Mengapa Aku Tidak Berani Membuka Diri

16 September 2022

Oleh Saudari Xi Dan, Amerika

Pertengahan Mei tahun lalu, Chen Lan, pemimpin kami, memintaku menulis evaluasi tentang Saudari Lu. Dia berkata Saudari Lu congkak, merasa dirinya benar dan selalu mengkritik para pemimpin dan pekerja. Dia bukan orang yang tepat. Penilaian pemimpin tentang Saudari Lu berbeda dengan penilaianku. Ketika berinteraksi dengan Saudari Lu di masa lalu, dia tak seperti yang telah pemimpin katakan. Namun, aku khawatir jika mengatakan yang sebenarnya, pemimpin akan berkata aku tak punya kearifan dan akan memiliki kesan yang buruk tentang diriku. Maka mungkin kelak dia tidak menugaskanku untuk melakukan pekerjaan penting. Jadi aku tunduk pada kehendak pemimpin, mengikuti penilaiannya, dan berkata Saudari Lu mengkritik orang lain dengan sewenang-wenang. Tak lama kemudian, Saudari Lu digantikan. Beberapa waktu kemudian, aku mengetahui, Saudari Lu telah melaporkan Chen Lan karena tidak melakukan pekerjaan nyata dan menjadi pemimpin palsu. Jadi Chen Lan menindas dan menghukumnya, berkata dia telah mengkritik para pemimpin dan pekerja. Setelah itu, Chen Lan disingkapkan sebagai pemimpin palsu dan digantikan. Setelah mendengar tentang hal ini, aku mengingat kembali perilakuku dalam menulis evaluasi dan merasa menyesal. Dengan membaca firman Tuhan dan merenungkan diri sendiri, aku sadar telah mau berbohong dan ikut mengutuk Saudari Lu untuk memberi kesan yang baik pada pemimpin. Aku benar-benar tak punya kemanusiaan. Makin merenungkan diri, makin aku merasa jijik dan membenci diriku sendiri. Aku berpikir untuk menulis pengalaman kegagalanku untuk dipersekutukan dengan saudara-saudari sebagai peringatan bagi semua orang. Namun, aku khawatir. Kupikir, "Jika aku menuliskan semua motifku yang salah saat menulis evaluasi dan perilakuku yang rusak, apa pendapat saudara-saudari tentang diriku? Jika mereka memandang rendah diriku dan menolakku, reputasiku akan rusak, dan aku akan terlalu malu menunjukkan wajahku di hadapan mereka lagi." Aku juga teringat bagaimana aku dahulu cukup dekat dengan Saudari Lu dan dia sering mengobrol denganku jika punya masalah. Apa pendapatnya tentang diriku jika tahu aku menilainya seperti itu dengan watak yang rusak? Akankah dia kecewa padaku dan memutuskan hubungan? Jika pimpinan tingkat atas mengetahuinya, akankah mereka berkata aku memiliki karakter yang buruk dan menugaskanku untuk tugas yang berbeda? Memikirkan semua ini, aku merasa sangat tidak enak. Aku telah melakukan sesuatu yang benar-benar memalukan dan sulit untuk membicarakannya. Aku tak ingin menghadapi apa yang telah kulakukan, aku hanya ingin melanjutkan hidup. Aku tak mau menulis tentang hal itu.

Setelah itu, aku mulai memikirkan masalah ini. Mengapa aku tak mau menceritakan pengalaman kegagalanku? Mengapa aku tak mau membuka diri dan menyingkapkan diriku sendiri? Watak rusak apa yang mengendalikan diriku? Suatu hari, saat menonton video kesaksian pengalaman, aku membaca satu bagian firman Tuhan. "Apa pun konteksnya, tugas apa pun yang mereka laksanakan, antikristus akan berusaha memberi kesan bahwa mereka tidak lemah, bahwa mereka selalu kuat, penuh kepercayaan diri, tidak pernah negatif. Mereka tidak pernah menyingkapkan tingkat pertumbuhan mereka yang sebenarnya atau sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan. Sebenarnya, di lubuk hati mereka, apakah mereka benar-benar yakin bahwa tidak ada yang tak mampu mereka lakukan? Apakah mereka benar-benar yakin bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, kenegatifan, atau kerusakan? Sama sekali tidak. Mereka pandai berpura-pura, mahir menyembunyikan segala sesuatu. Mereka suka memperlihatkan sisi mereka yang kuat dan luhur kepada orang-orang; mereka tidak mau orang-orang melihat sisi mereka yang lemah dan sebenarnya. Tujuan mereka jelas: sederhananya, menjaga reputasi mereka, melindungi tempat yang mereka miliki di hati orang-orang. Mereka berpikir bahwa jika mereka membuka diri di hadapan orang lain tentang kenegatifan dan kelemahan mereka sendiri, jika mereka menyingkapkan sisi mereka yang memberontak dan rusak, ini akan menjadi kehancuran besar bagi status dan reputasi mereka—lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Jadi mereka lebih suka menyembunyikan kelemahan, pemberontakan, dan kenegatifan mereka sendiri. Dan jika saatnya tiba ketika semua orang melihat sisi mereka yang lemah dan memberontak, ketika orang melihat bahwa mereka rusak, dan sama sekali belum berubah, mereka akan tetap berpura-pura. Mereka berpikir jika mereka mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, bahwa mereka orang biasa, seseorang yang kecil dan tidak penting, mereka akan kehilangan tempat mereka di hati orang-orang, akan kehilangan penghormatan dan pemujaan semua orang, dan dengan demikian akan gagal total. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka tidak bisa begitu saja membuka diri kepada orang-orang; apa pun yang terjadi, mereka tidak bisa memberikan kekuasaan dan status mereka kepada orang lain; sebaliknya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk bersaing, dan tidak akan pernah menyerah" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 3, Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Sepuluh)). Dari firman Tuhan, aku mengerti, antikristus pandai berpura-pura. Mereka tak ingin siapa pun melihat sisi gelap mereka, dan tidak membuka diri tentang kerusakan dan pemberontakan mereka. Mereka juga selalu menghindarkan diri membicarakan kegagalan dan kesalahan mereka. Mereka selalu memperlihatkan kepada orang aspek yang positif, kuat, dan mengesankan dari karakter mereka untuk memenangkan rasa hormat orang dan tempat di hati mereka. Aku sadar perilakuku tidak berbeda dengan perilaku antikristus. Aku telah mulai mengenali watakku yang rusak dengan mengikuti pemimpin palsu dalam mengutuk Saudari Lu, tapi aku tak mau membuka diri kepada semua orang, karena ini adalah pengalaman kegagalan. Jika aku memberitahukan motif dan kerusakanku selama waktu itu, semua orang akan melihat betapa aku tak punya kearifan dan mudah menyerah, bagaimana aku mengutuk seseorang sebagai orang yang congkak, merasa dirinya benar, dan cenderung mengkritik dengan sewenang-wenang yang sebenarnya hanyalah orang yang melaporkan dan menyingkapkan pemimpin palsu, bagaimana aku salah menggambarkan orang baik sebagai orang jahat, dan tak mampu membedakan yang benar dari yang salah. Aku takut semua orang akan memandang rendah dan menolakku dan bahkan mungkin kehilangan tugasku. Aku sadar betapa aku lebih menghargai reputasi dan status daripada menerapkan kebenaran dan bersikap jujur. Aku sama sekali tidak mencintai kebenaran atau hal-hal positif. Sebaliknya, aku mencintai reputasi, status, dan berpura-pura, sama seperti antikristus. Aku orang yang curang.

Kemudian, aku menemukan dua bagian lain firman Tuhan: "Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang memiliki kelemahan dan kekurangan. Dan sebenarnya, semua orang memiliki watak rusak yang sama. Jangan menganggap dirimu lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih baik daripada orang lain; itu berarti bersikap sama sekali tidak masuk akal. Setelah watak rusak orang dan esensi serta sifat asli dari kerusakan manusia jelas bagimu, engkau tidak akan berusaha menutupi kesalahanmu sendiri, engkau juga tidak akan menekan orang lain ketika mereka melakukan kesalahan, tetapi akan memperlakukan kedua hal ini dengan tepat. Hanya dengan cara demikianlah engkau akan berwawasan luas dan tidak melakukan hal-hal bodoh, yang akan membuatmu menjadi seseorang yang bijak. Orang yang tidak bijak adalah orang bodoh, dan mereka selalu berkutat dengan kesalahan kecil mereka sambil bersikap licik di balik layar. Ini menjijikkan untuk dilihat" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang). "Watak macam apakah yang sebenarnya dimunculkan ketika orang selalu mengemas dirinya, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah kecongkakan, kepalsuan, kemunafikan, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim jahat: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan hal ini. Mereka takut orang akan melihat wajah iblis mereka, dan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan benarnya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan jati diri mereka yang sebenarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan untuk memperlama kekuasaan mereka. Rakyat jelata mungkin tidak memiliki kekuasaan dan status semacam itu, tetapi mereka juga ingin membuat orang lain memiliki pendapat yang baik tentang diri mereka, dan agar orang memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka, serta memberi mereka status yang tinggi di dalam hati orang. Inilah yang dimaksud dengan watak yang rusak, dan jika orang tidak memahami kebenaran, mereka tidak mampu mengenali hal ini" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang). Dari firman Tuhan, aku sadar, tak ada orang yang sempurna, kita semua punya kekurangan, dapat melakukan kesalahan, dan menyingkapkan watak kita yang rusak. Orang yang benar-benar memiliki kemanusiaan dan akal sehat mampu menghadapi kekurangan dan masalah mereka dengan benar. Setelah melakukan kesalahan, mereka mampu menghadapi kesalahan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikan kerusakan mereka. Mereka yang tak mampu menghadapi masalah mereka, tak mau mengakui kesalahan setelah melakukan kesalahan dan menyingkapkan kerusakan mereka dan selalu berpura-pura, hanya memperlihatkan aspek dari karakter mereka yang tak bercacat—mereka sangat tidak jujur dan curang. Aku telah sangat dirusak oleh Iblis dan dipenuhi dengan segala macam watak yang rusak. Wajar saja jika mengalami penyimpangan dan menyingkapkan kerusakan ketika bekerja. Meskipun aku tidak membuka diri, watak rusak itu tetap ada tersembunyi di dalam, jadi bukankah aku akan tetap menjadi orang yang rusak? Ketika membuat evaluasi tentang Saudari Lu, aku mengikuti pemimpin palsu dalam mengkritik dan mengutuk Saudari Lu untuk menjaga citraku di mata pemimpin. Tak dapat disangkali—jika aku adalah orang yang punya kemanusiaan dan akal sehat, aku harus menghadapi masalah ini, menyingkapkan bagaimana aku memperlihatkan kerusakan, bagaimana aku mengalami diriku disingkapkan dan dihakimi oleh firman Tuhan, dan harus mendiskusikan apa yang telah kupahami tentang watakku yang rusak. Aku harus membuka diri tentang semua ini kepada orang lain, agar semua orang bisa melihat diriku yang sebenarnya. Namun, aku selalu berpura-pura setelah menyingkapkan kerusakan, berharap untuk melindungi reputasi dan citraku di hati orang lain. Betapa memalukan dan menjijikkannya diriku! Aku selalu berpikir bahwa jika kerusakan yang kusingkapkan hanyalah masalah kecil, sesuatu yang lazim di antara banyak orang dan watak rusak yang jelas terlihat, maka meskipun aku membuka diri, itu mungkin takkan terlalu merusak reputasiku, jadi aku bisa menyingkapkan diriku di depan orang. Namun kali ini, aku telah mengikuti pemimpin palsu dalam mengutuk seseorang. Ini pelanggaran serius—bukan hal yang mudah untuk diungkapkan. Itu akan memperlihatkan kepada orang bahwa aku memiliki karakter yang buruk dan tak bermartabat, dan sangat merusak reputasiku. Jadi, aku tak mau membuka diri dan selalu berusaha menipu orang dengan berpura-pura. Aku benar-benar curang! Baru setelah itulah aku sadar, keenggananku membuka diri tentang kerusakanku bukan saja tanda kesombongan dan keangkuhanku, tapi itu juga menyingkapkan watak Iblisku yang jahat dan curang.

Setelah itu, aku terus merenungkan masalah ini dan membaca bagian firman Tuhan ini: "Ketika sesuatu terjadi, orang mungkin tidak dengan mudah angkat bicara atau mengungkapkan pandangan apa pun, tetapi selalu diam. Ini bukan berarti orang itu bernalar; sebaliknya, itu memperlihatkan bahwa mereka cukup baik menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, bahwa mereka memiliki hal-hal yang tersembunyi, bahwa kelicikan mereka sangat dalam. Jika engkau tidak membuka diri kepada orang lain, akan mampukah engkau membuka diri kepada Tuhan? Dan jika engkau tidak tulus, bahkan kepada Tuhan, dan tak mampu membuka diri kepada-Nya, akan dapatkah engkau menyerahkan hatimu kepada-Nya? Tentu saja tidak. Engkau tidak bisa sehati dengan Tuhan, tetapi menjauhkan hatimu dari-Nya! Apakah engkau semua mampu membuka diri dan mengatakan apa yang sebenarnya ada di hatimu ketika bersekutu dengan orang lain? Jika orang selalu mengatakan apa yang benar-benar ada di dalam hatinya, jika mereka tak pernah berbohong atau melebih-lebihkan, jika mereka tulus, dan sama sekali tidak sembrono atau asal-asalan ketika melaksanakan tugasnya, jika mereka mampu menerapkan kebenaran yang mereka pahami, maka orang ini memiliki harapan untuk memperoleh kebenaran. Jika orang selalu menutupi diri dan menyembunyikan hatinya sehingga tak seorang pun bisa melihatnya dengan jelas, jika mereka memberikan kesan palsu untuk menipu orang lain, maka mereka berada dalam bahaya besar, mereka berada dalam kesulitan besar, akan sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan kebenaran. Engkau dapat melihat prospek seseorang dari kehidupannya sehari-hari dan dari perkataan serta tindakannya. Jika orang ini selalu berpura-pura, berperilaku seolah-olah dia lebih baik daripada orang lain, maka orang ini bukanlah orang yang menerima kebenaran, dan cepat atau lambat mereka akan tersingkap dan disingkirkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Kristus saat Ia Berjalan di tengah Jemaat, Pendahuluan"). Firman Tuhan menyadarkan diriku. Dia menyingkapkan bagaimana mereka yang berpura-pura tak mampu menghadapi masalah mereka sendiri, tidak membuka diri ketika mereka melakukan kesalahan, dan selalu menutupinya dengan menipu orang lain. Hati mereka tertutup bagi Tuhan dan Tuhan tak dapat melihat hati mereka. Orang semacam itu sangat jahat—mereka benar-benar curang. Tuhan menyukai orang yang jujur dan membenci orang yang curang. Semua orang yang curang pada akhirnya disingkapkan dan disingkirkan. Dahulu, kupikir berpura-pura hanyalah tanda mendambakan reputasi dan status, dan bukan berarti seperti pelaku kejahatan atau antikristus yang melakukan perbuatan jahat, mengganggu pekerjaan gereja dan merugikan orang lain. Menurutku itu takkan membuat orang disingkirkan. Namun, dari firman Tuhan aku sadar semua ini hanyalah gagasan dan imajinasiku dan aku memiliki pandangan yang menyimpang tentang segala sesuatu. Aku telah mengabaikan hati nuraniku dalam mengutuk Saudari Lu bersama dengan pemimpin palsu, bersekongkol dengan pelaku kejahatan. Tuhan sudah mengetahui pelanggaranku, tapi aku tak mau mengungkitnya setelah apa yang terjadi, dan berusaha tetap berpura-pura untuk memenangkan kekaguman orang lain. Ini menyingkapkan betapa aku tidak mencintai kebenaran dan tidak sungguh-sungguh bertobat. Aku tak menerapkan kebenaran dan bahkan terlibat dalam kecurangan dan penipuan: apa yang akan membuat Tuhan tidak membenciku? Jika terus begini, aku pasti akan disingkapkan dan disingkirkan. Melalui perenungan, aku sadar bagaimana kegagalan menerapkan kejujuran dan tidak membuka diri memiliki konsekuensi yang parah. Aku merasa sangat takut, jadi segera bekerja untuk membalikkan keadaan.

Kemudian, aku menemukan beberapa firman Tuhan: "Engkau harus mampu merenungkan dirimu dan mengenal dirimu sendiri. Engkau harus memiliki keberanian untuk membuka diri dan menyingkapkan dirimu di hadapan saudara-saudari, dan mempersekutukan keadaanmu yang sebenarnya. Jika engkau tidak berani menyingkapkan atau menganalisis watakmu yang rusak, atau mengakui kesalahanmu, engkau bukanlah orang yang mengejar kebenaran, terlebih lagi, engkau bukanlah orang yang mengenal dirimu sendiri" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur). "Tugas apa pun yang orang lakukan, atau apa pun yang mereka lakukan, manakah yang lebih penting—kesombongan dan kecongkakan, ataukah kemuliaan Tuhan? Mana yang seharusnya orang-orang pilih? (Kemuliaan Tuhan.) Manakah yang lebih penting—tanggung jawabmu, atau kepentinganmu sendiri? Memenuhi tanggung jawabmu adalah hal yang terpenting, dan engkau terikat oleh tugas padanya. ... Ketika engkau melakukan penerapan sesuai dengan prinsip kebenaran, akan ada efek positif, dan engkau akan memberi kesaksian tentang Tuhan, yang merupakan cara mempermalukan Iblis dan memberi kesaksian tentang Tuhan. Menggunakan berbagai cara untuk memberi kesaksian tentang Tuhan dan membuat Iblis melihat tekadmu untuk mengabaikan dan menolak Iblis: inilah yang dimaksud dengan mempermalukan Iblis dan memberi kesaksian tentang Tuhan—ini merupakan sesuatu yang positif dan sesuai dengan kehendak Tuhan" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Memperoleh Kebenaran berarti Benar-Benar Mendapatkan Tuhan). Dari dalam firman Tuhan, aku menemukan jalan penerapan. Apa pun kerusakan yang kusingkapkan atau kesalahan yang kulakukan, aku harus cukup berani untuk mengakuinya, membuka diri, lalu mempersekutukan dan menganalisis watakku yang rusak. Inilah cara untuk memutuskan hubungan dengan Iblis, menggunakan tindakan nyata untuk mempermalukan Iblis, dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Inilah pertobatan sejati. Entah setelah membuka diri kesombongan, keangkuhan, reputasi, dan statusku terkena dampaknya atau tidak, aku harus menyangkali diriku sendiri, menerapkan kebenaran dan mengutamakan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Dalam evaluasiku tentang Saudari Lu, aku telah menentang fakta dan mengikuti pemimpin palsu dalam mengutuk dia. Melalui pengalaman ini, aku mendapatkan sedikit pemahaman tentang watakku yang rusak. Ini cara Tuhan menyelamatkanku. Aku tahu aku harus membuka diri dan menyingkapkan diriku di hadapan saudara-saudari dan memberi kesaksian tentang pengaruh firman Tuhan atas diriku. Itu tugasku. Jika aku tak membuka diri di depan semua orang dan memberi kesaksian tentang keselamatan Tuhan atas diriku untuk melindungi kesombongan dan reputasiku, aku akan jatuh ke dalam tipu muslihat Iblis dan akan kehilangan kesaksianku. Selain itu, sebelumnya aku memiliki gagasan konyol bahwa membahas kegagalanku itu memalukan dan bukan semacam kesaksian. Setelah itu, aku mengerti, asalkan aku mampu melepaskan kesombongan dan keangkuhanku, tidak diikat oleh watakku yang rusak, membuka diri dalam persekutuan tentang pengalaman kegagalanku dan sungguh-sungguh bertobat, ini memang semacam kesaksian. Setelah aku menyadari semua ini, semua kekhawatiranku lenyap.

Setelah itu, aku membuka diri dalam persekutuan tentang pengalamanku kepada semua orang dan di luar dugaan, saudara-saudari berkata: "Kami tidak berpikir buruk tentang dirimu setelah mendengar pengalamanmu. Kami juga sering menyingkapkan watak rusak yang sama, tapi kami sering tidak menyadarinya dan mengabaikannya begitu saja. Kenyataan bahwa kau mengenali kerusakanmu dan mendapatkan pemahaman tentang esensinya melalui penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan telah sangat mendidik kerohanian kami." Kemudian, saudara-saudari mempersekutukan dua bagian firman Tuhan denganku. Mereka membantuku mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsekuensi dari tidak mengevaluasi orang secara objektif. Gagal mengevaluasi orang secara objektif hanyalah tuduhan palsu, mengucilkan dan menekan mereka. Jika kau secara sewenang-wenang mengutuk seseorang dan itu menyebabkan mereka menjadi negatif, atau pemimpin palsu menggunakan kutukan itu sebagai alasan untuk menghukum seseorang, menyebabkan mereka tak mampu melanjutkan tugas, ini bukan saja menyebabkan kerugian bagi orang itu, ini bahkan bisa sangat menghancurkan mereka. Aku juga mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang prinsip mana yang harus diterapkan ketika mengevaluasi orang. Kemudian, ketika Saudari Lu mengetahui semua ini, dia tidak berpikir buruk tentang diriku. Jika aku bertanya kepadanya, dia menjawabku dengan tulus seperti sebelumnya, dan sebagai hasilnya, rumah Tuhan tidak memindahkan atau memberhentikanku. Hasil ini sepenuhnya membalikkan gagasan dan imajinasi awalku. Aku merasa sangat malu. Semua ini membuatku jauh lebih sadar akan kesetiaan dan kebenaran Tuhan. Selama kita melakukan penerapan sesuai firman Tuhan, kita akan memiliki jalan. Syukur kepada Tuhan!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait