Apa yang Ada di Balik Rasa Takut untuk Membuka Diri

12 Mei 2022

Oleh Saudari Ye Xin Cao, Myanmar

Pada Maret 2020, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman, dan segera, aku pun melaksanakan tugas. Tidak lama kemudian, aku dipilih menjadi diaken penginjilan. Aku sangat bersemangat, dan kupikir, "Aku yang dipilih, bukan saudara-saudari yang telah melaksanakan tugas mereka lebih lama dariku. Tampaknya bagi saudara-saudariku, aku orang berkualitas yang mengejar kebenaran. Aku harus melaksanakan tugasku dengan baik sehingga mereka bisa melihat mereka tidak salah pilih orang." Setelah itu, aku secara aktif menindaklanjuti pekerjaan saudara-saudariku. Ketika kulihat mereka dalam keadaan buruk, aku segera mencari firman Tuhan untuk kupersekutukan dengan mereka, dan ketika aku memiliki pengalaman penginjilan yang baik, aku segera membagikannya kepada mereka. Setelah beberapa saat, beberapa saudara-saudari yang pasif dalam tugasnya menjadi lebih aktif, dan aku merasa aku benar-benar memiliki kemampuan dalam pekerjaan ini. Jika pemimpinku tahu, mereka akan berkata aku pandai dalam hal ini dan membinaku. Dengan pemikiran ini, aku menjadi bersemangat dan lebih termotivasi dalam tugasku. Ketika pekerjaan Injil efektif, Aku mengirimkan kabar baik ke kelompok, berharap semua saudara-saudari dapat melihat hasil yang baik dari tugasku. Aku juga pamer dari waktu ke waktu di antara saudara-saudariku. Saat menindaklanjuti pekerjaan mereka, aku terlebih dahulu bertanya apakah mereka menghadapi masalah atau kesulitan, lalu aku sengaja berkata, "Selain menyelesaikan kesulitanmu, aku harus menindaklanjuti pekerjaan banyak saudara-saudari lainnya. Setiap hari sibuk, dan aku tidur sangat larut." Setelah mendengarku mengatakan ini, beberapa saudara-saudari berkata, "Kami tidak mengalami kesulitan akhir-akhir ini. Saudari, terima kasih atas kerja kerasmu." Mendengar mereka mengatakan itu membuatku senang. Kurasa mereka pasti berpikir aku menanggung beban dalam tugasku, bahwa aku bersedia membayar harga, dan aku orang yang bertanggung jawab.

Apa yang Ada di Balik Rasa Takut untuk Membuka Diri

Suatu hari, seorang saudara datang menemuiku untuk membuka diri dan bersekutu tentang keadaannya. Dia berkata, "Aku selalu berusaha membuat orang menghargai aku dalam tugasku. Ketika menindaklanjuti kinerja tugas orang lain, aku selalu berbicara dari posisi pemimpin kelompok dan selalu pamer ketika berbicara .... " Hatiku bergejolak saat mendengarnya. Bukankah aku juga seperti itu? Ketika menindaklanjuti pekerjaan saudara-saudariku, aku selalu ingin orang tahu bahwa aku bukan lagi orang percaya biasa, tetapi seorang diaken. Terkadang, sengaja kusebutkan bahwa ada banyak pekerjaan yang perlu kutindaklanjuti dan bahwa aku sangat sibuk hingga tidur larut malam. Aku ingin orang lain melihat bahwa aku terbeban dan memiliki rasa tanggung jawab dalam tugasku. Dalam hal ini, aku juga pamer untuk membuat orang lain menghargaiku. Aku ingin membuka diri dan bersekutu dengan saudara itu untuk bersama-sama mencari solusi atas keadaan ini, tetapi kemudian kupikir, "Sekarang aku adalah diaken penginjilan. Jika membuka diri tentang kerusakanku, akankah saudara ini merasa bahwa aku sangat rusak dan sangat memprioritas status? Akankah dia berpendapat buruk tentang diriku? Maka citra baik yang telah kubangun akan musnah." Dengan pemikiran ini, kuputuskan untuk tidak membuka diri, jadi aku menghiburnya dengan berkata, "Tidak apa-apa, aku juga memiliki kerusakan." Lalu kupersekutukan sedikit perkataan dengannya, dan hanya itu.

Di lain waktu, sebuah kelompok yang kupimpin memilih seorang pemimpin kelompok, dan kupikir, "Karena ada pemimpin kelompok yang bertanggung jawab atas pekerjaan, aku tak perlu menindaklanjutinya." Jadi aku tidak mendengarkan dengan saksama selama diskusi kerja. Bahkan pada pertemuan mereka, aku hanya bersikap asal-asalan. Demikianlah, tanpa terasa sebulan berlalu, dan keefektifan kerja kelompok itu sangat menurun. Pada satu pertemuan, saudara dan saudari semuanya merenungkankan sikap mereka terhadap tugas berdasarkan firman Tuhan, serta bersikap terbuka untuk menyingkap kerusakan mereka. Aku tahu aku tidak bertanggung jawab dan bersikap asal-asalan saat mengawasi pekerjaan mereka, yang membuat pekerjaan mereka kurang efektif, tetapi aku tak punya keberanian mempersekutukan hal itu. Citra diriku di hati mereka adalah aku orang yang rajin dan bertanggung jawab dalam tugasku, dan semua orang berpendapat baik tentang diriku. Aku khawatir setelah membuka diri, saudara-saudariku akan berpendapat buruk tentang diriku. Mereka pasti mengira aku mengacau dan tidak bertanggung jawab dalam tugasku. Jika pemimpinku mengetahuinya, penilaian mereka mengenaiku pasti buruk, dan mungkin akan memberhentikan aku. Itu akan sangat memalukan. Pada saat ini, pemimpin bertanya apakah aku ingin menyampaikan persekutuanku, dan aku sangat bimbang. Aku ingin sampaikan persekutuanku tetapi aku takut status dan citraku akan rusak jika aku bicara, tetapi jika tidak bicara, berarti aku menutupi diriku sendiri dan berdusta. Jadi apa yang harus kulakukan? Aku sangat cemas. Akhirnya, kupikir, "Lupakan saja, aku takkan bersekutu kali ini. Setidaknya aku akan melewati momen ini." Setelah pertemuan itu, aku merasa sangat bersalah dan sedih, seolah-olah ada beban berat yang menekanku. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan untuk mencari. Mengapa aku takut membuka diri tentang kerusakanku? Mengapa aku selalu menyamarkan diriku, selalu mengutamakan status dan citra diriku?

Aku membaca dua bagian firman Tuhan dan mendapat sedikit pemahaman tentang diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Watak macam apakah yang sebenarnya dimunculkan ketika orang selalu mengemas dirinya, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah kecongkakan, kepalsuan, kemunafikan, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim jahat: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan hal ini. Selain itu, mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan benarnya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri menonjol dari aspek natur Iblis ini adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan jati diri mereka yang sebenarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan untuk memperkuat kekuasaan mereka. Rakyat jelata mungkin tidak memiliki kekuasaan dan status semacam itu, tetapi mereka juga ingin membuat orang lain memiliki pendapat yang baik tentang diri mereka, dan agar orang memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka, serta memberi mereka status yang tinggi di dalam hati orang. Inilah yang dimaksud dengan watak yang rusak" ("Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Untuk menjadi orang yang jujur, engkau harus terlebih dahulu membuka hatimu sehingga semua orang dapat memeriksa isi hatimu, melihat semua yang kaupikirkan, dan melihat sekilas dirimu yang sebenarnya; engkau tidak boleh berusaha menyamarkan atau mengemas dirimu agar terlihat baik. Baru setelah itulah, orang akan memercayaimu dan menganggapmu jujur. Inilah penerapan yang paling mendasar dan prasyarat menjadi orang yang jujur. Engkau selalu bersandiwara, selalu berpura-pura suci, penuh kebajikan, hebat, dan berpura-pura bermoral tinggi. Engkau tidak membiarkan orang lain melihat kerusakan dan kekuranganmu. Engkau menampilkan citra yang palsu kepada orang-orang, sehingga mereka percaya bahwa engkau adalah orang yang tulus hati, hebat, rela berkorban, tidak memihak, dan tidak mementingkan diri sendiri. Bukankah ini adalah kecurangan dan kepalsuan? Jangan menyamar, dan jangan mengemas dirimu sendiri; sebaliknya, ungkapkan dirimu dan ungkapkan hatimu agar orang lain dapat melihatnya. Jika engkau dapat mengungkapkan hatimu agar orang lain dapat melihatnya, dan mengungkapkan semua pemikiran dan rencanamu—baik yang positif maupun yang negatif—bukankah itu berarti engkau sedang bersikap jujur? Jika engkau dapat mengungkapkan dirimu agar orang lain dapat melihatnya, maka Tuhan juga akan melihatmu dan berkata, 'Engkau telah mengungkapkan dirimu agar orang lain dapat melihatnya, maka engkau juga pasti jujur di hadapan-Ku.' Jika engkau hanya mengungkapkan dirimu kepada Tuhan ketika tidak dilihat orang lain, dan selalu berpura-pura hebat dan penuh kebajikan atau adil dan tidak mementingkan diri sendiri saat bersama-sama dengan mereka, lalu apa yang akan Tuhan pikirkan dan katakan? Dia akan berkata: 'Kau benar-benar curang; engkau sangat munafik dan picik; dan engkau bukan orang yang jujur.' Tuhan akan mengutukmu karenanya" ("Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasakan sakit yang menusuk di hatiku. Firman Tuhan dengan tepat menyingkapkan keadaanku. Sejak aku dipilih menjadi diaken penginjilan, Aku merasa memiliki kualitas yang lebih tinggi dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada kebanyakan saudara-saudari, jadi aku selalu ingin semua orang melihat sisi baikku. Aku menutupi kerusakan dan kekuranganku agar orang lain tidak mengetahuinya. Ketika aku agak efektif dalam tugasku, aku ingin pamer. Aku tidak sabar untuk mengirim kabar baikku ke kelompok karena aku ingin saudara-saudari, pemimpin, dan rekan sekerja lain melihatnya. Aku juga sengaja memberi tahu orang bahwa aku bertanggung jawab untuk menindaklanjuti begitu banyak pekerjaan dan sangat sibuk sehingga mereka tahu aku bertanggung jawab dalam tugasku. Aku telah menutupi dan menyamarkan diriku sendiri untuk membangun citra diriku yang positif, bertanggung jawab, dan mengejar kebenaran. Tujuanku adalah agar saudara-saudariku menghargaiku. Namun sebenarnya, aku sama sekali tidak seperti itu. Aku juga rusak—Aku suka pamer dalam tugasku, mengacau, dan tidak melakukan pekerjaan nyata. Namun aku tak pernah membuka diri tentang kerusakanku, karena takut saudara-saudariku tahu bahwa aku mendambakan status dan tidak bertanggung jawab, dan itu akan merusak citra baikku di hati mereka. Ketika merenungkan ini, aku merasa jijik. Aku bergaul dengan orang lain dengan berpura-pura dan menyamarkan diriku untuk membuat mereka menghargaiku. Ini adalah watak Iblis yang congkak dan sombong yang dibenci oleh Tuhan. Sebelum menjadi diaken penginjilan, aku sering mendengar saudara-saudari berkata, "Setiap orang memiliki watak rusak Iblis, dan setiap orang menghargai status. Kita semua bisa melakukan segala hal demi mendapatkan dan mempertahankan status kita." Saat itu, kupikir, "Jika aku memiliki status, aku pasti tidak akan melakukan hal-hal untuk mempertahankannya." Namun fakta dan firman Tuhan menyingkapkan diriku. Aku sadar bahwa untuk mempertahankan citra dan statusku, Aku menyamarkan dan menutupi diriku dalam segala hal, dan aku sangat congkak dan curang. Baru saat itulah aku sadar keyakinanku bahwa aku tidak akan mengejar status, ada hanya karena aku belum tersingkap. Aku juga orang yang telah dirusak oleh Iblis, dan penuh dengan watak Iblis. Kemudian aku ingat bahwa Tuhan menyukai orang jujur, yang dapat menerapkan kebenaran dan mengungkapkan diri mereka sendiri. Namun aku telah menyamarkan diriku dan tidak melakukan kebenaran, dan aku merasa gelisah sepanjang waktu. Aku bertekad untuk menjadi orang jujur dan membuka diri tentang kerusakanku kepada semua orang.

Beberapa hari kemudian, pada pertemuan rekan kerja, Aku ingin membuka diri kepada orang lain tentang bagaimana aku menyamarkan diriku, menipu, tidak melakukan pekerjaan nyata, dan tidak menjadi orang jujur dan berpikiran terbuka. Namun saat hendak bersekutu, aku kembali ragu. Kupikir, "Jika aku menganalisis dan mengungkap diriku sendiri, apa yang akan saudara-saudariku pikirkan tentangku? Bukankah citra baik yang telah kubangun dengan susah payah akan hilang? Jika saudara dan saudariku memandang rendah diriku karena ini, itu akan sangat memalukan. Sebaiknya kutunggu sedikit lebih lama dan biarlah saudara-saudari dahulu yang bersekutu." Namun ketika berpikir seperti ini, aku merasa tidak tenang. Aku tidak ingin membuka diri, jadi bukankah ini berarti tetap berpura-pura dan ingin mempertahankan statusku? Peperangan berkecamuk di hatiku. Jika aku berbicara, orang lain mungkin memandang rendah diriku. Jika tidak, aku akan merasa bersalah. Aku berdoa kepada Tuhan, meminta-Nya memimpinku dalam menerapkan kebenaran. Pada saat ini, aku membaca satu bagian firman Tuhan. "Tahukah engkau semua siapa sebenarnya orang Farisi? Adakah orang Farisi di sekitarmu? Mengapa orang-orang ini disebut 'Orang Farisi'? Apa definisi dari seorang Farisi? Apa yang digambarkan dari seorang Farisi? Mereka adalah orang-orang yang munafik, sama sekali palsu dan berpura-pura dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Tindakan berpura-pura apa yang mereka lakukan? Mereka berpura-pura bersikap baik, ramah, dan positif. Seperti inikah diri mereka yang sebenarnya? Sama sekali tidak. Mengingat bahwa mereka adalah orang munafik, segala yang terwujud dan tersingkap pada diri mereka adalah palsu; semuanya kepura-puraan—itu bukan diri mereka yang sebenarnya. Di manakah diri mereka yang sebenarnya disembunyikan? Itu tersembunyi jauh di dalam hati mereka, tidak pernah terlihat oleh orang lain. Segala sesuatu yang tampak di luarnya adalah kepura-puraan, semuanya palsu. Jika orang tidak mengejar kebenaran, mereka tidak mampu benar-benar menerapkan dan mengalami firman Tuhan, dan tidak mampu benar-benar memahami kebenaran. Beberapa orang hanya berfokus pada memahami dan mengulang-ulang doktrin, mereka meniru siapa pun yang menyampaikan khotbah terbaik, hasilnya hanya dalam beberapa tahun mereka pun mampu mengkhotbahkan banyak doktrin yang jauh lebih tinggi, dan mereka dihormati dan dipuja oleh banyak orang, yang mana setelah itu, mereka mulai menyamarkan diri mereka sendiri, dan sangat memperhatikan apa yang mereka katakan dan lakukan, memperlihatkan diri mereka sebagai orang yang sangat saleh dan rohani. Orang-orang menggunakan apa yang disebut teori-teori rohani ini untuk menyamar dan mengemas diri mereka. Ke mana pun mereka pergi, hal-hal yang mereka bicarakan, hal-hal yang mereka katakan, dan perilaku lahiriah mereka semuanya tampak benar dan baik bagi orang lain; semuanya sejalan dengan gagasan dan selera manusia. Bagi orang-orang, orang ini tampak sangat saleh dan rendah hati, tetapi sebenarnya palsu; mereka tampak toleran, sabar, dan penuh kasih, tetapi itu sebenarnya kepura-puraan; mereka berkata mengasihi Tuhan, tetapi itu sebenarnya adalah kepura-puraan. Orang-orang menganggap orang ini kudus, tetapi mereka sebenarnya palsu. Di manakah seseorang yang benar-benar kudus ditemukan? Kekudusan manusia semuanya palsu. Semua itu adalah kepura-puraan. Secara lahiriah, mereka tampak setia kepada Tuhan, tetapi sebenarnya mereka melakukannya agar dilihat orang lain. Ketika tak seorang pun yang melihat, mereka tidak sedikit pun setia, dan semua yang mereka lakukan asal-asalan. Secara lahiriah, mereka mengorbankan diri mereka bagi Tuhan dan telah meninggalkan keluarga dan karier mereka. Namun, apa yang sedang mereka lakukan secara diam-diam? Mereka menjalankan bisnis mereka sendiri, secara diam-diam mendapat keuntungan dari gereja dan mencuri persembahan. Segala sesuatu yang mereka ungkapkan secara lahiriah—semua perilaku mereka—adalah palsu! Inilah yang dimaksud dengan orang Farisi yang munafik. Dari manakah 'orang-orang Farisi'—orang-orang ini berasal? Apakah mereka muncul dari antara orang-orang tidak percaya? Tidak, mereka semua muncul dari antara orang-orang percaya. Mengapa orang-orang percaya ini berubah menjadi seperti itu? Mungkinkah firman Tuhan yang membuat mereka menjadi seperti itu? Jelas tidak demikian. Apa penyebabnya? Itu karena jalan yang telah mereka tempuh. Mereka menggunakan firman Tuhan hanya sebagai alat untuk berkhotbah dan mendapat keuntungan dari gereja. Mereka mempersenjatai pikiran dan mulut mereka dengan firman Tuhan, mengemas diri mereka supaya terlihat kudus, dan kemudian menggunakan ini sebagai modal untuk mencapai tujuan mendapat keuntungan dari gereja. Mereka semata-mata mengkhotbahkan doktrin, tetapi tidak pernah menerapkan kebenaran. Orang macam apa mereka yang terus-menerus mengkhotbahkan kata-kata dan doktrin padahal tidak pernah mengikuti jalan Tuhan? Mereka adalah orang-orang Farisi yang munafik. Sedikit perilaku dan cara-cara yang mereka anggap baik dalam mengungkapkan diri mereka, dan sedikit yang telah mereka berikan dan korbankan sepenuhnya dipaksakan, itu semua hanyalah sandiwara yang mereka tunjukkan. Itu semua sepenuhnya palsu; semua tindakan itu adalah kepura-puraan. Di dalam hati orang-orang ini sedikit pun tidak ada penghormatan kepada Tuhan, dan mereka juga bahkan tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Lebih dari itu, mereka adalah orang-orang yang tidak percaya. Jika manusia tidak mengejar kebenaran, mereka akan menempuh jalan seperti ini, dan mereka akan menjadi orang Farisi. Bukankah itu menakutkan? Di manakah orang Farisi berkumpul? Mereka berkumpul di pasar. Di mata Tuhan, itulah agama; itu bukanlah gereja Tuhan, juga bukan tempat di mana Dia disembah. Jadi, jika orang tidak mengejar kebenaran, sebanyak apa pun firman harfiah dan doktrin yang dangkal tentang perkataan Tuhan yang mereka serap, itu tidak akan ada gunanya" ("Enam Indikator Kemajuan dalam Kehidupan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sangat takut, dan hatiku gemetar. Demi membuat orang menghormatiku, aku menyamarkan diriku dalam segala hal, agar semua orang bisa melihat sisi baikku. Aku tak pernah menyebutkan kekuranganku atau membuka diri tentangnya. Aku selalu memberi orang kesan yang salah dan menipu saudara-saudariku. Bukankah aku sama saja dengan orang Farisi? Orang Farisi menafsirkan Kitab Suci kepada orang-orang di rumah ibadat setiap hari dan sering berdiri di persimpangan jalan dan berdoa. Semua orang mengira mereka mencintai Tuhan dan saleh, dan menghormati serta memuja mereka. Namun mereka tidak takut akan Tuhan sama sekali, tidak menempatkan Tuhan di atas segalanya, juga tidak menaati perintah Tuhan. Terutama saat Tuhan Yesus menampakkan diri dan bekerja, mereka tahu firman Tuhan Yesus memiliki otoritas dan kuasa, tetapi untuk menjaga status dan mata pencaharian mereka, mereka dengan mati-matian menghujat, menentang, dan mengutuk pekerjaan Tuhan. Perbuatan baik lahiriah mereka palsu, itulah hal-hal yang mereka gunakan untuk menyamarkan dan menyembunyikan diri mereka sendiri, dan walaupun tampaknya saleh, pada dasarnya mereka berbahaya dan membenci kebenaran. Aku ingat bagaimana Tuhan Yesus mengutuk orang-orang Farisi, "Celakalah engkau ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! Karena engkau seperti kuburan yang dicat putih, yang di luarnya memang kelihatan bagus, tetapi di dalamnya penuh tulang orang mati dan semua kenajisan. Bahkan engkau kelihatan benar dari luar di mata orang lain, tetapi di dalamnya engkau penuh dengan kemunafikan dan kejahatan" (Matius 23:27-28). Lalu aku memikirkan diriku sendiri. Bukankah aku juga sama? Sejak menjadi diaken penginjilan, di luarnya, aku bangun pagi, tidur larut malam, dan proaktif dalam tugasku, tetapi ini semua hanyalah ilusi, pertunjukan supaya dilihat orang lain. Aku secara proaktif melakukan tugasku adalah agar orang lain tahu bahwa mereka tidak salah memilih orang. Ketika aku efektif dalam tugasku dan memecahkan keadaan saudara-saudariku, Aku segera mengirim pesan ke kelompok atau memberi tahu saudara-saudariku, karena aku ingin pemimpinku dan orang lain melihat bahwa aku kompeten dan bertanggung jawab dalam tugasku. Aku melaksanakan tugas dengan motif dan tujuanku sendiri. Aku hanya ingin orang lain menghormatiku. Aku tahu dengan sangat jelas bahwa aku tidak melakukan pekerjaan substansial apa pun, tetapi aku sering pamer dan mengejar status, dan aku tidak menyebutkan atau berbicara tentang kerusakanku sama sekali. Tuhan telah memberiku banyak kesempatan untuk membuka diri, tetapi berulang kali, aku tidak menerapkan kebenaran, dan memilih menggunakan penipuan, penyamaran, dan penyembunyian untuk menipu jalanku, menyebabkan saudara-saudariku secara keliru mengagumiku sebagai orang yang mengejar kebenaran dan memenuhi tugasku secara bertanggung jawab. Aku sadar bahwa sama seperti orang Farisi yang munafik, aku pun membawa orang ke hadapanku sendiri. Ini berarti menipu mereka dan memenangkan mereka, dan aku sedang menempuh jalan menentang Tuhan. Tuhan telah mengutuk orang-orang Farisi. Jika aku tidak bertobat, aku akan berakhir seperti orang Farisi.

Kemudian, aku memikirkan bagian lain dari firman Tuhan, "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk bersikap terbuka adalah langkah awal untuk masuk ke dalam kebenaran, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain juga akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinisp dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, tidak akan merasa lelah sama sekali, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang. Ini adalah langkah pertama. Selanjutnya, engkau harus belajar bagaimana menganalisis pikiran dan tindakanmu untuk melihat mana yang salah, dan mana yang tidak Tuhan sukai, dan engkau perlu membalikkannya dengan segera dan memperbaikinya. Apa tujuan memperbaikinya? Tujuannya adalah untuk menerima kebenaran, sambil menyingkirkan hal-hal yang ada di dalam dirimu yang merupakan milik Iblis dan menggantikannya dengan kebenaran. Dahulu, engkau melakukan segala sesuatu menurut natur rusakmu, yang licik dan curang; engkau merasa bahwa engkau tidak mampu menyelesaikan apa pun tanpa berbohong. Kini, setelah engkau memahami kebenaran dan membenci cara Iblis dalam melakukan segala sesuatu, engkau tidak lagi bertindak seperti itu, engkau bertindak dengan mentalitas kejujuran, kemurnian, dan ketaatan. Jika engkau tidak menyembunyikan apa pun, jika engkau tidak menyamar, berpura-pura, menutup diri, jika engkau membuka diri kepada saudara-saudari, tidak menyembunyikan gagasan dan pikiran terdalammu, tetapi membiarkan orang lain melihat sikap jujurmu, maka kebenaran berangsur-angsur akan berakar di dalam dirimu, itu akan berbunga dan berbuah, itu akan membuahkan hasil, sedikit demi sedikit. Jika hatimu semakin jujur, dan semakin memiliki kecenderungan kepada Tuhan, dan jika engkau tahu untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan ketika engkau melaksanakan tugasmu, dan hati nuranimu terganggu ketika engkau gagal melindungi kepentingan ini, ini adalah bukti bahwa kebenaran telah memengaruhimu, dan telah menjadi hidupmu" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa tidak menyamarkan diri atau memberikan kesan palsu, mampu mengungkapkan kerusakan dan kekuranganku sendiri, menunjukkan diriku yang sebenarnya, dan membiarkan saudara-saudariku melihat isi hatiku adalah apa yang diperlukan untuk menjadi orang yang jujur. Aku teringat bagaimana aku selalu menyamarkan dan menyembunyikan diriku sendiri untuk membuat orang lain menghormatiku, dan bagaimana selama beberapa pertemuan, aku tak berani membuka diri tentang kerusakanku. Aku adalah orang yang curang, seseorang yang dibenci dan memuakkan bagi Tuhan, dan hidup seperti ini begitu melelahkan dan menyakitkan. Setelah menyadari hal ini, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Aku menyamarkan diriku dalam segala hal agar orang menghargai dan mengagumiku. Aku tahu ini memuakkan bagi-Mu. Sekarang, aku muak dengan diriku sendiri. Tuhan, aku ingin menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Kumohon bimbinglah aku!" Setelah berdoa, aku bersekutu tentang bagaimana aku tidak melakukan pekerjaan nyata dan mengungkap bagaimana aku terlibat dalam penyamaran dan penipuan. Setelah bersekutu, beban di hatiku terangkat, dan aku merasa sangat lega. Saudara-saudariku tidak memandang rendah diriku. Para pemimpinku juga tidak menangani aku; sebaliknya, mereka dengan sabar bersekutu dan mengajariku bagaimana melakukan pekerjaan nyata. Aku sadar bahwa dengan menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur, aku akan merasa damai. Walau masalah dan kekuranganku terungkap, melalui persekutuan dan bantuan saudara-saudariku, aku mampu mengubah jalan-jalanku tepat pada waktunya dan melakukan tugasku dengan lebih baik, yang bermanfaat bagiku.

Setelah itu, aku secara sadar membuka diri dan bersekutu dengan saudara-saudariku, mengungkap watakku yang rusak, dan berhenti menyamarkan diriku. Suatu kali, seorang saudara mengirimiku pesan yang mengatakan, "Kau adalah diaken penginjilan. Mengapa kau tidak datang dan bersekutu dengan target penginjilan ketika kita memberitakan Injil? Sepertinya kau harus melakukannya." Ketika membaca pesan itu, aku sangat marah. Kupikir, "Kau hanyalah seorang pemimpin kelompok. Apa hakmu memberiku perintah? Seolah-olah kau sedang menginterogasiku. Kau bahkan tidak bertanya apakah aku sedang sibuk atau apakah aku ada waktu." Jadi aku menjawab, "Pekerjaan Injil tidak dapat bergantung padaku sendiri. Setiap orang harus bekerja sama untuk melakukannya." Setelah itu, aku sedikit merasa bersalah, karena kurasa aku congkak. Saudaraku itu sedang memikirkan pekerjaan kami, dan membicarakan fakta. Seharusnya aku menerimanya. Aku bukan saja menolaknya, aku juga menanggapinya dengan marah. Bukankah ini tak masuk akal? Yang kulakukan juga akan membuatnya merasa terluka dan terkekang. Aku ingin membuka diri kepadanya dan mengakui segala masalahku, tetapi aku tak bisa melepaskan citraku. Saudara ini memiliki kesan yang baik tentangku sebelumnya. Jika aku terbuka padanya, apakah dia akan memandang rendah diriku? Memikirkan ini, Aku menyadari bahwa aku ingin kembali menyamarkan diriku untuk mempertahankan status dan citraku. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon-Nya memimpinku dalam menerapkan kebenaran dan menyangkal diriku sendiri. Setelah itu, aku membuka diri tentang kerusakanku kepada saudaraku. Dia mengatakan dia memiliki watak congkak dan tidak mempertimbangkan perasaanku ketika berbicara, dan dia ingin berubah. Dengan bimbingan firman Tuhan, kami merenungkan diri kami sendiri, dan penerapan menjadi orang yang jujur ini membuatku merasa sangat tenang.

Melalui pengalamanku, Aku menyadari bahwa firman Tuhan memang dapat menyucikan dan menyelamatkan manusia. Tanpa penghakiman dan hajaran firman Tuhan, aku akan selalu menyamarkan dan menyembunyikan diriku sendiri, tidak mungkin untuk benar-benar memahami kerusakan dan kekuranganku sendiri, dan aku tidak akan bisa berubah. Aku bersyukur kepada Tuhan atas tuntunan dan keselamatan-Nya, dan karena memberiku rasa tenang dan kelegaan karena menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait