Proses Transformasi Seorang Percaya yang Congkak

29 September 2019

Oleh Zhang Yitao, Provinsi Henan

"Tuhan, penghakiman-Mu nyata, benar dan kudus. Firman-Mu trang yang nyatakan kejahatan manusia. Dulu ku percaya namun tak tahu pemberontakanku dukakan-Mu. Ku merasa malu dan menyesal, berutang pada-Mu. Oh…kini ku paham. Sering kali ku kenang kembali jalan yang t'lah ku tempuh. Penghakiman dan hajaran-Mu berkat bagiku. Ku 'kan pahami kebenaran, miliki kasih yang lebih murni bagi-Mu. Walau menderita, aku rela, oh Tuhan. Penghakiman-Mu bangkitkan aku, kulihat kasih-Mu sungguh benar. Hanya mengenal kebenaran-Mu ku sadar akan kerusakanku. Kukenang kembali, sering kali Kau membimbingku, melindungiku, setiap langkahku! Kulihat harga yang Kau bayar 'tuk selamatkanku. Itulah kasih-Mu. Sering kali ku lihat kembali lihat jalan yang t'lah ku tempuh. Penghakiman dan hajaran-Mu berkat bagiku. Ku 'kan pahami kebenaran, meraih kasih yang lebih murni bagi-Mu. Walau menderita, aku rela" ("Oh Tuhan Kau Sangat Kasihiku" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Setiap kali kunyanyikan lagu pujian ini, aku memikirkan keselamatan Tuhan bagiku selama ini, dan aku penuh dengan rasa syukur kepada-Nya. Penghakiman dan hajaran Tuhanlah yang telah mengubahku, yang membuat aku—seorang anak lelaki yang congkak, ambisius, dan pemberontak—tampak sedikit lebih seperti manusia. Aku dengan tulus bersyukur atas keselamatanku yang berasal dari Tuhan!

Aku lahir di pedesaan. Karena keluargaku miskin dan orang tuaku polos, mereka sering ditipu. Sejak aku masih kecil orang-orang memandangku rendah, dan dipukuli serta digertak menjadi hal yang biasa. Ini sering membuatku sedih sampai menangis. Aku belajar dengan sangat giat agar aku tak lagi harus menjalani kehidupan seperti itu, supaya kelak aku dapat memiliki posisi sebagai pejabat pemerintah, menjadi seseorang yang bertanggung jawab, dan semua orang akan mengagumiku. Tetapi ketika aku sedang belajar untuk ujian masuk SMA, Revolusi Kebudayaan dimulai. Tentara Merah memberontak, para buruh mogok kerja, siswa-siswa bolos dari sekolah. Setiap hari terperangkap dalam revolusi. Suasana kacau, orang-orang panik, dan sistem ujian masuk perguruan tinggi dilarang. Jadi, aku kehilangan kesempatan untuk ujian masuk sekolah. Aku merasa hancur—aku merasa seolah-olah aku sakit parah. Kemudian, aku berpikir: Meskipun aku tak bisa ujian masuk sekolah atau menjadi pejabat pemerintah, aku akan bekerja keras untuk mendapatkan uang. Selama aku punya uang, orang akan menghormatiku. Sejak saat itu, aku mencari berbagai cara untuk menghasilkan uang. Karena keluargaku miskin, aku tak punya modal untuk memulai usaha. Melalui kerabat dan teman, aku berhasil meminjam 500 yuan untuk membuka toko daging babi rebus. Untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dari yang lain, aku bekerja lembur setiap hari tanpa istirahat dan menanggung banyak kesulitan. Setelah beberapa tahun bekerja keras, keterampilanku menjadi semakin baik, dan bisnisku semakin berkembang. Keluargaku dengan cepat menjadi lebih kaya, dan banyak orang memandangku dengan iri.

Pada musim semi 1990, seseorang di desaku berkhotbah kepadaku tentang Tuhan Yesus, dan aku mulai percaya kepada-Nya. Setelah itu, aku bekerja keras untuk belajar Alkitab, mencari pengetahuan tentang Alkitab, berfokus menghafal beberapa bagian, dan tak lama kemudian aku tahu banyak pasal dan ayat yang terkenal di luar kepala. Aku membaca Matius 16:26 di mana Tuhan Yesus berfirman: "Karena apa untungnya jika seseorang mampu mendapatkan seluruh dunia, dan kehilangan jiwanya sendiri? Atau apa yang bisa diberikan seseorang sebagai ganti jiwanya?" Kemudian aku juga membaca tentang Tuhan Yesus yang memanggil Petrus, dan dia segera meninggalkan jala ikannya dan mengikuti Kristus. Aku berpikir dalam hati: Memiliki cukup uang sudah cukup bagiku; jika aku memiliki lebih banyak, apa gunanya ketika aku mati? Jika aku ingin mendapatkan pujian dari Tuhan, aku harus mengikuti teladan Petrus. Jadi aku melepaskan bisnisku, dan mulai menyibukkan diri dengan bekerja penuh waktu di gereja. Pada saat itu aku sangat bersemangat dan melalui kerabat dan temanku, tidak lama aku telah menginjili 19 orang dalam waktu singkat, dan kemudian bertambah menjadi lebih dari 230 orang melalui 19 orang yang kuinjili itu. Kemudian, aku membaca firman Tuhan Yesus: "Bukan setiap orang yang memanggil-Ku, Tuhan, Tuhan, yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga; melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga" (Matius 7:21). Aku merasa semakin berpuas diri, atas apa yang telah kuberikan dan apa yang telah kukorbankan dan bagaimana aku telah memproklamirkan keselamatan Tuhan Yesus, aku sudah mengikuti jalan Tuhan. Aku berpikir bahwa aku berada di jalan yang mengikuti kehendak Bapa surgawi, dan di zaman berikutnya ketika kerajaan Tuhan dinyatakan, aku akan memerintah sebagai raja di bumi. Dikuasai ambisi, antusiasmeku menjadi lebih besar. Aku bertekad bahwa aku benar-benar harus mengikuti firman Tuhan Yesus "kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" dan "tenang dan sabar," juga untuk memimpin dengan teladan, dan tidak takut menanggung kesulitan. Kadang-kadang ketika aku pergi ke rumah saudara-saudariku, aku akan membantu mereka membawa air, menyalakan api, dan bertani. Ketika mereka sakit, aku akan mengunjungi mereka. Ketika mereka tak punya cukup uang, aku akan membantu mereka dari tabunganku sendiri; aku akan pergi membantu siapa pun yang mengalami kesulitan. Aku dengan cepat mendapat pujian dari semua saudara-saudariku serta kepercayaan dari para pemimpin tinggi di gereja. Setahun kemudian aku dipromosikan menjadi pemimpin gereja, untuk menggembalakan 30 gereja. Aku mengelola sekitar 400 orang percaya. Begitu aku mendapatkan posisi ini, aku merasa hebat. Aku merasa bahwa semua kerja keras dan usahaku akhirnya membuahkan hasil, tetapi pada saat yang sama aku membentuk cita-cita yang bahkan lebih tinggi lagi di hatiku: untuk mengejar posisi yang lebih tinggi, untuk mendapatkan pujian, dan pemujaan dari lebih banyak orang. Melalui kerja keras satu tahun berikutnya, aku menjadi pemimpin gereja tingkat tinggi, yang memimpin rekan sekerja di lima wilayah dan menggembalakan 420 gereja. Setelah itu aku lebih takut bermalas-malasan, jadi aku berupaya untuk selalu berperilaku baik di depan orang lain, dan untuk membangun citraku di antara rekan sekerja dan saudara-saudariku. Agar diterima rekan sekerjaku dan dihormati saudara-saudariku, aku menentang makanan mewah di gereja, dan aku melarang semua kontak antara jemaat yang berlawanan jenis dan praktik-praktik yang tidak sehat. "Kejujuran dan rasa keadilan"-ku mendapatkan dukungan dan persetujuan dari rekan sekerjaku dan saudara-saudari lainnya. Sifat congkakku juga semakin membengkak dan menjadi tak terkendali. Selain itu, aku telah hafal beberapa bagian Alkitab yang lebih umum dari awal hingga akhir dan ketika bertemu dan berkhotbah kepada beberapa pemimpin dan rekan sekerja gereja di tingkat yang lebih rendah, aku dapat mengutip ayat-ayat itu tanpa melihat Alkitab-ku. Saudara-saudariku benar-benar mengagumiku, sehingga aku selalu memegang keputusan akhir di gereja. Mereka semua mendengarkanku. Aku selalu berpikir bahwa apa yang kukatakan itu benar, bahwa aku memiliki pemahaman yang tinggi. Karena itu, baik dalam hal tata kelola gereja, pengelompokan gereja, atau mempromosikan orang kepada para pemimpin gereja dan rekan sekerja, aku tak pernah membahas hal-hal tersebut dengan orang lain. Apa yang kukatakan selalu diperhitungkan; aku benar-benar "memiliki kekuasaan seorang raja." Pada saat itu aku sangat menikmati berdiri di mimbar, berbicara dengan fasih dan tanpa akhir, dan ketika semua orang menatapku dengan kagum, perasaan berada di puncak dunia itu memikatku dan membuatku melupakan semuanya. Aku juga merasakan ini ketika membaca Yohanes 3:34: "Karena dia yang diutus Tuhan, mengucapkan firman Tuhan: karena Tuhan memberikan Roh-Nya kepadanya tanpa batas." Aku benar-benar menikmatinya, dan tanpa malu-malu percaya bahwa aku diutus Tuhan, bahwa Dia telah mengimpartasikan Roh Kudus kepadaku, dan kehendak Tuhan diungkapkan melalui aku. Aku percaya bahwa karena dapat menafsirkan kitab suci, aku dapat memahami "misteri" yang tidak bisa dipahami orang lain, dan melihat "konotasi" yang tidak bisa dilihat orang lain. Aku hanya peduli tentang membenamkan diri dalam kesenangan yang dihasilkan dari jabatanku, dan sepenuhnya lupa bahwa aku hanyalah ciptaan, aku hanyalah sebuah bejana kasih karunia Tuhan.

Ketika gereja terus bertumbuh, reputasiku juga naik, dan ke mana pun aku pergi, aku dikejar-kejar polisi. Suatu kali aku ditangkap polisi ketika aku kembali untuk mengambil pakaian. Aku dijatuhi hukuman tiga tahun pendidikan ulang melalui kerja paksa. Selama tiga tahun itu aku mengalami segala jenis penganiayaan dan penyiksaan yang kejam. Seolah-olah lapisan kulit telah terkelupas dari kepala hingga ujung kaki, dan setiap hari sungguh terasa seperti setahun. Tetapi setelah aku bebas, aku masih terus memberitakan Injil dengan sangat percaya diri, sama seperti sebelumnya, dan jabatanku juga dipulihkan . Setelah enam bulan, aku sekali lagi ditangkap oleh pemerintah setempat dan dijatuhi hukuman tiga tahun pendidikan ulang melalui kerja paksa. Selama itu, mereka menyiksaku dengan segala cara, dan kemudian menempatkanku di lapas selama 70 hari. Setelah itu, aku ditempatkan di kamp kerja paksa di mana aku mengangkut batu bata. Saat itu adalah bulan ke tujuh dan cuaca sangatlah panas. Suhu di tungku sekitar 70 derajat celsius dan aku harus mengangkut lebih dari 10.000 batu bata setiap hari. Rasa laparku, ditambah dengan siksaan kejam sebelumnya, telah membuat tubuhku sangat lemah. Fisikku tak tahan dengan jenis pekerjaan seperti itu di cuaca panas, tetapi para penjaga yang kejam tak peduli. Ketika aku tidak bisa menyelesaikan tugasku, mereka memborgol tanganku di belakang, membuatku berlutut, dan menaruh botol-botol di ketiak dan di belakang lututku. Kemudian mereka memukuliku dengan tongkat listrik sampai borgol itu menusuk dagingku. Sungguh sakitnya tak bisa dibayangkan. Karena siksaan kejam seperti ini, baru tujuh hari kerja paksa aku sudah pingsan di dalam tungku. Aku baru ditolong 52 jam kemudian, saat hampir mati. Aku tidak bisa melakukan apa pun, selain tetap sadar dan mampu melihat serta mendengar. Aku tidak bisa makan, berbicara, atau berjalan. Aku bahkan tidak menyadari fungsi tubuhku sendiri. Setelah dirusak oleh pemerintah PKT melalui cara ini, sebagian besar sifat congkakku telah ditundukkan. Perasaan berkuasa dan congkak yang kumiliki di gereja baru saja lenyap. Aku merasa suram dan pesimis; aku hidup di tengah penderitaan dan ketidakberdayaan yang tak terbatas. Kemudian orang-orang di lapas mendapatkan ide yang keliru dan menemukan seorang dokter untuk membuat catatan palsu yang mengatakan bahwa aku memiliki "kelainan genetik." Mereka memanggil istriku dan menyuruhnya menjemput dan membawaku pulang. Untuk mengobati kondisiku, semua yang ada di rumah kami dijual, dan ketika keluargaku datang menemuiku, sikap mereka sarkastis, kasar, dan mengejek. Menghadapi situasi ini, aku berkecil hati dan merasa bahwa dunia terlalu kelam, bahwa tidak ada kasih sayang keluarga atau cinta di antara orang-orang, bahwa yang ada hanyalah penganiayaan keji dan fitnah. Menghadapi siksaan penyakit dan keputusasaan hidupku ini, aku tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup.

Saat aku tenggelam dalam keputusasaan, Tuhan Yang Mahakuasa mengulurkan tangan keselamatan kepadaku. Setelah aku kembali ke rumah selama lebih dari sebulan, dua saudara datang memberitakan Injil Tuhan di akhir zaman kepadaku dan bahwa Dia sedang mengerjakan tahap pekerjaan baru, inkarnasi kedua-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Pada saat itu aku sama sekali tidak mempercayainya, tetapi karena aku tak dapat bicara, aku temukan beberapa ayat dalam Alkitab untuk ditunjukkan kepada mereka. Beginilah caraku menyangkal mereka. Mereka dengan lembut menjawabku: "Saudaraku, ketika kita percaya kepada Tuhan, kita harus memiliki hati yang mencari dengan rendah hati. Pekerjaan Tuhan selalu baru; selalu bergerak maju, dan hikmat-Nya tidak dapat dipahami oleh umat manusia, jadi kita tidak bisa terlalu terjebak di masa lalu. Jika kau berpegang pada pekerjaan Tuhan di Zaman Kasih Karunia apakah kau akan dapat masuk ke Zaman Kerajaan? Belum lagi, apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Alkitab semua memiliki makna dan konteksnya sendiri." Kemudian, mereka membuka sebuah buku tentang firman Tuhan Yang Mahakuasa untuk kubaca, dan setelah itu menemukan banyak nubuat dalam Alkitab untuk kubaca mengenai pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Melalui firman Tuhan dan persekutuan dengan saudara-saudaraku, aku memahami makna nama Tuhan, kebenaran batiniah dalam tiga tahap pekerjaan-Nya, tujuan pengelolaan-Nya atas umat manusia, misteri inkarnasi-Nya, kebenaran sejati dalam Alkitab, dan banyak lagi. Ini hal-hal yang belum pernah kudengar dalam hidupku, dan juga merupakan misteri dan kebenaran yang tidak dapat kupahami ketika aku bekerja begitu keras mempelajari Alkitab selama bertahun-tahun. Aku senang mendengarkannya; Aku benar-benar sangat diyakinkan. Setelah itu, saudara-saudaraku memberiku sebuah buku tentang firman Tuhan, dan berkata: "Setelah kondisimu lebih baik, kau dapat memberitakan Injil kepada rekan sekerja dan saudara-saudarimu." Aku dengan senang hati menerima buku tentang firman Tuhan tersebut. Pada saat itu, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur sepanjang hari dan membaca firman Tuhan. Ketika membacanya, aku berdoa. Aku merasakan kerinduan dan kenikmatan seperti ikan kembali ke air. Aku sangat senang dan bersyukur. Tak lama kemudian, kesehatanku secara bertahap membaik. Aku bisa bangun dari tempat tidur dan berjalan sebentar, dan aku bisa lebih mandiri dalam hidupku. Setelah itu aku menjalankan kehidupan gereja di rumahku, dan aku mengadakan pertemuan dua kali seminggu.

Suatu kali gereja menyuruh seorang gadis muda berusia 17 atau 18 tahun untuk datang menemuiku. Dia adalah putri seorang saudara dari denominasi asalku, dan dulu saat aku menjadi pemimpin gereja, aku sering pergi ke rumahnya. Aku berpikir dalam hati: Kenapa pemimpin gereja mengatur ini? Menyuruh seorang yang masih kecil untuk membimbingku—apakah mereka memandangku rendah? Dikuasai rasa sifat congkakku, aku berkata dengan menghina: "Aku sudah percaya kepada Tuhan bertahun-tahun jauh sebelum kau lahir. Waktu aku dulu ke rumahmu, kau baru berusia beberapa tahun. Kala itu aku bermain denganmu, tetapi kini kau datang untuk membimbingku .... "Wajahnya jadi merah saat mendengar apa yang kukatakan, dan dia tidak berani datang lagi. Gereja tidak punya pilihan selain mengutus saudari lain untuk bersekutu denganku. Melihat dia juga masih sangat muda, aku tidak mengatakan apa-apa, tetapi aku berpikir: Baik itu jumlah tahun atau kualifikasi untuk percaya kepada Tuhan, pengetahuan tentang Alkitab, atau pengalaman dalam tata kelola gereja, aku jauh lebih baik dibanding dirimu dalam segala hal! Berdasarkan usiamu, aku dapat melihat bahwa kau telah menjadi orang percaya paling lama tiga atau empat tahun belakangan ini. Aku sudah percaya selama 21 tahun. Bagaimana kau bisa memenuhi syarat untuk membimbingku? Tetapi siapa yang tahu bahwa saudari ini sebenarnya sangat pandai berbicara—dia berbicara dengan jujur dan tajam. Saat bertemu, dia segera membuka firman Tuhan dan membacakannya dengan suara keras: "Ada orang-orang yang secara khusus mengidolakan Paulus. Mereka suka pergi ke luar dan berkhotbah dan melakukan pekerjaan, mereka suka menghadiri pertemuan-pertemuan dan berkhotbah, dan mereka suka orang-orang mendengarkan mereka, memuja mereka, dan mengerumuni mereka. Mereka suka memiliki status di dalam pikiran orang lain, dan mereka menghargainya bila orang lain menghargai citra yang mereka tunjukkan. ... Jika mereka benar-benar bersikap seperti ini, itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka itu congkak dan sombong. Mereka tidak menyembah Tuhan sama sekali; mereka mencari status yang lebih tinggi dan ingin memiliki otoritas atas orang lain, menguasai mereka, dan memiliki status di pikiran mereka. Ini adalah gambaran klasik dari Iblis. Aspek yang menonjol dari natur mereka adalah kecongkakan dan kesombongan, ketidakrelaan untuk menyembah Tuhan, dan keinginan untuk dipuja orang lain. Perilaku semacam itu dapat memberimu pandangan yang sangat jelas akan natur mereka" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Firman Tuhan menusuk hatiku seperti pedang bermata dua, membuatku langsung terpukul. Itu adalah wahyu yang tajam tentang niat tercela dan kinerja burukku dalam tindakanku sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, serta esensi sifatku yang sebenarnya. Aku malu sekali dan merasa ingin ditelan bumi. Adapun mengenai apa yang diungkapkan dalam firman Tuhan, ketika aku memikirkan apa yang kuungkapkan, baru saat itulah aku menyadari bahwa sifatku terlalu congkak dan pada dasarnya aku memusuhi Tuhan. Di masa lalu, agar orang-orang menghormati dan mengagumiku, untuk menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas orang lain, berada pada level yang lebih tinggi, aku bekerja keras membaca Alkitab dan melakukan segala sesuatu untuk melengkapi diriku dengan pengetahuan mengenai Alkitab. Karena itu, aku memperoleh status dan gelar yang dulunya hanya bisa kuimpikan serta dukungan semua orang. Aku mendapatkan kesenangan dari kekaguman orang lain, dan aku berkhotbah untuk memuaskan kecongkakanku sendiri. Melalui monopoli kekuasaanku, aku unjuk diri dan pamer. Aku selalu senang menikmati perasaan berada di puncak dunia ketika berdiri di mimbar, dan aku bahkan tanpa malu menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk bersaksi dan meninggikan diriku sendiri. Aku percaya bahwa aku telah diutus Tuhan. Aku terlalu congkak. Hari itu, aku memandang rendah saudari itu, menggunakan pengalaman khotbah bertahun-tahunku sebagai modal. Aku percaya bahwa karena aku telah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan dan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang Alkitab, pengalaman yang lebih banyak dalam tata kelola gereja, aku lebih baik dibandingkan semua orang. Aku tidak mempedulikan siapa pun, dan meremehkan serta menghina kedua saudari itu. Kata-kataku tepat sasaran dan menyakitkan, dan aku dengan congkak kehilangan akal dan kemanusiaanku. Baru saat itulah aku menyadari bahwa pengejaranku bertentangan dengan Tuhan dan menentang-Nya. Aku berebut dengan Tuhan untuk umat pilihan-Nya. Apa yang kujalani adalah gambaran klasik Iblis. Menghadapi firman Tuhan, aku tidak bisa tidak diyakinkan. Aku berdoa kepada Tuhan, dengan mengatakan: "Oh Tuhan, aku begitu congkak. Ketika aku memiliki status yang tinggi dan perkasa, dan ketika aku tidak memiliki status, aku masih tidak mendengarkan siapa pun. Aku menggunakan kemampuan dan otoritas lamaku untuk memerintah orang, untuk memandang rendah mereka. Aku sungguh tak tahu malu! Hari ini aku menerima keselamatan-Mu. Aku bersedia menerima wahyu dan penghakiman dalam firman-Mu."

Setelah itu, saudari itu membuka bagian lain dari firman Tuhan untuk kubaca. Yaitu: "Akal manusia telah kehilangan fungsi aslinya, dan hati nurani manusia juga telah kehilangan fungsi aslinya. Manusia yang kulihat adalah binatang liar dalam wujud manusia, dia adalah ular berbisa, dan tidak peduli seberapa menyedihkan dia berusaha menampilkan dirinya di depan-Ku, Aku tidak akan pernah berbelas kasihan terhadapnya, karena manusia tidak memahami perbedaan antara hitam dan putih, perbedaan antara kebenaran dan yang bukan kebenaran. Akal manusia begitu kebas, tetapi dia masih ingin mendapatkan berkat; kemanusiaannya begitu rendah, tetapi dia masih ingin memiliki kedaulatan seorang raja. Dia akan menjadi raja untuk siapa, dengan akal seperti itu? Bagaimana mungkin manusia dengan kemanusiaan seperti itu duduk di atas takhta? Manusia benar-benar tidak punya rasa malu! Dia adalah makhluk celaka yang sombong! Bagi engkau semua yang ingin mendapatkan berkat, Kusarankan agar engkau semua mencari cermin terlebih dahulu dan memandang cerminan buruk dirimu sendiri—apakah engkau memiliki apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang raja? Apakah engkau memiliki wajah seorang yang bisa memperoleh berkat? Belum ada sedikit pun perubahan dalam watakmu dan engkau belum menerapkan kebenaran apa pun, tetapi engkau masih mengharapkan hari esok yang luar biasa. Engkau menipu dirimu sendiri!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan"). Setelah membaca firman Tuhan, air mata tak bisa berhenti mengalir di wajahku. Aku merasa bahwa setiap kalimat firman Tuhan menembus hatiku, aku sangat merasakan penghakiman-Nya, dan aku merasa malu. Adegan demi adegan upayaku yang memalukan untuk memerintah seperti raja di gereja lamaku muncul di depanku: Di antara saudara-saudariku, aku selalu hebat dan perkasa, aku memerintahkan orang-orang di sekitar, aku ingin mengendalikan segalanya, dan bukan saja aku tidak membawa saudara-saudariku ke hadapan Tuhan dan membantu mereka mengenal Dia, tetapi aku memimpin mereka untuk memperlakukanku seolah-olah aku begitu mulia, begitu hebat. Semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa bahwa tindakanku membuat Tuhan jijik, bahwa aku memuakkan, tidak layak, dan telah mengecewakan saudara-saudariku. Pada saat itu aku merasa sangat malu. Aku melihat bahwa harga yang telah kubayar untuk ambisi dan keinginanku sendiri ini tidak bernilai apa-apa. Pengejaran status dan keinginanku untuk dikagumi oleh orang lain itu tidak masuk akal. Aku bergegas siang dan malam; aku mengalami kesulitan, bekerja keras, dan masuk penjara. Aku dianiaya dan disiksa, dan hampir mati. Itu tidak membuatku memiliki pemahaman tentang Tuhan; sebaliknya, sifat congkakku semakin besar, aku semakin tidak menghargai Tuhan sampai pada titik di mana aku berkhayal bisa memerintah sebagai raja ketika kerajaan Tuhan dinyatakan. Pada saat yang sama, aku juga menyadari bahwa ketika aku dianiaya PKT di gereja lamaku, Tuhan menggunakannya untuk membuatku lebih bisa menerima pekerjaan-Nya di akhir zaman. Kalau tidak, berdasarkan gengsi dan statusku di gereja lama, berdasarkan fakta bahwa aku tidak memperhatikan Tuhan dan watak congkakku, aku sungguh tidak akan dapat dengan mudah melepaskan posisiku dan menerima Tuhan Yang Mahakuasa. Aku pasti akan menjadi hamba jahat yang menghalangi orang lain untuk kembali kepada Tuhan, yang menentang Tuhan dan pada akhirnya akan menderita hukuman-Nya! Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku atas keselamatan dan pengampunan-Nya yang besar bagiku. Sehingga aku menjadi jauh lebih rendah karena apa yang diungkapkan melalui firman Tuhan, dan aku tidak lagi berani begitu kurang ajara dan keterlaluan terhadap saudara-saudariku.

Di bawah pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, penyakitku secara bertahap membaik. Suatu hari, pemimpin gereja mengatur agar aku menerima tugas menjadi penerima tamu. Setelah mendengar ini aku sungguh tak ingin melakukannya. Aku percaya bahwa bertindak sebagai penerima tamu itu menyia-nyiakan kemampuanku, tetapi aku juga tidak bisa menolak, sehingga aku menyetujuinya dengan enggan. Ketika aku menjadi penerima tamu, beberapa saudara- saudari berkumpul di rumahku dan memintaku berada di luar pintu untuk berjaga-jaga. Sekali lagi batinku bergejolak: Hanya bertindak sebagai penerima tamu, mengawasi pintu—apa yang akan kudapatkan dari ini? Di masa lalu aku berdiri di belakang mimbar dan aku sangat angkuh, tetapi dalam tugasku hari ini aku tidak punya pencitraan atau status apa pun. Pangkatku sangat rendah! Jadi setelah jangka waktu tertentu, perlawanan batinku menjadi semakin besar, aku merasa semakin banyak dirugikan, dan tak mau lagi memenuhi tugas itu. Kemudian aku tak bisa lagi menahan diri dan berkata kepada pemimpin gereja: "Kau harus memberiku tugas lain. Kalian semua memberitakan Injil dan memelihara gereja, tetapi aku di rumah bertindak sebagai penerima tamu dan menjaga pintu—apa yang akan kudapatkan di masa depan?" Saudari itu tersenyum dan berkata: "Kau salah. Di hadapan Tuhan, tidak ada tugas besar atau kecil, tidak ada status lebih besar atau lebih kecil. Apa pun tugas yang kita lakukan, masing-masing kita menjalankan fungsinya sendiri. Gereja adalah satu kesatuan dengan berbagai fungsi yang berbeda, tetapi gereja adalah satu tubuh. Mari kita lihat satu bagian dari firman Tuhan." Kemudian dia membacakan ayat ini kepadaku: "Dalam aliran sekarang, semua orang yang benar-benar mengasihi Tuhan memiliki kesempatan untuk disempurnakan oleh-Nya. Tidak peduli apakah mereka muda atau tua, selama mereka tetap mempertahankan ketaatan kepada Tuhan dalam hati mereka dan menghormati-Nya, mereka dapat disempurnakan oleh-Nya. Tuhan menyempurnakan orang-orang sesuai dengan fungsi mereka yang berbeda. Selama engkau telah mengerahkan segenap kekuatanmu, dan tunduk pada pekerjaan Tuhan, engkau dapat disempurnakan oleh-Nya. Pada saat ini, tidak ada seorang pun dari antaramu yang sempurna. Terkadang engkau mampu melaksanakan satu macam fungsi dan terkadang engkau dapat melakukan dua; selama engkau mengerahkan seluruh upaya untuk mengorbankan dirimu bagi Tuhan, pada akhirnya engkau akan disempurnakan oleh Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengenai Semua Orang yang Melaksanakan Fungsi Mereka"). Setelah mendengarkan firman Tuhan dan persekutuan saudari ini, hatiku tenang dan cerah. Aku berpikir: Jadi, penyempurnaan manusia oleh Tuhan tidak bergantung pada apakah mereka berstatus atau tidak, atau tugas apa yang mereka lakukan; apa yang Tuhan buat sempurna adalah hati, ketaatan, dan kesetiaan manusia. Apa yang Dia lihat adalah apakah mereka pada akhirnya memiliki perubahan watak. Tidak peduli tugas apa yang mereka kerjakan, selama mereka dapat memberikan semuanya dan benar-benar taat, serta jika mereka juga dapat fokus mengejar kebenaran dan membuang sifat rusak mereka, maka mereka dapat disempurnakan oleh Tuhan. Meskipun tiap orang melakukan fungsi yang berbeda di gereja, tujuannya selalu untuk memuaskan Tuhan. Mereka semua memenuhi tugas sebagai ciptaan. Jika kita benar-benar memenuhi kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan demi memuaskan Tuhan tanpa niat atau ketidakmurnian pribadi, bahkan jika orang lain memandang rendah kewajiban yang kita lakukan dan berpikir itu tidak berarti banyak, di mata Tuhan itu dianggap dan dihargai. Jika kita melakukan tugas kita hanya untuk memuaskan niat dan keinginan kita sendiri, betapa pun hebatnya pekerjaan kita dan tugas apa yang kita lakukan, itu tidak akan menyenangkan Tuhan. Setelah itu, aku melihat firman Tuhan berikut: "Namun terlepas dari apakah mereka diberkati atau dikutuk, makhluk ciptaan harus memenuhi tugasnya, melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan melakukan apa yang mampu dilakukannya; inilah yang setidaknya harus dilakukan oleh orang yang mengejar Tuhan. Engkau tidak seharusnya melakukan tugasmu hanya untuk diberkati, dan engkau tidak seharusnya menolak untuk bertindak karena takut dikutuk" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Dari firman Tuhan ini aku mengerti bahwa sebagai ciptaan, pemenuhan tugasku adalah benar dan pantas. Aku seharusnya tidak memiliki pilihanku sendiri, dan aku jelas tidak boleh membahas persyaratan atau melakukan transaksi dengan Tuhan. Jika kepercayaanku kepada Tuhan dan pemenuhan tugasku adalah untuk mendapatkan berkat atau mahkota, maka aku melakukannya dari perspektif yang tidak tepat, dan tanpa nurani serta alasan yang baik. Aku enggan melakukan "pekerjaan kecil" dan untuk memenuhi "tugas kecil"—bukankah itu berarti aku sedang didominasi oleh niat untuk mendapatkan berkat dan ambisi demi mengejar status? Dalam pikiranku, aku percaya bahwa Tuhan akan menyukaiku jika aku memiliki status dan kekuasaan dan dapat melakukan pekerjaan besar serta memimpin orang lain, dan aku percaya bahwa semakin keras aku bekerja, semakin aku akan menerima pujian Tuhan, dan semakin aku akan diberi imbalan oleh-Nya. Jadi aku tidak akan melepaskan status dan selalu berusaha melakukan pekerjaan besar serta melakukan tugas besar sehingga pada akhirnya aku akan menerima mahkota yang besar. Justru karena aku memendam sudut pandang yang keliru sehingga aku merasa tidak puas dengan tugas yang telah diatur gereja untukku, sedemikian rupa sehingga aku salah mengerti kehendak Tuhan. Aku mengeluhkan hal itu dan percaya bahwa memenuhi tugas menerima tamu tidak banyak memanfaatkan keterampilan hebatku, bahwa itu adalah cara untuk memandangku rendah. Aku sangat congkak dan bodoh! Di bawah penghakiman firman Tuhan, sekali lagi aku merasa malu. Dan juga karena pencerahan dari firman Tuhan, aku mengerti kehendak-Nya. Aku tahu tipe orang seperti apa yang Tuhan suka, tipe orang apa yang disempurnakan-Nya, dan tipe orang seperti apa yang menjijikkan bagi-Nya. Aku mendapatkan hati yang taat kepada Tuhan. Setelah itu aku menetapkan kehendakku di hadapan Tuhan dan bersedia menjadi orang terkecil, paling tidak mencolok di gereja, untuk menyelesaikan tugasku sebagai penerima tamu, untuk menjaga lingkungan kami, untuk memungkinkan saudara-saudariku berkumpul di rumahku dengan damai tanpa gangguan. Aku akan menggunakan tindakan-tindakan yang praktis untuk menyenangkan hati Tuhan.

Melalui pengalaman ini, aku menyadari betapa hebatnya firman Tuhan, bahwa Dia telah menyatakan kebenaran dan semua kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Kita hanya perlu rajin membaca firman-Nya untuk memahami kebenaran dalam segala hal, untuk memahami kehendak-Nya, untuk mengubah gagasan, dan kepercayaan kita sendiri. Sejak saat itu, aku semakin haus akan firman-Nya, dan aku mulai bangun pukul empat atau lima setiap pagi untuk membaca firman-Nya. Setelah beberapa waktu, aku dapat mengingat sebagian dari firman-Nya, aku memperoleh sedikit pemahaman akan kehendak-Nya, dan benar-benar menikmatinya di dalam hatiku. Belakangan, ada seorang saudara yang bertanggung jawab atas pekerjaan Injil sering tinggal di rumahku. Beberapa kali ketika dia memberitakan Injil dan menemui kesulitan, dia memintaku mencari firman Tuhan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dia melihat bahwa aku dapat menemukannya dengan sangat cepat, dan setelah itu begitu dia menghadapi masalah, dia akan memintaku membantu menemukan firman Tuhan. Dia sangat mengagumiku. Tanpa sengaja, sifat congkakku sekali lagi mulai bertingkah. Aku berpikir dalam hati: meskipun kau bertanggung jawab untuk memberitakan Injil, aku masih harus membantumu menyelesaikan masalah. Kau belum membaca firman Tuhan sebanyak aku dan kau tidak mengerti firman Tuhan sebanyak aku. Aku sudah mendapatkan kebenaran. Jika aku bertugas memberitakan Injil, aku pasti akan lebih baik dibandingkan dirimu. Jadi dalam hati, aku mulai memandang rendah saudaraku, dan setelah beberapa saat aku bahkan mulai berhenti menghiraukan dia. Suatu hari, pemimpin gereja mendatangi rumahku dan bertanya: "Bagaimana kabarmu belakangan ini?" Dengan penuh percaya diri, aku menjawab: "Aku baik-baik saja. Aku membaca firman Tuhan dan berdoa setiap hari. Saudara itu melihat bahwa aku sedikit mengerti tentang firman Tuhan, jadi dia selalu memintaku membantunya menemukan firman dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah ...." Pemimpin gereja mendengar kecongkakan dalam perkataanku, dan mengambil sebuah buku tentang firman Tuhan dan berkata: "Mari kita membaca beberapa ayat dari firman-Nya. Tuhan berkata: 'Karena semakin besar status mereka, semakin besar ambisi mereka; semakin mereka memahami doktrin, watak mereka menjadi semakin congkak. Jika, dalam kepercayaanmu kepada Tuhan, engkau tidak mengejar kebenaran, dan malah mengejar status, engkau berada dalam bahaya' ("Manusia Mengajukan Terlalu Banyak Tuntutan Kepada Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). 'Terlepas dari aspek realitas kebenaran mana yang telah engkau dengar, jika engkau menentangnya, jika engkau melakukan firman ini dalam hidupmu sendiri, dan memasukkannya ke dalam penerapanmu sendiri, engkau pasti akan mendapatkan sesuatu, dan pasti akan berubah. Jika engkau memasukkan firman ini ke dalam perutmu, dan menghafalnya di otakmu, engkau tidak akan pernah berubah. ... engkau harus meletakkan dasar yang baik. Jika, pada awalnya, engkau meletakkan dasar di atas huruf-huruf tertulis dan doktrin, engkau akan berada dalam masalah. Itu seperti ketika orang membangun sebuah rumah di pantai: Rumah itu akan berada dalam bahaya roboh tidak peduli seberapa tinggi engkau membangunnya, dan tidak akan bertahan lama' ("Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Setelah mendengar firman Tuhan ini, aku sungguh malu. Aku menyadari bahwa sifat congkak iblisku yang arogan akan muncul kembali. Dalam kepercayaanku kepada Tuhan Yesus di masa lalu, aku berfokus untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam dan memahami teori-teori dalam Alkitab, dan aku menggunakannya sebagai dasar untuk menjadi mulia dan perkasa, untuk menjadi semakin congkak. Sekarang aku beruntung bahwa aku dapat membaca begitu banyak kebenaran dalam firman Tuhan, tetapi aku telah kembali ke jalan lamaku dan mengandalkan kecerdasanku sendiri. Aku menghafal beberapa kalimat dari firman-Nya dan percaya bahwa aku telah mendapatkan kebenaran; Sekali lagi aku menjadi congkak dan tidak mau mendengarkan siapa pun. Aku bersaing demi status dengan orang lain dan berlomba-lomba dengan mereka. Sungguh memalukan! Aku melihat bahwa melengkapi diri dengan teori-teori harfiah hanya dapat membuat seseorang semakin congkak, dan bahwa hanya dengan memahami kebenaran firman Tuhan orang dapat mengubah wataknya dan dimungkinkan untuk hidup sebagai manusia. Saudara itu telah lebih lama mempercayai Tuhan dariku dan dia lebih mengerti dibanding diriku, tetapi dia bisa dengan rendah hati mencari bantuanku. Ini benar-benar kekuatannya, dan ini buah yang lahir dari mengalami pekerjaan dan firman Tuhan, dan dari pemahamannya akan kebenaran. Aku bukan hanya tidak belajar darinya dan fokus untuk mengerjakan firman Tuhan dalam hidupku, dan hidup sebagai manusia yang baik, aku malah memandang rendah dirinya dan tidak menghiraukannya. Aku benar-benar congkak, buta, dan bodoh! Hatiku pada waktu itu sangat sakit. Aku merasa bahwa sifat congkakku ini sungguh memalukan dan buruk. Terlalu menjijikkan! Dan jenis kecongkakan ini yang tidak memiliki akal sehat, sangat mudah menyinggung perasaan Tuhan. Tanpa mengubah diri sendiri, tanpa mengejar kebenaran, aku hanya bisa menghancurkan diriku sendiri. Ketika kumenyadari semua ini, aku sungguh merasa bahwa penghakiman dan hajaran dalam firman Tuhan sebenarnya adalah kasih dan keselamatan-Nya bagiku. Ini membuatku menjadi benci dengan sifat congkakku, dan mengerti bahwa dalam kepercayaanku kepada Tuhan, aku harus mengejar kebenaran dan mengejar perubahan watak.

Setelah itu berlalu, aku mulai mencari akar kecongkakan dan kurangnya akal sehatku, apa yang membimbing pemikiranku, apa yang membuatku sering mengungkapkan sifat iblisku yang congkak. Suatu hari, aku melihat firman Tuhan ini: "Segala sesuatu yang Iblis lakukan adalah bagi dirinya sendiri. Dia berniat melampaui Tuhan, lepas dari Dia, menggunakan kuasa itu sendiri, dan ingin memiliki semua ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, natur manusia adalah natur Iblis. ... Natur jahat manusia mengandung banyak falsafah ini. Terkadang engkau sendiri bahkan tidak menyadari dan tidak memahaminya; meskipun demikian, setiap saat dalam hidupmu didasarkan atasnya. Selain itu, engkau berpikir falsafah ini cukup benar dan masuk akal, serta sama sekali tidak salah. Ini cukup untuk menunjukkan bahwa falsafah Iblis telah menjadi natur manusia, dan bahwa mereka sedang hidup sepenuhnya sesuai dengan falsafah Iblis, dan tanpa memberontak terhadapnya sedikit pun. Karena itu, mereka terus-menerus menyingkapkan sebuah natur jahat mereka, dan dalam segala aspek, mereka terus hidup berdasarkan falsafah Iblis. Natur Iblis adalah kehidupan umat manusia" ("Cara Menempuh Jalan Petrus" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Saat merenungkan firman Tuhan ini, hatiku semakin cerah. Aku berpikir: Ternyata setelah umat manusia dirusak Iblis, sifat kita juga menjadi congkak, susah diatur, dan tidak menyembah Tuhan seperti Iblis itu sendiri, dan kita berusaha untuk dikagumi orang lain dan menyembah diri kita sendiri seolah-olah kita ini Tuhan. Melalui pengaruh sosial dan perkataan dari orang-orang terkenal, Iblis telah menanamkan pemikirannya, filsafat hidupnya dan hukum-hukum kelangsungan hidupnya ke dalam hati manusia, menjadi sesuatu yang diandalkan orang dalam kehidupan mereka; Semua ini membimbing pemikiran umat manusia, menguasai tindakan mereka, dan menyebabkan mereka menjadi semakin arogan dan tidak masuk akal. Aku merenungkan fakta bahwa sejak masih kecil aku diganggu dan didiskriminasi dan aku jadi iri kepada mereka yang memiliki kekuasaan dan status. Selain itu, aturan Iblis tentang bertahan hidup yaitu "Seseorang harus ada di atas yang lain dan membawa kehormatan kepada leluhurnya," "Orang-orang berjuang untuk naik, tetapi air mengalir ke bawah," dan "Aku adalah Tuanku sendiri di seluruh langit dan bumi" telah tertanam kuat di hatiku sejak kecil, menguasai hidupku. Jadi, baik itu di dunia atau di gereja, aku melakukan yang terbaik untuk mengejar status dan reputasi; aku berusaha untuk menjadi lebih tinggi dari yang lain, untuk bertanggung jawab atas orang lain. Racun-racun dari Iblis ini membuatku merasa sangat mulia; aku melihat diriku benar-benar hebat. Aku akan selalu memamerkan kualifikasiku sebagai orang yang sudah lama beriman di hadapan saudara-saudariku dan membandingkan kekuatanku dengan kelemahan orang lain. Segala sesuatu tidak pantas kuperhatikan dan aku yang selalu memutuskan, aku sangat arogan sehingga aku bahkan percaya bahwa aku diutus Tuhan, dan aku ingin memerintah sebagai raja bersama dengan Tuhan. Racun Iblis ini telah membuatku sangat congkak sehingga aku kehilangan akal sehat manusia. Sama seperti Iblis, aku ingin merebut kekuasaan dalam segala hal, dan aku ingin posisi yang lebih tinggi untuk memerintah umat manusia. Apa yang kujalani sepenuhnya adalah citra Iblis, Si setan. Racun Iblis ini sangat merugikanku hingga ke lubuk hati. Aku berdoa kepada Tuhan, dengan mengatakan: "Ya Tuhan, aku tidak mau lagi hidup berdasarkan hal-hal ini. Aku telah sangat menderita karenanya, aku telah hidup dalam keburukan yang tak tertahankan dan telah membuat-Mu jijik. Ya Tuhan, aku rela melakukan yang terbaik untuk mengejar kebenaran, untuk menjadi orang yang pantas, yang sungguh memiliki hati nurani dan akal sehat, menjalani hidup yang seperti manusia sejati, untuk menyenangkan hati-Mu. Ya Tuhan, aku memohon kepada-Mu untuk tak mengambil penghakiman dan hajaran-Mu dari padaku, aku memohon agar pekerjaan-Mu menyucikanku. Selama itu mungkin bagiku untuk mengubah watakku dan menjalani kehidupan yang sama dengan orang benar dan segera didapatkan oleh-Mu, aku bersedia menerima penghakiman, hajaran, penghinaan, dan pendisiplinan yang lebih keras dari-Mu."

Suatu hari, aku membaca firman Tuhan yang mengatakan: "Tuhan tidak memiliki unsur pembenaran diri atau mementingkan diri sendiri, atau unsur kesombongan dan keangkuhan; Dia tidak memiliki unsur kecurangan. Segala sesuatu yang tidak menaati Tuhan berasal dari Iblis; Iblis adalah sumber segala keburukan dan kejahatan. Alasan mengapa manusia memiliki kualitas yang serupa dengan kualitas Iblis adalah karena manusia telah dirusak dan dikuasai oleh Iblis. Kristus tidak pernah dirusak oleh Iblis, sehingga Dia hanya memiliki karakter Tuhan dan tidak satu pun karakter Iblis" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Esensi Kristus adalah Ketaatan pada Kehendak Bapa Surgawi"). Hatiku sekali lagi tergerak oleh firman Tuhan. Tuhan begitu mulia dan besar, namun begitu rendah hati dan tersembunyi. Dalam pekerjaan-Nya di antara manusia, Dia tidak pernah bersaksi bahwa Dia Sendiri adalah Tuhan, juga tidak pernah mengumumkan identitas atau posisi-Nya, apalagi menyebut diri-Nya sebagai Tuhan. Sebaliknya, Dia hidup, tidak dikenal dan tidak diakui, di antara manusia, mengungkapkan kebenaran untuk memberi persediaan dan menuntun manusia, dan melakukan pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Tuhan begitu besar, begitu kudus, dan dalam hidup-Nya tidak ada unsur pembenaran diri dan kepentingan diri sendiri, karena Kristus sendiri adalah kebenaran, jalan, dan hidup. Dia Maha Tinggi, tapi juga rendah hati dan baik. Melihat apa yang Kristus miliki dan siapa Kristus itu sendiri, aku semakin merasa tidak tahu malu dan bodoh atas kecongkakanku. Aku ingin sekali mengikuti teladan Kristus, dan rela mengejar cara hidup seperti orang benar untuk memuaskan Tuhan. Setelah itu, mengikuti teladan Kristus dan menjalani hidup serupa orang benar telah menjadi tujuan yang kukejar.

Suatu kali, aku membaca satu ayat firman Tuhan dan aku tidak bisa memahaminya. Aku tidak tahu apa artinya, tetapi demi menyelamatkan muka, aku tidak mau mengesampingkan diri sendiri dan mencari persekutuan dengan saudara-saudariku. Aku takut mereka akan memandangku rendah karena aku selalu menyelesaikan masalah orang lain dan tidak pernah mengangkat masalahku sendiri untuk mencari bantuan orang lain. Setelah itu, aku menyadari bahwa keenggananku untuk membuka diri terhadap persekutuan masih merupakan dominasi sifat congkakku dan karena aku tidak ingin dipandang rendah orang lain. Aku memberontak melawan daging untuk mencari persekutuan dengan saudara-saudariku. Aku tidak pernah membayangkan bahwa mereka tidak hanya tidak memandangku rendah, tetapi mereka dengan sabar menyampaikan kehendak Tuhan kepadaku, dan kesulitanku diselesaikan dengan sangat cepat. Satu waktu, seorang saudara memintaku mengantarkan surat terkait pekerjaan gereja. Karena kecongkakanku dan karena aku menyelesaikan tugas berdasarkan ide-ideku sendiri, surat itu tidak dikirim tepat waktu. Ketika dia melihat itu akan menunda pekerjaan, saudara ini menjadi sangat cemas. Dia menegurku dan menyingkapkanku. Pada saat itu aku sangat tidak nyaman dan merasa malu, tetapi aku juga tahu bahwa Tuhanlah yang menegurku dan memangkas aspek-aspekku. Tuhanlah yang menguji apakah aku memiliki kepatuhan atau tidak, dan apakah aku bisa menerapkan kebenaran atau tidak. Aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, hari ini aku ditegur saudaraku, aku merasa tidak nyaman. Aku juga ingin menentangnya karena aku selalu berada di posisi yang lebih tinggi dan memarahi orang lain, dan aku tidak pernah tunduk pada kebenaran. Aku selalu hidup dalam gambaran Iblis. Sekarang, aku telah mengalami begitu banyak pekerjaan-Mu dan mengerti bahwa seseorang yang dapat menerima teguran dan pangkasan adalah orang yang paling berakal. Dia orang yang taat kepada Tuhan dan takut akan Tuhan. Hanya tipe orang seperti ini yang memiliki integritas dan keserupaan dengan manusia. Kini aku rela membuang kedaginganku untuk hati Tuhan yang pengasih. Aku ingin Engkau menggerakkan hatiku, untuk mewujudkan resolusiku." Setelah berdoa, aku merasakan damai sejahtera dan sukacita dalam hatiku. Aku bisa mengesampingkan muka dan statusku dan senang menerima pemangkasan dan teguran dari saudaraku. Setelah itu terjadi, saudaraku khawatir aku takkan mau menerima semua ini, jadi atas kehendak Tuhan, dia berbicara denganku. Aku mengemukakan pemahamanku tentang pengalamanku sendiri. Kami tertawa bersama, dan dari hati aku bersyukur atas keselamatan Tuhan, karena Dia mengubahku.

Jadi, dari waktu ke waktu melalui penghakiman dan hajaran Tuhan Yang Mahakuasa, watak congkakku secara bertahap berubah. Aku bisa menjadi orang yang rendah hati, tidak lagi begitu congkak dan tidak mau mendengarkan orang lain. Apa pun yang terjadi, aku tidak lagi menjadi orang yang memberikan keputusan akhir. Aku dapat meminta pendapat saudara-saudariku tentang beberapa masalah, dan dapat bekerja sama secara harmonis dengan mereka. Aku akhirnya menjadi sedikit lebih serupa dengan manusia. Sejak itu, aku merasa telah menjadi orang yang jauh lebih sederhana. Aku hidup dengan sangat mudah, sangat bahagia. Aku berterima kasih atas keselamatan Tuhan Yang Mahakuasa bagiku. Tanpa keselamatan-Nya, aku masih akan sangat berjuang di tengah-tengah kegelapan dan dosa tanpa pernah bisa lepas dari kerusakan. Tanpa keselamatan Tuhan, sifatku hanya akan menjadi semakin congkak, bahkan membuat orang menyembahku layaknya Tuhan, sampai-sampai menyinggung watak Tuhan dan menderita hukuman-Nya namun aku tidak menyadarinya. Melalui waktu demi waktu penghakiman dan hajaran Tuhan, aku melihat bahwa kasih-Nya begitu nyata, dan bahwa Dia selalu menggunakan kasih-Nya untuk menggerakkanku, menungguku berbalik. Tidak peduli seberapa memberontaknya aku, tidak peduli seberapa keras aku ditegur, seberapa banyak keluhan dan kesalahpahamanku tentang Tuhan, Dia tidak pernah mempermasalahkannya. Dia masih dengan susah payah mengatur setiap jenis lingkungan untuk membangunkan hatiku, untuk membangkitkan jiwaku, untuk menyelamatkanku dari kesengsaraan Iblis, untuk membiarkanku hidup dalam terang Tuhan dan berjalan di jalan yang benar akan kehidupan manusia. Demi aku Tuhan bersabar dan menunggu lebih dari 20 tahun, sambil membayar harga yang tak terukur demi aku. Kasih Tuhan sungguh besar dan luar biasa! Sekarang, penghakiman dan hajaran Tuhan telah menjadi hartaku; keduanya juga merupakan sumber kekayaan berharga dari pengalamanku dan sesuatu yang takkan pernah bisa kulupakan. Penderitaan ini memiliki nilai dan makna. Meskipun aku masih belum memenuhi persyaratan Tuhan, aku dengan yakin mengejar perubahan dalam watak, dan aku bersedia untuk lebih dalam lagi mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan. Aku percaya bahwa Dia pasti dapat mengubahku menjadi manusia sejati yang berkenan kepada-Nya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait