Apakah Benar Memiliki Iman Hanya Demi Berkat?

02 September 2022

Oleh Saudara Ezechie, Pantai Gading

Februari tahun 2019, Aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Awalnya aku tidak mengerti banyak penghakiman Tuhan tentang akhir zaman, dan ketika terjadi hal-hal yang tak sesuai dengan pemikiranku, aku salahkan dan salah paham terhadap Tuhan. Pandanganku tentang iman salah, kupikir selama upayaku tulus untuk Tuhan dan kerjakan tugas dengan baik, Dia tak akan biarkan aku menderita. Meski aku tak meminta berkat langsung kepada Tuhan seperti orang-orang religius, jauh di lubuk hatiku, kurasa selama aku berkorban untuk-Nya, Dia akan peduli padaku. Kemudian kualami sesuatu yang membuka pikiran, dan akhirnya kulihat imanku yang tidak murni. Firman Tuhan menuntunku mengenali diri dan mengubah pandanganku yang salah akan pengejaran.

Setahun setelah beriman, orangtuaku mendengar kabar angin dan menentang imanku. Aku mau melakukannya dengan bebas, jadi aku keluar dari rumah mereka, berhenti sekolah, dan mulai membagikan Injil. Awalnya, aku sangat antusias mengerjakan tugas dan membawa masuk beberapa anggota baru. Aku juga dapat bantuan materi dari saudara-saudari, jadi aku tidak perlu bekerja dan bisa mengerjakan tugas purna waktu. Aku senang sekali, bahkan lebih semangat mengerjakan tugas. Kadang aku membagikan Injil ke beberapa kelompok dalam satu hari, bicara 10 jam lebih. Hari-hari itu sungguh melelahkan, dan karena aku duduk dalam waktu lama, pinggang, punggung, dan kepalaku sakit. Meski demikian, aku tetap ingin membagikan Injil, dan aku senang membantu saudara-saudari bila mereka menemui masalah. Tak lama kemudian aku dapat pesan dari pemimpin katanya ada perubahan, mereka tak bisa terus membantuku secara finansial. Aku harus kerja untuk mencukupi biaya hidup dasarku.

Aku sakit hati mendengar kabar itu dan mulai khawatir. Apa yang harus kulakukan setelahnya? Apa aku akan menderita? Kalau teman dan keluargaku tahu, apa mereka akan mengejekku, dan bilang aku berhenti sekolah demi kehidupan yang tak bisa menyokong biaya hidupku? Aku mulai menyesal berhenti sekolah. Aku sudah punya gelar lebih tinggi kalau tetap sekolah, sehingga aku bisa dapat pekerjaan bagus, tidak kesulitan. Tapi sekarang, aku mungkin tak akan dapat pekerjaan dan hidup penuh kesulitan. Dalam hati aku mulai menyalahkan Tuhan. Pemimpin menanyakan pendapatku, akukatakan, "Ini datang dari Tuhan, aku tak punya pikiran negatif. Aku tidak keberatan mencari pekerjaan." Padahal sebenarnya, aku tidak berhenti berdebat dengan Tuhan. Aku berhenti sekolah, kenapa Tuhan tidak memberkatiku? Beberapa hari kemudian aku mulai mencari kerja, tapi tak kutemukan posisi yang bagus sebab pendidikanku tidak tinggi. Aku mulai berpikir kenapa Tuhan membiarkanku mengalami ini. Kenapa Dia membiarkanku menderita? Mungkinkah Dia meninggalkanku? Kupikir Dia pasti meninggalkanku, makanya aku menderita. Aku sangat sedih, dan dalam hati terus mengeluh kepada Tuhan. Aku tak punya semangat mengerjakan tugas. Untuk beberapa saat, aku hanya ingin sendirian. Aku tak ingin bicara dengan siapa pun, berdoa atau membaca firman Tuhan. Yang kupikirkan hanya cara melewati hari-hari ke depan. Aku mengerjakan tugas, tapi tidak dengan hati sama sekali. Aku melakukannya asal-asalan, sembarangan sekali. Aku tak ingin berbagi persekutuan dengan calon penerima Injil saat mereka punya gagasan, efektivitas kerjaku menurun drastis. Setelah beberapa saat pemimpin menanyakan keadaanku dan sebab produktivitasku menurun. Kukatakan aku mengalami kesulitan karena tak punya gelar tinggi, aku tak dapat pekerjaan yang bagus dan menyokong diri sendiri, dan tak bisa fokus dalam tugas. Aku memakai masalah itu untuk membeladiri, kupikir dia akan paham situasiku yang buruk.

Tapi setelah mendengarkanku, dia memberiku penggalan firman Tuhan yang berdampak padaku. "Bagaimana pun cara Tuhan bekerja, dan dalam lingkungan seperti apa pun engkau, engkau mampu mengejar kehidupan, dan mencari kebenaran, serta mencari pengetahuan tentang pekerjaan Tuhan, dan memiliki pemahaman tentang tindakan-tindakan-Nya, dan engkau mampu bertindak sesuai kebenaran. Melakukan semua itu adalah arti memiliki iman yang sejati, dan menunjukkan bahwa engkau belum kehilangan iman kepada Tuhan. Engkau hanya dapat memiliki iman yang sejati kepada Tuhan jika engkau mampu untuk teguh mengejar kebenaran melalui pemurnian, jika engkau mampu benar-benar mengasihi Tuhan dan tidak mengembangkan keraguan tentang Dia, jika apa pun yang Dia lakukan, engkau tetap melakukan kebenaran untuk memuaskan-Nya, dan jika engkau mampu mencari kehendak-Nya secara mendalam dan memikirkan kehendak-Nya. Di masa lalu, ketika Tuhan berkata engkau akan memerintah sebagai raja, engkau mengasihi Dia, dan ketika Dia secara terbuka menunjukkan diri-Nya kepadamu, engkau mengejar-Nya. Namun sekarang Tuhan tersembunyi, engkau tidak bisa melihat-Nya, dan masalah telah datang menimpamu—sekarang di saat seperti ini, apakah engkau kehilangan harapan kepada Tuhan? Jadi, setiap saat engkau harus mengejar kehidupan dan berusaha memuaskan kehendak Tuhan. Inilah yang disebut iman sejati, dan ini adalah kasih yang paling sejati dan jenis kasih yang paling indah" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). "Dalam kepercayaannya kepada Tuhan, Petrus berusaha memuaskan Tuhan dalam segala hal, dan berusaha menaati segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Tanpa keluhan sedikit pun, ia sanggup menerima hajaran dan penghakiman, juga pemurnian, kesengsaraan, dan kekurangan dalam hidupnya, tak satu pun dari hal-hal itu yang dapat mengubah kasihnya kepada Tuhan. Bukankah inilah kasih kepada Tuhan yang sesungguhnya? Bukankah inilah pemenuhan tugas makhluk ciptaan Tuhan? Baik dalam hajaran, penghakiman, ataupun kesengsaraan—engkau selalu mampu mencapai ketaatan sampai mati, dan inilah yang harus dicapai oleh makhluk ciptaan Tuhan, inilah kemurnian kasih kepada Tuhan. Jika manusia dapat mencapai sejauh ini, dialah makhluk ciptaan Tuhan yang memenuhi syarat, dan tak ada yang lebih memuaskan keinginan Sang Pencipta" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Pengalaman Petrus sungguh mengharukan bagiku, juga membuatku malu. Petrus punya iman dan ketaatan sejati terhadap Tuhan, apa pun kesulitan yang dia hadapi, hidup kekurangan, dia taat pada pengaturan Tuhan. Dia tidak memberontak dan mengeluh, tapi pengejarannya tetap untuk mengasihi dan menyenangkan Tuhan, dan mengerjakan tugas makhluk ciptaan. Tetapi aku, imanku kepada Tuhan hanyalah untuk mengejar kemuliaan dan berkat dari-Nya. Ketika keadaan berubah dan, aku harus menderita, imanku kepada Tuhan berubah. Menurutku imanku kepada Tuhan tidak tulus sama sekali. Kurasa sepertinya aku tak tahan kesusahan, menyalahkan Tuhan, dan tidak mengerjakan tugas karena kesulitan-kesulitan hidup. Aku ingin taat pada pengaturan Tuhan dan bersandar kepada-Nya untuk melalui semuanya.

Beberapa waktu berlalu dan aku tetap belum dapat pekerjaan yang bagus, jadi kuputuskan melakukan pekerjaan yang dibayar harian. Aku dapat pekerjaan di industri bangunan pekerjaan fisik dan tak memerlukan gelar profesional. Hanya usaha fisik, siapa pun bisa mengerjakannya, tapi kutahu itu pekerjaan yang melelahkan. Setelah bekerja empat hari, aku kelelahan. Kupikir apaaku harus mengerjakannya seumur hidup? Itu pekerjaan untuk orang tak berpendidikan. Aku berpendidikan, tapi tetap melakukan pekerjaan seperti itu. Kenapa Tuhan membiarkan aku hidup sulit seperti ini? Kupikir haruskah aku kembali bersekolah, lalu cari pekerjaan yang sederhana dan mudah, atau cari cara lain yang menghasilkan uang banyak. Selama masa itu, setiap hari aku hanya ingin tidur setibanya di rumah dan aku kesal sekali jika ada saudara atau saudari yang berusaha menghubungiku. Aku merasa mereka tak mengerti apa yang kualami. Pekerjaanku melelahkan dan aku butuh istirahat, tapi mereka ingin aku mengerjakan tugas. Aku merasa mereka menambah sulit hidupku. Aku ingat pernah seorang saudari bertanya tentang tugasnya, dan kukatakan, "Aku lelah. Aku tak ingin bicara." Sikapku terhadap tugas berubah total, aku juga tidak memiliki pekerjaan Roh Kudus. Aku merasa Tuhan telah meninggalkanku. Aku tak lagi membaca firman Tuhan setiap hari, dan tak bisa berdoa dengan damai. Aku tak mau menolong orang lain saat mereka punya masalah. Saat mereka katakan aku tak mengerjakan tugas dengan baik, aku menentang keras—Aku tidak mau terima. Ketika pengawas menindaklanjuti pekerjaanku dan bertanya kenapa aku tak mempelajari calon penerima Injil, aku bersungut-sungut. Kenapa dia selalu bilang aku tak mengerjakan tugas dengan baik? Apa dia tak tahu kesulitanku, betapa melelahkan pekerjaanku? Aku merasa mereka tidak mengerti perjuangan hidupku. Aku ingin mereka katakan, "Pekerjaanmu melelahkan, tak apa kau tak bisa kerjakan tugas dengan baik."

Waktu pengawas melihat tak ada perubahan dariku, dia menanganiku, katanya, "Saudara, kau seorang pemimpin, harus memenuhi tanggung jawab. Tapi belakangan, kau ceroboh dalam mengerjakan tugas dan tidak ada hasil. Jika ini berlanjut, jabatanmu bisa dicopot. Lagipula, kau tahu betul tugas ini. Kau mampu kerjakan dengan baik. Kenapa sikapmu seperti ini?" Aku marah sekali waktu dia mengatakannya, dan kututup saja teleponnya. Aku merasa dia terlalu banyak menuntut dan aku tak mau dengar lagi. Setelahnya aku bicara dengan pemimpinku dan kukatakan aku tak mau lagi mengerjakan tugasku, aku sudah lakukan yang terbaik tapi mereka meminta terlalu banyak. Dia mendengarkan, kemudian kami bersekutu mencari kehendak Tuhan, katanya aku harus merenung dan mengambil hikmah dari situasi ini, meski aku dapat tugas lain, kalau tidak mencari kebenaran, masalahku tak akan selesai. Setelah bersekutu, dia lihat situasinya, aku tak bisa mengerjakan tugas dengan baik, sementara dia copot jabatanku agar aku bisa merenung.

Setelah itu aku baca beberapa firman Tuhan yang sungguh membantu. Firman Tuhan katakan: "Penderitaan sekecil apa pun yang antikristus alami atau berapa pun harga yang mereka bayar di gereja, mereka tidak merasa bahwa itu adalah bagian dari pekerjaan mereka, dan tidak merasa bahwa itu adalah tugas yang sudah seharusnya dilakukan oleh makhluk ciptaan, tetapi menganggapnya sebagai kontribusi mereka, yang harus diingat oleh Tuhan. Mereka berpikir jika Tuhan mengingat kontribusi mereka, Dia seharusnya langsung mengaruniakan, memberikan kepada mereka anugerah, janji, dan berkat-berkat materi khusus, serta membiarkan mereka memiliki keuntungan tertentu dan memperoleh manfaat khusus. Hanya dengan cara demikianlah antikristus akan merasa puas. Apa yang antikristus pahami tentang tugas? Mereka tidak merasa bahwa tugas adalah kewajiban yang sudah seharusnya dilakukan oleh makhluk ciptaan, atau bahwa tugas adalah tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh mereka yang mengikut Tuhan. Sebaliknya, mereka merasa pelaksanaan tugas adalah alat tawar-menawar dalam sebuah transaksi dengan Tuhan, sesuatu yang dapat ditukarkan dengan upah dari-Nya, dan sebuah cara untuk memuaskan ambisi dan keinginan mereka sendiri, serta memperoleh berkat karena kepercayaan mereka kepada Tuhan. Mereka pikir memiliki anugerah dan berkat Tuhan haruslah menjadi prasyarat pelaksanaan tugas mereka dan bahwa itulah yang membuat orang memiliki iman yang benar kepada Tuhan, bahwa orang hanya bisa tenang dalam melaksanakan tugas mereka jika Tuhan menjamin mereka bisa bebas dari kekhawatiran. Mereka juga berpikir bahwa Tuhan haruslah memberikan setiap kemudahan dan perlakuan istimewa kepada mereka yang melaksanakan tugas, dan bahwa orang haruslah menikmati semua manfaat yang diberikan oleh rumah Tuhan selama mereka melaksanakan tugas. Inilah yang harus orang terima—di dalam hati mereka, inilah cara antikristus berpikir. Cara berpikir inilah yang sebetulnya merupakan sudut pandang dan moto hidup antikristus, dan cara berpikir ini merepresentasikan sikap mereka terhadap tugas. Bagaimanapun cara rumah Tuhan mempersekutukan kebenaran tentang pelaksanaan tugas, hal-hal yang antikristus simpan dalam hati mereka tidak pernah berubah. Mereka akan selamanya mempertahankan sudut pandang mereka terhadap pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, pengakuan dan pemahaman antikristus mengenai tugas sama sekali bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran, dan sudut pandang antikristus sama dengan sudut pandang orang tidak percaya; sesungguhnya, mereka adalah orang-orang tidak percaya. Mereka tidak percaya akan keberadaan Tuhan, dan mereka tidak percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, jalan yang benar. Mereka yakin bahwa hanya ketenaran, kekayaan, dan statuslah yang nyata, dan semua yang mereka kejar dan nikmati hanya dapat diperoleh melalui upaya dan perjuangan manusia, dan melalui harga yang mereka bayarkan. Apa bedanya itu dengan sudut pandang yang mengatakan, 'Orang harus menciptakan kebahagiaan dengan kedua tangan mereka sendiri'? Tidak ada bedanya. Mereka tidak percaya bahwa orang pada akhirnya akan memperoleh kebenaran dan hidup dengan mengorbankan diri mereka bagi Tuhan, dan dengan membayar harga untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik. Mereka juga tidak percaya bahwa orang yang melaksanakan tugas dengan memuaskan dan sesuai dengan tuntutan Tuhan adalah orang yang bisa mendapatkan pujian dan berkat dari Sang Pencipta. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak percaya pada janji Tuhan kepada manusia ataupun berkat-berkat Tuhan. Mereka tidak percaya akan fakta bahwa Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, jadi mereka tidak memiliki iman yang sejati. Mereka hanya percaya, 'Karena aku melaksanakan tugasku, maka sudah seharusnya aku menikmati perlakuan istimewa dari rumah Tuhan dan menikmati berkat-berkat materi. Rumah Tuhan harus memberiku setiap hak dan keuntungan materi. Itulah yang realistis.' Itulah pola pikir dan sudut pandang antikristus" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Empat)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). "Bagaimanapun mereka diuji, kesetiaan mereka yang memiliki Tuhan di dalam hatinya tetap tidak berubah; tetapi bagi mereka yang tidak memiliki Tuhan di dalam hatinya, begitu pekerjaan Tuhan tidak menguntungkan bagi dagingnya, mereka berubah pandangan tentang Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan. Itulah orang-orang yang tidak akan tetap bertahan sampai pada akhirnya, yang hanya mencari berkat Tuhan tanpa memiliki kerinduan untuk mengorbankan diri kepada Tuhan dan menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Orang-orang hina semacam itu semuanya akan dibuang ketika pekerjaan Tuhan berakhir, dan sama sekali tidak layak dikasihani. Mereka yang tidak memiliki kemanusiaan tidak mampu bersungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika situasinya aman dan terjamin, atau ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan, mereka taat sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi begitu keinginan mereka tidak terkabul atau akhirnya ditolak, mereka langsung memberontak. Bahkan hanya dalam waktu semalam, mereka bisa berubah dari sosok manusia yang penuh senyum dan 'baik hati' menjadi pembunuh berwajah buruk yang kejam, yang tiba-tiba memperlakukan orang yang memberi kebaikan kepada mereka di masa lalu sebagai musuh bebuyutan, tanpa sebab atau alasan. Jika setan-setan ini tidak diusir keluar, setan-setan yang bisa membunuh tanpa ragu ini, bukankah mereka akan menjadi bahaya yang tersembunyi?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Antikristus selalu menginginkan kasih karunia dan berkat Tuhan atastugas-tugas mereka, dan hanya mengerjakan tugas kalau dijamin mereka akan diuntungkan. Aku sadar sikapku terhadap tugas sama persis. Awalnya, kukerjakan sepenuh hati, dan motivasi itu adalah bagian dari berkat. Aku kerja keras untuk Tuhan karena saudara-saudari membantu secara finansial. Itu yang memotivasiku. Tapi ketika mereka berhenti membantu, dan aku harus bekerja dan kesulitan, aku merasa tak mendapat apa-apa dari mengerjakan tugas, sehingga penderitaanku tak berharga. Aku terus mengeluh pada Tuhan dan mengesampingkan tugas. Aku bahkan berpikir kembali bersekolah untuk membantu mendapat pekerjaan yang baik. Aku sungguh materialistis, hanya mencari kompensasi tugas, penuh tuntutan transaksional. Aku sungguh egois dan jahat! Aku merenung bahwa aku dikendalikan pikiran seperti "tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri." Kupikir apa pun yang kukerjakan, harus menguntungkan, atau tidak kuhiraukan. Pertimbangan dan pemikiran semacam itu mengakar dalam diriku. Setelah menjadi orang percaya, aku siap meninggalkan studi dan rumah untuk mengikut Tuhan dan mengerjakan tugas, namun tercemar oleh motif kotor semacam itu. Aku berharap Tuhan lebih menjaga dan memberkatiku. Aku begitu egois. Watakku sungguh seperti watak antikristus—sangat jahat. Kemudian aku sadar, "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri" adalah pemikiran jahat untuk merusak dan ditanam pada manusia. Cara hidupku seperti itu, sangat egois dan tercela, tanpa hati nurani dan nalar, tak mengerjakan tugas dengan baik atau memahami kebenaran dan mendapat penyelamatan Tuhan. Aku takut, karena tidak mengerjakan tugas aku akan disingkirkan, tidak diselamatkan Tuhan. Aku sedih sekali. Memikirkan sikapku terhadap Tuhan dan tugas, aku penuh penyesalan. Saudara-saudari sering menolong dan mengingatkan, tapi aku kaku dan suka melawan, tak mau berpaling kepada Tuhan. Aku pun menaruh prasangka terhadap mereka, bahkan melepas penugasanku dan mengkhianati Tuhan. Aku sungguh seorang pembangkang! Kehilangan tugas adalah kebenaran Tuhan. Aku siap menerima dan menaatinya, berdoa dan bertobat.

Kemudian pemimpin mengirim beberapa firman Tuhan yang membantuku memahami pekerjaan dan kehendak Tuhan. "Mengalami pekerjaan Tuhan bukanlah tentang menikmati anugerah, tetapi lebih tentang menderita demi kasihmu kepada-Nya. Karena engkau menikmati anugerah Tuhan, engkau juga harus menikmati hajaran-Nya; engkau harus mengalami semua ini. Engkau bisa mengalami pencerahan Tuhan dalam dirimu dan engkau juga bisa mengalami penanganan Tuhan dan penghakiman-Nya. Dengan cara demikian, pengalamanmu akan menjadi luas dan lengkap. Tuhan telah melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya terhadapmu. Firman Tuhan telah menanganimu, tetapi bukan hanya itu; firman Tuhan juga telah mencerahkan dan menerangimu. Ketika engkau negatif dan lemah, Tuhan mengkhawatirkan dirimu. Semua pekerjaan ini dimaksudkan supaya engkau tahu bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia berada dalam pengaturan Tuhan. Engkau mungkin berpikir bahwa percaya kepada Tuhan adalah tentang penderitaan atau melakukan segala macam hal bagi-Nya; engkau mungkin berpikir bahwa tujuan percaya kepada Tuhan adalah agar dagingmu merasakan kedamaian, atau agar segala sesuatu dalam hidupmu berjalan lancar, atau agar engkau merasa nyaman dan tenang dalam segala hal. Namun, tak satu pun dari hal-hal ini merupakan tujuan yang harus manusia capai dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jika engkau percaya demi tujuan-tujuan ini, berarti sudut pandangmu itu salah dan sama sekali tidak mungkin bagimu untuk disempurnakan. Tindakan Tuhan, watak Tuhan yang benar, hikmat-Nya, firman-Nya, keajaiban-Nya serta diri-Nya yang tak terselami, semua itulah yang harus manusia pahami. Engkau harus menggunakan pemahaman ini untuk menyingkirkan dari dalam hatimu semua tuntutan, harapan dan gagasan pribadimu. Hanya dengan menyingkirkan hal-hal ini, engkau bisa memenuhi syarat yang dituntut oleh Tuhan, dan hanya dengan melakukan ini, engkau bisa memiliki hidup dan memuaskan Tuhan. Tujuan percaya kepada Tuhan adalah untuk memuaskan-Nya dan hidup dalam watak yang Dia inginkan, sehingga tindakan dan kemuliaan-Nya dapat terwujud lewat sekelompok orang yang tidak layak ini. Inilah cara pandang yang benar untuk percaya kepada Tuhan, dan ini juga merupakan tujuan yang harus engkau capai" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus menyerahkan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti apa itu iman sejati. Iman sejati adalah memuaskan Tuhan, mengejar keselamatan, dan menjalani hidup manusia yang sebenarnya. Bukan hanya menikmati kasih karunia dan berkat Tuhan. Tujuan pekerjaan Tuhan saat ini adalah menyingkirkan ketidakmurnian iman manusia, membersihkan dan mengubah watak kita yang rusak agar dapat mencapai ketaatan dan kasih sejati kepada Tuhan. Semua orang suka kasih karunia dan berkat dari Tuhan, tak suka penderitaan dan mencari kebenaran. Tuhan mengatur keadaan yang tak sesuai dengan pikiran manusia, supaya kita melepas keinginan mencari kenyamanan, dan mengikut Tuhan dengan tulus. Tapi dalam beriman, aku selalu ingin menikmati kasih karunia dan berkat Tuhan. Aku tak mau menderita demi mengejar kebenaran dan mematuhi Tuhan. Pandangan iman seperti itu seperti pandangan orang-orang religius—memanfaatkan Tuhan. Tuhan jijik dengan jenis iman yang kumiliki itu. Aku berpikir tentang saudara-saudari yang bekerja sambil mengerjakan tugas, tapi selalu mengerjakan tugas dengan baik. Kenapa aku tidak bisa? Itu karena keinginanku mendapat berkat terlalu kuat, terlalu mendambakan kenyamanan. Aku hanya mengerjakan tugas dengan baik saat hidupku mudah. Di masa sulit, aku tidak mau berupaya sekuat tenaga. Aku tak punya hati nurani atau nalar. Aku tak beda dengan orang-orang tidak percaya yang bekerja demi gaji. Waktu mendapat kompensasi, aku bersedia melakukan yang terbaik, kalau tidak, aku tak jujur dan acuh tak acuh saja. Aku beraktivitas supaya dilihat orang aku mengerjakan tugas, itu saja. Aku sungguh busuk dan jahat! Aku benci diriku sendiri saat memikirkannya. Masalahnya bukan orang menuntut banyak terhadapku, tapi aku terlalu mementingkan kedagingan, mendapat berkat. Aku tidak mempunyai tekad berkorban dan menderita demi Tuhan. Aku juga menyesal memiliki sikap transaksional dalam beriman. Jika Tuhan tidak menyelamatkanku, itu adalah kebenaran-Nya, karena aku terlalu rusak.

Sekali waktu di saat teduh, aku membaca firman Tuhan yang menyentuhku. "Meskipun Tuhan menggunakan berbagai cara untuk membangunkan hati manusia, masih ada jalan panjang yang harus ditempuh sebelum ini dapat dicapai. Aku tidak ingin melihat siapa pun merasa seolah-olah Tuhan telah meninggalkan mereka dalam kedinginan, bahwa Tuhan telah meninggalkan mereka atau berpaling dari mereka. Satu-satunya yang ingin Kulihat adalah bahwa semua orang sedang berada di jalan di mana mereka mengejar kebenaran dan berusaha untuk memahami Tuhan, dengan berani bergerak maju dengan tekad tak tergoyahkan, tanpa beban ataupun keraguan. Tidak peduli apa kesalahan yang telah engkau perbuat, tidak peduli seberapa jauh engkau telah menyimpang, atau seberapa serius engkau telah melanggar, jangan biarkan hal-hal ini menjadi beban atau beban berat yang harus kaubawa bersamamu dalam pengejaranmu untuk memahami Tuhan. Teruslah bergerak maju. Setiap saat, Tuhan mengenggam keselamatan manusia di hati-Nya; ini tidak pernah berubah. Inilah bagian paling berharga dari esensi Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Tuhan menyingkapku bukan untuk menolak dan menyingkirkanku, tapi supaya aku tahu kerusakanku dan tahu aku menodai iman karena mencari berkat, kemudian aku bisa menyangkal diri dan mengejar kebenaran, hingga akhirnya berhasil mengubah watak yang rusak. Aku tak boleh menjadi lemah dan negatif karena kerusakanku, aku harus mencari kebenaran dan menunjukkan watakku yang rusak. Karena tersentuh, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku sudah sangat rusak oleh Iblis. Kau tidak tinggalkan aku, Kau mengatur keadaan agar aku memperoleh kesadaran diri. Inilah penyelamatan-Mu bagiku. Aku ingin mengubah watakku yang rusak, menerapkan kebenaran untuk menyenangkan-Mu, dan mengerjakan tugas dengan baik."

Hari demi hari berlalu, aku masih belum punya tugas. Melihat yang lain sepenuh hati mengerjakan tugas, aku iri dan makin menyesal karena aku sangat congkak saat Tuhan beri kesempatan, dan aku tidak menghargainya. Suatu malam aku mendapat pesan dari pimpinan, katanya, "Saudara, bisa kau buka internet sekarang untuk berbagi Injil membantu seseorang? Dia tengah menghadapi kesulitan." Kubuka internet untuk membantunya begitu kubaca pesan itu. Setelah itu pemimpin mengatakan, aku bisa mulai mengerjakan tugas lagi. Aku bahagia sekali, dan sangat bersyukur kepada Tuhan. Waktu pulang dari bekerja, aku sangat lelah, tapi merasa tugasku sangat penting aku tak boleh menyerah pada kedagingan dan tak menghiraukan penugasan Tuhan. Aku akan sangkal kedagingan dan kerjakan tugas. Aku ingat suatu hari, aku baru selesai mengerjakan tugas saat pemimpin menghubungiku, minta aku mengatur pertemuan. Mendengar hal itu, kupikir, aku lelah. Tak bisakah tunggu besok? Tapi segera aku sadar kebutuhan kedaginganku menguasai lagi. Aku berdoa, menyangkal diri, dan bilang pada pimpinan aku bersedia. Selesai tugas tenagaku habis, tapi aku merasa tenang dan damai. Setelah beberapa saat, hasil tugasku membaik, dan gereja menugasiku melatih yang lain. Sekarang aku tak lagi mencari-cari alasan untuk kenyamanan daging, dan jika ada hal penting, aku tidak pergi kerja, tapi tinggal di rumah mengerjakan tugas. Kurasa ini cara yang tepat. Mengalami keadaan seperti ini memberiku pemahaman akan watakku yang rusak, dan mengubah sudut pandangyang salah yang mengejar berkat dalam beriman. Semua ini berkat penghakiman dan hajaran firman Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Selanjutnya: Tugas Tak Kenal Pangkat

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Aib dari Masa Laluku

Oleh Saudari Li Yi, TiongkokPada Agustus 2015, aku dan keluargaku pindah ke Xinjiang. Aku pernah mendengar bahwa Partai Komunis telah...