Kerugian Akibat Iri Hati

08 Maret 2022

Oleh Saudari Yi Ning, Tiongkok

Belum lama ini, aku terpilih sebagai pemimpin gereja, memimpin pekerjaan beberapa gereja. Tak lama kemudian, aku mulai melihat sedikit hasil, dan banyak jemaat gereja menyatakan dukungan mereka untukku. Aku sangat senang dan merasa bangga pada diriku sendiri, merasa mampu melakukan pekerjaan nyata. Kupikir jika pemimpin tingkat atas dapat melihat apa yang telah kucapai, mereka mungkin berpikir aku pemimpin yang cukup baik, dan telah membuat pilihan yang tepat. Setelah beberapa bulan, gereja mengatur agar Saudari Zhao bekerja bersamaku. Kupikir dia pasti membutuhkan bantuanku, tetapi aku terkejut melihat dia menguasainya dengan sangat cepat. Dia memiliki beberapa saran praktis yang bagus dalam diskusi kami, dan aku merasa kagum sekaligus iri. Menurutku, dia memiliki kualitas dan kemampuan kerja yang sangat baik. dan sudah sangat cakap bersekutu untuk menyelesaikan masalah. Akankah semua orang berpikir aku tidak sebanding dengannya? Akankah itu membuatku terlihat buruk? Lalu bagaimana aku bisa menghadapi saudara-saudari kami? Keesokan harinya, aku membawa Saudari Zhao ke pertemuan kelompok di mana beberapa orang mengajukan pertanyaan terkait pekerjaan. Aku mengemukakan pendapatku, tetapi jawaban Saudari Zhao lebih lengkap dan detail, ditambah dia menemukan prinsip-prinsip yang relevan untuk persekutuan. Aku terkejut. Dia memahami hal-hal ini meskipun baru bergabung dengan kami dan memiliki jawaban yang cukup lengkap. Aku khawatir dengan pandangan orang terhadapku, jika mereka berpikir bahwa aku telah bertugas lebih lama, tetapi tidak sebanding dengan rekan sekerjaku yang baru, bahwa aku sama sekali tidak mengalami kemajuan. Makin kupikirkan, makin memerah wajahku, dan bahkan aku tak mau mengangkat kepalaku. Aku hanya ingin mengakhiri pertemuan itu.

Beberapa hari kemudian, Saudari Zhao mengatakan bahwa Saudari Lin, seorang pemimpin tim, berkualitas buruk dan tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, bahwa dia harus diberhentikan. Sebenarnya, aku telah melihat masalah itu dalam dirinya sebelumnya, tetapi kupikir dia masih baru dalam tugas itu, jadi aku mau mengamatinya lebih lanjut. Kini, karena Saudari Zhao merasakan hal yang sama, dia benar-benar harus diberhentikan. Namun, saat mendiskusikannya dengan Saudari Zhao, terpikir olehku bahwa jika aku memberhentikan Saudari Lin saat itu juga dan pemimpin mengetahuinya, dia mungkin berpikir bahwa Saudari Zhao-lah yang memiliki wawasan dan cepat membuat perubahan yang diperlukan. Maka itu akan terlihat seperti pencapaiannya. Pemimpin mungkin berpikir aku tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, bahwa aku tak mampu mengubah tugas orang bila diperlukan. Dengan pemikiran itu, aku tidak segera memberhentikan Saudari Lin dan menundanya selama beberapa hari. Dan pernah, Saudari Zhao mengusulkan sebuah rencana untuk meningkatkan efisiensi kami, tetapi setelah uji coba, aku mendapat umpan balik dari saudara-saudari bahwa itu tidak berjalan dengan baik. Aku merasa sangat senang. Kupikir karena mereka telah mencoba rencana kerjanya, membuang-buang waktu dan tidak mencapai apa pun, mereka pasti akan berhenti menghormatinya. Selanjutnya, ketika aku melihat Saudari Zhao, aku membuat berbagai macam rujukan terselubung tentang rencananya yang gagal, betapa banyaknya waktu yang terbuang tanpa hasil. Merasa sangat sedih, dia hanya menundukkan kepalanya. Aku benar-benar merasa senang melihatnya seperti itu, dan mengira akhirnya aku mendapatkan kembali martabatku. Namun, aku terkejut melihat bahwa Saudari Zhao tidak terlalu terpengaruh dengan hal ini. Dia menyadari kesalahannya yang menyebabkan kegagalan itu, dan kemudian meningkatkan efisiensi dan hasil kerjanya. Aku sama sekali tidak senang melihat kemajuan pesatnya. Kupikir dia baru saja memulai dan tidak familier dengan beberapa pekerjaan kami, jadi dia membutuhkan bantuanku. Apa gunanya diriku setelah dia belajar lebih banyak? Aku bahkan curiga pemimpinnya sudah mengatur agar dia menggantikanku. Aku makin merasa tertekan dan mulai berpikir aku berkualitas buruk dan tidak cakap, dan bahkan menyalahkan Tuhan karena tidak mengaruniakan bakat yang sangat besar kepadaku.

Sejenak, aku benar-benar kehilangan motivasi dalam tugasku dan merasa mengantuk dalam pertemuan. Aku mulai berprasangka terhadap Saudari Zhao, merasa sepertinya dia mencuri pusat perhatian dariku. Sebelum dia datang, orang lain ingin mendengarkan persekutuanku, tetapi sejak saat itu, rasanya aku tidak mampu melakukan apa pun dengan benar. Jika terus bekerja bersamanya, kurasa aku takkan pernah mendapatkan kesempatan untuk bersinar. Aku merasa sangat iri terhadapnya dan bahkan tidak tahan melihatnya, dan ketika mengetahui tentang masalah pribadinya atau sesuatu yang tidak dia lakukan dengan baik, aku sangat ingin membuatnya terlihat buruk di depan saudari lainnya. Ketika melihat Saudari Zhao menundukkan kepalanya dan dalam hati mengakui kesalahannya ketika kukritik, aku merasa sedikit bersalah. Aku berusaha mengeksploitasi titik lemahnya. Namun, aku juga merasa apa yang kukatakan benar. Setelah beberapa waktu, aku terus-menerus membicarakan kesalahan Saudari Zhao, para saudari lainnya juga mulai berprasangka terhadapnya. Dia tampak terisolasi dan jatuh ke dalam keadaan yang makin buruk. Namun, aku tetap tidak merenungkan diriku sendiri. Sebaliknya, aku menjadi makin buruk, makin intens.

Lalu sekitar sebulan kemudian, beberapa saudara-saudari ditangkap oleh Partai Komunis. Ada risiko keamanan mengenai tempat buku-buku firman Tuhan disimpan, jadi semuanya harus dipindahkan. Pemimpin meminta Saudari Zhao untuk mengurus hal itu. Kupikir, aku telah menjalankan tugas itu lebih lama darinya, jadi aku lebih familier dengan segalanya. Akulah yang seharusnya mengurus hal itu. Apakah pemimpin berpikir aku tidak sebanding dengan Saudari Zhao? Aku makin merasa iri dan bersikap menentang, dan bahkan berpikiran jahat bahwa aku tak mau bertanggung jawab atas hal itu. Saudari Zhao tidak tahu situasinya, jadi akan kulihat bagaimana dia mengurusnya sendirian. Aku berhenti memperhatikan pekerjaan Saudari Zhao, dan ketika dia menanyakan arah menuju ke rumah jemaat gereja lainnya, aku selalu mengabaikannya atau menjawab seadanya. Dia melihatku tampak muak, jadi berhenti bertanya kepadaku. Aku merasa bersalah setelah itu, merasa tidak melindungi pekerjaan rumah Tuhan. Dalam hati, aku berjanji takkan bersikap seperti itu lagi, tetapi berikutnya saat sesuatu terjadi, aku tak mampu menahan diri. Aku melakukannya berulang-ulang, dan tak pernah mampu mengendalikan diriku. Hidup dalam keadaan itu benar-benar menyakitkan bagiku, tetapi tidak tahu cara menyingkirkannya. Aku telah hidup dalam keadaan iri hati. Aku tahu Saudari Zhao tidak familier dengan jemaat gereja kami atau daerah setempat, tetapi aku tidak berusaha membantunya. Itu berarti pekerjaan kami untuk memindahkan buku-buku itu tertunda selama berminggu-minggu dan itu juga memengaruhi pekerjaan gereja. Namun, aku tidak pernah benar-benar merenungkan diriku tentang hal itu.

Aku merasa iri terhadapnya dan ingin bersaing dengannya, yang akibatnya memengaruhi pekerjaan rumah Tuhan. Murka Tuhan telah menimpaku. Suatu malam, ketika aku dan Saudari Zhao bergabung dalam pertemuan kelompok untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan, kulihat persekutuannya sangat detail, dan dia memikirkan hal-hal yang tidak kupikirkan—semua orang sangat menghargainya. Aku merasa iri dan jengkel. Aku heran mengapa dia harus bersekutu secara detail, membuat dirinya terlihat sangat bijaksana. dan membuatku terlihat makin buruk. Aku makin kesal dan tidak mau mendengar sepatah kata pun darinya. Aku memotongnya, berkata, "Sudah selesai? Aku harus pergi ke tempat lain." Dengan enggan dia mengiakan, tetapi aku pergi begitu saja tanpa menunggunya. Namun, sepeda listrikku mogok tepat setelah aku berada di jalan dan aku terjatuh. Aku terjebak di bawah sepeda listrikku dan tidak bisa bangun, tetapi untunglah seorang pejalan kaki membantuku berdiri. Namun, sesampainya di rumah, aku sadar aku tak bisa menggerakkan tangan kananku, terluka akibat kesalahanku sendiri. Aku tahu ini adalah pendisiplinan Tuhan bagiku, tetapi aku begitu mati rasa dan tidak dengan serius merenungkan diriku sendiri. Aku begitu keras dan memberontak. Beberapa waktu berlalu dan tanganku tak kunjung sembuh, ditambah polisi sedang membuntutiku. Mereka muncul di depan pintu untuk menangkapku dan aku berhasil lolos berkat perlindungan Tuhan, tetapi aku harus berhenti melakukan tugasku. Aku tahu kehendak Tuhan ada di dalam hal-hal yang sedang terjadi ini. Aku tidak bekerja secara harmonis dengan Saudari Zhao dan tidak benar-benar merenungkannya atau berubah. Jadi keadilan Tuhan datang atasku. Namun, aku merasa sangat negatif, Aku merasa seperti benar-benar tersingkap dan tidak tahu bagaimana melewatinya. Dalam penderitaanku, aku memanjatkan doa, memohon Tuhan untuk mencerahkan dan membimbingku agar benar-benar dapat merenungkan diriku sendiri.

Kerugian Akibat Iri Hati

Suatu hari, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Sekarang ini, karena engkau semua dihajar, dihakimi, dan dikutuk, maka engkau diberi perlindungan. Oleh karena engkau semua telah banyak menderita, maka engkau dilindungi. Jika tidak, engkau pasti sudah lama jatuh ke dalam kebobrokan. Ini bukanlah mempersulitmu dengan sengaja—natur manusia sulit untuk diubah, dan harus dengan cara ini barulah watak manusia bisa berubah. ... Tanpa hajaran dan kutukan zaman sekarang yang datang tepat pada waktunya, akhir hidupmu pasti sudah lama tiba. Belum lagi nasibmu—bukankah hal itu bahkan lebih terancam bahaya? Tanpa hajaran dan penghakiman yang datang tepat pada waktunya ini, siapa yang tahu akan menjadi seberapa congkaknya engkau semua, atau seberapa bejatnya engkau jadinya. Engkau semua sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan memeriksa dirimu sendiri. Hajaran dan penghakiman ini telah membawamu sampai ke hari ini, dan hal itu telah mempertahankan kelangsungan hidupmu. Bukankah lebih baik bagimu jika menerima hajaran dan penghakiman saat ini? Adakah pilihan lain bagimu?" ("Kau Dilindungi sebab Kau Dihajar dan Dihakimi" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Aku membaca bagian ini berulang-ulang, dan setiap kata langsung menghunjam hati. Aku bersaing dengan Saudari Zhao demi status, mengganggu pekerjaan rumah Tuhan. Seandainya Tuhan tidak mengatur beberapa situasi untuk menghukumku, aku pasti tidak berhenti, dan pasti akan terus bersaing dengannya. Itu hanya makin memengaruhi pekerjaan gereja. Tuhan mengatur situasi-situasi itu untuk segera menghentikan perbuatan jahatku. Itu adalah perlindungan dan keselamatan-Nya bagiku. Itu adalah kasih Tuhan, bukan Dia ingin menyingkirkanku. Aku seharusnya tidak depresi, tetapi harus merenungkan diriku dan bertobat kepada Tuhan. Menyadari hal ini mencerahkan bagiku, dan aku berhenti merasa depresi. Aku datang ke hadapan Tuhan, berdoa, "Ya Tuhan, aku salah. Aku mau benar-benar bertobat. Kumohon bimbing aku untuk mengenal diriku sendiri."

Kemudian suatu hari, aku membaca firman Tuhan di bagian keempat dari "Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran". "Gagasan, imajinasi, pengetahuan, dan niat pribadi serta keinginan yang memenuhi pikiranmu tetap tidak berubah dari bentuk aslinya. Jadi, jika engkau mendengar bahwa rumah Tuhan akan membina berbagai orang, begitu bersangkut-paut dengan kedudukan, gengsi, atau reputasi, hati setiap orang melompat dalam pengharapan, dan masing-masing dari engkau selalu ingin unggul, menjadi terkenal, dan diakui. Setiap orang tidak mau menyerah, sebaliknya selalu ingin bersaing—meskipun bersaing itu memalukan dan tidak diizinkan di rumah Tuhan. Namun, tanpa persaingan, engkau masih belum puas. Ketika engkau melihat seseorang unggul, engkau merasa iri, benci, dan engkau menjadi marah, dan merasa bahwa itu tidak adil. 'Mengapa aku tidak bisa unggul? Mengapa selalu orang itu yang unggul, dan aku tidak pernah mendapat giliran?' Engkau kemudian merasakan kebencian. Engkau mencoba menekannya, tetapi engkau tidak bisa. Engkau berdoa kepada Tuhan dan merasa lebih baik untuk sementara waktu, tetapi ketika engkau kembali menghadapi masalah semacam ini, engkau tidak mampu mengatasinya. Bukankah ini menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tidak dewasa? Bukankah kejatuhan seseorang ke dalam keadaan seperti itu adalah sebuah perangkap? Ini adalah belenggu natur Iblis yang rusak dan mengikat manusia" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). "Para antikristus menganggap pekerjaan rumah Tuhan, termasuk kepentingan gereja, sebagai milik mereka sepenuhnya, sebagai milik pribadi mereka yang seharusnya mereka kelola sepenuhnya, tanpa campur tangan orang lain. Jadi, satu-satunya hal yang mereka pikirkan ketika melakukan pekerjaan rumah Tuhan adalah kepentingan diri mereka sendiri, status dan gengsi mereka sendiri. Mereka menolak siapa pun yang, di mata mereka, merupakan ancaman bagi status dan reputasi mereka. Mereka menindas dan mengucilkannya; mereka bahkan mengesampingkan dan menindas orang-orang yang berguna bagi gereja dan pantas untuk melaksanakan tugas-tugas khusus tertentu. ... Para antikristus juga mengarang kebohongan dan membesar-besarkan fakta di antara saudara-saudari, berbicara buruk tentang orang untuk menjatuhkan mereka, mencari alasan untuk mengucilkan dan menekan mereka apa pun pekerjaan yang orang-orang ini lakukan; demikian pula, para antikristus juga bersikap menghakimi terhadap mereka, mengatakan bahwa mereka ini congkak, dan merasa dirinya benar, bahwa mereka suka pamer, bahwa mereka menyimpan ambisi. Faktanya, semua orang ini memiliki keahlian khusus, mereka semua adalah orang-orang yang mencintai kebenaran dan layak untuk dibina. Hanya kekurangan kecil yang ditemukan di dalam diri mereka, perwujudan watak rusak yang sesekali muncul; mereka semua memiliki kemanusiaan yang relatif baik. Secara keseluruhan, mereka cocok untuk melaksanakan suatu tugas, mereka sesuai dengan prinsip-prinsip bagi orang yang melaksanakan suatu tugas. Di mata para antikristus, mereka berpikir, 'Tidak mungkin aku menoleransi hal ini. Engkau ingin memiliki peran dalam wilayah kekuasaanku, bersaing denganku. Itu tidak mungkin, jangan pernah berpikir kau bisa melakukannya. Kemampuanmu lebih besar daripada kemampuanku, kau lebih pandai bicara daripada diriku, lebih berpendidikan daripada diriku, dan lebih populer daripada diriku. Apa yang akan kulakukan jika engkau mencuri kesempatanku? Kauingin aku bekerja bersamamu? Jangan pernah berpikir kau bisa melakukannya!' Apakah mereka mempertimbangkan kepentingan rumah Tuhan? Tidak. Yang mereka pikirkan hanyalah apakah status mereka sendiri dapat dipertahankan, jadi mereka lebih memilih merugikan kepentingan rumah Tuhan daripada memberdayakan orang-orang ini. Mereka mengecualikan orang-orang ini" ("Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Dari firman Tuhan aku memahami natur antikristus sangat jahat dan kejam. Mereka menghargai reputasi dan status dan selalu ingin menjadi yang teratas di kelompok mana pun. Mereka menginginkan kekaguman dan pemujaan orang di mana pun mereka berada, dan jika ada yang menahan mereka agar tidak menonjol atau mengancam status mereka, mereka akan mengkritik, mengucilkan, menghakimi, dan merendahkan orang itu. Mereka tidak peduli betapa besarnya kerugian yang ditimbulkan terhadap pekerjaan rumah Tuhan, dan mereka sama sekali tidak melindunginya. Aku sadar bahwa aku sedang bertindak seperti antikristus. Ketika mengalami sedikit kemajuan di awal sebagai seorang pemimpin, aku merasa sepertinya aku adalah orang yang layak dibina. Namun, setelah Saudari Zhao datang dan melihat bahwa dia mengungguliku dalam setiap aspek dan orang lain sangat menyukainya, kupikir dia sedang mencuri pusat perhatian dariku. Aku merasa iri dan secara diam-diam mulai bersaing dengannya. Ketika dia melihat seorang pemimpin tim tidak layak, aku tahu pemimpin itu harus diganti tetapi aku ingin melindungi reputasi dan statusku, jadi aku berlambat-lambat, menunda memberhentikannya. Aku siap melihat pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian daripada mengorbankan reputasiku. Aku menikmati kegagalannya ketika salah satu rencana kerjanya tidak berjalan dengan baik, secara halus menyalahkannya dan dengan sengaja membuatnya terlihat buruk. Lebih buruk lagi, aku merasa makin iri ketika seorang pemimpin menyuruhnya mengambil alih tanggung jawab untuk memindahkan buku-buku. Kupikir pemimpin menghargai dia lebih daripadaku, jadi dengan marah aku mengabaikan bagian pekerjaan kami itu. Ketika bertanya kepadaku tentang sesuatu yang dia tidak yakin, aku hanya mengabaikannya, sengaja menempatkan dia dalam posisi yang sulit, ingin dia terlihat buruk. Itu berarti sebagian buku tidak dipindahkan tepat waktu. Mengingat kembali interaksi kami, aku merasa telah dikendalikan oleh keinginanku untuk mengejar reputasi dan status, dan telah menyebabkan masalah di antara kami di setiap kesempatan demi citraku. Aku tidak peduli betapa itu merugikan pekerjaan rumah Tuhan. Aku bahkan meributkan hal-hal yang tidak penting, tidak menghormati dan menolaknya. Saudari-saudari lainnya mengucilkan dia karena pengaruhku. Aku menggunakan cara hina seperti itu hanya untuk melindungi statusku, secara diam-diam menekan dan menolaknya. Itu berbahaya dan jahat. Di mana kemanusiaanku? Aku tidak melakukan apa pun selain bersikap jahat. Aku terus-menerus bersaing dengan Saudari Zhao untuk mengejar reputasi dan status, mengabaikan pekerjaan rumah Tuhan. Jika bukan karena keadilan Tuhan yang membuatku terjatuh dari sepeda listrikku dan hampir ditangkap, dan membuat tugasku dihentikan, aku pasti tidak berhenti melakukan kejahatan, dan pasti tidak datang ke hadapan Tuhan dalam perenungan. Tuhan mengangkatku untuk melayani sebagai seorang pemimpin. Aku tak hanya gagal dalam tanggung jawabku dalam melaksanakan amanat Tuhan, tetapi juga terobsesi untuk mendapatkan kekaguman dan dihargai oleh pemimpin, serta menonjol. Hal-hal seperti "Hanya boleh ada satu laki-laki alfa", "Di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa" adalah racun iblis yang kuikuti. Aku selalu bersaing dengan Saudari Zhao, seolah-olah hanya boleh ada satu raja. Aku bahkan berharap dia selalu melakukan tugasnya dengan buruk dan diberhentikan. Yang kulihat dalam diriku membuatku takut—itu adalah natur yang sangat kejam. Aku berada di jalan antikristus. Racun Iblis telah meracuniku, membuatku mendambakan kekaguman, seolah-olah itulah satu-satunya cara untuk hidup bermartabat. Namun, aku bisa memahami bahwa demi mendapatkan kekaguman, aku mampu mengabaikan kepentingan rumah Tuhan, menindas seorang saudari. Hidup seperti itu menjijikkan bagi Tuhan dan orang lain. Aku sama sekali tidak bermartabat. Seseorang dengan integritas sejati akan dapat bekerja sama secara harmonis, menerima kebenaran, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan melakukan tugas makhluk ciptaan. Namun, aku hidup dengan falsafah iblis dan bahkan tidak mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat. Aku sedang menuju jalan yang salah, jalan menuju kehancuran! Saat menyadari hal itu, aku sangat membenci diriku sendiri. Pada saat yang sama, aku sangat bersyukur atas keselamatan Tuhan dan menyadari betapa aku memberontak terhadap Tuhan, tetapi Tuhan tidak memperlakukanku berdasarkan pelanggaranku. Dia mengatur situasi untuk menyadarkan hatiku yang mati rasa dan bodoh. Aku diliputi rasa syukur kepada Tuhan, dan ingin menggunakan kesempatan itu untuk benar-benar mencari kebenaran untuk menyelesaikan kerusakanku.

Aku membaca bagian firman Tuhan ini selama perenunganku: "Apa pun arah pengejaranmu, atau apa pun tujuan pengejaranmu, sebesar apa pun tuntutanmu terhadap dirimu sendiri tentang melepaskan status, selama status memiliki tempat tertentu di dalam hatimu serta mampu mengendalikan dan memengaruhi hidupmu dan tujuan pengejaranmu, maka perubahan watakmu akan sangat terganggu, dan definisi akhir Tuhan tentang dirimu tidak akan menjadi seperti yang diharapkan. Selain itu, pengejaran status semacam itu memengaruhi kemampuanmu untuk menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang layak, dan tentu saja memengaruhi kemampuanmu untuk melaksanakan tugasmu sesuai standar yang dapat diterima. Mengapa Aku mengatakan hal ini? Tidak ada yang lebih menjijikkan bagi Tuhan daripada ketika orang mengejar status, karena pengejaran akan status adalah watak yang rusak; itu terlahir dari kerusakan Iblis, dan dalam pandangan Tuhan, status seharusnya tidak ada. Tuhan tidak menetapkan bahwa status seharusnya diberikan kepada manusia. Jika engkau selalu bersaing dan memperebutkan status, jika engkau selalu menghargainya, jika engkau selalu ingin merebutnya untuk dirimu sendiri, maka bukankah sikap ini mengandung sedikit natur yang menentang Tuhan? Status tidak ditetapkan untuk manusia oleh Tuhan; Tuhan membekali manusia dengan jalan, kebenaran, dan hidup, dan pada akhirnya menjadikan mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang layak, makhluk ciptaan Tuhan yang kecil dan tak berarti—bukan seseorang yang memiliki status dan gengsi serta dihormati oleh ribuan orang. Oleh karena itu, dari sudut pandang mana pun, pengejaran status adalah jalan buntu. Betapapun masuk akalnya alasanmu untuk mengejar status, jalan ini tetaplah jalan yang salah dan tidak dipuji oleh Tuhan. Sekeras apa pun engkau berusaha atau sebesar apa pun harga yang kaubayar, jika engkau menginginkan status, Tuhan tidak akan memberikannya kepadamu; jika status tidak diberikan oleh Tuhan, engkau akan gagal dalam perjuangan untuk mendapatkannya, dan jika engkau terus berjuang untuk mendapatkan status, hanya akan ada satu hasil: kematian! Ini adalah jalan buntu—engkau mengerti akan hal ini, bukan?" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tiga)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa mengejar nama dan status adalah hal yang paling Tuhan benci, dan itu benar-benar jalan yang salah. Siapa pun yang sadar mereka sedang mengejar hal-hal ini dan merugikan pekerjaan gereja tetapi tidak mau bertobat pasti akan dikutuk dan dihukum Tuhan. Firman Tuhan begitu tajam dan membuatku takut. Aku bisa merasakan murka Tuhan dan watak-Nya yang megah yang tidak menoleransi pelanggaran. Kemampuan kerjaku sangat buruk dan tidak tahu bagaimana mengatur begitu banyak hal. Namun, Saudari Zhao lebih baik dalam aspek ini dan dapat melengkapi kekuranganku. Aku seharusnya belajar dari kelebihannya untuk melengkapi kelemahanku, bekerja bersamanya demi pekerjaan gereja. Namun sebaliknya, aku tidak memahami kehendak Tuhan atau berfokus mengejar kebenaran dalam tugasku. Aku hanya membandingkan diriku dengannya, memanfaatkan kesalahannya untuk menindasnya. Itu benar-benar menyakitkan baginya dan menghambat pekerjaan rumah Tuhan. Tuhan menegur dan mendisiplinkanku dari waktu ke waktu, tetapi aku terus bersikeras menentang Dia, menolak untuk berbalik. Aku tidak sadar sampai Tuhan mengatur situasi untuk menghentikan tugasku. Aku sadar aku sangat keras kepala dan tidak memiliki tempat untuk Tuhan di hatiku. Namun, pada saat yang sama, aku bisa merasakan belas kasihan Tuhan. Tuhan ingin aku mampu menerima kebenaran dan sungguh-sungguh bertobat, menjadi orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Itulah yang membawa sukacita bagi Tuhan. Selain itu, aku sadar bahwa sekalipun mendapatkan banyak kekaguman dari orang-orang tetapi tidak mendapat perkenanan Tuhan, pada akhirnya Dia akan menyingkapkan dan menyingkirkanku. Mengejar reputasi dan status, berusaha mendapatkan kekaguman, adalah jalan yang keliru untuk ditempuh. Kini setelah menjadi orang percaya, aku harus mengejar kebenaran, seperti yang Tuhan tuntut. Menyadari hal itu, aku memanjatkan doa, tidak mau merasa iri terhadap Saudari Zhao atau mengejar reputasi dan status lagi, tetapi tunduk pada pengaturan Tuhan, makan dan minum firman Tuhan dan merenungkan diriku dalam situasiku saat ini. Kemudian perlahan-lahan keadaanku mulai membaik dan tanganku berangsur sembuh.

Aku terpilih kembali sebagai pemimpin pada Januari 2021, dan aku tidak menyombongkan diri seperti sebelumnya, ataupun berpikir tentang orang-orang yang menghormatiku karena statusku, tetapi aku merasa Tuhan memberiku kesempatan untuk bertobat. Dalam hati, aku bertekad akan menghargai tugas ini, tidak pernah lagi merasa iri dan mengejar status. Namun tak lama kemudian, terjadi sesuatu yang kembali menyingkapkanku. Suatu hari, aku mendapat surat dari seorang pemimpin tingkat atas dengan tanda tangan Saudari Zhao. Pikiranku terguncang ketika melihatnya, dan aku berpikir dia telah dipromosikan, sementara aku tetap di posisi yang sama. Aku benar-benar tidak setara dengannya. Aku mulai merasa sangat kesal, tetapi kali ini aku sadar bahwa aku kembali bersaing dengannya, jadi aku segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa, memohon Dia untuk membimbingku menjauh dari watak rusakku yang mengejar reputasi dan status, dan mampu tunduk pada pengaturan-Nya dan melakukan tugasku dengan baik. Setelah berdoa, aku merasa lebih tenang dan teringat saat bekerja bersamanya sebelumnya, bahwa karena aku merasa iri dan bersaing dengannya, aku telah sangat menyakitinya dan hidupku sendiri juga menderita. Interaksi dengan Saudari Zhao ini adalah Tuhan yang memberiku kesempatan baru untuk bertobat. Aku tidak boleh terus hidup dalam kerusakanku, dimanipulasi oleh Iblis seperti sebelumnya. Aku ingin menerapkan kebenaran, menyangkali diriku sendiri. Aku teringat firman Tuhan: "Apa prinsip-prinsipmu dalam berperilaku? Engkau semua harus berperilaku sesuai dengan posisimu, menemukan posisi yang tepat untukmu, dan berdiri teguh di posisimu. Sebagai contoh, jika ada orang yang cakap di suatu profesi dan dapat memahami prinsip-prinsipnya, maka mereka seharusnya melakukan pemeriksaan akhir berkenaan dengan hal ini; ada orang yang dapat memberikan gagasan dan wawasan sehingga memungkinkan semua orang lainnya untuk membangun di atas gagasan mereka dan melaksanakan tugas ini dengan lebih baik—maka mereka seharusnya memberikan gagasan. Jika engkau dapat menemukan posisi yang tepat untukmu dan bekerja dalam keharmonisan dengan saudara-saudarimu, engkau akan memenuhi tugasmu dan engkau akan berperilaku sesuai dengan posisimu" ("Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Tuhan meminta agar kita tetap berada di posisi sebagai makhluk ciptaan, melakukan tugas kita sebagai orang yang jujur, dan berkontribusi apa pun semampu kita. Itulah satu-satunya cara untuk hidup seperti manusia sejati. Apa pun kualitas yang kumiliki telah ditentukan oleh Tuhan. Tuhan tahu apa yang mampu kulakukan, jadi aku hanya perlu melakukan yang terbaik dalam tugasku, bekerja secara harmonis dengan saudariku dan bersama-sama melindungi pekerjaan gereja, Itu sudah cukup bagi Tuhan. Ketika Saudara Zhao masih baru dalam pekerjaan gereja dan ada banyak hal yang tidak dia ketahui, aku seharusnya bersemangat untuk membantunya, menginformasikan tentang pekerjaan kami kepadanya, sehingga kami bisa menemukan masalah dan menyelesaikannya dengan cepat. Menyadari hal ini sangat melegakan bagiku. Setelah itu, aku pergi untuk mendiskusikan beberapa masalah dalam pekerjaan kami dengan Saudari Zhao dan dia memberikan beberapa saran yang bagus. Aku dengan senang hati menerimanya dan segera menerapkannya. Setelah aku berhenti membandingkan diriku dengannya, dan menerapkan firman Tuhan, hatiku terasa jauh lebih tenang. dan hubungan kami makin membaik.

Pengalaman ini telah memperlihatkan kepadaku betapa menyakitkannya dikendalikan oleh reputasi dan status. Kini aku merasa bebas dari belenggu ini. Aku dapat menerapkan kebenaran dan memiliki sedikit keserupaan dengan manusia. Semua itu berkat penghakiman dan hajaran Tuhan! Aku juga benar-benar mengalami betapa membebaskannya menerapkan kebenaran. Inilah cara yang indah untuk hidup. Aku bersyukur atas keselamatan Tuhan dari lubuk hatiku.

Sebelumnya: Setelah Aku Dilaporkan

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait