mempelajari sesuatu, Tuhan menunjukkan belas kasih-Nya kepadaku. Polisi berhasil menemukan identitasku dalam sistem dan sadar bahwa aku bukan pembunuh, mereka melepaskanku.

Ketika kembali ke rumah, aku ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Kaki kananku patah, begitu juga salah satu rusukku. Beberapa bulan kemudian, aku makan dan minum firman Tuhan serta merenungkan diri sambil memulihkan diri di rumah. Suatu hari, aku membaca bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Dalam upaya yang engkau semua lakukan, ada terlalu banyak gagasan, harapan dan cita-cita yang bersifat individual. Pekerjaan saat ini adalah untuk menangani keinginanmu memiliki status serta hasratmu yang muluk-muluk. Harapan, status, dan gagasan, semuanya itu merupakan representasi klasik dari watak Iblis. Alasan mengapa hal-hal semacam ini ada dalam hati manusia adalah sepenuhnya karena racun yang ditebarkan Iblis selalu merusak pikiran manusia, dan manusia selalu tidak mampu menepis godaan Iblis tersebut. Mereka hidup dalam dosa tetapi tidak menganggap hal itu sebagai dosa, bahkan mereka beranggapan: 'Karena kami percaya kepada Tuhan, Dia harus mencurahkan berkat kepada kami dan mengatur segalanya bagi kami dengan sepantasnya. Karena kami percaya kepada Tuhan, maka kami harus lebih unggul daripada orang lain, dan kami harus memiliki status yang lebih tinggi serta masa depan yang lebih baik dari orang lain. Karena kami percaya kepada Tuhan, maka Dia harus memberi berkat yang tak terbatas kepada kami. Jika tidak, itu namanya bukan percaya kepada Tuhan.' Selama bertahun-tahun, cara pikir yang diandalkan oleh orang-orang untuk bertahan hidup telah sedemikian merusak hati mereka hingga mencapai titik di mana mereka menjadi orang-orang yang tak bisa dipercaya, pengecut dan tercela. Bukan hanya tidak memiliki kemauan keras atau tekad, mereka juga telah menjadi tamak, congkak dan degil. Mereka sama sekali tidak memiliki tekad yang melampaui keakuannya, bahkan mereka tidak mempunyai keberanian sedikit pun untuk menepis tekanan pengaruh kegelapan ini. Pemikiran dan kehidupan orang-orang telah sedemikian rusaknya, sehingga perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan masih teramat menjijikkan, bahkan ketika orang-orang membicarakan perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan, itu benar-benar tak tertahankan untuk didengar. Orang-orang semuanya pengecut, tidak kompeten, hina dan rapuh. Mereka tidak merasa muak akan kuasa kegelapan dan mereka tidak menyukai terang dan kebenaran; sebaliknya mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengenyahkannya. Bukankah cara berpikir dan perspektifmu saat ini pun seperti ini? 'Karena aku percaya kepada Tuhan, aku haruslah diberkati, dan harus dipastikan bahwa statusku tidak pernah kandas; statusku itu harus tetap lebih tinggi dari status orang-orang yang tidak percaya.' Perspektif semacam itu sudah ada pada dirimu selama bertahun-tahun, bukannya baru satu atau dua tahun saja. Pola pikirmu yang berbau bisnis sudah kebablasan. Meskipun hari ini engkau sudah sampai pada langkah ini, engkau masih belum melepas soal status, tetapi masih terus berupaya untuk menanyakannya dan menyelidikinya setiap hari sambil merasa was-was kalau-kalau pada suatu hari engkau akan kehilangan statusmu dan namamu akan terpuruk. Manusia tidak pernah mengesampingkan keinginan mereka untuk mengalami kemudahan. ... Sulit bagimu untuk mengesampingkan prospek dan nasibmu. Sekarang, engkau semua adalah para pengikut dan telah memperoleh sedikit pemahaman tentang tahap pekerjaan ini. Namun, engkau semua belum mengesampingkan hasratmu akan status. Ketika statusmu tinggi, engkau semua mencari dengan baik, tapi ketika statusmu rendah, engkau semua tidak mau lagi mencari. Berkat-berkat yang berkaitan dengan status selalu ada dalam pikiranmu. Mengapa sebagian besar orang tidak dapat melepaskan diri mereka dari sikap yang negatif? Bukankah jawabannya selalu akibat prospek yang suram?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengapa Engkau Enggan Menjadi Sebuah Kontras?").

Aku mendengarkan lagu pujian dari firman Tuhan. "Manusia hidup di tengah-tengah daging, yang berarti ia hidup dalam neraka manusia, dan tanpa penghakiman dan hajaran Tuhan, manusia sama kotornya dengan Iblis. Hajaran dan penghakiman oleh Tuhan adalah perlindungan terbaik dan kasih karunia terbesar bagi manusia. Hanya melalui hajaran dan penghakiman oleh Tuhan maka manusia dapat bangkit dan menolak daging, membenci Iblis. Disiplin yang ketat dari Tuhan membebaskan manusia dari pengaruh Iblis, melepaskan dia dari dunia kecilnya sendiri, dan memungkinkannya untuk hidup dalam terang hadirat Tuhan. Tidak ada keselamatan yang lebih baik selain hajaran dan penghakiman!" ("Hajaran dan Penghakiman Tuhan ialah Terang bagi Keselamatan Manusia" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Aku menangis tersedu saat mendengarkan lagu pujian ini. Akhirnya, aku sadar bahwa Tuhan menghakimi dan menghajar bukan karena Dia membenci manusia, tetapi karena Dia ingin menyelamatkan manusia. Dia ingin memperbaiki pandanganku yang salah tentang mengejar ketenaran dan status. Sejak kecil, aku hidup dengan racun Iblis "Jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu," dan "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah." Aku ingin menonjol di atas yang lainnya setiap ada kesempatan, dan aku bahkan memimpikannya. Setelah mulai percaya kepada Tuhan, aku berkorban dan mengorbankan diri hanya untuk mendapat status tinggi sehingga saudara-saudari akan memandang tinggi diriku dan mengidolakanku. Aku bahkan ingin berkuasa seperti raja di sisi Kristus. Ambisiku tak ada batasnya! Ketika mendengar Injil Tuhan Yang Mahakuasa, aku tahu bahwa Tuhan telah datang, tetapi karena aku tak bisa menyerahkan posisiku sebagai pemimpin, aku tak mau menerimanya, dan hampir menjadi hamba jahat yang mencegah orang beriman masuk ke dalam kerajaan Tuhan. Selama dua tahun belakangan sejak menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa, di luar aku tampak seolah-olah telah melepaskan posisi kepemimpinanku, tetapi hatiku masih dikendalikan oleh ketenaran dan status. Ketika saudara-saudari mengagumi dan mengidolakanku, aku senang dan bersemangat dalam tugasku. Namun, ketika mereka tak memedulikan aku, aku jadi sedih dan kesal, dan tak ingin melakukan tugasku lagi. Aku melihat bahwa aku tidak melakukan tugasku untuk mengejar kebenaran dan mengubah watakku, atau untuk dipuji oleh Tuhan, tetapi agar menonjol di antara yang lain sehingga orang lain akan memandang tinggi diriku, dan untuk memenuhi ambisi dan hasratku sendiri. Bukankah itu berarti aku dengan kurang ajar memanfaatkan Tuhan dan mencoba menipu-Nya? Aku telah menentang Tuhan! Aku hidup dengan racun Iblis ini, menjadi makin congkak, tanpa sedikit pun kemanusiaan ataupun nalar. Jika bukan karena penghakiman dan wahyu dari firman Tuhan, serta didikan dan disiplin-Nya, aku tak akan pernah sadar betapa dalam aku telah dirusak oleh Iblis, atau betapa besar hasratku akan status. Aku akan makin mendambakan berkat status dan menjadi makin bejat, hingga akhirnya aku dikutuk dan dihukum oleh Tuhan. Akhirnya, aku menyadari bahwa apa pun yang Tuhan lakukan, entah itu menghakimi, menghajar, mendidik, atau mendisiplinkan, itu semua adalah penyelamatan dan kasih terhadap manusia.

Kemudian aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Sudut pandang Tuhan adalah menuntut manusia memulihkan kembali tugas dan status mereka yang semula. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, jadi manusia seharusnya tidak melewati batasnya sendiri dengan mengajukan tuntutan kepada Tuhan, dan seharusnya tidak melakukan apa pun selain melakukan tugasnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). "Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, juga harus melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Entah ia tuan ataukah pengurus segala sesuatu, setinggi apa pun status manusia di antara segala sesuatu, ia tetap hanyalah manusia kecil yang berada di bawah kekuasaan Tuhan, dan tak lebih dari manusia yang tak penting, makhluk ciptaan Tuhan, dan ia tidak akan pernah berada di atas Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus berupaya untuk melakukan tugas seorang makhluk ciptaan Tuhan, dan berusaha untuk mengasihi Tuhan tanpa mengajukan pilihan lain, sebab Tuhan layak menerima kasih manusia. Mereka yang berusaha untuk mengasihi Tuhan tidak boleh mencari keuntungan pribadi atau mencari apa yang mereka sendiri dambakan; inilah cara pengejaran yang paling benar. Jika hal yang kaucari adalah kebenaran, jika hal yang kaulakukan adalah kebenaran, dan jika hal yang kaucapai adalah perubahan pada watakmu, maka jalan yang kautapaki adalah jalan yang benar. Jika hal yang kaucari adalah berkat daging, dan hal yang kaulakukan adalah kebenaran yang berasal dari gagasanmu sendiri, dan jika tidak ada perubahan pada watakmu, dan engkau sama sekali tidak taat kepada Tuhan dalam rupa manusia, dan engkau masih hidup dalam ketidakjelasan, maka hal yang engkau cari itu pasti akan membawamu ke neraka, karena jalan yang kautempuh adalah jalan kegagalan. Apakah engkau akan disempurnakan ataukah disingkirkan, itu tergantung pada pengejaranmu sendiri, yang juga berarti bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada jalan yang manusia jalani" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Setelah membaca firman Tuhan, aku paham bahwa aku adalah makhluk ciptaan yang harus mengambil tempat yang tepat, berusaha mengasihi Tuhan, mematuhi Tuhan, membuang watak rusakku, dan melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan dengan baik. Ini satu-satunya pengejaran yang benar. Aku juga sadar bahwa apakah seseorang bisa mencapai keselamatan dan disempurnakan tidak ada hubungannya dengan apakah mereka memiliki status atau tidak. Apa pun tugas yang dilakukan seseorang, yang Tuhan lihat adalah ketulusan dan kepatuhan mereka, melihat apakah mereka mengejar kebenaran atau tidak dan apakah watak hidup mereka sudah berubah atau belum. Ketika menyadari ini, aku berdoa kepada Tuhan: "Apa pun tugas yang kulakukan di masa mendatang, entah aku mendapat status atau tidak, aku ingin sungguh-sungguh mengejar kebenaran dan melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan dengan baik." Lebih dari dua bulan kemudian cideraku mulai membaik dan aku bisa keluar mewartakan Injil kembali. Yang berubah adalah aku tak lagi merasa seperti tidak memiliki status, dan ketika bekerja bersama yang lain, aku tak lagi bersaing untuk menjadi yang terbaik. Aku merasa dengan hanya melakukan tugasku menunjukkan bahwa aku telah diangkat oleh Tuhan.

Tahun-tahun berlalu, kupikir aku telah bebas dari ikatan dan belenggu status. Namun, ketika Tuhan mengatur situasi baru untukku, hasratku untuk status muncul kembali. Saat itu musim dingin 2012. Polisi dengan membabi buta menangkap orang Kristen, dan itu masa yang sangat buruk. Suatu hari, para pemimpin dan diaken mengadakan pertemuan di desa kami. Salah satu pemimpin melihat aku punya waktu luang, jadi memintaku untuk berdiri di sudut jalan dan menjadi pengawas. Aku merasa sangat tidak senang dengan ini, tetapi mengingat keamanan para saudara-saudari, aku setuju. Setelah para pemimpin pergi, aku berpikir: "Bertahun-tahun aku menjadi pemimpin dan selalu keluar mewartakan Injil. Lebih baik menunjuk beberapa orang percaya biasa untuk melakukan tugas rendahan menjadi pengawas ini. Mengapa harus aku yang melakukannya? Engkau semua di dalam mengadakan pertemuan sementara aku di luar kedinginan dan berisiko dalam bahaya. Apa ini karena aku tak punya status? Jika aku pemimpin, aku tak akan perlu melakukan tugas penjagaan seperti ini." Tiba-tiba aku sadar hasratku untuk status muncul kembali, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan, berkata, "Ya Tuhan, kini aku harus melakukan tugas rendahan ini dan hasratku akan status muncul kembali. Oh Tuhan, aku tak ingin terbelenggu oleh status lagi. Tolong bimbing aku agar bisa melepaskan belenggu status." Kemudian aku membaca firman Tuhan ini: "Ada orang-orang yang secara khusus mengidolakan Paulus. Mereka suka pergi ke luar dan berkhotbah dan melakukan pekerjaan, mereka suka menghadiri pertemuan-pertemuan dan berkhotbah, dan mereka suka orang-orang mendengarkan mereka, memuja mereka, dan mengerumuni mereka. Mereka suka memiliki status di dalam pikiran orang lain, dan mereka menghargainya bila orang lain menghargai citra yang mereka tunjukkan. Mari kita menganalisis natur mereka dari perilaku-perilaku ini: apa natur mereka? Jika mereka benar-benar bersikap seperti ini, itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka itu congkak dan sombong. Mereka tidak menyembah Tuhan sama sekali; mereka mencari status yang lebih tinggi dan ingin memiliki otoritas atas orang lain, menguasai mereka, dan memiliki status di pikiran mereka. Ini adalah gambaran klasik dari Iblis. Aspek yang menonjol dari natur mereka adalah kecongkakan dan kesombongan, ketidakrelaan untuk menyembah Tuhan, dan keinginan untuk dipuja orang lain. Perilaku semacam itu dapat memberimu pandangan yang sangat jelas akan natur mereka" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sadar aku selalu mengejar posisi tinggi, selalu ingin orang lain memandang tinggi dan mengidolakanku. Aku ingin tempat di hati orang-orang, dan intinya ini berarti aku ingin menempati hati orang lain. Aku bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan orang-orang! Naturku sangatlah congkak! Aku berpikir tentang bagaimana Paulus selalu meninggikan diri dan bersaksi untuk dirinya, membuat orang lain mengagumi dan mengidolakan dia, karena itu dia berkata, "Sebab bagiku hidup adalah Kristus dan mati berarti untung" (Filipi 1:21). Ini membuat kebanyakan orang mengagumi dan memuja dia, sedemikian rupa hingga tempatnya di hati orang-orang bahkan melebihi Tuhan Yesus. Bukankah apa yang kupikirkan dan kukejar saat itu membuatku sama dengan Paulus? Aku benar-benar berada di jalan antikristus yang menentang Tuhan; aku telah benar-benar membuat Tuhan dan orang-orang jijik, dan aku pantas dihukum. Di akhir zaman, Tuhan mengungkapkan kebenaran untuk mentahirkan dan menyelamatkan manusia, tetapi setelah sekian lama percaya, aku sama sekali tak berusaha mengejar kebenaran atau berpikir untuk berusaha mengubah diri menjadi seseorang yang mematuhi dan menyembah Tuhan. Sebaliknya, kugunakan semua pikiran dan energiku untuk mengejar status. Jika terus begitu, aku akan dikutuk dan dihukum oleh Tuhan. Betapa bodohnya aku!

Kemudian aku membaca dalam firman Tuhan: "Manusia adalah makhluk ciptaan yang tidak memiliki apa pun untuk disombongkannya. Karena engkau adalah ciptaan Tuhan, engkau harus melakukan tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Tidak ada hal lain yang dituntut darimu. Beginilah engkau seharusnya berdoa: 'Ya Tuhan! Entah aku memiliki status atau tidak, aku sekarang telah mengerti tentang diriku sendiri. Jika statusku tinggi, itu karena Engkau yang meninggikannya, dan jika statusku rendah, itu karena ketetapan-Mu. Segala sesuatu berada di tangan-Mu. Aku tidak punya pilihan atau keluhan apa pun. Engkau telah menetapkan bahwa aku harus lahir di negeri ini dan di tengah orang-orang ini, dan satu-satunya yang harus kulakukan adalah taat sepenuhnya di bawah kekuasaan-Mu karena segala sesuatu berada di dalam ketetapan-Mu. Aku tidak memikirkan status; bagaimanapun juga, aku hanyalah makhluk ciptaan. Jika Engkau menaruhku dalam jurang maut, dalam lautan api dan belerang, diriku bukan apa-apa selain makhluk ciptaan. Jika Engkau memakai aku, diriku hanya makhluk ciptaan. Jika Engkau menyempurnakan aku, aku hanya makhluk ciptaan. Jika Engkau tidak menyempurnakanku, aku akan tetap mengasihi-Mu karena aku tidak lebih dari makhluk ciptaan. Aku tidak lebih dari makhluk ciptaan yang sangat kecil, yang diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta, hanya salah satu dari antara umat manusia yang diciptakan. Engkaulah yang menciptakan diriku, dan sekarang Engkau telah sekali lagi menaruh aku kembali di tangan-Mu untuk Kau perlakukan diriku seturut kehendak-Mu. Aku bersedia menjadi alat-Mu dan kontras-Mu karena segala sesuatu sudah ditetapkan oleh-Mu. Tidak seorang pun dapat mengubahnya. Segala sesuatu dan semua peristiwa ada di tangan-Mu.' Ketika waktunya tiba, engkau tidak lagi memikirkan tentang status, engkau akan terbebas darinya. Hanya setelah itulah, engkau dapat mencari dengan percaya diri dan penuh keberanian, dan hanya setelah itulah hatimu dapat merdeka dari apa pun yang menghalangi" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengapa Engkau Enggan Menjadi Sebuah Kontras?"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa jika seseorang memiliki status tinggi, berarti Tuhan telah mengangkatnya, dan jika seseorang memiliki status rendah, berarti inilah yang telah ditentukan Tuhan. Bagaimanapun Dia memperlakukan orang dan tak peduli di mana Dia meletakkan kita, kita harus selalu tunduk, melakukan tugas kita dengan baik, dan tidak mengeluh. Ini adalah hal yang masuk akal untuk dilakukan, dan merupakan hal yang dilakukan makhluk ciptaan sejati. Setelah memahami ini, aku jadi bersedia untuk tunduk dan menerapkan kebenaran, dan mulai saat itu, aku mengabdikan diri menjadi pengawas. Kupastikan aku berjaga agar para pemimpin dan diaken bisa mengadakan pertemuan dengan tenang. Setelah itu pemimpin memintaku untuk berjaga beberapa kali lagi, tetapi aku tidak lagi berpikir tentang apakah ini status tinggi atau rendah; aku hanya merasa terbebaskan dan tenang.

Selama beberapa tahun itu, Tuhan mengatur situasi lagi dan lagi untuk menyingkapkan aku dan Dia gunakan firman-Nya untuk menghakimi dan menghajarku sehingga aku bisa benar-benar melihat seberapa dalam aku telah dirusak Iblis, dan seberapa besar hasratku akan status. Aku juga jadi mengenali dengan jelas bahwa status adalah sesuatu yang Iblis gunakan untuk membelenggu manusia: semakin engkau mengejar status, maka Iblis makin menyakiti dan mempermainkanmu, dan engkau makin tidak taat dan menolak Tuhan. Aku juga jadi mengerti apa yang harus orang kejar dalam imannya kepada Tuhan untuk bisa diselamatkan. Setelah memiliki hasrat yang kuat akan status dan ambisi yang besar, kenyataan bahwa aku bisa berubah seperti sekarang, bisa mematuhi penataan dan pengaturan Tuhan, dan melakukan tugasku dengan patuh adalah karena penghakiman dan hajaran Tuhan. Tuhan telah mengerahkan seluruh upaya demi diriku, dan aku bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa dari dalam lubuk hatiku karena telah menyelamatkanku!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Mengapa Aku Begitu Congkak

Oleh Saudari Cheng Xin, Korea Suatu hari pimpinan gereja melaporkan masalah kepadaku. Kata mereka, Saudari Zhang, yang menangani pekerjaan...