Mengapa Aku Selalu Berpura-Pura?

24 November 2022

Oleh Saudari Xinyi, Filipina

Pada Agustus 2021, aku mulai berlatih menyirami petobat baru. Aku takut mereka akan memandang rendah diriku ketika aku bersekutu dengan mereka karena bahasa Inggrisku tidak begitu lancar, jadi awalnya aku hanya berkomunikasi lewat pesan. Namun, selalu melakukan itu memengaruhi kemajuan penyiraman. Selama pertemuan, seorang saudari berkata bahwa bahasa Inggrisnya tidak lancar, tapi dia ingin bisa bersekutu secara lisan dengan petobat baru dan menangani gagasan dan kesulitan mereka tepat pada waktunya, jadi dia memakai aplikasi terjemahan. Dengan cara itu dia bisa bersekutu dengan mereka secara lisan sebanyak mungkin. Aku merasa malu ketika membandingkannya dengan sikapku sendiri terhadap tugasku. Dia tak bisa berbahasa Inggris dengan lancar tapi menemukan cara untuk berbicara secara lisan dengan petobat baru, sedangkan masalahku, aku memiliki aksen, tapi aku lancar dalam percakapan sehari-hari. Aku hanya takut mereka akan berpikir bahasa Inggrisku kurang bagus, jadi aku tidak ingin berbicara dengan mereka. Itu berpengaruh langsung pada apa yang bisa kucapai dalam penyiraman. Ada makin banyak petobat baru yang menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, jadi kami harus meningkatkan pekerjaan penyiraman kami dan membantu mereka membangun dasar di jalan yang benar sesegera mungkin. Namun, aku hanya memikirkan reputasi dan statusku sendiri, bukan memikirkan bagaimana menyirami petobat baru dengan segera. Aku sama sekali tidak memikirkan kehendak Tuhan! Jadi aku berdoa, siap untuk bersandar pada Tuhan dan berusaha berkomunikasi dengan mereka dengan percakapan lisan. Aku mulai melatih bahasa Inggrisku secara lisan setelah itu, dimulai dengan petobat baru yang sudah kukenal dan setelah beberapa waktu, aku tidak merasa takut untuk melakukan percakapan lisan. Aku ingat suatu kali aku berbicara dengan petobat baru, dan aku bukan saja mampu mengekspresikan diriku dengan lancar, tapi masalahnya juga diselesaikan. Sulit bagiku untuk percaya—aku tak pernah menyangka satu diskusi lisan bisa lebih efektif daripada beberapa hari berkirim pesan.

Karena makin banyak anggota baru bergabung dengan gereja, pemimpin meminta aku dan Saudari Zheng untuk bekerja sama memimpin pekerjaan penyiraman. Aku sangat terkejut mendengarnya. Aku baru saja belajar cara menyirami, masih banyak kebenaran tentang pekerjaan Tuhan yang tidak kupahami, dan kemampuan bahasa Inggrisku biasa-biasa saja. Bagaimana aku bisa mengambil tanggung jawab seperti itu? Saudari Zheng telah menyirami petobat baru lebih lama dariku, jadi dia punya lebih banyak pengalaman dalam segala hal. Dia juga berbahasa Inggris dengan cukup lancar. Jika aku bekerja sama dengannya, mengingat kemampuanku yang sebenarnya, akankah dia melihat kekuranganku saat aku berbicara? Dia mungkin berkata persekutuanku tentang kebenaran tidak jelas, bahwa aku tidak cocok untuk tugas itu. Saat aku mengkhawatirkan hal itu, Saudari Zheng datang untuk mendiskusikan pekerjaan kami denganku dan menanyakan kemampuan berbahasa Inggrisku. Tanpa pikir panjang, aku berkata, "Bahasa Inggrisku tidak bagus. Aku bisa mengerti, tapi bicaraku tidak lancar. Secara tertulis aku bisa." Dia menjawab, "Kalau begitu, kau bisa bertanggung jawab mengatur waktu pertemuan dengan petobat baru, dan aku akan bertanggung jawab untuk bersekutu dengan mereka. Kita bisa bekerja sama." Kupikir berkata aku tak bisa berbahasa Inggris dengan baik adalah alasan yang bagus; maka aku tak perlu bicara dalam pertemuan. Asalkan aku tak bicara, kekurangan dan kelemahanku takkan pernah terlihat. Kemudian, saat Saudari Zheng menyirami petobat baru, aku bisa berada di sana mendengarkan dan belajar, dan setelah beberapa waktu, setelah dapat memahami segala sesuatunya, aku bisa berkomunikasi secara lisan dengan mereka. Maka mereka takkan mengetahui yang sebenarnya mengenai diriku.

Pertama kali aku dan Saudari Zheng menyirami petobat baru bersama-sama, kuperhatikan dia berinteraksi dengan mereka dengan bahasa Inggris yang fasih, tapi aku hanya berkata "Halo!" dan tak berani lagi mengatakan apa pun. Kami telah sepakat ketika pertemuan dan persekutuan selesai, aku akan berbicara dengan para petobat baru itu untuk memahami masalah mereka dan berusaha menyelesaikannya sesegera mungkin, tapi aku merasa enggan. Aku merasa dalam interaksi pertama mereka dengan Saudari Zheng, mereka telah melihat betapa fasih bahasa Inggrisnya dan dia mampu mempersekutukan kebenaran dengan jelas, jadi jika mereka berbicara denganku setelah itu dan mendengarku terbata-bata, mereka akan menyadari perbedaan yang sangat mencolok. Apa pendapat mereka tentang diriku? Aku terus memikirkannya, dan memutuskan untuk terus melanjutkan pesan tertulis. Setelah itu, selain berkomunikasi secara lisan dengan para petobat baru yang cukup kukenal, aku hanya berinteraksi dengan yang lain melalui tulisan. Namun, itu cara komunikasi yang lebih lambat. Sering kali ada yang tidak online ketika aku mengirim pesan, dan kemudian aku tidak melihat ketika mereka menjawab. Beberapa masalah dapat diselesaikan hanya dengan bicara beberapa menit, tapi pengiriman pesan mungkin tidak memberikan hasil apa pun bahkan setelah beberapa hari. Saat meninjau pekerjaan yang telah kami lakukan aku melihat hampir setengah dari petobat baru yang menjadi tanggung jawabku tak ikut pertemuan secara normal. Aku tercengang. Bagaimana itu bisa terjadi? Saudari Zheng bertanya kepadaku, "Mengapa kau selalu mengirim pesan kepada petobat baru? Mengapa kau tak pernah berbicara dengan mereka secara langsung?" Aku menjawab seadanya, tak ingin memberitahunya. Aku tahu jika aku berbicara langsung dengan mereka untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan mereka, beberapa dari mereka pasti mulai ikut pertemuan secara normal. Namun, aku takut memperlihatkan kelemahanku dan mengandalkan pesan, yang membuat ini terjadi.

Malam itu, aku tak bisa tidur, tapi hanya terbaring gelisah dan makin kupikirkan, makin aku merasa buruk. Jika kebingungan dan gagasan petobat baru tidak segera diselesaikan, mereka bisa mundur setiap saat. Itu kelalaian tugas yang serius! Mengapa aku bersikeras mengirim pesan tentang sesuatu yang bisa diselesaikan dengan tiga menit percakapan? Bukannya aku tak bisa berbahasa Inggris, dan aku sudah bisa berkomunikasi secara lisan tak lama sebelum itu. Mengapa aku tak lagi melakukan hal itu? Aku menyalahkan diriku sendiri, memikirkan bagaimana beberapa petobat baru tidak ikut pertemuan secara normal karena aku tidak menyiraminya dengan benar. Aku begitu dipenuhi dengan penyesalan. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia membimbingku untuk mengenal diriku sendiri. Kemudian, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Manusia sendiri adalah objek ciptaan. Mampukah objek ciptaan mencapai kemahakuasaan? Mampukah mereka mencapai kesempurnaan dan keadaan tanpa cela? Mampukah mereka mencapai kemahiran dalam segala sesuatu, memahami segala sesuatu, dan cakap dalam segala sesuatu? Mereka tidak mampu. Namun, di dalam diri manusia, ada watak-watak yang rusak dan kelemahan yang fatal: begitu mereka mempelajari sebuah keterampilan atau profesi, manusia merasa bahwa mereka cakap, bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki status dan nilai, dan bahwa mereka adalah para profesional. Betapa pun tidak istimewanya mereka, mereka semua ingin mengemas diri mereka sebagai tokoh terkenal atau mulia, mengubah diri mereka menjadi selebritas yang kurang terkenal, dan membuat orang berpikir bahwa mereka sempurna dan tanpa cacat, tanpa kekurangan sedikit pun; di mata orang lain, mereka ingin menjadi terkenal, kuat, tokoh yang hebat, dan mereka ingin menjadi perkasa, mampu melakukan apa saja, tak satu pun yang tidak mampu mereka lakukan. Mereka merasa bahwa jika mereka mencari bantuan orang lain, mereka akan terlihat tidak mampu, lemah, dan kurang cerdas, serta orang-orang akan memandang rendah mereka. Karena alasan ini, mereka selalu ingin berpura-pura. Beberapa orang, ketika disuruh melakukan sesuatu, berkata mereka tahu bagaimana melakukannya, padahal sebenarnya mereka tidak tahu. Setelah itu, diam-diam, mereka mencari tahu tentang hal tersebut dan mencoba mempelajari bagaimana melakukannya, tetapi setelah mempelajarinya selama beberapa hari, mereka tetap tidak mengerti cara melakukannya. Ketika ditanya sudah sampai di mana mereka dalam pekerjaan itu, mereka berkata, 'Segera, segera selesai!' Namun di dalam hati, mereka berpikir, 'Itu masih jauh dari selesai, aku sama sekali tidak tahu kapan selesainya, aku tak tahu harus berbuat apa! Aku tak boleh menyingkapkan diriku, aku harus terus berpura-pura, aku tak boleh membiarkan orang melihat kekurangan dan kebodohanku, aku tak boleh membiarkan mereka memandang rendah diriku!' Masalah apa ini? Ini adalah kehidupan bagai neraka karena berusaha mempertahankan reputasi dengan segala cara. Watak macam apa ini? Kecongkakan orang semacam itu tidak mengenal batas, mereka telah kehilangan akal! Mereka tidak ingin menjadi seperti orang lain, mereka tidak ingin menjadi orang biasa, orang normal, tetapi ingin menjadi manusia super, orang yang ahli, orang yang cakap. Ini sebuah masalah besar! Mengenai kelemahan, kekurangan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kurangnya pemahaman dalam kemanusiaan yang normal, mereka akan menyembunyikannya rapat-rapat, dan tidak membiarkan orang lain melihatnya, dan kemudian terus menyamarkan diri. ... Bagaimana menurutmu, bukankah orang-orang semacam itu hidup dalam angan-angan? Bukankah mereka sedang bermimpi? Mereka tidak mengenal diri mereka sendiri, mereka juga tidak tahu bagaimana hidup dalam kemanusiaan yang normal. Mereka tidak pernah sekali pun bertindak seperti manusia yang nyata. Jika engkau menjalani hari-harimu dengan hidup dalam angan-angan, bersikap asal-asalan, tidak melakukan apa pun berdasarkan kenyataan, selalu hidup berdasarkan imajinasimu sendiri, maka ini adalah masalah. Jalan dalam kehidupan yang kaupilih itu tidak benar" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Lima Keadaan yang Harus Dipenuhi Sebelum Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku bisa mengerti bahwa aku telah berpura-pura dan menyamarkan diriku sendiri. Aku takut petobat baru akan memandang rendah diriku karena kemampuan berbahasa Inggrisku tidak bagus, jadi aku tak berani terlibat dalam percakapan dengan mereka. Setelah aku dan Saudari Zheng mulai bekerja sama, aku melihat bahasa Inggrisnya sangat bagus dan persekutuannya tentang kebenaran lebih jelas daripadaku. Aku takut akan terlihat sangat kurang bila dibandingkan, dan takut dia akan mengetahui diriku yang sebenarnya, jadi aku makin berpura-pura. Ketika Saudari Zheng bertanya tentang bahasa Inggrisku, aku dengan sengaja berkata bahasa Inggrisku buruk, mencari alasan agar tidak harus bersekutu secara lisan. Setiap kali kami berdua melakukan penyiraman bersama-sama aku tak mau ikut bicara. Aku tidak melakukan tugasku sendiri. Dan ketika menyirami petobat baru, aku hanya mengirim pesan kepada mereka alih-alih melakukan percakapan, yang berarti banyak masalah petobat baru tidak terselesaikan secepat yang seharusnya, jadi mereka hanya tetap negatif dan tidak ikut pertemuan. Aku menunda pekerjaan kami. Aku selalu berpura-pura, takut kelemahanku akan tersingkap. Aku ingin diam-diam mempelajari segala sesuatunya di balik layar dan kemudian tampil dan terlihat hebat. Alangkah sombongnya aku! Aku tak bisa begitu saja menghadapi kekurangan dan kelemahanku, tapi aku harus berpura-pura menjadi luar biasa dan berbeda dari orang lain. Ini sama seperti sesuatu yang Tuhan singkapkan: "Mereka tidak ingin menjadi seperti orang lain, mereka tidak ingin menjadi orang biasa, orang normal, tetapi ingin menjadi manusia super, orang yang ahli, orang yang cakap. Ini sebuah masalah besar!" Keterampilan berbahasa Inggrisku tidak bagus dan aku tak punya banyak pengalaman dalam pekerjaan penyiraman. Gereja mengaturku untuk menyirami petobat baru dari luar negeri berarti memberiku kesempatan untuk berlatih, dan seharusnya aku menghargainya. Namun, bukannya melakukan tugasku dengan baik, aku hanya ingin menutupi kekuranganku dan bertindak seakan-akan aku dapat melakukan apa pun agar orang lain selalu menghormatiku, mengagumiku. Aku sama sekali tak punya nalar atau kesadaran diri. Aku tahu aku harus berhenti berpura-pura dan menyamar. Apa pun pendapat orang lain, aku harus melepaskan kesombonganku, melaksanakan tugas dan tanggung jawabku. Itulah yang harus kuterapkan.

Aku membaca beberapa bagian lain firman Tuhan yang memberiku jalan penerapan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal untuk masuk ke dalam hidup, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain juga akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinisp dan dengan suatu tingkat keterbukaan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Mereka yang Benar-Benar Tunduk kepada Tuhan Memiliki Hati yang Takut akan Dia"). "Ketika engkau berada di hadapan Tuhan, bagaimanapun caramu berpura-pura, mengaburkan, atau mengarang, pikiranmu yang sebenarnya, hal-hal yang paling tersembunyi di lubuk hatimu, semuanya itu seterang siang hari bagi Tuhan; tak seorang pun mampu menyembunyikan segala sesuatu di lubuk hati mereka dari pemeriksaan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku sadar, langkah pertama untuk menyelesaikan watakku yang rusak adalah belajar membuka diri, berhenti berpura-pura dan membawa kekurangan, kelemahan, dan kerusakan yang kusingkapkan ke dalam terang. Aku harus menjadi orang yang sederhana dan jujur di hadapan saudara-saudariku dan di hadapan Tuhan. Barulah aku akan bisa tenang dan bebas dalam tugasku. Memahami hal ini memberiku keyakinan dan keberanian untuk menerapkan kebenaran, jadi aku mencari pemimpin dan Saudari Zheng, dan memberi tahu mereka secara terus terang tentang keadaan dan pemahamanku. Mereka tidak memandang rendah diriku, tapi dengan sabar bersekutu denganku berdasarkan pengalaman mereka sendiri dan membantuku memahami masalahku. Setelah itu, ketika menyirami petobat baru, aku tak lagi dikendalikan oleh kesombonganku, tapi mulai berfokus pada komunikasi lisanku dengan mereka sehingga dapat membantu menyelesaikan kebingungan mereka dengan lebih cepat. Ketika aku menghadapi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan atau diucapkan, aku selalu mengambil kamus atau memakai aplikasi terjemahan. Seiring waktu, bahasa Inggris lisanku meningkat. Aku mengalaminya dengan bersekutu secara terbuka dengan saudara-saudariku dan bersikap tulus, Aku bisa memahami kerusakan dan kekuranganku dan dengan cepat membalikkannya ketika aku dalam keadaan buruk. Sebagaimana Tuhan katakan, "Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal untuk masuk ke dalam hidup, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah." Kupikir setelah melewati semua ini, aku jadi mampu membuka diri dan mengalami sedikit perubahan. Aku terkejut ketika belakangan masalah yang sama kembali muncul.

Suatu kali, beberapa petobat baru ingin memberitakan Injil kepada beberapa anggota keluarga dan teman, jadi aku dan pemimpin tim menjelaskan prinsipnya. Baru saja selesai memperkenalkan diriku, salah seorang dari mereka berkata dia tak mengerti apa yang kukatakan, jadi pemimpin tim bergegas membantu menjelaskan, berkata pengucapanku tidak terlalu bagus, Lalu mulai berbicara dengan para petobat baru itu. Aku benar-benar merasa seperti orang asing saat aku mendengarkan mereka berbicara dengan lancar—aku bisa merasakan wajahku makin memerah. Itu sangat canggung, dan sangat memalukan. Aku ingin pemimpin tim memiliki kesempatan untuk belajar dariku dan berlatih, tapi aku bahkan tak mampu memperkenalkan diriku dengan baik—apa pendapat pemimpin tim dan petobat baru itu tentang diriku? Mereka mungkin berpikir bahasa Inggrisku buruk, dan aku juga tidak cakap dalam pekerjaan. Siapa yang mau mendengarkanku setelah itu saat aku menindaklanjuti segala sesuatunya? Penikiran ini membuatku merasa frustrasi, dan aku merasa sangat sedih. Pemimpin gereja itu pun adalah anggota kelompok, dan aku takut dia juga akan ikut online dan melihat apa yang terjadi, berpikir bahasa Inggrisku buruk dan tak mampu menyelesaikan pekerjaan, lalu memberhentikanku. Aku tak mau mereka mengetahui kemampuanku yang sebenarnya, jadi aku kembali mulai menyembunyikan kekuranganku, berkomunikasi melalui pesan, dan mengubah diskusi kelompok menjadi obrolan jalur pribadi. Setelah beberapa waktu berlalu, aku mulai merasa sangat lelah. Aku takut semua orang akan mengetahui betapa buruknya pengucapanku dan memandang rendah diriku. Aku hidup setiap hari dalam keadaan itu, dan tak punya waktu atau tenaga untuk memikirkan bagaimana melakukan tugasku dengan baik. Aku makin merasakan kegelapan di dalam hatiku dan sama sekali tak mampu merasakan bimbingan Tuhan. Aku juga sama sekali tak punya arah dalam tugasku. Aku tahu aku berada dalam keadaan berbahaya, tapi aku tak bisa melupakannya. Jadi aku berdoa dalam hati, memohon Tuhan membimbingku keluar dari keadaan itu.

Suatu hari, aku menonton video kesaksian berjudul Di Balik Kepura-puraan, dan beberapa firman Tuhan yang ditampilkan di dalamnya meninggalkan kesan yang mendalam bagiku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Watak macam apakah yang sebenarnya dimunculkan ketika orang selalu mengemas dirinya, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah kecongkakan, kepalsuan, kemunafikan, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim jahat: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan hal ini. Mereka takut orang akan melihat wajah iblis mereka, dan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan benarnya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan jati diri mereka yang sebenarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan untuk memperlama kekuasaan mereka. Rakyat jelata mungkin tidak memiliki kekuasaan dan status semacam itu, tetapi mereka juga ingin membuat orang lain memiliki pendapat yang baik tentang diri mereka, dan agar orang memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka, serta memberi mereka status yang tinggi di dalam hati orang. Inilah yang dimaksud dengan watak yang rusak. ... Melakukan kesalahan atau menyamarkan diri: manakah dari kedua hal ini yang berkaitan dengan watak? Menyamarkan diri adalah masalah watak, itu melibatkan watak yang congkak, kejahatan, dan pengkhianatan; ini terutama dipandang rendah oleh Tuhan. ... Jika engkau tidak berusaha berpura-pura atau berdalih, jika engkau mampu mengakui kesalahanmu, semua orang akan berkata engkau jujur dan bijak. Dan apa yang membuatmu bijak? Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang memiliki kelemahan dan kekurangan. Dan sebenarnya, semua orang memiliki watak rusak yang sama. Jangan menganggap dirimu lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih baik daripada orang lain; itu berarti bersikap sama sekali tidak masuk akal. Setelah watak rusak orang dan esensi serta sifat asli dari kerusakan manusia jelas bagimu, engkau tidak akan berusaha menutupi kesalahanmu sendiri, engkau juga tidak akan menekan orang lain ketika mereka melakukan kesalahan, tetapi akan memperlakukan kedua hal ini dengan tepat. Hanya dengan cara demikianlah engkau akan berwawasan luas dan tidak melakukan hal-hal bodoh, yang akan membuatmu menjadi seseorang yang bijak. Orang yang tidak bijak adalah orang bodoh, dan mereka selalu berkutat dengan kesalahan kecil mereka sambil bersikap licik di balik layar. Ini menjijikkan untuk dilihat. Sebenarnya, apa yang kaulakukan segera terlihat oleh orang lain, tetapi engkau masih terang-terangan berpura-pura. Bagi orang lain, ini terlihat seperti pertunjukan badut. Bukankah ini bodoh? Benar-benar bodoh. Orang bodoh tidak memiliki hikmat. Sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar, mereka tetap tidak memahami kebenaran atau melihat apa pun sebagaimana adanya. Mereka selalu bersikap congkak, berpikir bahwa mereka berbeda dari orang lain dan mereka lebih terhormat; ini adalah sikap yang congkak dan merasa diri benar, ini adalah kebodohan. Orang bodoh tidak memiliki pemahaman rohani, bukan? Hal-hal di mana engkau bodoh dan tidak bijak adalah hal-hal di mana engkau tidak memiliki pemahaman rohani, dan tidak dapat dengan mudah memahami kebenaran. Akan selalu seperti itu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Aku merenungkan firman Tuhan—ini benar-benar mengejutkanku. Berpura-pura dan melakukan kesalahan pada dasarnya berbeda. Aku tak punya kemampuan berbahasa Inggris yang baik, jadi ketika melakukan kesalahan aku bisa belajar dan berlatih. Bersembunyi di balik selalu berpura-pura dan menyamarkan diri agar orang lain tidak melihat kemampuanku yang sebenarnya adalah watak rusak dari kecongkakan, kelicikan, dan kejahatan. Itu menjijikkan dan dibenci Tuhan. Aku masih berlatih cara melakukan tugas itu, jadi kesalahan, kelalaian, dan pengungkapan kerusakan tak dapat dihindari. Semua itu bukan hal yang memalukan, dan semua itu dapat diselesaikan dengan mencari kebenaran. Namun, sejak memimpin pekerjaan penyiraman, aku selalu menempatkan diriku pada kedudukan pengawas, berpikir aku harus lebih baik daripada orang biasa, jika tidak, para petobat baru akan memandang rendah diriku. Ketika petobat baru itu berkata dia tak mengerti apa yang kukatakan, aku merasa kekuranganku telah tersingkap, seolah citraku telah rusak sehingga petobat baru akan memandang rendah diriku dan tak mau mendengarkanku. Aku bahkan lebih khawatir pemimpin akan melihat apa yang kurang dari diriku dan berpikir aku tidak cakap, tak mampu melakukan pekerjaan itu, dan kemudian memberhentikanku. Aku memikirkan cara untuk menyembunyikan kekuranganku untuk melindungi status dan citraku, bahkan bertindak terlalu jauh hingga menunda pekerjaan gereja. Aku mengubah diskusi lisan menjadi diskusi berbasis teks, dan mengubah pertemuan kelompok untuk berkomunikasi tentang pekerjaan menjadi obrolan individu, yang menunda pekerjaan penyiraman kami. Aku juga hidup dalam keadaan waspada dan makin jauh dari Tuhan. Aku sangat licik! Khususnya, membaca firman Tuhan yang menghakimi dan menyingkapkan natur Iblisku membuatku gemetar. Tuhan berkata aspek paling menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan penipuan, bahwa itu sangat jahat. Si naga merah yang sangat besar sangat pandai berpura-pura dan menipu, dan selalu berbicara tentang citranya yang "hebat, mulia, dan benar" untuk membuat orang memuja dan mengikutinya, semua dalam upaya untuk mengamankan kediktatorannya. Namun, dia melakukan segalanya untuk menyembunyikan semua hal jahat yang dilakukannya di balik layar, sehingga menyesatkan dan menipu orang-orang di dunia. Merenungkan diriku sendiri, aku sadar aku sedang berpura-pura agar orang lain selalu memiliki citra positif tentang diriku, agar mereka hanya selalu melihat sisi baikku. Itu benar-benar curang dan jahat, dan kusadari aku menyingkapkan jenis watak yang sama persis dengan si naga merah yang sangat besar. Apa gunanya memenangkan rasa hormat dan kekaguman orang lain melalui penipuan dan berpura-pura? Dengan menyembunyikan kelemahan dan kekuranganku, dengan melakukan tipu muslihat untuk menipu Tuhan dan orang lain, aku bukan saja tidak membuat kemajuan, tetapi juga menunda pekerjaan menyirami petobat baru. Itu sangat bodoh. Banyak petobat baru sedang membaca firman Tuhan dan memahami kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Mereka bisa melihat bencana makin banyak dan pandemi makin buruk, dan mereka tahu menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman adalah satu-satunya jalan manusia untuk bertahan hidup. Mereka ingin memberitakan Injil kepada teman dan keluarga mereka, untuk membawa mereka ke hadapan Tuhan sehingga mereka dapat memperoleh keselamatan Tuhan. Namun, aku sama sekali tidak memedulikan jalan masuk kehidupan mereka. Aku tak segera menjawab pertanyaan saudara-saudari tentang memberitakan Injil, hanya untuk mempertahankan kesombonganku yang tak berharga. Itu menunda begitu banyak orang untuk menyelidiki jalan yang benar dan berbalik kepada Tuhan. Bukankah itu membuatku menjadi penghalang, batu sandungan bagi pekerjaan penginjilan? Saat merenungkan hal ini, aku sadar aku telah hidup berdasarkan watakku yang rusak, dan meskipun kelihatannya aku melakukan tugas, aku sebenarnya menentang Tuhan, menunda pekerjaan gereja, dan merugikan saudara-saudari. Aku membenci diriku, dan muak akan diriku sendiri dari lubuk hatiku. Aku merasa berutang banyak kepada Tuhan dan telah merugikan saudara-saudaraku. Aku berdoa kepada Tuhan untuk bertobat, dan ingin dengan teguh mengejar kebenaran dan melakukan tugasku.

Suatu kali, aku membaca bagian firman Tuhan ini dalam perenunganku: "Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa belenggu atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang. Belajar bagaimana membuka diri ketika bersekutu adalah langkah pertama untuk masuk ke dalam hidup. Selanjutnya, engkau harus belajar menganalisis pikiran dan tindakanmu untuk melihat mana yang salah, dan mana yang tidak Tuhan sukai, dan engkau perlu membalikkannya dengan segera dan memperbaikinya. Apa tujuan memperbaikinya? Tujuannya adalah untuk menerima kebenaran, sambil menyingkirkan hal-hal yang ada di dalam dirimu yang merupakan milik Iblis dan menggantikannya dengan kebenaran. Dahulu, engkau melakukan segala sesuatu menurut watak licikmu yang suka berbohong dan curang; engkau merasa bahwa engkau tidak mampu menyelesaikan apa pun tanpa berbohong. Kini, setelah engkau memahami kebenaran dan membenci cara Iblis dalam melakukan segala sesuatu, engkau tidak lagi bertindak seperti itu, engkau bertindak dengan mentalitas kejujuran, kemurnian, dan ketaatan. Jika engkau tidak menyembunyikan apa pun, jika engkau tidak menyamar, berpura-pura, menutup diri, jika engkau membuka diri kepada saudara-saudari, tidak menyembunyikan gagasan dan pikiran terdalammu, tetapi membiarkan orang lain melihat sikap jujurmu, maka kebenaran berangsur-angsur akan berakar di dalam dirimu, itu akan berbunga dan berbuah, itu akan membuahkan hasil, sedikit demi sedikit. Jika hatimu semakin jujur, dan semakin memiliki kecenderungan kepada Tuhan, dan jika engkau tahu untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan ketika engkau melaksanakan tugasmu, dan hati nuranimu terganggu ketika engkau gagal melindungi kepentingan ini, ini adalah bukti bahwa kebenaran telah memengaruhimu, dan telah menjadi hidupmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Mereka yang Benar-Benar Tunduk kepada Tuhan Memiliki Hati yang Takut akan Dia"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan yang spesifik. Aku harus melakukan tugasku dengan hati yang murni dan jujur, dan seberapapun tinggi atau rendahnya tingkat pertumbuhanku, atau kelemahan dan kekurangan apa pun yang kumiliki, aku tak boleh berpura-pura. Aku harus memperlihatkan diriku yang sebenarnya kepada semua orang, dan membuka diri tentang hal itu meskipun melakukan kesalahan. Hidup seperti itu tidak terlalu melelahkan, dan Tuhan berkenan. Sebenarnya, masalah dan kekuranganku takkan lenyap hanya karena aku berusaha menyembunyikannya, jadi aku harus menghadapinya dengan tenang, mengakui kekuranganku, dan menjadi orang yang jujur. Jika aku tidak mengerti sesuatu, aku harus bertanya dan belajar lebih banyak agar secara perlahan bisa bertambah baik. Selain itu, pengaturanku menjadi pengawas oleh pemimpin seharusnya menjadi tanggung jawab yang kuterima dari Tuhan, bukan menjadi status. Aku harus melepaskan identitas sebagai seseorang yang memimpin dan mengutamakan tugasku. Apa pun pendapat atau perkataan orang lain, aku harus memperbaiki motifku, berdiri di posisiku sendiri, dan melakukan tugas makhluk ciptaan.

Sejak saat itu, aku selalu melepaskan kesombonganku dan mencari petobat baru untuk komunikasi lisan untuk membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dalam tugas mereka. Aku juga terus melatih keterampilan berbahasa Inggrisku dan memperbaiki pengucapanku, dan ketika menghadapi hal-hal yang tidak kumengerti, aku selalu bertanya kepada saudara-saudari lainnya dan belajar dari kelebihan mereka. Suatu kali, ketika aku berada di pertemuan online dengan beberapa petobat baru, tepat saat kami mulai saling menyapa, aku mendapati diriku salah menyebutkan nama salah seorang dari mereka, meskipun dia mengoreksi pengucapanku berulang kali. aku merasa agak malu, dan heran mengapa dia menganggapnya begitu serius. Cukup perbaiki sekali saja, ada banyak orang yang mendengarkan! Kemudian, aku teringat sesuatu yang Tuhan katakan: "Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa belenggu atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Mereka yang Benar-Benar Tunduk kepada Tuhan Memiliki Hati yang Takut akan Dia"). Ya—jika aku salah, artinya aku salah. Mengapa aku selalu ingin menyembunyikannya? Alih-alih berfokus pada tugasku, aku berfokus pada kesombonganku, dan tidak mungkin mampu melakukan tugasku dengan baik dengan beban seperti itu di pikiranku. Jadi, aku menenangkan diri dan berdoa, memohon Tuhan membimbingku melepaskan kesombonganku dan tetap berfokus pada tugasku. Setelah berdoa, aku tak lagi merasa malu seperti sebelumnya, dan tak merasa terkekang oleh pengucapanku yang salah. Lalu aku meminta petobat baru itu untuk membantu dengan pengucapanku. Beberapa waktu kemudian, seorang saudari yang pernah bekerja sama denganku berkata, "Apa yang kaulakukan untuk melatih bahasa Inggrismu? Kau berbicara sangat lancar dengan petobat baru. Kau telah membuat begitu banyak kemajuan selama beberapa bulan kita tidak bertemu!" Ini sangat membuatku terharu, dan aku tahu itu sepenuhnya bimbingan dan anugerah Tuhan. Makin aku memiliki pengalaman semacam ini, makin aku merasa bahwa membuka diri tentang keadaanku yang sebenarnya, alih-alih berpura-pura atau menyamar, tapi hanya dengan teguh melakukan tugasku, adalah penerapan yang membuat hatiku tenang. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait