Keserupaan dengan Manusia Dapat Dicapai dengan Mengatasi Kecongkakan
Pada bulan Maret 2017, aku mulai mengerjakan desain grafis untuk gereja, terutama untuk poster film dan gambar mini. Awalnya, aku tidak tahu banyak soal sisi teknisnya, jadi, aku terus mempelajari prinsip-prinsip dan keterampilan teknis. Dengan rendah hati, aku akan meminta bantuan saudara-saudari dan aku pun memperhatikan saran orang lain dalam desainku. Setelah beberapa waktu, aku mulai menguasai keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk tugas ini. Gambarku diunggah ke internet, rasio klik-tayangnya pun bagus. Terlebih lagi, ada satu desain poster untuk sebuah film dokumenter dapat banyak pujian dari saudara-saudari. Saudara-saudari pun sering mengonsultasikan permasalahan teknis kepadaku, jadi, aku merasa punya bakat khusus dalam bidang desain grafis ini. Tanpa sadar, aku menjadi congkak.
Kemudian, saat sedang mendesain gambar mini yang lebih mudah daripada poster film, aku merasa cukup terampil untuk merampungkannya dengan cepat. Jadi, aku kerjakan itu berdasarkan keterampilan teknis yang kumiliki tanpa banyak mempertimbangkan atau mencari tahu prinsip-prinsipnya. Akibatnya, aku mendapatkan umpan balik dari saudara-saudari, yang mengatakan bahwa baik pencahayaan maupun warna tidak sesuai tema. Aku tidak mempertimbangkan umpan balik mereka atau menerimanya, malah berpikir, "Apa kalian tidak punya selera? Ini kreativitas yang berani. Aku telah mempertimbangkan semua ini dan ini bukan masalah. Kalian memberi saran padahal kalian tak mengerti." Aku bersikeras dengan pendirianku, amarahku bahkan berkobar. Aku menolak untuk mengeditnya. Akibatnya, sejumlah gambar miniku ditolak karena bermasalah. Belakangan kudengar seorang saudari merasa sangat dibatasi olehku dan takut memberikan saran lagi kepadaku. Aku merasa tak enak saat mendengar ini, tetapi aku tak merenungkan diri sehubungan dengan apa yang telah terjadi.
Tak lama berselang, aku mengerjakan desain poster film lainnya. Film ini tentang orang percaya yang disesatkan dan dikendalikan oleh pendeta dan penatua serta dikekang oleh gagasan agama, dengan begitu tak mau menerima pekerjaan baru Tuhan. Akhirnya, dia menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman setelah mencari kebenaran dan hidup dalam terang Tuhan. Saat sedang memikirkan tema ini, aku pun berpikir, "Poster ini harus punya gradasi dari gelap ke terang, tak ada ide yang lebih baik." Aku lama mencari sebuah poster film yang serupa untuk dipakai sebagai rujukan. Saat melihat gambar akhirku, aku berpikir itu sungguh bagus, terlihat seperti sebuah poster untuk film blockbuster. Aku memuji diriku sendiri. Lalu, ada seorang saudari melihat posterku dan memberikan saran ini, "Gambarnya terlalu gelap, kurang detail, dan terlalu polos. Saudari lainnya menyarankan ini, "Secara keseluruhan gambarnya terlalu gelap, tak jelas. Terlihat agak suram." Film ini menjadi saksi untuk Tuhan, jadi, gambarnya tak seharusnya terlalu gelap." Saat mendengar mereka mengatakan itu, aku merasa tak terima dan berpikir, "Menurutku efek gambar ini bagus. Kalian tak mengerti pengaturan gradasi, tetapi bilang pengaturanku bermasalah. Kalian benar-benar rewel, ya?" Aku pun berkata, "Bukankah gradasi yang benar seperti ini? Harus ada perbedaan antara terang dan gelap. Lagi pula, ini untuk poster film, jadi, intinya adalah pengaturan gradasi. Begitulah poster lain dikerjakan. Tak ada yang salah dengan itu." Lalu, aku kirimi mereka salinan poster film yang jadi rujukanku. Siapa sangka setelah melihatnya, mereka bilang terlalu banyak ruang gelap dalam posterku dan tak tampak sebagus poster yang satunya lagi. Aku geram saat mereka berkata begitu dan berpikir, "Jangan lupa bahwa kalian selalu minta saranku soal gradasi." Kalian bahkan tak lebih mengerti soal teori dasarnya dibandingkan aku, Tetapi kalian mau mengajariku caranya. Apa kalian coba mengajari ikan berenang?" Untuk membuktikan aku benar, aku kirimkan gambar rancanganku ke saudara-saudari yang lain, tetapi mereka pun mengatakan kepadaku bahwa itu terlalu gelap. Aku terpaksa menelan malu dan mengubahnya. Aku tetap menganggap ideku benar dan itu sesuai dengan prinsip-prinsip gradasi, jadi, kubuat saja perubahan kecil, tetapi itu tetap tak diterima. Akibatnya, aku mengerjakan sebuah gambar yang seharusnya makan waktu sepekan selama hampir sebulan. Gambar itu akhirnya ditolak karena masalah desain konseptual. Melihat hasilnya ini, aku merasa seperti ditampar. Aku merasa putus asa dan kecewa dan tak ingin terbuka dalam persekutuan dengan yang lainnya. Aku merasa murung dan menderita. Saat itu, ketua tim mengingatkanku bahwa tak ada dari desain terbaruku yang berhasil dan aku perlu segera merenungkan diri di hadapan Tuhan. Barulah aku datang ke hadapan Tuhan dalam perenungan danmenemukan firman Tuhan yang relevan.
Aku membaca ini dalam saat teduhku suatu hari. "Bila masalah-masalah menimpamu, engkau tidak boleh merasa diri benar, berpikir, 'Aku memahami prinsip-prinsipnya, dan keputusan akhirnya berada di tanganku. Engkau semua tidak berhak untuk bicara. Engkau semua tahu apa? Engkau semua tidak mengerti; Akulah yang paling mengerti!' Ini adalah sikap merasa diri benar. Merasa diri benar adalah watak yang rusak, watak yang jahat; ini bukan watak kemanusiaan yang normal." "Jika engkau selalu merasa diri benar dan bersikeras pada caramu sendiri, dengan berkata, 'Aku tidak mau mendengarkan siapa pun. Kalaupun aku melakukannya, itu hanya demi penampakan luar—aku tidak akan berubah. Aku akan melakukan segala sesuatu dengan caraku; Aku merasa aku benar dan sepenuhnya dibenarkan,' apa yang akan terjadi? Engkau mungkin dibenarkan dan mungkin tidak ada kesalahan dalam apa yang kaulakukan; engkau mungkin tidak membuat kesalahan sedikit pun, dan engkau mungkin memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai suatu aspek teknis dari suatu masalah ketimbang orang lain, tetapi, begitu engkau berperilaku dan bertindak seperti itu, orang lain akan melihat, dan mereka akan berkata: 'Watak orang ini tidak baik! Ketika masalah-masalah menimpa, mereka tidak mau menerima pendapat orang lain, entah pendapat itu benar atau salah. Semua itu adalah penentangan. Orang ini tidak menerima kebenaran.' Dan jika orang-orang mengatakan engkau tidak menerima kebenaran, bagaimana pendapat Tuhan? Apakah Tuhan bisa melihat ungkapan-ungkapanmu ini? Tuhan bisa melihat semua itu dengan sangat jelas. Tuhan tidak saja menyelidiki lubuk hati manusia, tetapi juga memperhatikan segala sesuatu yang kauucapkan dan lakukan, kapan pun dan di mana pun. Dan ketika Dia melihat semua ini, apa yang Dia lakukan? Dia berkata, 'Engkau keras hati. Engkau bersikap demikian dalam kasus di mana engkau benar, dan engkau pun bersikap demikian dalam kasus di mana engkau salah. Dalam semua kasus, semua penyataan dan ungkapanmu bertentangan dan berlawanan. Engkau tidak menerima ide-ide atau saran-saran orang lain. Yang ada di dalam hatimu hanyalah penentangan, pembatasan, dan penolakan. Engkau sangat menyusahkan!" ("Mereka yang Tidak Dapat Selalu Hidup Di hadapan Tuhan Adalah Orang yang Tidak Percaya" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Tuhan memang sungguh melihat ke dalam hati dan pikiran kita. Firman ini menyingkap keadaanku sepenuhnya. Selama ini aku telah memperlihatkan watak congkak iblis. Saat posterku disetujui dan dipuji oleh saudara-saudari, aku kira itu karena keterampilanku sendiri dan tak ada yang bisa menandingi desain dan pengetahuan teknisku. Saat orang lain memberikan saran kepadaku, aku tak mau menerimanya, menganggap mereka tak mengerti. Bahkan, saat banyak orang memberikan saran yang sama, aku bersikap begitu kaku. Aku berpura-pura menerima apa yang mereka katakan, tetapi bersikeras dengan pemikiranku sendiri. Aku hanya mengubah apa yang mau kuterima dan tak mau mengubah apa yang tak kusetujui. Banyak alasan untuk membantah, bahkan sampai naik darah. Dengan begitu aku akhirnya membuat seorang saudari terkekang. Aku sadar aku congkak di luar nalar. Aku benar-benar tak masuk akal. Aku begitu congkak dan merasa benar sendiri hingga tak mau menerima saran orang lain. Bukan hanya gambarku harus diedit berulang kali, menghambat pekerjaan kami, keadaanku sendiri pun terus memburuk. Tanpa menghadapi kegagalan dan kemunduran itu, aku tak akan datang ke hadapan Tuhan untuk merenung dan mengenal diriku sendiri. Jika aku tak berbalik, dan terus hidup dengan watak congkakku, yang lain akan menolakku dan Tuhan akan merasa jijik kepadaku. Aku dipenuhi penyesalan dan merasa sedikit takut dengan pemikiran itu. Aku segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa, bersedia untuk bertobat.
Setelah itu aku membuka diri kepada para saudari di tim soal kerusakan yang telah kuperlihatkan dan berkata kepada mereka bahwa aku bersedia menerima saran dan ditangani. Sejak saat itu, dalam tugasku, saudara-saudari memberikanku sejumlah saran, dan pada awalnya sulit bagiku menerima itu. Namun, saat aku ingat kegagalanku baru-baru ini, aku akan berdoa dan mengesampingkan diri sendiri. Aku memikirkan alasan mereka menyarankan itu, apa yang bisa dicapai dengan mengikutinya, dan di mana letak masalahnya. Lalu aku akan mempertimbangkannya berdasarkan prinsip. Dengan pendekatan itu, lebih mudah untuk mengerti dan menerima saran orang lain dan hasil pengeditanku diterima secara lebih baik. Aku pun melihat betapa indahnya mengamalkan kebenaran. Namun, watak congkakku sungguh telah tertanam dalam diriku, jadi, aku tak bisa mencabutnya hanya dengan satu pengalaman gagal.
Tak lama kemudian, aku kembali tenggelam dalam kecongkakan. Pernah suatu kali aku merancang sebuah gambar mini untuk himne gereja. Aku pikir karena mereka saudara-saudari yang mengungkapkan pujian untuk Tuhan setelah mengalami pekerjaan-Nya, itu harus memiliki perasaan yang hangat, romantis, dan indah. Aku memikirkan beberapa teori warna yang telah kupelajari, yang mengatakan bahwa ungu mewujudkan perasaan itu, dan memiliki makna yang bermartabat dan elegan. Aku merasa aku tak mungkin salah dengan memakai ungu sebagai warna utama. Saat aku selesai, beberapa saudara-saudari berkata mereka suka pemikiranku soal itu dan warnanya cantik. Aku sangat senang dengan diriku dan berpikir aku ternyata memang punya kualitas dan kemampuan desain. Aku terkejut saat seorang saudari yang baru mulai mendesain mengirimkan sebuah saran kepadaku. Dia bilang, "Himne gereja adalah pengalaman dan pemahaman nyata dari saudara-saudari. Pemakaian warna ungu terlalu seperti mimpi dan tak sesuai dengan suasana himne. Itu agak tak enak dilihat, aku sarankan mengubahnya." Aku baca sarannya, tetapi merasakan penentangan dari dalam diri yang kuat. Aku berpikir, "Aku telah membaca begitu banyak materi pelatihan yang mengatakan bahwa ungu memiliki perasaan hangat yang menyenangkan. Lagi pula, ada banyak desain daring yang memakai ungu seperti ini. Kenapa kau bilang itu tak enak dilihat? Selain itu, kau baru terjun dan nyaris belum pernah mendesain apa pun, tetapi kau memberiku saran. Kau tak tahu batasanmu sendiri." Namun, aku tetap tak nyaman membantahnya secara langsung, jadi, aku perdaya dia dengan mengatakan aku akan meminta saran saudara-saudari yang lain. Aku tak pernah minta pendapat yang lain, tetapi mengabaikannya begitu saja.
Beberapa hari kemudian, saudari lain memberikan umpan balik yang sama kepadaku dan bilang warna yang kugunakan suram. Dia menyarankan aku menggantinya. Saat itu ketua tim mengingatkanku untuk tidak keras kepala dan bahwa aku sebaiknya membuat perubahan untuk peninjauan lebih lanjut. Aku tak berani bersikeras dengan pendirianku saat itu, jadi, aku coba membuat sejumlah perubahan. Namun aku sungguh tak rela melepaskan desain ungu itu. Aku berpikir, "Desainku dengan warna ini tak mungkin seburuk itu. Beberapa yang lain menyukainya, jadi, kenapa aku harus mengubahnya? Namun, aku kesulitan mengubahnya saat memikirkannya seperti itu. Hasilnya masihtampak tak bagus setelah beberapa kali mencoba. Kemudian, saat pengeditan, dalam gambar mendadak muncul sebuah kekurangan, aku habiskan waktu berjam-jam, tetapi tak bisa memperbaikinya. Aku sangat frustrasi dan kehabisan akal, bahkaningin menyerah. Aku memikirkan bagaimana aku telah menghabiskan sebulan untuk satu gambar itu, mengeditnya enam kali, dan yang lain telah memberiku begitu banyak saran. Aku masih belum menyelesaikannya dan itu menghambat pekerjaan kami. Aku sangat kesal. Aku ingat bagaimana aku menghalangi pekerjaan kami sebelumnya karena congkak dan tak bisa menerima umpan balik. Sekarang aku kembali bersikap congkakdan menolak saran yang lain. Bukankah itu masalah lama yang sama? Aku segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa, dan berkata, "Tuhan, watak congkakku sangat serius. Aku tak bisa tunduk dalam situasi ini. Tolong berilah pencerahan dan bimbinglah aku agar bisa memahami kehendak-Mu, sungguh mengenal diriku, dan keluar dari keadaan ini."
Kemudian, aku membaca penggalan firman Tuhan ini: "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak yang congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk dari semuanya, mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan. Meskipun, secara lahiriah, beberapa orang mungkin tampak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan akalnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan. Jika orang-orang ingin sampai pada titik di mana mereka menghormati Tuhan, mereka harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah watak mereka yang congkak. Semakin teliti engkau menyelesaikan masalah watakmu yang congkak, semakin engkau akan memiliki rasa hormat kepada Tuhan, dan baru setelah itulah engkau mampu tunduk kepada-Nya dan mampu mendapatkan kebenaran dan mengenal Dia" (persekutuan Tuhan) Ini membantuku memahami bahwa kecongkakan adalah akar dari penentangan terhadap Tuhan. Dikendalikan oleh watak congkakku, aku merasa selalu benar, seolah perspektifku adalah kebenaran, seolah itu punya otoritas. Aku tak punya keinginan untuk mencari kebenaran dan tunduk kepada Tuhan. Pokoknya aku tak mau menerima saran siapa pun. Terutama, saat seseorang yang secara teknis tidak seterampil aku atau tak memahami aspek teknis tertentu, memberikan saran mereka kepadaku. Aku sangat menentang. Aku bersikap seolah menerimanya, tetapi dalam kenyataannya aku tak menganggap serius saran mereka. Tuhan mengingatkanku berkali-kali melalui orang lain untuk mengesampingkan kehendakku, untuk fokus pada apa yang bermanfaat bagi Rumah Tuhan, untuk mencari, mencoba, dan menciptakan versi terbaik. Namun, aku sangat keras keras kepala dan sombong. Aku menganggap ide-ide dan pengalamanku sendiri sebagai kebenaran dan menolak keras saat saran orang lain tidak bisa kuterima. Ini mengganggu pekerjaan Rumah Tuhan. Saat itulah aku akhirnya mulai mengerti firman Tuhan ini: "Orang yang congkak memandang rendah orang lain. Lebih buruk dari ini, mereka bahkan menganggap Tuhan lebih rendah dari mereka." "Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan." Aku jadi menyakini itu sepenuhnya. Aku pun merasa agak takut. Itu mengingatkanku kepada para antikristus di gereja. Mereka sangat congkak dan sewenang-wenang serta tak pernah mendengarkan saran orang lain. Mereka mengecam dan mengucilkan orang-orang yang memberikan umpan balik dan sangat mengganggu pekerjaan Rumah Tuhan dan menyinggung watak Tuhan. Mereka semua disingkirkan oleh Tuhan. Aku tidak melakukan jenis kejahatan yang dilakukan para antikristus, tetapi bagaimana watak yang kuperlihatkan berbeda dari watak mereka? Saat itulah aku sadar betapa serius akibatnya bila kecongkakanku tak diatasi. Aku pun segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa, bersedia untuk bertobat.
Kemudian, aku membaca penggalan firman Tuhan ini: "Melihatnya sekarang, apakah sulit untuk orang melaksanakan tugasnya secara memadai? Sebenarnya, itu tidak sulit; orang hanya harus dapat mengambil sikap rendah hati, memiliki sedikit akal sehat, dan mengambil posisi yang tepat. Betapapun terpelajarnya dirimu menurutmu, penghargaan apa pun yang telah kaumenangkan, atau sebanyak apa pun yang telah kaucapai, dan setinggi apa pun menurutmu kualitas dan pangkatmu, engkau harus memulai dengan melepaskan semua hal ini—semua ini tidak berarti apa pun. Di rumah Tuhan, sehebat dan sebaik apa pun hal-hal itu, semuanya tidak bisa lebih tinggi dari kebenaran; semua itu bukanlah kebenaran, dan tidak dapat menggantikan posisi kebenaran. Itulah sebabnya Kukatakan engkau harus memiliki hal yang disebut akal sehat ini. Jika engkau berkata, 'Aku sangat berbakat, aku memiliki pikiran yang sangat tajam, aku memiliki refleks yang cepat, aku orang yang cepat belajar, dan aku memiliki daya ingat yang sangat baik,' dan engkau selalu menggunakan hal-hal ini sebagai modal, maka ini akan menyebabkan masalah. Jika engkau memandang hal-hal ini sebagai kebenaran, atau lebih tinggi daripada kebenaran, akan sulit bagimu untuk menerima kebenaran dan menerapkannya. Orang yang sombong dan congkak yang selalu bersikap merasa lebih unggul adalah orang yang paling sulit untuk menerima kebenaran dan paling mudah jatuh. Jika orang dapat menyelesaikan masalah kecongkakannya, maka akan menjadi mudah untuk menerapkan kebenaran. Jadi, engkau harus terlebih dahulu meletakkan dan menyangkal hal-hal yang secara lahiriah tampak baik dan luhur serta hal-hal yang memancing kecemburuan orang lain. Hal-hal itu bukanlah kebenaran; sebaliknya, semua itu dapat menghalangimu untuk memasuki kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). Lalu aku mengerti bahwa aku harus mengesampingkan dan menyangkal diriku sendiri untuk mengatasi watak congkakku. Keterampilan, kemampuan, pengalaman, dan karunia manusia bukanlah kebenaran, betapa pun menakjubkannya semua itu. Semuanya hanyalah alat untuk membantu kita melakukan tugas. Jangan mencoba memanfaatkan kesempatan. Mencari kebenaran, melakukan sesuatu dengan prinsip, bekerja sama dengan orang lain secara baik, dan belajar dari orang lain adalah kuncinya. Itu satu-satunya cara untuk melakukan tugas kita dengan baik. Lalu aku memeriksa sejumlah poster terbaik yang telah kurancang dan menemukan bahwa di sana ada masalah yang jelas terlihat dengan konsep, gradasi, pewarnaan, dan komposisi dalam gambar-gambar asliku. Namun, setelah mengeditnya berdasarkan umpan balik saudara-saudari, desainnya jauh membaik dan beberapa mengalami transformasi total. Aku merasa malu melihat ini. Aku kira aku telah meraih keberhasilan dalam pekerjaanku dan mendapatkan pujian dari orang lain karena aku punya keterampilan teknis lebih baik dan pengalaman lebih daripada mereka. Bermodalkan ini, aku tak mau mendengarkan siapa pun. Namun, kenyataannya desainku bisa berhasil hanyalah karena aku mengikuti prinsip kebenaran dan menerima saran orang lain. Semua itudibuat dengan bimbingan dan pencerahan Tuhan dan dengan bekerja secara harmonis dengan saudara-saudari. Saat aku hanya mengandalkan keterampilan teknisku tanpa mencari prinsip-prinsip kebenaran dan menerima umpan balik orang lain, gambar-gambarku tidak bagus, dan ini sungguh menghambat pekerjaan gereja. Aku begitu malu saat memikirkan kembali bagaimana aku telah begitu congkak dan merasa benar sendiri dalam pendekatanku. Aku jelas tidaklah istimewa. Aku baru memahami puncak gunung es dalam bidang desain, masih jauh dari seorang profesional sejati. Namun, aku begitu begitu percaya diri dan congkak. Aku sungguh kurang ajar. Menyadari ini, aku berdoa dan melepaskan pandanganku sendiri. Aku mengikuti umpan balik orang lain dan sungguh memikirkan bagaimana melakukan pengeditan untuk hasil yang lebih baik. Bukan hanya masalah utama teratasi, aku pun menemukan warna yang lebih baik, Gambar bisa kuedit secara cepat dan saudara-saudari berkata itu tampak jauh lebih bagus setelah perubahan-perubahan itu. Aku merasa malu melihat ini. Kami telah melalui banyak revisi untuk gambar itu sepenuhnya karena kesombonganku sendiri, membuang begitu banyak waktu berharga dan menyusahkan orang lain. Itu sangat mengganggu pekerjaan Rumah Tuhan. Bukan hanya keterampilanku mandek, jalan masuk kehidupanku mengalami kemunduran. Aku melihat bahwa hidup dengan watak congkakku hanya mendatangkan kerugian. Aku sangat menyesal dan diam-diam bertekad, "Tak peduli umpan balik apa pun yang kudapatkan, aku akan belajar mengesampingkan diriku sendiri, mencari kebenaran, dan mendahulukan kepentingan Rumah Tuhan. Aku tak bisa terus hidup dalam kecongkakan."
Baru-baru ini aku merancang gambar mini untuk video pembacaan firman Tuhan dan saat kutunjukkan konsep awalku kepada saudara-saudari mereka mengatakan gambar bola dunianya terlalu besar dan tampak berdesakan di tengah, jadi, bidang pandangnya kurang terbuka. Mereka mengirimkan sejumlah gambar rujukan untuk membantuku melakukan perbaikan. Saat itu aku berpikir, "Bola dunianya harus sebesar itu untuk mendapatkan efek yang tepat, dan kalian tak punya pengalaman desain grafis profesional atau pelatihan praktis apa pun. Aku lebih terampil dalam bidang ini. Tak ada yang bisa kudapatkan dari umpan balik kalian." Jadi, aku baca sembarang saja umpan balik mereka dan mau mengedit gambar itu berdasarkan pemikiranku sendiri. Saat itu aku sadar aku sedang menunjukkan kecongkakanku kembali, bahwa aku tak mempertimbangkan umpan balik itu atau hasil akhirnya secara tenang. Aku membuat penilaian buta dan itu bertentangan dengan kehendak Tuhan. Aku pun langsung berdoa meminta Tuhan menenangkan hatiku agar aku bisa mengamalkan kebenaran dan meninggalkan dagingku. Aku membaca penggalan firman Tuhan ini setelah itu, "Pertama-tama engkau harus memiliki sikap rendah hati, mengesampingkan apa yang engkau yakini benar, dan membiarkan semua orang mengikuti persekutuan. Meskipun engkau percaya jalanmu itu benar, engkau tidak boleh tetap bersikeras mempertahankannya. Itu, pertama-tama, adalah semacam peningkatan; hal itu menunjukkan sikap yang mencari kebenaran, menyangkal diri sendiri, dan memenuhi kehendak Tuhan. Sekali engkau memiliki sikap ini, pada saat yang sama engkau tidak mengikuti pendapatmu sendiri, engkau berdoa. Karena engkau tidak bisa membedakan antara benar dan salah, engkau mengizinkan Tuhan untuk menyingkapkan dan memberitahukan kepadamu apa yang terbaik, hal apa yang paling sesuai untuk kaulakukan. Sementara semua orang bergabung dalam persekutuan, Roh Kudus memberi kepadamu semua pencerahan-Nya. Tuhan memberi pencerahan kepada orang berdasarkan suatu proses, yang terkadang cukup dengan cara memperhatikan sikapmu. Jika sikapmu adalah sikap yang selalu merasa diri benar, Tuhan akan menyembunyikan wajah-Nya darimu dan menutup diri-Nya terhadapmu; Dia akan menyingkapkan dirimu dan memastikan engkau menghadapi masalah. Sebaliknya, jika sikapmu benar, tidak bersikeras dengan caramu, tidak merasa diri benar, tidak bertindak semaunya dan gegabah, tetapi bersikap mencari dan menerima kebenaran, maka ketika engkau bersekutu dengan kelompok, dan Roh Kudus bekerja di antaramu, mungkin Dia akan menuntunmu untuk memperoleh pemahaman melalui perkataan seseorang" (persekutuan Tuhan) Lalu aku mengerti bahwa saat aku menemui ide berbeda dari orang lain dalam tugasku, itu adalah sesuatu yang diperkenankan Tuhan. Tuhan mengawasi setiap pikiran dan perbuatan kita, jadi, aku harus melakukankebenaran dan menerima pengawasan Tuhan. Aku tak bisa menerima sesuatubegitusaja lalu menghakimi profesionalisme orang lain. Meskipun aku lebih berpengetahuan, betapa pun masuk akalnya ideku itu, aku seharusnya tak bersikap seolah aku lebih baik, mengesampingkan imajinasiku sendiri, mencari prinsip-prinsip kebenaran, dan melakukan apa pun yang paling efektif. Meskipun ternyata pada akhirnya aku benar, setidaknya aku sudah mencari dan melakukan kebenaran. Itu tidak terhingga nilainya. Tuhan membenci watak iblisku yang bermusuhan dengan Dia, jadi, menunjukkan kecongkakanku lebih buruk daripada membuat kesalahan. Aku memikirkan bagaimana kecongkakanku telah mengganggu pekerjaan Rumah Tuhan dan sungguh merasa bahwa aku tak boleh begitu keras kepala lagi. Aku harus menanggapi saran-saran revisi ini secara tenang dan berjuang untuk menjadikan gambar itu lebih baik. Setelah itu aku menganggap serius saran orang lain dan mendapati salah satu gambar rujukan sangatlahmemukau dan aku bisa belajar darinya. Aku mendiskusikannya dengan anggota tim yang lain dan semua setuju pengeditan harus dibuat seperti yang disarankan. Aku mengerjakan ulang tata letak dan beberapa aspek lainnya dan tanpa disangka cepat selesai. Aku merasa ini semua diraih melalui pencerahan dan bimbingan Tuhan. Meskipun menerima sejumlah saran tambahan, aku menanganinya secara tepat dan tak merasa begitu menentang. Aku senang bisa mengubahnya sebanyak yang diperlukan untuk menjadi saksi untuk Tuhan. Setelah beberapa kali revisi, semua mengatakan gambar itu bagus dan mereka tak punya saran lagi. Aku melihat betapa indahnya melakukan tugasku seperti itu.
Setelah didisiplinkan dan disingkap, serta dengan membaca firman Tuhan, aku akhirnya mengerti dan membenci watak iblisku yangcongkak danmelihat betapa pentingnya mencari dan menerima kebenaran dalam semua hal. Aku tak secongkakdahulu danbisa menerima saran orang lain. Aku telah berubah seperti ini sepenuhnya karena penghakiman, hajaran, dan pendisiplinan Tuhan.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.