Apa Penyebab Keadaan Negatif
Aku telah menyirami petobat baru selama dua tahun terakhir. Suatu kali, pemimpin bahas pekerjaan dengan kami, katanya bahwa dia telah mengamati pekerjaan kami. Menurutnya beberapa penyiram tak memahami esensi masalah petobat baru, dan tak mengatasi masalah mereka, hanya memberi semangat dan saran, sehingga mereka tak rutin hadiri pertemuan dan pekerjaan penyiraman jadi tak efektif. Ini artinya penyiram tidak memenuhi fungsinya. Mendengar perkataan pemimpin, hatiku jadi pilu. "Tidak efektif", "tidak memenuhi fungsinya", kata-kata ini sangat sulit kuterima, dan membuatku sedih dan murung. Sudah lama aku menyirami petobat baru. Saat pemimpin mengatakan ini, aku pasti salah satunya. Aku berpikir betapa kerasnya usahaku menyiram daripada pekerjaan lain, dan betapa tekunnya aku saat menghadapi petobat baru. Aku sungguh merenungkan keadaan dan kesulitan mereka dan menawarkan persekutuan. Terkadang petobat baru punya banyak alasan tak datang ke pertemuan, atau sebagian di antaranya jadi marah dan tidak balas pesan. Meski sulit menerimanya, melalui doa dan firman Tuhan, aku rela meninggalkan diriku sendiri. Meski tak pandai berkata-kata, aku berusaha atasi rintanganku. Tak peduli perlakuan petobat baru padaku, aku bantu dengan kasih dan kesabaran. Aku merasa usahaku sudah maksimal. Meski tak terlalu efektif, setidaknya aku telah berusaha perbaiki pekerjaanku, dan menurut petobat baru, aku membantu. Tak pernah kusangka pemimpin anggap usahaku tak efektif atau tidak memenuhi fungsi. Setelah pertemuan selesai, kuingin menangis. Tiba-tiba aku merasa hampa, dan diliputi emosi negatif, berpikir, "Kuakui aku punya banyak kekurangan dan masih harus perbaiki pekerjaanku, tapi aku tak sepenuhnya tidak efektif. Usahaku sudah yang terbaik, mengapa tidak diakui? Jika usahaku tak ada yang berhasil, aku tak tahu lagi cara menjalankan tugasku. Mungkin aku tidak cocok menyirami petobat baru." Jadi aku hidup dalam keadaan negatif dan tidak termotivasi melakukan tugas. Sebelumnya, saat lihat ada petobat baru yang tak datang ke pertemuan, aku akan sangat khawatir dan cemas, dan langsung menanyakan alasan mereka tidak hadir. Setelah dengar masalah dan kesulitan mereka, aku berusaha keras bersekutu dan membantu. Tapi kini saat lihat petobat baru tak datang ke pertemuan, aku tidak terlalu khawatir, aku tak membahasnya saat bertemu mereka, dan tidak memikirkan cara bersekutu yang lebih efektif. Aku mau orang lain saja yang menyirami petobat baru bermasalah. Aku merasa karena persekutuanku tak efektif dan tidak atasi masalah, mengapa aku harus tekun dan proaktif? Tak ada yang memedulikan pemikiran dan pengorbananku. Jadi apa gunanya? Dari luar, aku melakukan tugas seperti biasa, tapi aku tak terlalu peduli dan hatiku jauh dari Tuhan. Tak banyak yang bisa kukatakan dalam doa, tak ada niat untuk berusaha.
Setelah baca satu bagian firman Tuhan, aku mulai paham keadaan negatifku. Tuhan berfirman: "Banyak orang, ketika melaksanakan tugasnya, selalu ada motivasi dan ketidakmurnian, mereka selalu berusaha untuk menonjolkan diri sendiri, mereka selalu ingin dipuji dan didorong, dan jika mereka melakukan sesuatu dengan baik, mereka selalu ingin mendapatkan keuntungan atau imbalan. Jika tidak ada imbalan, mereka acuh tak acuh dalam melaksanakan tugasnya, dan jika tidak ada yang mengawasi atau mendorong mereka, mereka menjadi pasif. Mereka labil seperti anak-anak. Apa yang terjadi di sini—mengapa orang-orang seperti itu tidak pernah mengesampingkan motivasi dan ketidakmurnian ini? Ini terutama karena mereka tidak menerima kebenaran; akibatnya, bagaimanapun engkau mempersekutukan kebenaran kepada mereka, mereka tidak mampu mengesampingkan hal-hal ini. Jika masalah ini tidak pernah diselesaikan, maka seiring berjalannya waktu, orang dengan mudah menjadi pasif, dan semakin acuh tak acuh terhadap pelaksanaan tugas mereka. Membaca firman Tuhan tentang dipuji atau diberkati, mereka menjadi sedikit bersemangat, dan agak termotivasi. Namun, jika tak seorang pun mempersekutukan kebenaran kepada mereka, jika tak seorang pun memotivasi atau memuji mereka, mereka menjadi acuh tak acuh. Jika orang sering menyanjung dan memuji mereka, mereka merasa semuanya berjalan sangat baik, dan di dalam hatinya, mereka yakin bahwa Tuhan terus-menerus mengawasi dan memberkati mereka dan mereka juga merasa bahwa Tuhan menyertai mereka, sehingga keinginan mereka yang berlebihan terpenuhi. Ketika keterampilan dan bakat mereka digunakan sepenuhnya, ini memberi mereka martabat, dan mereka sangat bahagia hingga melompat di sepanjang jalan, wajah mereka berseri-seri. Apakah ini efek karena mengejar kebenaran? (Tidak.) Ini hanyalah keinginan mereka yang terpenuhi. Watak apa ini? Ini adalah watak yang congkak. Mereka tidak memiliki kesadaran diri sedikit pun, melainkan memiliki keinginan yang berlebihan. Dihadapkan dengan kesengsaraan atau kesulitan, atau jika harga diri dan kesombongan mereka tidak terpenuhi, atau jika kepentingan mereka sedikit saja dirugikan, mereka menjadi lumpuh oleh kepasifan. Sebelumnya, mereka berdiri setinggi raksasa, tetapi hanya dalam beberapa hari mereka telah berubah menjadi tumpukan lumpur—luar biasa berbeda. Jika mereka orang yang mengejar kebenaran, bagaimana mereka bisa secepat itu menjadi lumpuh? Jelaslah, orang yang ditopang oleh semangat, keinginan, dan ambisi adalah orang yang sangat lemah. Ketika mereka menghadapi kemunduran atau kegagalan, mereka menjadi lumpuh. Melihat imajinasi mereka menjadi sia-sia dan keinginan mereka tidak terpenuhi, mereka kehilangan harapan dan langsung jatuh. Hal ini menunjukkan bahwa betapapun bersemangatnya mereka dalam melaksanakan tugas mereka saat itu, ini bukanlah karena mereka memahami kebenaran. Mereka melaksanakan tugas dengan harapan diberkati, dan karena semangat. Betapapun bersemangatnya orang, atau sebanyak apa pun perkataan doktrin yang dapat mereka khotbahkan, jika mereka tak mampu menerapkan kebenaran, jika mereka tak mampu melaksanakan tugas sesuai dengan prinsip, jika mereka hanya mengandalkan semangat, mereka tidak akan mampu bertahan lama, dan begitu menghadapi kesengsaraan atau bencana, mereka tidak akan mampu berdiri teguh, dan mereka akan jatuh" ("Hanya dengan Mengejar Kebenaran, Orang Dapat Menyelesaikan Gagasan dan Kesalahpahaman Mereka tentang Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menjelaskan keadaanku sebenarnya. Sebelumnya, aku sangat tekun melakukan tugas, tak peduli banyaknya kesulitan atau kekuranganku, aku bersedia mengatasinya, dan rela bekerja keras. Saat alami kemunduran, aku bertahan dan terus berusaha. Jadi mengapa kini aku tak bisa kumpulkan kekuatan? Ternyata itu karena "beban" dan "ketekunan" aku di masa lalu hanya untuk memenuhi keinginanku, dan bukan melakukan tugas demi Tuhan. Aku termotivasi melakukan tugas saat dipuji orang, tapi saat dipangkas dan ditangani, aku jatuh dalam kenegatifan. Aku merasa usahaku tak ada yang berhasil. Aku jadi pasif dan malas, melampiaskan frustrasiku pada tugas, dan bahkan menyesal menerima tugas ini. Aku tak punya hati nurani! Sebenarnya, aku beruntung saat menyirami petobat baru. Aku lebih tahu cara atasi masalah dengan bersekutu tentang kebenaran. Dengan menyirami petobat baru, aku belajar berpikir keras, bertanggung jawab, dan lebih dewasa. Ini semua manfaat nyata. Kutelah belajar banyak, tapi satu kata menyakitkan dari pemimpin, dan semua usahaku terasa sia-sia. Aku tak tahu yang baik bagiku. Setelah menyadarinya, aku sedih. Aku tak bisa terus muram, aku harus cari kebenaran dan perbaiki keadaan negatifku.
Lalu, aku mulai merenungkan diri. Mengapa reaksiku berlebihan saat pemimpin berkata satu hal yang tak kusuka? Aku baca beberapa firman Tuhan. "Dalam keadaan normal, ada semacam keadaan degil dan memberontak di lubuk hati orang—yang terutama karena, di dalam hatinya, mereka memiliki semacam penalaran dan gagasan manusia, yaitu: 'Asalkan niatku benar, apa pun hasilnya, engkau tak boleh menanganiku, dan jika engkau menanganiku, aku tidak harus taat.' Mereka tidak merenungkan apakah tindakan mereka sesuai dengan prinsip kebenaran atau tidak, atau akan seperti apa akibatnya. Yang selalu mereka pegang adalah, 'Asalkan niatku baik dan benar, Tuhan harus menerimaku. Meskipun hasilnya buruk, Dia tak boleh memangkas atau menanganiku, apalagi menghukumku.' Ini adalah penalaran manusia, bukan? Ini adalah gagasan manusia, bukan? Manusia selalu berfokus pada penalaran semacam ini—apakah ada ketaatan di dalamnya? Engkau telah membuat penalaranmu sendiri menjadi kebenaran dan mengesampingkan kebenaran. Engkau yakin bahwa apa yang sesuai dengan penalaranmu adalah kebenaran, dan yang tidak sesuai dengan penalaranmu bukanlah kebenaran. Apakah ada orang yang lebih konyol? Apakah ada orang yang lebih congkak dan angkuh? Keadaan orang yang manakah yang terutama dapat diperbaiki dengan memetik pelajaran tentang ketaatan? Ini memperbaiki watak orang yang congkak dan sombong, dan ini memperbaiki watak yang paling memberontak: kecenderungan untuk bernalar. Ketika orang mampu menerima kebenaran dan berhenti bernalar, masalah pemberontakan ini akan teratasi, dan mereka akan mampu untuk taat. Dan jika orang ingin mampu mencapai ketaatan, apakah mereka perlu memiliki tingkat rasionalitas tertentu? Mereka harus memiliki akal sehat orang normal. Dalam beberapa hal, misalnya: entah kita telah melakukan hal yang benar atau tidak, jika Tuhan tidak puas, kita harus melakukan sebagaimana yang Tuhan katakan, firman Tuhan adalah standar untuk segala sesuatu. Apakah ini masuk akal? Itulah akal sehat yang terutama harus ditemukan dalam diri orang. Seberat apa pun kita menderita, dan apa pun niat, tujuan, dan alasan kita, jika Tuhan tidak puas—jika tuntutan Tuhan tidak dipenuhi—itu berarti tindakan kita pasti tidak sesuai dengan kebenaran, jadi kita harus mendengarkan dan menaati Tuhan, dan tidak boleh berusaha bernalar atau berdebat dengan Tuhan. Jika engkau memiliki rasionalitas seperti itu, jika engkau memiliki akal sehat orang normal, akan mudah menyelesaikan masalahmu, dan engkau akan benar-benar taat, dan keadaan apa pun yang kauhadapi, engkau akan mampu untuk taat, dan tidak akan menentang tuntutan Tuhan, engkau tidak akan menganalisis apakah yang Tuhan tuntut itu benar atau salah, baik atau buruk, engkau akan mampu menaatinya—sehingga dengan demikian keadaan bernalar, kedegilan, dan pemberontakanmu dapat diatasi. Apakah setiap orang memiliki keadaan yang memberontak ini di dalam diri mereka? Keadaan ini sering kali muncul dalam diri orang, dan mereka berpikir dalam hati, 'Selama pendekatan, pendapat, dan saranku masuk akal, meskipun aku melakukan segala sesuatu secara salah, aku tak boleh dipangkas atau ditangani, dan aku boleh menolak untuk dipangkas atau ditangani.' Ini adalah keadaan yang biasa ada dalam diri orang, dan merupakan kesulitan utama dalam diri orang yang tidak mampu menaati Tuhan. Jika orang benar-benar memahami kebenaran, mereka akan mampu secara efektif memperbaiki keadaan memberontak semacam ini. Sebanyak apa pun orang berusaha bernalar, ini bukanlah kebenaran. Orang yang tidak memiliki kebenaran selalu berusaha bernalar dengan Tuhan, dan sangat sulit bagi mereka untuk taat" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah baca firman Tuhan, aku paham alasan kenegatifanku. Alasanku jadi negatif setelah dengar pemimpin berkata beberapa penyiram tak efektif karena watakku keras kepala, congkak, dan hanya memikirkan diri sendiri. Saat aku tak setuju pendapat orang tentangku, sangat sulit bagiku untuk menerima dan tunduk. Meski tak berani membantah, hatiku menolaknya. Kupikir aku telah berusaha keras menyirami dan melakukan yang terbaik. Bagaimanapun, aku hanya ingin jalankan tugas dengan baik. Selama aku berniat baik, bekerja keras, dan berkorban, tak ada yang bisa berkata aku tidak efektif. Itu tidak adil bagiku. Tapi aku tak pernah memikirkan apakah alasan ini benar, dan apakah tugasku sungguh efektif. Meski aku berusaha, karena tak paham kebenaran dan tak berpengalaman, saat petobat baru punya masalah nyata dalam hidup atau pekerjaan, aku hanya bisa memberi doktrin untuk dorong mereka. Aku tak bisa atasi masalah mereka dengan bersekutu tentang kebenaran, agar petobat baru paham kehendak Tuhan, atau punya jalan penerapan. Selain itu, ada kalanya pekerjaanku tidak berprinsip karena tak paham kebenaran, dan merusak pekerjaan gereja. Aku tak memandang orang dan hidup menurut firman Tuhan, atau melihat esensi sejati orang, dan aku berbaik hati kepada orang tidak percaya, selalu mendukung dan membantu. Ternyata itu pekerjaan yang sia-sia. Orang tidak percaya ini tinggal di gereja dan menyebarkan gagasannya, mengganggu petobat baru lain. Bila dipikirkan, pekerjaanku tak membuahkan hasil nyata, dan tak punya fungsi substansial yang signifikan. Saat pemimpin menyingkap masalahku, aku tak hanya menolaknya, sikapku negatif, menentang, dan sulit. Aku sungguh keterlaluan! Mengingat caraku menangani pekerjaan, seharusnya aku bersyukur gereja mengizinkanku tetap menyirami petobat baru. Seharusnya aku lihat usahaku melakukan tugas sesuai standar, bekerja keras demi kebenaran, memikirkan dan merenungkan apa tugasku berefek nyata, dan masalah, penyimpangan atau kesalahan yang masih ada. Hanya ini cara mencapai pertumbuhan dan melakukan tugas dengan benar.
Aku baca firman Tuhan ini. "Ada prinsip tentang bagaimana Tuhan bersikap terhadap orang yang seringkali negatif. Tuhan menyelidiki lubuk hati manusia; jika orang selalu bersikap negatif, ada masalah di sini. Tuhan telah begitu banyak berfirman, mengungkapkan begitu banyak kebenaran, jadi mengapa mereka tidak mencari kebenaran dalam firman Tuhan? Mengapa mereka tidak menerima kebenaran? Mereka selalu tidak puas dengan apa yang Tuhan lakukan, mereka sama sekali tidak menerapkan kebenaran, jadi apakah Tuhan akan tetap memperhatikan mereka? Bukankah orang-orang semacam itu keras kepala? Bagaimana sikap Tuhan terhadap orang yang keras kepala? Dia menyingkirkan dan mengabaikan mereka. Engkau bisa percaya dengan cara apa pun yang kauinginkan; apakah engkau percaya atau tidak, itu terserah padamu; jika engkau benar-benar percaya dan mengejar, engkau akan menuai hasilnya; jika engkau tidak percaya, tidak mengejar, engkau tidak akan menuai hasilnya. Tuhan memperlakukan setiap orang dengan adil. Jika sikapmu bukan sikap yang menerima kebenaran dan tidak tunduk, dan jika engkau tidak sesuai dengan tuntutan Tuhan, maka percayalah apa yang kauinginkan; juga, jika engkau lebih suka pergi, engkau dapat segera melakukannya. Jika engkau tidak ingin melaksanakan tugasmu, segeralah pergi ke mana pun kausuka, dan jangan membuat keributan yang memalukan. Tuhan tidak mendesak orang-orang semacam itu untuk tinggal. Itulah sikap-Nya" ("Dengan Menyelesaikan Gagasan Orang Barulah Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (3)" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca firman Tuhan tentang pengungkapan, aku takut, dan merasa watak Tuhan tidak menoleransi pelanggaran. Aku tak bisa terima perkataan faktual pemimpin, tapi aku berpikiran buruk, ingin bersaing, pasif dan malas dalam bekerja. Aku menolak kebenaran, aku muak dengan itu! Tuhan benci dan jijik dengan sikapku terhadap kebenaran. Sikap Tuhan terhadap orang sepertiku jelas. Mereka akan disingkirkan. Sebenarnya aku bukan apa-apa, tapi merasa diriku paling hebat. Tingkat pertumbuhan, kualitas, atau kemampuan kerjaku sebenarnya tak kupahami, dan selalu ingin disetujui dan dipuji orang lain. Kuingin orang lain lihat statusku dan anggap aku penting. Aku sangat congkak dan keterlaluan! Setelah memahami masalahku, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tak bisa akui diriku sebenarnya, aku mati rasa. Aku tak ingin bersikap negatif. Pimpinlah aku agar bisa jalankan tugas dengan baik."
Lalu, aku mencari jalan penerapan dalam firman Tuhan, dan melihat firman ini. "Apa pun yang terjadi, kepasifan tidak boleh ditangani dengan cara yang pasif dan negatif. Ada orang-orang yang mengira jika mereka menunggu sampai mereka bahagia, kepasifan mereka secara alami akan berubah menjadi sukacita. Ini adalah khayalan. Jika orang tidak menerima kebenaran, kepasifan mereka tidak dapat disingkirkan. Meskipun engkau melupakannya dan tidak merasakannya di dalam hatimu, ini tetap bukan berarti kepasifan telah disingkirkan sampai ke akarnya; begitu engkau dihadapkan dengan lingkungan yang tepat, kepasifanmu akan kembali menyerang—ini sangat biasa terjadi. Jika orang cerdas dan berakal sehat, mereka seharusnya segera mencari kebenaran ketika kepasifan muncul, menggunakan penerimaan kebenaran sebagai cara untuk menyingkirkannya. Dengan bertindak seperti ini, mereka akan menyelesaikan masalah kepasifan dari sumbernya. Penyebab orang sering menjadi pasif adalah ketidakmampuan mereka untuk menerima kebenaran. ... Jika engkau terjerumus ke dalam kepasifan karena satu hal, satu kalimat, atau satu ide atau pendapat, dan keluhan muncul di hatimu, ini membuktikan bahwa pengetahuanmu tentang hal ini menyimpang, bahwa engkau memiliki gagasan dan imajinasi, dan bahwa pandanganmu tentang hal ini pasti tidak sesuai dengan kebenaran. Saat-saat seperti itu mengharuskanmu untuk menghadapi masalah ini dengan benar, berusaha untuk membalikkan gagasan dan imajinasi keliru ini sedini dan secepat mungkin, tidak membiarkan dirimu tersandung dan disesatkan oleh gagasan-gagasan ini, serta terjerumus ke dalam keadaan ketidaktaatan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap Tuhan. Sangatlah penting agar kepasifan dapat diselesaikan dengan segera dan menyeluruh. Tentu saja, bagaimanapun cara atau metodenya, pendekatan terbaik adalah dengan mencari kebenaran, membaca firman Tuhan lebih banyak, dan datang ke hadapan Tuhan untuk mencari pencerahan dari Tuhan" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 4, Tanggung jawab para pemimpin dan pekerja). "Tidaklah mudah untuk melakukan tugas dengan baik untuk memuaskan Tuhan dan mencapai takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Namun, Kuberitahukan kepadamu sebuah prinsip penerapan: jika engkau memiliki sikap mencari dan taat ketika sesuatu terjadi kepadamu, hal ini akan melindungimu. Tujuan akhirnya bukanlah untuk membuatmu terlindungi. Itu adalah untuk membuatmu memahami kebenaran dan mampu masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan memperoleh keselamatan Tuhan; inilah tujuan akhirnya. Jika engkau memiliki sikap ini dalam semua yang kaualami, engkau tidak akan lagi merasa bahwa melakukan tugasmu dan memenuhi kehendak Tuhan adalah omong kosong dan klise, tidak akan lagi terasa begitu melelahkan. Sebaliknya, sebelum engkau menyadarinya, engkau akan mulai memahami cukup banyak kebenaran. Jika engkau berusaha mengalami dengan cara seperti ini, engkau pasti akan menuai hasil. Siapa pun dirimu, berapa pun usiamu, betapapun terpelajarnya dirimu, seberapapun lamanya engkau telah percaya kepada Tuhan, atau tugas apa pun yang kaulakukan. Asalkan engkau memiliki sikap yang mencari dan tunduk, asalkan engkau mengalami dengan cara seperti ini, maka pada akhirnya, engkau pasti akan memahami kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, Bagian Tiga). Firman Tuhan menawarkanku jalan penerapan. Saat hadapi hal yang bertentangan denganmu atau membuatmu jadi negatif, kau harus segera berdoa kepada Tuhan, cari kebenaran dan bersikap taat. Meski kau diperlakukan tak adil atau bingung, jangan melawan atau mendebat, tapi renungkan masalah yang kau hadapi, hal-hal yang belum dilakukan maksimal, dan bisa ditingkatkan atau diperbaiki. Meskipun tak bisa langsung mengenali, kau harus cari dan baca firman Tuhan yang sesuai, atau bersekutu dengan orang yang paham kebenaran. Dengan menerima kebenaran ini, kau akan mudah mendapat pencerahan Tuhan, mengenali masalah, dan mengetahui prinsip kebenaran yang harus dimasuki. Nantinya, aku tak bisa bersikap negatif dan melawan untuk menghadapi situasi, ini hanya akan menyakitiku. Meskipun kaya pengalaman, aku tak akan bisa belajar atau beroleh kebenaran. Aku tak akan tumbuh atau menuai kebaikan.
Lalu, saat pemimpin memeriksa pekerjaanku, aku sadar sikapku yang ceroboh, pasif, dan malas telah memengaruhi pekerjaan gereja. Beberapa petobat baru telah disesatkan pendeta agama, terbangun gagasan tentang Tuhan dan meninggalkan pertemuan grup. Sebagian disesatkan rumor dari PKT dan berhenti menghadiri pertemuan. Saat lihat masalah ini, aku sangat takut dan membenci diri. Apa yang telah kulakukan? Aku melalaikan pekerjaan nyata, hanya tenggelam dalam kenegatifan. Dulu aku berpikir jalan masuk kehidupanku yang menderita saat hidup dalam kenegatifan. Aku melakukan semua tugasku, dan tak menunjukkan kenegatifanku atau sengaja mengganggu pekerjaan gereja. Paling-paling aku menyakiti diriku sendiri. Tapi kenyataannya, hidup dalam kenegatifan tidak mengatasi masalah nyata, mengabaikan tanggung jawab, tak setia kepada tugas, dan menghambat pekerjaan gereja. Memikirkanya, aku sangat menyesali masa laluku. Mengapa aku tak datang ke Tuhan dan cari kebenaran setelah jatuh dalam kenegatifan? Jika aku cari kebenaran dan perbaiki diri dengan cepat, meskipun kualitas dan masalah yang kusadari terbatas, setidaknya tak akan seburuk ini. Memikirkan ini, membuatku menyesal dan merasa bersalah. Aku berdoa kepada Tuhan, berkata bahwa aku harus menebusnya dengan tindakan nyata, dan lebih mencari prinsip kebenaran dalam tugasku. Setelah tinggalkan sikap negatif dan berusaha keras melakukan pekerjaan nyata, aku merasa lega, damai, dan keadaan kembali normal. Aku bisa belajar dari situasi dan menuai kebaikan. Lalu, saat melakukan tugas, masalah dan penyimpangan tetap ada dalam pekerjaan, dan aku ditegur dan ditangani oleh pemimpinku. Aku masih merasa agak negatif, tapi aku tahu ada yang bisa kupelajari, dan itu memang masalahku. Aku tidak bekerja sesuai prinsip. Aku tak bisa terus keras kepala. Aku harus cari kebenaran dan merenungkan diri. Dengan sikap ini, keadaan negatifku cepat teratasi, dan tiap kali pemimpin menasihati dan menanganiku, aku lebih bisa mengenali penyimpangan dan kekurangan dalam tugas, dan memahami prinsip kebenaran. Pengalaman ini membuatku terkesan betapa pentingnya menerima kebenaran. Menerima kebenaran memberimu jalan ke depan, dan tugasmu akan makin efektif.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.