Mengapa Aku begitu congkak?
Aku bertanggung jawab atas pekerjaan video gereja. Setelah berlatih beberapa waktu, aku mulai memahami beberapa prinsipnya dan mengalami kemajuan dalam keterampilanku. Biasanya aku juga cenderung menemukan masalah dalam pekerjaan kami, dan dalam diskusi kerja, saranku sering dipakai oleh orang lain. Setelah beberapa waktu, aku menjadi agak congkak. Aku makin percaya pada diriku sendiri, merasa memiliki beberapa kualitas, pemahaman yang cukup murni tentang prinsip, dan perspektif yang menyeluruh tentang masalah. Meskipun aku bukan pemimpin gereja dan tak memimpin pekerjaan besar apa pun, kupikir mampu mengelola proyek tim kami tidaklah buruk! Kuperhatikan rekan sekerjaku, Saudara Liu, agak pasif dalam tugasnya selama beberapa waktu. Aku yang selalu memimpin dalam diskusi kerja dan pembelajaran tim kami, dan membencinya karena tak terbeban. Dalam diskusi kami setelah itu, aku selalu saja mengabaikan saran Saudara Liu dan sering menolak pandangannya. Kupikir, dalam kerja sama kami, gagasankulah yang akhirnya kebanyakan dipakai, jadi lebih baik semuanya kulakukan seorang diri. Setelah beberapa waktu, aku mengambil alih beberapa pekerjaan Saudara Liu. Dalam diskusi kerja kami, ketika orang lain tak memakai saranku, aku menekankan berulang kali bahwa perspektifku benar, dan terkadang aku mengeluarkan aturan dan doktrin sebagai bukti, seolah-olah semua itu prinsip, untuk membuat mereka mendengarkanku. Setelah itu, aku selalu merasa sedikit tak nyaman merasa aku selalu memaksa orang lain untuk mendengarkanku. Bukankah itu memperlihatkan kecongkakan? Terkadang, aku berusaha menerima saran orang lain, tapi pada akhirnya pemikiranku terbukti benar, jadi aku menjadi makin percaya diri. Terkadang, aku sadar telah menyingkapkan watak yang congkak, tapi tak menanggapinya dengan serius. Aku merasa aku sedikit congkak, tapi aku tetap benar. Niatku adalah menyelesaikan pekerjaan kami dengan baik, jadi ini bukan masalah yang terlalu besar. Selama waktu itu, aku tak merasa nyaman dengan apa pun yang orang lain lakukan. Aku merasa mereka tak cukup terampil dan tak mempertimbangkan gambar keseluruhan. Ketika mereka memberi saran, jika tak sesuai dengan ideku, aku selalu langsung menolaknya dan meremehkan mereka dalam hatiku. Suatu kali, sebuah video yang dibuat oleh seorang saudari melewati beberapa tahap penyuntingan dan ternyata hasilnya masih belum bagus. Aku tak menanyakan kesulitannya, tapi menegurnya, "Apakah kau benar-benar peduli dengan tugas ini? Tak bisakah kau melihat apa yang orang lain lakukan dan belajar darinya?" Terkadang, ketika saudara-saudari memberi ide dalam pembuatan video, aku pasti segera menolaknya sebelum memahaminya. Akibatnya, semua saudara-saudari takut untuk bekerja bersamaku dan bahkan tak berani mengirim video mereka untuk kutonton. Di lain waktu, seorang saudari menemukan bahan untuk mengatur beberapa tim belajar. Aku melihatnya sekilas, dan tanpa mendiskusikannya dengan siapa pun, sama sekali meremehkan bahan yang dia temukan, mengatakan semua itu tak memiliki nilai referensi. Sebenarnya, meskipun materi pembelajaran yang dia temukan kurang sempurna, semua itu tetap bermanfaat untuk menambah keterampilan. Seorang saudari kemudian menunjukkan bahwa melakukan segala sesuatu tanpa berdiskusi dengan orang lain adalah sikap yang congkak. Pada waktu itu, aku sama sekali tak mengenal diriku sendiri, berpikir aku hanya tidak meminta saran, dan lebih memperhatikan hal itu di masa depan sudah cukup. Bahkan kupikir akulah yang menangani dan menyelesaikan sebagian besar masalah dalam pekerjaan kami, dan menjadi penentu keputusan dalam segala hal, besar dan kecil, jadi tanpa pengawasanku, pekerjaan tim kami akan berantakan. Meskipun dipasangkan dengan orang lain, kuanggap akulah pemimpin tim yang sebenarnya, baik secara sebutan maupun sebenarnya, dan mungkin Tuhan telah mengatur agar aku berada di sana untuk mengawasi pekerjaan tim. Pemikiran itu membuatku merasa berbeda dari orang lain, aku berada di pucuk pimpinan. Aku menjadi makin congkak. Suatu kali, aku dan dua saudari membuat janji dengan tim lain untuk membicarakan pekerjaan, tapi tiba-tiba ada urusan mendadak dan aku tak dapat hadir, jadi kuminta mereka pergi tanpa diriku. Mereka panik begitu mendengarku tak bisa pergi, berkata mereka tak mampu memikul tanggung jawab itu, jadi mereka akan menunggu sampai aku punya waktu.
Setelah itu, seorang saudari berkata kepadaku, "Kini kau menjadi penentu keputusan dalam segala hal untuk tim, besar dan kecil. Jika ada yang menghadapi masalah, mereka tak mencari kebenaran, tapi mengandalkanmu. Mereka merasa tak mampu bekerja tanpamu. Bukankah kau harus merenungkan diri? Itu benar-benar berbahaya!" Aku tak mampu menenangkan perasaanku cukup lama setelah mendengarnya mengatakan itu. Saudara-saudari merasa mereka tak mampu bekerja tanpaku, dan semuanya harus melaluiku. Bukankah itu berarti aku mengendalikan tim? Itu perilaku antikristus. Namun, apa pun yang kulakukan, niatku hanyalah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Bagaimana ini bisa berubah menjadi seperti itu? Aku tak mengerti mengapa ini bisa terjadi. Karena merasa sangat bingung dan agak sedih, aku menyampaikan keadaanku kepada Tuhan, memohon bimbingan-Nya. Seseorang mengirimiku bagian firman Tuhan yang menyingkapkan watak antikristus yang sangat sesuai dengan keadaanku. Tuhan berfirman: "Salah satu tanda paling umum bahwa antikristus mengendalikan orang adalah, dalam lingkup kendali mereka, hanya merekalah yang menjadi penentu keputusan. Jika antikristus tidak hadir, tak seorang pun berani memutuskan atau mengambil keputusan. Jika antikristus tidak hadir, semua orang bagaikan anak-anak tanpa ibu. Mereka tidak tahu cara berdoa atau mencari, tidak tahu cara mendiskusikan segala sesuatu bersama-sama. Mereka persis seperti boneka atau orang mati. ... Metode antikristus ketika mereka melakukan segala sesuatu selalu tidak biasa dan terdengar muluk. Betapapun benarnya saran orang lain, mereka akan selalu menolaknya. Meskipun saran orang lain selaras dengan gagasan mereka, jika antikristus tidak mengusulkannya terlebih dahulu, mereka pasti akan menolak untuk menerima atau melaksanakan saran tersebut. Sebaliknya, antikristus akan berusaha sekuat tenaga untuk meremehkan, menolak, dan mengkritik saran tersebut sampai orang yang memberikannya merasa gagasan mereka salah dan mengakuinya. Baru setelah itulah antikristus berhenti mengkritiknya. Antikristus suka membesar-besarkan diri mereka sendiri dan meremehkan orang lain sehingga orang lain memuja mereka dan menjadikan mereka pusat perhatian. Antikristus membiarkan diri mereka saja yang berkembang, dan orang lain hanya berfungsi sebagai latar belakang yang membuat mereka menonjol. Antikristus percaya bahwa semua yang mereka katakan dan lakukan benar, sedangkan semua yang orang lain katakan dan lakukan salah. Mereka sering mengajukan sudut pandang baru untuk menolak pandangan dan penerapan orang lain, mereka mencari-cari kesalahan dan menemukan masalah dengan pendapat orang lain, dan mereka menghalangi atau menolak rencana orang lain sehingga membuat semua orang harus mendengarkan mereka dan bertindak sesuai dengan metode mereka. Mereka menggunakan metode dan cara-cara ini untuk terus-menerus menolakmu, menyerangmu, dan membuatmu merasa bahwa engkau tidak cukup baik sehingga engkau semakin tunduk kepada mereka, menghormati mereka, dan mengagumi mereka, sampai akhirnya engkau berada di bawah kendali mereka sepenuhnya. Inilah proses di mana antikristus menaklukkan dan mengendalikan orang" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Lima). Setelah membaca bagian ini, aku merenungkan apa yang Tuhan katakan. Selama ini aku bertanggung jawab atas pekerjaan tim, tapi yang lain tetap tak mampu melaksanakan tugas mereka sesuai prinsip dan bertanya kepadaku tentang semua yang mereka lakukan. Tanpaku, mereka tak berani membuat keputusan akhir atau berkomunikasi dengan tim lain. Mereka semua dikendalikan olehku. Aku membodohi mereka. Aku bertanya-tanya apa yang telah kulakukan dan katakan yang menyebabkan hasil seperti ini. Entah kami sedang mendiskusikan pekerjaan atau membahas ide, jika ada yang punya pandangan berbeda dengan pandanganku, aku selalu menemukan banyak alasan untuk menolaknya, tak pernah berfokus pada mempersekutukan prinsip kebenaran. Aku juga tak meninggikan atau bersaksi tentang Tuhan, tapi memaksa semua orang mendengarkanku. Jika menurutku sesuatu itu benar, aku menjadi agresif dan congkak. Setiap kali melihat kesenjangan dalam keterampilan saudara-saudari, aku meremehkan mereka, dan merendahkan mereka baik secara terang-terangan maupun dalam hati. Aku ingin memaksa semua orang mendengarkanku, dan jika tidak, aku selalu menekankan bahwa aku terampil dan memahami prinsipnya. Setelah beberapa waktu selalu menolak dan merendahkan orang lain dan meninggikan diriku sendiri, semua saudara-saudari merasa mereka tak cukup cakap, dan tak memiliki perspektif selengkap perspektifku, jadi mereka selalu datang menanyakan semuanya kepadaku. Jika direnungkan dengan saksama, sering kali rencana yang mereka sarankan itu baik, dan mungkin tak sepenuhnya sempurna, tapi seharusnya aku dapat membantu memperbaikinya. Namun sebaliknya, aku malah bersikeras menekankan bahwa aku benar dan menolak ide orang lain, berpikir aku melakukannya demi pekerjaan kami. Aku sangat congkak dan tak punya kesadaran diri! Aku juga membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Begitu manusia menjadi semakin congkak dalam natur dan esensi, mereka sering kali bisa tidak menaati dan menentang Tuhan, tidak mengindahkan firman-Nya, menghasilkan gagasan-gagasan tentang Dia, melakukan hal-hal yang mengkhianati-Nya, dan hal-hal yang meninggikan dan memberi kesaksian tentang diri mereka sendiri. Engkau berkata engkau tidak congkak, tetapi seandainya kepadamu diberikan sebuah gereja dan engkau diizinkan untuk memimpinnya; seandainya Aku tidak menanganimu, dan tak seorang pun di keluarga Tuhan yang mengkritik atau membantumu: setelah memimpinnya selama beberapa waktu, engkau pasti akan membawa orang kepada dirimu sendiri dan membuat mereka tunduk di hadapanmu, bahkan sampai mengagumi dan menghormatimu. Dan mengapa engkau bisa melakukan itu? Ini pasti ditentukan oleh naturmu; itu pasti tak lain adalah penyingkapan yang alami. Engkau tidak perlu mempelajari hal ini dari orang lain, dan mereka juga tidak perlu mengajarkannya kepadamu. Engkau tidak perlu orang lain untuk memerintahkanmu atau memaksamu untuk melakukan hal ini; keadaan seperti ini muncul secara alami. Segala sesuatu yang kaulakukan adalah tentang membuat orang-orang meninggikanmu, memujimu, memujamu, tunduk kepadamu, dan mendengarkanmu dalam segala hal. Membiarkanmu menjadi pemimpin secara alami memunculkan situasi ini, dan itu tidak dapat diubah. Dan bagaimana keadaan ini bisa terjadi? Ini ditentukan oleh natur manusia yang congkak. Perwujudan dari kecongkakan adalah pemberontakan dan sikap yang menentang terhadap Tuhan. Ketika manusia congkak, merasa diri penting, dan merasa diri benar, mereka cenderung membangun kerajaan mereka sendiri dan melakukan segala sesuatu sesuka mereka. Mereka juga membawa orang lain ke dalam tangan mereka sendiri dan menariknya ke dalam pelukan mereka. Bagi orang yang mampu melakukan hal-hal yang congkak seperti ini, itu hanya membuktikan bahwa esensi dari natur mereka yang congkak adalah sama dengan natur Iblis; itu sama dengan natur penghulu malaikat. Ketika kecongkakan dan kepentingan diri mereka sendiri mencapai tingkat tertentu, mereka tidak lagi memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hati mereka, dan Tuhan dikesampingkan. Lalu mereka ingin menjadi Tuhan, membuat orang menaati mereka, dan mereka menjadi penghulu malaikat. Jika engkau memiliki natur congkak yang jahat seperti itu, Tuhan tidak akan memiliki tempat di hatimu. Meskipun engkau percaya kepada Tuhan, Tuhan tidak akan lagi mengakuimu, akan memandangmu sebagai pelaku kejahatan, dan akan menyingkirkanmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Natur Congkak adalah Sumber Penentangan Manusia Terhadap Tuhan").
Dari firman Tuhan aku mengerti, aku tak mampu bekerja sama dengan saudara-saudari karena aku dikendalikan oleh natur congkakku. Aku mengerti bahwa dengan memiliki natur congkak dan merasa diri penting, aku tak perlu melakukan sesuatu yang khusus, tapi situasi semacam itu terjadi dengan sendirinya, dan aku membuat semua orang mendengarkanku. Mengingat waktu aku bekerja dengan saudara-saudari lainnya dalam tugas itu, entah kami memberi saran untuk video atau mengatur pekerjaan, aku selalu berpikir ideku yang terbaik. Ketika kulihat Saudara Liu sedikit pasif dalam tugasnya, aku tak membantunya melalui persekutuan, tapi memandang rendah dirinya di dalam hatiku karena memiliki kualitas yang buruk dan tak terbeban, dan mengambil alih sepenuhnya, melakukan semuanya seorang diri, seolah-olah hanya aku yang mampu menyelesaikan segala sesuatu, bukan orang lain. Ketika kulihat orang lain kurang dalam area keterampilan tertentu, aku memandang rendah mereka karena tak punya kualitas dan pemahaman, seolah-olah pemahamanku yang paling akurat, dan paling tahu prinsipnya. Aku selalu meremehkan orang lain dan meninggikan diriku sendiri, menyampaikan pemikiran dan pendapatku kepada mereka seolah-olah itu kebenaran. Setelah beberapa waktu, yang lain merasa mereka tak mampu melakukan apa pun, bahwa aku yang harus melakukannya, sampai-sampai untuk segala sesuatunya, mereka datang bertanya kepadaku, dan mengandalkanku. Jika aku tak berada di sana, mereka tak berani bergerak maju. Aku membaca dalam firman Tuhan, "Ketika kecongkakan dan kepentingan diri mereka sendiri mencapai tingkat tertentu, mereka tidak lagi memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hati mereka, dan Tuhan dikesampingkan. Lalu mereka ingin menjadi Tuhan, membuat orang menaati mereka, dan mereka menjadi penghulu malaikat." Aku merasa malu dan bersalah, dihadapkan pada penyingkapan firman Tuhan. Aku sadar memiliki masalah yang sangat serius. Aku menempatkan diriku lebih tinggi daripada orang lain, selalu menganggap aku punya bakat dan kualitas, bukan orang biasa, dan secara alami memiliki kemampuan memimpin, dan yang lainnya tak memiliki kualitas, jadi Tuhan menetapkan agar aku yang harus memimpin mereka. Memikirkan tentang pemikiran dan ideku ini membuatku takut sekaligus mual. Aku benar-benar tak tahu malu! Kami bekerja sama untuk melaksanakan tugas kami, semuanya menerima pimpinan Tuhan dan tunduk pada prinsip kebenaran, tapi aku membuat semua orang menerima kepemimpinanku dan tunduk kepadaku. Aku salah. Aku menjadi sangat congkak sehingga kehilangan nalar. Tuhan berfirman dalam "Sepuluh Ketetapan Administratif yang Harus Ditaati Umat Pilihan Tuhan pada Zaman Kerajaan": "Manusia tidak boleh membesarkan atau meninggikan dirinya sendiri. Dia harus menyembah dan meninggikan Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan). Dalam hatiku, aku selalu merasa berada di level yang lebih tinggi daripada anggota tim lainnya dan selalu menempatkan diriku di atas saudara-saudari lainnya. Aku berdiri di posisi yang salah—aku menempatkan diriku di atas mereka. Pemikiran ini benar-benar mengkhawatirkan, sangat menakutkan bagiku. Aku langsung berdoa: "Ya Tuhan, aku terlalu congkak dan percaya diri. Aku menyinggung watak-Mu tanpa sama sekali menyadarinya. Aku mau bertobat, mengambil posisiku seharusnya, dan melaksanakan tugasku dengan baik." Kemudian, atasanku datang untuk bersekutu denganku. Dia berkata beberapa saudara-saudari berkata mereka merasa sangat dikekang bekerja denganku. Mereka berkata aku meremehkan dan memandang rendah orang lain, dan selalu menolak ide orang lain, dan beberapa dari mereka berkata, "Aku pernah bertemu orang yang congkak sebelumnya, tapi tak pernah ada orang yang secongkak ini." Perkataan ini langsung menghunjam hatiku. Aku tak pernah membayangkan saudara-saudari memandangku sebagai orang semacam itu, bahwa aku telah menahan mereka dan sangat menyakiti mereka. Aku merasa seperti ada pisau di hatiku selama beberapa hari. Terutama ketika kami sedang membahas pekerjaan, tak seorang pun berani angkat bicara, dan suasananya sangat dingin, Aku merasa makin ditegur. Aku tahu ini sepenuhnya karena batasan yang kuberikan kepada mereka. Dalam rasa sakit dan kesengsaraanku, aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa, memohon Dia membimbingku untuk benar-benar merenung dan masuk.
Dalam perenunganku, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku pengenalan yang lebih baik tentang diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Ada pemimpin yang tak pernah bekerja sesuai prinsip, melainkan bertindak sekehendaknya sendiri, bersikap sewenang-wenang dan gegabah. Saudara-saudari menunjukkan hal ini kepadanya, dengan berkata, 'Kau jarang berkonsultasi dengan orang lain sebelum mengambil tindakan. Kami tidak tahu apa penilaian dan keputusanmu sampai kau telah memutuskannya. Mengapa kau tidak berkonsultasi dengan orang lain? Mengapa kau tidak memberi tahu kami sebelum kau mengambil keputusan? Meskipun yang kaulakukan itu benar, dan kualitasmu lebih baik daripada kami, kau tetap harus memberi tahu kami tentang hal itu terlebih dahulu. Setidaknya, kami punya hak untuk tahu apa yang sedang terjadi. Selalu bertindak sekehendak hatimu—berarti kau sedang menempuh jalan antikristus!' Dan apa yang akan kau dengar dari pemimpin seperti itu? 'Di rumah, akulah yang menjadi penentu keputusan. Semua masalah, baik besar atau kecil, akulah yang memutuskannya. Aku sudah terbiasa. Jika ada orang di keluarga besarku yang punya masalah, mereka menemuiku dan memintaku memikirkan apa yang harus mereka lakukan. Mereka semua tahu aku punya banyak solusi untuk banyak hal. Itulah sebabnya, akulah yang selalu menjadi penentu keputusan dan bertanggung jawab atas urusan rumahku. Ketika datang ke gereja, kupikir aku tak perlu khawatir lagi, tetapi ternyata, aku dipilih untuk menjadi pemimpin. Aku tidak bisa menahannya—ini sudah menjadi takdirku sejak lahir. Tuhan memberiku keterampilan ini. Aku dilahirkan untuk memikirkan semuanya dan membuat keputusan untuk orang-orang.' Maksud mereka sebenarnya adalah bahwa sejak lahir mereka sudah ditakdirkan untuk menjadi pejabat, dan semua orang adalah pion, orang biasa—mereka dilahirkan untuk menjadi budak. Bahkan ketika saudara-saudari melihat bahwa pemimpin ini bermasalah dan menunjukkan masalah itu kepadanya, mereka tidak menerimanya, mereka juga tidak menerima diri mereka ditangani dan dipangkas, sebaliknya mereka menolak dan menentangnya sampai saudara-saudari menuntut mereka dipecat; mereka selalu berpikir, 'Dengan kualitasku, aku ditakdirkan untuk menjadi pemimpin di mana pun aku berada. Dan dengan kualitas seperti kalian, kalian akan menjadi budak dan gadis-gadis yang melayani di mana pun kalian berada. Sudah takdir kalian untuk diperintah.' Watak seperti apa yang mereka ungkapkan dengan selalu mengatakan hal-hal seperti itu? Jelas, itu watak yang rusak, tetapi mereka tanpa malu mengatakan itu kepada orang lain dengan menganggapnya sebagai kelebihan dan kekuatan mereka, menyombongkannya. Ketika orang menyingkapkan watak diri yang rusak, mereka seharusnya merenungkan diri mereka sendiri. Mereka perlu mengetahuinya, bertobat darinya, dan meninggalkannya; mereka harus mengejar kebenaran sampai mereka bertindak sesuai dengan prinsip. Namun, pemimpin ini tidak berlatih dengan cara ini, tetapi tetap tak mau memperbaiki dirinya, bersikeras dengan pandangannya sendiri. Dari perilaku tersebut terlihat bahwa mereka tidak menerima kebenaran sedikit pun dan sama sekali bukan pencari kebenaran. Mereka tidak mendengarkan siapa pun yang menyingkapkan dan menangani mereka, tetapi tetap penuh dengan pembenaran diri: 'Hmm—inilah aku! Ini disebut keterampilan; ini disebut kemampuan—apakah ada di antara kalian yang memilikinya? Aku ditakdirkan sejak lahir untuk menjadi pemimpin, dan di mana pun aku berada, aku adalah pemimpin. Aku sudah terbiasa menjadi penentu keputusan, memikirkan sendiri cara menangani segala sesuatu. Aku tidak berkonsultasi dengan orang lain. Ini adalah karakteristikku, karisma pribadiku.' Bukankah ini sikap tak tahu malu yang gegabah? Karena mereka tidak mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, jelaslah bahwa mereka tidak mengakui bahwa firman Tuhan-lah yang menghakimi dan menyingkapkan manusia. Sebaliknya, mereka menganggap kesesatan dan kekeliruan mereka sebagai kebenaran, dan menyuruh semua orang menerimanya, dan mengaguminya. Dalam hatinya, mereka berpegang teguh bahwa di rumah Tuhan, bukan kebenaran yang harus berkuasa—merekalah yang harus berkuasa. Apa yang mereka katakan harus berlaku. Bukankah ini sikap yang benar-benar tidak tahu malu?" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (1)"). Aku malu menghadapi penyingkapan dari firman Tuhan ini. Begitulah caraku bertindak. Aku memiliki beberapa keterampilan dan tampaknya memiliki sedikit kecerdasan dan kualitas, jadi kupikir aku harus menjadi penentu keputusan. Di mataku, saudara-saudari lainnya tak mampu melakukan apa pun dengan baik, bahkan ketika seseorang menunjukkan masalahku, aku tak menganggapnya serius. Kupikir aku hanya congkak karena memiliki kualitas dan saranku benar. Aku sama sekali tak mengenal diriku sendiri. Bahkan, sering kali aku tak melihat masalah secara akurat dan tak mempertimbangkan gambaran keseluruhannya, seperti ketika aku menolak materi pembelajaran seorang saudari yang kuanggap tak berguna, tapi yang lain menganggap materi itu memang memiliki nilai referensi, dan memberikan beberapa saran yang baik. Dan meskipun aku punya ide yang tepat dalam beberapa hal, seharusnya aku tak memaksa orang lain untuk menerimanya karena kecongkakanku. Seharusnya aku mempersekutukan prinsip, pemahaman, dan pandangan pribadiku, dan jika semua orang merasa apa yang kukatakan pantas, mereka secara alami akan menerimanya. Namun sebaliknya, aku congkak dan percaya diri, dan sama sekali tak melihat kelebihan orang lain atau merenungkan diriku sendiri. Aku sering membuat perhitungan di pikiranku tentang hal-hal apa saja aku telah membuat keputusan yang tepat, dan masalah apa yang kutemukan dan selesaikan dalam pekerjaan kami. Makin kuhitung "prestasi" ini, makin aku merasa lebih baik daripada orang lain. Aku makin congkak dan makin memandang rendah orang lain. Aku bahkan berpikir aku dilahirkan untuk berperan sebagai pengawas, jadi aku menjadi congkak, dan ingin menjadi penentu keputusan dalam segala hal. Aku sangat congkak dan tak bernalar dan watak jahatku tak berubah sedikit pun. Aku bahkan tak mampu rukun dengan orang lain. Untuk apa aku menjadi congkak? Merasa sangat bangga pada diri sendiri seperti itu benar-benar menyedihkan! Mengingat kembali semua itu, aku menyadari betapa agresif dan congkaknya diriku dan dipenuhi dengan penyesalan.
Ada bagian lain yang kubaca kemudian. "Menurutmu, apakah sulit untuk orang melaksanakan tugasnya secara memadai? Sebenarnya, tidak sulit; orang hanya harus dapat mengambil sikap rendah hati, memiliki sedikit akal sehat, dan mengambil posisi yang tepat. Betapapun terpelajarnya dirimu, penghargaan apa pun yang telah kaumenangkan, atau sebanyak apa pun yang telah kaucapai, dan setinggi apa pun status dan pangkatmu, engkau harus melepaskan semua hal ini, engkau harus melepaskan kecongkakanmu—semua ini tidak ada artinya. Di rumah Tuhan, sehebat apa pun hal-hal ini, semua itu tidak bisa lebih tinggi daripada kebenaran, karena hal-hal dangkal ini bukanlah kebenaran, dan tak dapat menggantikan posisi kebenaran. Engkau harus jelas mengenai masalah ini. Jika engkau berkata, 'Aku sangat berbakat, aku memiliki pikiran yang sangat tajam, aku memiliki refleks yang cepat, aku orang yang cepat belajar, dan aku memiliki daya ingat yang sangat baik, jadi aku memenuhi syarat untuk menjadi penentu keputusan,' jika engkau selalu menggunakan hal-hal ini sebagai modal, menganggapnya hal berharga, menganggapnya hal positif, maka ini berarti masalah. Jika hatimu dipenuhi hal-hal ini, jika semua ini telah berakar di dalam hatimu, akan sulit bagimu untuk menerima kebenaran—dan akibatnya akan sangat mengerikan. Oleh karena itu, engkau harus terlebih dahulu melepaskan dan menyangkal hal-hal yang kaucintai itu, yang tampaknya baik, yang berharga bagimu. Hal-hal itu bukanlah kebenaran; sebaliknya, semua itu dapat menghalangimu untuk memasuki kebenaran. Hal paling mendesak sekarang ini adalah engkau harus mencari kebenaran dalam melaksanakan tugasmu, dan menerapkan sesuai dengan kebenaran, lakukanlah sedemikian rupa hingga pelaksanaan tugasmu itu menjadi memadai, karena pelaksanaan tugas yang memadai hanyalah langkah pertama menuju jalan masuk kehidupan. Apa arti 'langkah pertama' di sini? Artinya memulai suatu perjalanan. Dalam segala hal, ada sesuatu yang digunakan untuk memulai perjalanan, sesuatu yang paling mendasar, yang paling fundamental, dan mencapai pelaksanaan tugas yang memadai adalah sebuah jalan untuk masuk ke dalam kehidupan. Jika pelaksanaan tugasmu hanya tampak sesuai dengan cara tugas itu dilaksanakan, tetapi tidak sesuai dengan prinsip kebenaran, maka engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu dengan memadai. Jadi, bagaimana seharusnya orang melaksanakan tugasnya? Orang harus berusaha memahami dan mencari prinsip-prinsip kebenaran; diperlengkapi dengan prinsip-prinsip kebenaran adalah hal yang terpenting. Jika engkau sekadar memperbaiki perilaku dan temperamenmu, tetapi tidak diperlengkapi dengan prinsip-prinsip kebenaran, itu tidak ada gunanya. Engkau mungkin memiliki bakat atau keahlian tertentu. Itu hal yang baik—tetapi hanya dengan menggunakan hal itu dalam pelaksanaan tugasmulah yang berarti bahwa engkau memanfaatkan hal itu dengan tepat. Mampu melaksanakan tugasmu dengan baik tidak menuntut peningkatan dalam kemanusiaan atau kepribadianmu, juga tidak menuntutmu untuk mengesampingkan bakat atau talentamu. Bukan itu yang dituntut darimu. Yang terpenting adalah engkau memahami kebenaran dan belajar untuk tunduk kepada Tuhan. Hampir tak terhindarkan bahwa watak rusakmu akan tersingkap pada saat engkau melaksanakan tugasmu. Apa yang harus kaulakukan pada saat-saat seperti itu? Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah ini dan mulailah bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Melakukan hal ini, dan melakukan tugasmu dengan baik tidak akan menimbulkan masalah apa pun. Apa pun bidang bakat atau keahlianmu, atau di mana pun engkau memperoleh keterampilan khususmu, engkau bisa menggunakan hal yang telah kaupelajari itu dalam melaksanakan tugas yang harus kaulaksanakan. Menggunakan bakat, keahlian, atau keterampilan khusus dalam pelaksanaan tugas adalah hal yang paling tepat, tetapi engkau juga harus diperlengkapi dengan kebenaran dan mampu bertindak sesuai dengan prinsip. Hanya dengan cara inilah engkau dapat melaksanakan tugasmu dengan baik. Ini adalah pendekatan dua sisi yang telah dibahas sebelumnya: di satu sisi, engkau harus memiliki hati nurani dan nalar, dan di sisi lain, engkau harus mencari kebenaran untuk memperbaiki watak rusakmu. Orang masuk ke dalam kehidupan dengan melaksanakan tugas mereka dengan cara ini, dan mereka menjadi mampu untuk melaksanakan tugas mereka dengan memadai" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). Merenungkan firman Tuhan, aku memahami, Tuhan menilai apakah seseorang melaksanakan tugasnya dengan cukup baik atau tidak bukan berdasarkan seberapa banyak yang kelihatannya telah mereka lakukan, dan apakah itu dilakukan dengan benar atau tidak, tapi berdasarkan jalan apa yang mereka tempuh dalam tugas mereka, dan apakah mereka mencari dan menerapkan kebenaran atau tidak. Aku juga memahami bahwa untuk menyelesaikan watak congkak dan melaksanakan tugasku dengan cukup baik, aku harus terlebih dahulu mengesampingkan bakat dan kelebihan yang kubanggakan, dan datang ke hadapan Tuhan untuk mencari kebenaran. Jika aku terus melakukan segala sesuatu dengan mengandalkan kualitas dan bakatku tanpa mencari kebenaran atau mengikuti prinsip, Tuhan takkan berkenan sebanyak apa pun yang kulakukan. Dahulu, aku memandang rendah orang lain karena kurang keterampilan dan kualitas. Ketika melihat mereka melakukan kesalahan kecil atau melakukan sesuatu yang tak sempurna, aku merendahkan dan meremehkan mereka, baik secara terbuka maupun di hati. Namun, ketika video yang kuhasilkan mengalami beberapa revisi dan orang lain memberiku saran, tak seorang pun memandang rendah diriku, tapi mereka dengan sabar memberitahuku apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, aku hampir tak pernah menerima saran dari orang yang bekerja denganku, dan meskipun beberapa saudara-saudari tak memiliki bakat atau kualitas yang baik, mereka mencari prinsip-prinsip dalam tugas mereka, dengan rendah hati mendengarkan saran orang lain, dan dapat bekerja sama secara harmonis. Membandingkan diriku dengan mereka sangat memalukan bagiku. Aku sadar betapa kurangnya jalan masukku ke dalam kebenaran. Dalam tugasku setelah itu, jika ada perselisihan antara aku dan yang lain, aku berlatih mengesampingkan diriku, dan mencari kebenaran dan prinsip, memandangnya sebagai kesempatan untuk menerapkan kebenaran.
Suatu kali, aku mendiskusikan produksi video dengan beberapa saudari, dan kami memiliki ide yang berbeda. Menurutku ideku yang terbaik dan berpikir tentang apa yang bisa kukatakan untuk membuktikan bahwa aku benar, bagaimana meyakinkan mereka. Tiba-tiba aku sadar sedang kembali menyingkapkan watak congkak, ingin menggunakan pendapatku sendiri untuk menolak ide orang lain. Aku segera berdoa, memohono Tuhan membimbingku untuk mengesampingkan diriku sendiri dan mendengarkan saran orang lain. Aku teringat sesuatu yang Tuhan katakan: "Bagi semua orang di gereja yang memahami kebenaran atau yang memiliki kemampuan untuk memahaminya, pencerahan dan bimbingan Roh Kudus dapat dialami siapa pun dari antara mereka. Orang haruslah berpegang erat pada pencerahan dan penerangan Roh Kudus, mengikutinya dengan saksama dan bekerja sama secara erat dengannya. Dengan melakukannya, jalan yang engkau tempuh akan benar; itulah jalan yang dibimbing oleh Roh Kudus. Beri perhatian khusus pada bagaimana Roh Kudus bekerja dan membimbing mereka yang di dalam dirinya Dia sedang bekerja. Engkau harus sering bersekutu dengan orang lain, memberi saran dan mengungkapkan pandanganmu sendiri—ini tugasmu dan kebebasanmu. Namun pada akhirnya, ketika keputusan harus diambil, jika hanya engkaulah yang mengambil keputusan akhir, membuat semua orang melakukan apa yang engkau katakan dan menuruti kemauanmu, itu berarti engkau sedang melanggar prinsip. Engkau harus membuat pilihan yang benar berdasarkan keinginan mayoritas, dan kemudian ambillah keputusan akhir. Jika saran mayoritas tidak sesuai dengan prinsip kebenaran, engkau harus berpegang teguh pada kebenaran. Inilah yang sesuai dengan prinsip kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa memberikan ide dan membuat video adalah tugasku, tapi memutuskan rencana mana yang terbaik bukan tergantung pada satu orang. Saudara-saudari harus mendiskusikan dan memutuskan bersama-sama, kemudian memilih saran yang terbaik. Aku merasa benar-benar tenang setelah menerapkannya. Setelah video itu dibuat, saudara-saudari memilih versiku, tapi aku tak memandang rendah kedua saudari itu karena hal itu. Aku merasa melalui proses itu, akhirnya aku menerapkan kebenaran tanpa hidup berdasarkan watak congkakku. Kemudian aku juga sadar bahwa Tuhan tak mengatur keadaan untuk melihat siapa yang benar atau salah, tapi untuk melihat watak apa yang disingkapkan orang. Meskipun orang itu benar tapi mereka menyingkapkan kecongkakan, Tuhan membenci hal itu. Setelah itu, ketika aku berusaha dengan serius mempertimbangkan ide orang lain, aku menyadari saran saudara-saudari memiliki banyak aspek yang dapat digunakan, dan mereka memandang segala sesuatu dari perspektif yang berbeda dariku. Sebelumnya, aku selalu menganggap orang lain tak melihat gambaran keseluruhan karena aku hanya memandang segala sesuatu dari sudut pandangku sendiri dan hampir tak pernah sungguh-sungguh mendengarkan ide orang lain. Kemudian aku sadar, setiap orang memiliki kelebihan dan ada hal-hal yang dapat kupelajari dari mereka. Aku tak ingin terus dengan angkuh percaya pada diriku sendiri, tapi siap bekerja dengan baik bersama orang lain, mencari kebenaran dan lebih banyak mendengarkan saran orang lain, dan bekerja sama dalam tugas kita.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.