Pilihan seorang Pejabat Pemerintah

02 Januari 2023

Oleh Saudara Xin Zheng, Tiongkok

Ayahku melanggar hukum dan dia ditangkap sebelum aku lahir. Hal semacam itu sungguh memalukan di pedesaan Tiongkok pada tahun 1970-an, jadi semua orang merendahkan keluargaku. Aku tumbuh di tengah cemoohan semua orang di sekitarku. Ibuku selalu berkata kepadaku, "Kau harus bekerja keras untuk unggul. Kita tak boleh membuat orang lain merendahkan keluarga kita." Kata-kata itu tertanam di lubuk hatiku. Aku bersumpah di masa depan, aku akan lebih menonjol dibandingkan yang lain dan akan mengubah sikap semua orang terhadap kami. Aku benar-benar bekerja keras dalam studiku dan menjadi seorang guru setelah lulus kuliah. Itu kehidupan yang terjamin, tetapi masih jauh dari tujuanku untuk benar-benar unggul. Jadi, aku mengandalkan koneksiku dan mengirimkan hadiah-hadiah kepada para pemimpin tingkat kabupaten, berharap agar aku dipindahkan ke posisi pemerintahan.

Seperti yang kuharapkan, tiga tahun kemudian, aku mendapatkan posisi sebagai sekretaris di kantor pemerintah kota, yang mengharuskanku mendampingi para pemimpin dalam berbagai kesempatan. Itu terlihat sangat terhormat. Terutama ketika aku kembali ke kampung halamanku, kepala desa dan semua orang di sana sangat hangat terhadapku dan banyak orang menjilatku—keluargaku juga mendapatkan manfaatnya, dan orang-orang dari seluruh daerah itu sangat iri. Ibuku berkata kepadaku dengan gembira, "Sejak kau mendapat pekerjaan di pemerintahan, ke mana pun saudaramu pergi, dia memberi tahu semua orang siapa saudaranya, di mana dia bekerja. Setelah bertahun-tahun, kita akhirnya bisa mengangkat kepala kita tinggi-tinggi dan merasa bangga!" Aku sangat tersentuh mendengarnya mengatakan ini. Selama bertahun-tahun ini semuanya terasa sulit bagi keluarga kami. Bukankah ini hari yang kami tunggu-tunggu? Kemudian aku mulai bekerja lebih keras lagi, bekerja lembur hingga larut malam sepanjang waktu dan bahkan tidak beristirahat pada akhir pekan. Waktuku bersama istri dan anakku menjadi jauh lebih berkurang. Kemudian pada tahun 2008, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman, tetapi aku masih menghabiskan sebagian besar waktuku untuk bekerja. Aku hanya menghadiri pertemuan sesekali, dan tidak terlalu banyak membaca firman Tuhan. Karierku berjalan sangat mulus—aku mendapat apresiasi dari para pemimpin dan penghargaan dari rekan kerjaku, dan semua orang mengatakan bahwa begitu posisi untuk promosi tersedia, itu pasti menjadi milikku. Aku merasa seolah-olah itu akan menjadi kesempatanku untuk mendapatkan apa yang kuinginkan dalam hidupku, untuk benar-benar menonjol, jadi aku mulai bekerja lebih keras lagi dan menjilat para pemimpin. Namun, tetap saja aku dikalahkan oleh putra seorang pemimpin, dan kemudian aku dipindahkan ke departemen yang tidak penting.

Pemindahan itu benar-benar menjengkelkan bagiku, dan kurasa rekan kerjaku pasti akan membicarakan dan meremehkanku. Semangatku benar-benar hancur dan aku tak ingin bertemu siapa pun. Pada saat yang menyedihkan itu, seorang saudara di gereja memberitahuku, "Kau tidak mendapatkan promosi ini, tetapi dipindahkan ke departemen yang tidak penting. Kelihatannya seperti hal yang buruk, tetapi sebenarnya itu hal yang baik! Jika kau dipromosikan seperti yang kau inginkan dan mendapatkan posisi yang lebih tinggi, kau pasti ingin yang lebih lagi. Kau akan menghadapi lebih banyak pencobaan, berjuang demi reputasi dan status hari demi hari. Bagaimana kau akan punya waktu dan kecenderungan untuk mengejar kebenaran? Ini waktu yang penting bagi pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan dan menyempurnakan umat manusia. Jika kau menyia-nyiakan hari-hari yang berharga ini, bagaimana kau bisa diselamatkan? Kehendak baik Tuhan adalah kau tidak mendapatkan promosi ini—Tuhan tidak tahan melihat kita terus dipermainkan dan disakiti oleh Iblis, hidup dalam perjuangan meraih reputasi dan keuntungan, bertikai dan berencana licik, dan kemudian kehilangan kesempatan kita untuk mendapatkan keselamatan Tuhan." Kata-katanya menyadarkanku; aku sadar bahwa dia benar. Sebelumnya, aku benar-benar berfokus untuk menjadi orang yang menonjol, jadi aku tak pernah bisa menenangkan hatiku dan benar-benar membaca firman Tuhan atau mengejar kebenaran. Mungkin kemunduran itu adalah titik balik di jalan imanku.

Setelahnya, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Sebagai seseorang yang normal, dan yang mengejar kasih Tuhan, masuk ke dalam kerajaan untuk menjadi salah satu dari antara umat Tuhan adalah masa depanmu yang sejati dan suatu kehidupan paling berharga dan bermakna; tidak ada yang lebih diberkati dari dirimu. Mengapa Kukatakan demikian? Sebab mereka yang tidak percaya kepada Tuhan hidup untuk daging, dan mereka hidup untuk Iblis, tetapi sekarang, engkau hidup untuk Tuhan, dan hidup untuk mengikuti kehendak Tuhan. Itu sebabnya Kukatakan bahwa hidupmu adalah hidup yang paling bermakna. Hanya sekelompok orang ini, yang telah dipilih oleh Tuhan, yang dapat hidup dalam kehidupan yang paling bermakna: tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat hidup dalam kehidupan yang sedemikian berharga dan bermakna" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kenalilah Pekerjaan Terbaru Tuhan dan Ikutilah Jejak Langkah-Nya"). Firman Tuhan sangat jelas tentang apa yang membuat hidup menjadi bermakna. Aku memikirkan kembali tahun-tahun perjuanganku meraih reputasi dan keuntungan—bahkan sekarang setelah memiliki sedikit status dan prestise, aku tetap merasa sangat hampa. Aku selalu memasang wajah palsu di lingkungan resmi. Demi status, aku tidak hanya harus menjilat para pemimpin, tetapi aku juga harus menangani rekan kerjaku, memeras diriku sendiri untuk bersaing dan melawan orang lain, sembari takut orang lain berencana buruk terhadapku. Aku benar-benar memahami kesengsaraan dan tekanan dunia itu. Kutanyakan pada diriku sendiri: apa arti, nilai di balik kerja keras sepanjang hidupku untuk memperjuangkan status dan prestise? Apakah seluruh tujuan hidupku hanya untuk tampil termasyhur, untuk membawa kemuliaan bagi keluargaku? Selama ribuan tahun, bukankah begitu banyak orang besar dengan status hebat tetap mati dengan tangan kosong? Tuhan menciptakan manusia, bukan agar nama kita tetap hidup selama berabad-abad, bukan untuk memperjuangkan reputasi dan status, tetapi agar kita mempelajari kebenaran dan mengenal Tuhan, melakukan tugas makhluk ciptaan, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati. Itulah satu-satunya jenis kehidupan yang bermakna dan bernilai, dan hanya itulah yang akan mendapatkan perkenanan berkat Tuhan. Aku berdoa kepada Tuhan ketika menyadari hal ini, siap untuk melepaskan pengejaranku meraih reputasi dan status dan melangkah ke jalan yang benar dalam hidup.

Di departemen tempatku dipindahkan, tak ada satu pun periode sibuk sepanjang tahun. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk membaca lebih banyak firman Tuhan dan memperlengkapi diriku dengan kebenaran, dan ketika akhir pekan tiba, aku menghadiri pertemuan dan memberitakan Injil dengan saudara-saudari. Aku merasa benar-benar damai dan tidak lagi melakukan kesenangan bersama rekan kerjaku. Aku kehilangan minat pada semua hal merepotkan seperti membina hubungan dan mengeksploitasi saluran tidak resmi. Aku merasa jauh lebih bebas dan lebih santai. Namun, aku akhirnya dipindahkan lagi, ke departemen penghancuran yang diperintahkan pemerintah, di mana aku secara pribadi menyaksikan semua cara jahat Partai Komunis dalam menindas dan merugikan rakyat jelata. Itu membuatku makin hilang semangat dengan jalur karier yang kujalani. Pemerintah selalu memaksa orang untuk pindah dari rumah mereka, mengeklaim bahwa mereka membutuhkan ruang untuk pembangunan perkotaan, dan pada umumnya kompensasinya sangat rendah. Orang-orang tidak senang dengan hal itu dan melakukan protes. Jelas bahwa pemerintah diam-diam berkolusi dengan para pengembang, menghasilkan keuntungan besar dari kesepakatan dan memeras rakyat biasa. Namun, mereka selalu memutarbalikkan fakta, mengatakan bahwa orang-orang menolak untuk pindah dan itu menghalangi pembangunan perkotaan. Pada siang hari mereka akan minta kami melakukan pekerjaan ideologis untuk meyakinkan orang-orang, kemudian pada malam hari mereka akan mengirim orang untuk mengganggu mereka, memaksa mereka menandatangani kesepakatan untuk pindah. Tak satu pun dari penduduk bisa mendapatkan kedamaian. Jika ada yang dengan tegas menolak pindah, mereka akan ditahan secara paksa dan dipukuli, dengan tuduhan menghalangi pembangunan kembali perkotaan. Para pemimpin tidak akan berhenti sampai orang tersebut menandatangani. Beberapa orang mengajukan banding ke otoritas yang lebih tinggi, tetapi mereka ditangkap dan dipukuli. Bahkan ada yang dipukul sampai cacat, hingga akhirnya meninggal. Seorang pemimpin bahkan pernah berkata di depan semua orang dalam rapat internal, sambil tersenyum, "Sekarang karena orang ini sudah mati, tidak ada lagi permohonan yang perlu dikhawatirkan. Itu akan menjadi poin disipliner yang lebih sedikit terhadap kita!" Semua orang di sana juga tersenyum. Melihat pejabat pemerintah menindas dan mengeksploitasi orang-orang biasa tanpa sama sekali memedulikan hidup manusia, aku tahu bahwa tetap berada dalam sistem Partai Komunis dan terus bergaul dengan orang-orang itu tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Aku mulai melakukan yang terbaik untuk menghindari mereka semua, untuk tidak berbaur di antara mereka. Jika aku diminta untuk bernegosiasi dengan seseorang yang harus pindah, untuk memukuli mereka, aku akan berusaha sekuatku untuk menghindar, atau pergi untuk membantu menjaga ketertiban. Ketika aku dapat melihat seseorang dari dekat yang melolong saat mereka dipukuli, sorot ketidakberdayaan di mata mereka membuat hati nuraniku merasa sangat tertuduh. Terkadang aku bahkan terbangun dari mimpi buruk pada tengah malam. Hidup di lingkungan itu setiap hari adalah penderitaan. Aku merasa bahwa jika aku terus melakukan pekerjaan tak berhati nurani seperti itu, cepat atau lambat aku akan dihukum, dan aku ingin meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Meskipun para pemimpin membuat komentar miring yang mendorongku untuk mengejar karier, aku tetap tidak termotivasi dan tidak lagi mencoba menjilat mereka untuk dipromosikan. Namun, yang sangat mengejutkanku, justru pada saat itulah aku mendapatkan promosi, untuk bertindak sebagai direktur kantor kedisiplinan kota.

Setelah penugasan kembali tersebut, aku sering muncul di berbagai pertemuan bersama pejabat penting pemerintah kota. Rekan-rekan kerjaku dan sesama penduduk desa semuanya sangat ramah kepadaku dan berusaha terus menyenangkanku. Aku memang menikmati perasaan itu. Sebelum menyadarinya, aku mulai gelisah, dan ingin selalu dihargai dan diakui oleh para pemimpin. Namun, ketika aku perlu melakukan perjalanan bisnis atau pergi keluar untuk menghadiri rapat sebagai pengganti seorang pemimpin, itu memengaruhi kemampuanku untuk menghadiri pertemuan dan melakukan tugasku. Aku benar-benar dilematis, karena aku tahu tugas adalah tanggung jawab yang tak boleh diabaikan. Aku tidak dapat melepaskan tugasku karena urusan pribadi, tetapi ketika seorang pemimpin mengatur agar aku melakukan sesuatu, itu berarti mereka sangat menghargaiku. Jika aku membuat alasan untuk tidak melakukannya demi tugasku, apakah mereka akan katakan bahwa aku melewatkan kesempatan pada saat paling menentukan, lalu berhenti memberiku tugas-tugas penting? Sangat sulit bagiku untuk membuat keputusan pada saat itu, jadi aku membawanya ke hadapan Tuhan dalam doa, meminta-Nya untuk membimbingku memahami kehendak-Nya dan membantuku menemukan jalan penerapan. Aku membaca bagian ini dalam firman-Nya setelah itu: "Ada peperangan di balik semua hal yang terjadi: setiap kali orang melakukan kebenaran, atau menerapkan kasih mereka kepada Tuhan, ada peperangan besar, dan walaupun daging mereka tampak baik-baik saja, sebenarnya di lubuk hati mereka, peperangan antara hidup dan mati akan terus terjadi—dan setelah peperangan yang sengit ini, setelah banyak perenungan, barulah kemenangan atau kekalahan dapat diputuskan. Orang tidak tahu entah harus tertawa atau menangis. Karena banyak niat yang salah dalam diri manusia, atau karena banyak pekerjaan Tuhan yang berseberangan dengan pemahaman mereka, tatkala orang melakukan kebenaran, peperangan yang dahsyat pun terjadi di balik layar. Setelah melakukan kebenaran ini, di balik layar, orang akan meneteskan begitu banyak air mata kesedihan sebelum pada akhirnya memutuskan untuk memuaskan Tuhan. Karena peperangan inilah manusia menanggung penderitaan dan pemurnian; inilah penderitaan yang sejati. Ketika peperangan menghampirimu, jika engkau dapat sungguh-sungguh berdiri di pihak Tuhan, engkau akan dapat memuaskan Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Memikirkan lagi hal ini, aku melihat bahwa ini adalah pertempuran antara memuaskan Tuhan atau memuaskan Iblis, untuk melihat mana yang akan kupilih. Aku menyadari bahwa ketika menghadapi banyak hal, pertimbangan pertamaku adalah sikap para pemimpin dan karierku sendiri—reputasi dan status masih terlalu penting bagiku. Aku berpikir tentang bagaimana, untuk menyelamatkan umat manusia, Tuhan mengambil risiko sedemikian besarnya untuk menjadi daging di negeri si naga merah yang sangat besar dan mengungkapkan kebenaran. Tuhan telah memberikan segalanya untuk kita tanpa keluhan atau penyesalan, tetapi aku tidak bisa berkorban sedikit pun demi tugasku. Di mana hati nuraniku? Kesadaran ini membuatku merasa sangat malu. Aku berdoa, ingin melepaskan kepentingan pribadiku dan melakukan tugasku. Setelah itu, beberapa kali lagi aku menghadapi pilihan antara tugas dan pekerjaanku, dan terkadang aku merasa lemah dan bergumul mengenai hal ini. Namun, ketika aku siap untuk memuaskan Tuhan, aku melihat Dia selalu membuka jalan bagiku, dan aku memberitakan Injil dan melakukan tugasku tepat di bawah hidung pemimpin tanpa pernah ketahuan. Dorongan untuk melakukan tugasku terus berkembang. Tak lama kemudian seluruh keluargaku mengetahui bahwa aku adalah orang percaya dan aku mengabarkan Injil. Mereka semua mulai menentang imanku.

Istriku adalah seorang guru, jadi gajinya juga dibayar pemerintah. Dia mengatakan kepadaku, "Kau telah berada dalam sistem Partai selama ini, jadi kau bukannya tidak tahu bagaimana sikap mereka terhadap agama. Mereka menangkapi orang percaya dari segala penjuru dengan kekuatan penuh. Dengan memiliki iman dan memberitakan Injil, bukankah kau membahayakan dirimu sendiri? Jika kau terus seperti ini, itu akan menjadi akhir dari hidup kita, akhir dari seluruh keluarga kita!" Aku memberikan kesaksian tentang penampakan dan pekerjaan Tuhan kepadanya dan berbicara tentang pentingnya memiliki iman. Kukatakan, "Juruselamat telah turun sekarang, mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan umat manusia. Ini kesempatan sekali seumur hidup untuk diselamatkan. Keuntungan dan status yang kita lihat di depan mata semuanya bersifat sementara. Jika kita hanya mengikuti Partai Komunis, selalu ingin kaya, dapatkah itu menyelamatkan kita dari bencana? Jika kita jatuh ke dalamnya, tidak ada jumlah uang yang akan berguna bagi kita! Lihat saja Matius, rasul Tuhan Yesus—dia seorang pemungut cukai, karier yang sangat bagus. Tetapi ketika dia melihat Juruselamat, Tuhan Yesus telah datang, dia bergegas untuk mengikuti-Nya. Selain itu, jika kita selalu mengikuti Partai dalam melakukan kejahatan, kita pasti akan mendapat pembalasan, pasti dihukum. Mengikuti Kristus akhir zaman adalah satu-satunya cara untuk diselamatkan." Istriku tidak tertarik pada apa pun tentang Tuhan dan tidak mau mendengarkan apa pun yang kukatakan tentangnya. Namun setelah itu, dia memperhatikan bahwa sejak aku memperoleh imanku, aku tidak keluar untuk makan dan minum bersama rekan kerjaku dan tidak mengabaikan urusan rumah, sebaliknya aku makin teratur dalam hidupku dan memiliki waktu untuk kuhabiskan bersamanya dan anak kami. Terkadang aku mulai membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan secara umum. Lambat laun, dia berhenti mencoba menghalangiku. Namun, di pihak keluarganya, semua orang menentang keyakinanku. Salah satu dari mereka yang memiliki pekerjaan di pemerintahan, menasihatiku, "Selagi masih muda, kau harus memikirkan cara untuk naik pangkat dan menghasilkan uang. Kemudian orang tua dan anakmu dapat menikmati semua itu bersamamu—itulah satu-satunya hal nyata yang dapat kaulakukan. Hal-hal yang kau kejar untuk agamamu semuanya tidak jelas dan tidak nyata!" Aku berkata kepadanya, "Kau bukan orang percaya, jadi kau tidak mengerti arti dan nilai memiliki iman dan mengejar kebenaran. Kebenaran sangat berharga, dan dapat menunjukkan jalan kehidupan bagi kita, membersihkan kerusakan kita, dan menyelamatkan kita. Semua hal ini tidak dapat diukur dengan uang. Kau juga orang dalam Partai, jadi beri tahu aku, selama bertahun-tahun ini kau telah memperoleh status dan kenikmatan materi, apakah kau benar-benar bahagia? Apakah kau memiliki kedamaian sejati di dalam hatimu?" Dia tak bisa berkata apa pun untuk menjawabnya. Dan ketika saudara iparku tak bisa membuatku mengalah, dia berkata dengan marah, "Jika kau tidak mengikuti nasihat kami, ketika pimpinan mengetahui tentang urusan keagamaanmu, kehilangan kehidupanmu yang stabil tidak akan menjadi perhatianmu. Kau bisa ditangkap, lalu kau akan kehilangan nyawa dan harta benda, dan seluruh keluargamu akan terlibat!" Ada juga orang lain yang mencoba memaksaku untuk melepaskan imanku.

Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku bertekad untuk terus mengikuti Tuhan, tetapi sesampainya di rumah, aku mulai merasa gugup. Jika pemimpinku tahu, aku tidak hanya akan dihukum atau kehilangan pekerjaanku, tetapi aku juga bisa ditangkap dan dipenjara, lalu aku tidak akan punya apa-apa lagi, dan semua orang di sekitarku pasti akan menolakku dan menjaga jarak. Itu akan menjadi kehilangan jabatan yang telak. Bukankah aku akan dibiarkan dengan tangan kosong? Aku kembali merasakan perjuangan batin saat memikirkannya dan merasa sangat tertekan sampai tak bisa tidur. Berpikir bahwa cepat atau lambat aku pasti akan kehilangan kehidupan yang nyaman dan posisi yang didambakan, batinku merasa benar-benar kosong, benar-benar kesal. Dalam kesakitan dan kesengsaraanku, aku berdoa kepada Tuhan, meminta-Nya untuk membimbingku memahami kehendak-Nya. Setelah itu, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Terlahir di negeri yang najis seperti itu, manusia telah dirusak teramat parah oleh masyarakat, dia telah dipengaruhi oleh etika feodal, dan telah diajar di 'institusi pendidikan tinggi'. Pemikiran terbelakang, moralitas yang rusak, pandangan hidup yang jahat, falsafah yang menjijikkan tentang cara berinteraksi dengan orang lain, keberadaan diri yang sepenuhnya tak berguna, dan adat-istiadat serta gaya hidup yang bejat—semua ini telah sedemikian parahnya memasuki hati manusia, dan telah sangat merusak dan menyerang hati nuraninya. Akibatnya, manusia menjadi semakin jauh dari Tuhan, dan semakin menentang-Nya. Watak manusia menjadi lebih jahat hari demi hari, dan tidak seorang pun yang akan rela mengorbankan segalanya untuk Tuhan, tidak ada seorang pun yang akan rela tunduk kepada Tuhan, dan terlebih lagi, tidak seorang pun yang akan rela mencari penampakan Tuhan. Sebaliknya, di bawah kuasa Iblis, manusia tidak melakukan apa pun selain mengejar kesenangan, menyerahkan diri mereka pada kerusakan daging dalam kubangan lumpur. Bahkan ketika mereka mendengar kebenaran, mereka yang hidup dalam kegelapan tidak berpikir untuk menerapkan kebenaran tersebut, mereka juga tidak ingin mencari Tuhan bahkan sekalipun mereka telah melihat penampakan-Nya. Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu bejat memiliki kesempatan untuk diselamatkan? Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu merosot martabatnya hidup dalam terang?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan"). Firman Tuhan mengungkap sumber rasa sakitku. Mengapa aku begitu sengsara saat menghadapi pilihan? Itu karena aku terlalu dalam dirusak oleh Iblis, dan sejak kecil aku percaya pada falsafah Iblis seperti "Jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu", menjadikannya sebagai tujuan hidupku. Aku berupaya mendapatkan penghargaan dan kekaguman orang lain, merasa seperti itulah cita-citaku. Dalam upayaku mencapai hal ini, aku menjadi siswa yang rajin, kemudian setelah bergabung dengan dunia kerja, aku selalu berusaha untuk membaca situasi, menjilat, dan patuh untuk memenangkan hati para pemimpin dan kemudian mendapatkan promosi. Bahkan mengetahui sepenuhnya bahwa apa pun yang dilakukan dengan Partai Komunis pasti merupakan kekejaman yang keterlaluan, aku tetap menguatkan diri dan melanjutkan, melakukan pelayanan untuk Iblis dan hidup dalam kesengsaraan tanpa kedamaian. Firman Tuhan Yang Mahakuasa itulah yang menunjukkan kepadaku nilai dan makna hidup, dan inilah yang membuatku merasa makin terpenuhi. Namun, dihadapkan dengan pilihan untuk kehilangan pekerjaan dan masa depanku jika aku mempertahankan imanku, dan ditolak oleh orang lain, aku melihat bahwa falsafah Iblis "Jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu" masih mencengkeram kuat di dalam diriku. Membuat keputusan itu begitu sulit, begitu menyiksa, seolah-olah tidak mengejar reputasi dan keuntungan berarti mengabaikan tanggung jawabku yang sebenarnya atau bahkan merupakan kebiadaban yang mengerikan. Aku tidak rela kehilangan reputasi dan statusku, seolah kehilangan hal-hal itu sama saja dengan kehilangan nyawa itu sendiri. Setelah membaca penyingkapan firman Tuhan, barulah aku melihat bagaimana Iblis menggunakan falsafah itu untuk membelenggu kita, menyakiti kita dan membuat kita menjauhkan diri dari Tuhan dan mengkhianati-Nya. Itu mengingatkanku pada sebuah lagu pujian dari firman Tuhan yang berjudul "Engkau Harus Mengejar Kemajuan yang Positif": "Seluruh hidup manusia ada di tangan Tuhan dan jika bukan karena resolusi mereka di hadapan Tuhan, siapakah yang mau hidup sia-sia dalam dunia manusia yang kosong ini? Mengapa harus repot-repot? Bergegas masuk dan keluar dunia, jika mereka tidak melakukan sesuatu bagi Tuhan, bukankah seluruh hidup mereka akan sia-sia? Bahkan jika Tuhan tidak mengganggap perbuatanmu layak untuk disebut, akankah engkau memberikan senyum yang penuh kepuasan di saat kematianmu?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 39"). Pujian ini sangat menginspirasiku. Kita hanya memiliki beberapa dekade dalam hidup ini, jadi kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengalami pekerjaan Tuhan dan diselamatkan, melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan mendapatkan kebenaran dan hidup, jika tidak, kesempatan untuk diselamatkan oleh Tuhan akan hilang. Lalu, bukankah hidup kita akan sia-sia? Jika Partai Komunis menangkap, memenjarakan, dan menyiksaku karena imanku, maka meskipun aku akhirnya mati, aku tahu aku tidak akan mengeluh. Tuhan memberiku kesempatan ini dalam hidupku, jadi aku harus mengabdikannya kepada Tuhan. Begitu menyadari hal ini, aku berdoa, "Ya Tuhan! Aku ingin dibebaskan dari kendala, dari belenggu si naga merah yang sangat besar dan menyerahkan segenap diriku kepada-Mu. Bimbinglah aku dan berilah aku keyakinan, dan bantulah aku melewati rintangan berikutnya ini."

Sesuatu yang terjadi setelah itu mendorongku untuk keluar dari sistem Partai Komunis sesegera mungkin. Seorang pemimpin mengetahui bahwa salah satu anggota Partai adalah orang beragama dan, sambil menggertakkan giginya karena marah, dia berkata bahwa kami harus membawanya ke kantor polisi untuk memberinya perlakuan kasar. Aku merasa takut setiap kali memikirkan sikap Partai Komunis terhadap agama. Aku berpikir bahwa mereka sangat memusuhi keyakinan beragama dan sangat membenci orang Kristen, cepat atau lambat aku pasti akan menjadi target mereka. Itu adalah tempat berbahaya yang harus kutinggalkan sesegera mungkin. Ditambah lagi, selama bertahun-tahun aku menyanyikan pujian untuk Partai Komunis dan ikut serta dalam banyak kejahatannya. Jika aku tetap berada dalam sistem itu, aku justru akan makin terjerat di dalamnya dan tidak dapat ditebus. Aku harus segera keluar dari organisasi iblis ini, dan berhenti total.

Ketika memberi tahu istriku apa yang kupikirkan, dia langsung cemas. Dia bilang dia bisa mendukungku dalam imanku, tapi tak bisa membiarkanku berhenti dari pekerjaan. Dia bahkan memanggil saudara-saudaraku untuk menghentikanku. Mereka kebanyakan bekerja di perusahaan milik negara dan khawatir karier mereka akan terpengaruh jika aku ditangkap. Kakak perempuan tertuaku bahkan berlutut di depanku, menangis sambil menarik tanganku, dan berkata, "Kau sudah memiliki pekerjaan luar biasa dengan gaji tinggi yang bahkan tidak bisa didapatkan oleh orang bergelar doktor atau master. Bagaimana kau bisa meninggalkan pekerjaan yang sehebat itu untuk mengikuti Tuhan?" Dia juga berkata bahwa dia akan tetap berlutut di sana selama aku terus bersikeras mempertahankan imanku. Kakak perempuanku yang lain juga sangat marah, dan berbicara tentang bagaimana dia sudah menderita untuk membantu membayar pendidikanku dan tidak bisa menikah sampai dia berusia 30 tahun. Sekarang kami akhirnya baik-baik saja setelah semua pekerjaan itu dan seluruh keluarga mendapatkan manfaat darinya. Jika aku mengundurkan diri, itu akan mengecewakannya setelah upayanya bertahun-tahun. Kakak perempuan tertuaku juga mengeluh bahwa jika aku berhenti dari pekerjaanku, dia tidak akan lagi menerima cuti sakit berbayar khusus di sekolahnya, dan putranya berharap aku dapat membantunya mencari pekerjaan. Dia berkata bahwa aku tak boleh hanya memperhatikan diriku sendiri dalam imanku, tetapi aku juga harus memikirkan keluargaku. Aku kesulitan menentukan pilihan saat itu. Saudara-saudariku telah bersamaku melalui banyak hal sejak aku masih kecil, dan aku telah didorong selama ini oleh harapan bahwa mereka dapat memiliki kehidupan yang baik dan mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi. Mereka pasti akan senang jika aku menyetujuinya, tetapi karena sekarang aku adalah orang percaya dan mengikuti Tuhan, aku harus melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan agar tidak membuat anugerah dan kasih Tuhan menjadi sia-sia. Jika aku berjanji pada keluargaku untuk melepaskan imanku, bukankah itu adalah pengkhianatan terhadap Tuhan? Mengkhianati Tuhan adalah pelanggaran yang mengerikan, dan sesuatu yang sama sekali tak boleh kulakukan. Tuhan telah mengungkapkan begitu banyak kebenaran untuk menyelamatkan manusia, dan Dia telah membayar harga yang sangat mahal. Jika aku tak berniat untuk membalas kasih-Nya, dan bahkan berkompromi dengan setan dan Iblis, bertekuk lutut padanya, itu tentunya tak masuk akal. Aku merasakan kesakitan dan kelemahan, tetapi aku tahu aku harus membuat pilihan itu. Aku berkata kepada mereka, "Uang sebanyak apa pun atau sebagus apa pun pekerjaan yang kau miliki, dapatkah itu menyembuhkan rasa sakit karena kekosongan? Bisakah semua itu membeli hidup itu sendiri? Bukankah begitu banyak orang kaya dan berkuasa yang tetap hidup dalam penderitaan? Memiliki iman dan mengejar kebenaran adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini. Juruselamat telah turun, mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan umat manusia. Ini kesempatan yang tidak akan pernah datang lagi, dan ini sangat cepat berlalu. Bencana besar akan menimpa kita dalam sekejap mata. Jika kita tidak mengikuti Tuhan dan bertobat kepada-Nya sekarang, pada saat bencana datang, penyesalan sudah terlambat! Aku telah sedikit memberitakan Injil kepada kalian semua sebelumnya, tetapi kalian takut untuk bergabung, takut ditangkap oleh Partai Komunis. Kalian bersikeras mengikuti Partai, yang merupakan jalan lurus ke neraka. Dengan mendorongku untuk terus mengikuti jalan itu, bukankah kalian sedang menyakitiku? Apakah kalian tahu orang macam apa yang ada dalam sistem itu? Mereka semua adalah setan anti-Tuhan yang mampu melakukan hal mengerikan apa pun. Mereka pasti akan dikutuk, pasti dihukum. Bencana makin besar setiap saat. Jika kalian masih tidak percaya kepada Tuhan dan bertobat kepada-Nya, kalian pasti akan jatuh ke dalam bencana dan dihukum. Aku telah belajar beberapa kebenaran selama bertahun-tahun imanku, dan telah melihat dengan jelas bahwa memiliki iman adalah satu-satunya jalan yang benar dalam hidup. Kalian adalah keluargaku—tidakkah kalian menginginkan yang terbaik untukku? Mengapa kalian bersikeras mendorongku ke jalan yang jahat ini dengan Partai Komunis? Aku tidak akan ikut campur dalam pilihan pribadi kalian, tetapi pilihanku adalah memiliki iman dan mengikuti Tuhan. Meskipun ditangkap dan dianiaya, aku akan mengambil jalan ini sampai akhir." Istriku sedih dan berjalan keluar, dan yang lain tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian, dalam upaya mencegahku menghadiri pertemuan dan melakukan tugas, istriku mengurungku di rumah dan meminta saudara iparku tinggal di sana sepanjang hari untuk mengawasiku, tidak membiarkanku hilang dari pandangannya. Aku tidak bisa pergi ke mana pun selama tiga hari berturut-turut. Itu menunda hal-hal dalam tugasku dan aku merasa sangat cemas. Tidak tahu harus berbuat apa, aku berdoa kepada Tuhan dan meminta bimbingan-Nya, agar Dia memberiku jalan keluar. Kemudian sore hari ketiga, ayahku menelepon dan mengatakan ibuku hilang, jadi aku akhirnya mendapat kesempatan untuk pergi mencarinya bersama saudara iparku. Dalam perjalanan kami, dia memperingatkanku, "Kau harus melepaskan imanmu! Kakakmu akan berada di sini besok, dan dia berkata dia akan mematahkan kakimu jika kau mempertahankan agamamu, bahwa apa pun yang terjadi, dia akan menemukan cara untuk membuatmu menyerah!" Mendengar ini benar-benar menyedihkan bagiku. Aku tahu jika aku tidak menjauh dari mereka saat itu, aku tidak akan punya kesempatan lagi. Namun, ketika aku benar-benar akan pergi, aku merasa sangat sulit untuk melewati penghalang mental itu. Ketika melihat orang-orang yang kukasihi dan daerah pemukiman yang akrab ini, memikirkan kehidupan yang nyaman dan pekerjaan yang didambakan ini—aku merasakan begitu banyak kepedihan di hatiku, mengetahui bahwa aku akan kehilangan semua itu dalam sekejap. Lalu sebuah nyanyian firman Tuhan berjudul "Apa yang Telah Kau Persembahkan kepada Tuhan?" yang sering kami nyanyikan dalam pertemuan muncul di benakku: "Abraham mempersembahkan Ishak—apa yang telah engkau persembahkan? Ayub mempersembahkan segalanya. Apa yang telah engkau persembahkan? Begitu banyak orang telah menyerahkan nyawa mereka, memberikan kepala mereka, menumpahkan darah mereka untuk mencari jalan yang benar. Sudahkah engkau membayar harga itu?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Makna Penting Menyelamatkan Keturunan Moab"). Rasanya seolah-olah Tuhan ada di sana berhadapan muka denganku dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini kepadaku. Ketika Abraham berusia 100 tahun, Tuhan memberinya seorang anak, tetapi dia tetap sanggup mempersembahkannya kepada Tuhan. Begitu banyak rasul telah mempersembahkan masa muda mereka dan menumpahkan darah mereka untuk pekerjaan Injil Tuhan, tetapi apa yang telah kupersembahkan? Aku menderita karena reputasi dan status, karena hal-hal yang tidak berharga ini. Aku begitu egois dan hina. Bagaimana mungkin aku layak menerima pengorbanan yang telah Tuhan lakukan untuk membina dan memeliharaku selama bertahun-tahun ini? Selain itu, pilihan yang kuambil ini sangatlah bermakna. Ini adalah demi imanku dan untuk melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan. Jika aku tidak memilih tugasku, itu akan menjadi penyesalan seumur hidupku. Memikirkannya dengan cara ini memberiku tekad. Ketika iparku naik ke atas, aku mengambil kesempatan untuk kabur. Sejak itu, aku melakukan tugasku di gereja secara penuh waktu.

Sejak itu aku mendengar bahwa ada beberapa pemimpin dan rekan kerja di departemenku yang memberi dan menerima suap untuk mengejar status dan kekayaan, dan ketika terungkap, mereka dijebloskan ke balik jeruji besi. Aku benar-benar bersukacita karena telah menerima perlindungan Tuhan. Sebelumnya, ketika aku mencoba untuk maju, aku telah mengirim hadiah seperti yang dilakukan orang lain, dan aku menerima suap dari orang lain. Jika tinggal di lingkungan seperti itu, aku akan berakhir seperti mereka. Dan sekarang, meskipun aku tidak memiliki semua fasilitas itu atau kekaguman dan kecemburuan dari orang lain, aku dapat melakukan tugas di gereja, mengejar kebenaran, dan menjadi orang yang jujur. Aku merasa sangat puas dan bahagia. Ini benar-benar jenis kehidupan yang paling bermakna dan berharga. Seperti yang dikatakan dalam lagu pujian firman Tuhan berjudul "Hidup yang Paling Berarti": "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (2)"). Tuhan Yang Mahakuasa adalah Satu-satunya yang menyelamatkanku, memungkinkanku menyelamatkan diri dari perusakan Iblis dan mendapatkan penyelamatan dari Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pilihan Seorang Dokter

Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok Ketika aku masih kecil, keluargaku sangat miskin. Ibuku lumpuh, terbaring di tempat tidur, dan minum obat...