Jangan Membuat Rencana Cadangan dalam Tugas

12 Juli 2022

Oleh Saudari Jing Mo, Amerika

Aku telah mengaransemen musik untuk video di gereja selama lebih dari empat tahun. Karena kebutuhan pekerjaan gereja, beberapa saudara-saudari di sekitarku sering dipindahkan dalam tugas mereka, beberapa orang, karena ketidakmampuan, diberi tugas lain. Bagiku, semua ini rasanya sangat tidak stabil. Kupikir, "Jika suatu hari dipindahkan, aku tak tahu tugas apa yang akan diatur untukku. Jika tak cakap atau tak efektif dalam pekerjaan, aku bisa dipindahkan lagi. Jika tak pernah ada tugas yang sesuai untukku, bukankah itu berarti aku akan disingkirkan dan tak dapat diselamatkan?" Ketika memikirkan hal ini, aku benar-benar tak ingin dipindahkan, tapi aku merasa beruntung karena tugasku stabil untuk saat ini. Kemudian, beban kerja tim kami secara berangsur berkurang, dan beberapa saudara-saudariku dipindahkan ke tugas lain, jadi aku mulai khawatir, berpikir, "Tanpa keahlian profesional terbaik, mungkin aku juga akan dipindahkan. Aku tak punya keahlian khusus lainnya, jadi tanpa mengaransemen, apa lagi yang bisa kulakukan? Jika akhirnya tak melaksanakan tugas apa pun, bukankah itu sama dengan disingkirkan?" Aku telah begitu lama hidup dalam kecemasan dan ketakutan ini. Siapa pun di sekitarku yang dipindahkan, aku merasa sangat khawatir dengan masa depanku.

Juli tahun lalu, pemimpinku memintaku bekerja sambilan di waktu luangku. Setelah memperkenalkan pekerjaan itu, pemimpin itu berkata dengan santai, "Pekerjaan ini akan berlanjut, jadi biasakan diri dan kerjakanlah dengan baik." Hatiku berbinar mendengarnya, karena pekerjaan ini tampak lebih stabil dan tahan lama daripada pekerjaan aransemen. Anggota tim ini tampaknya beberapa orang yang sama. Ada yang telah bekerja selama enam atau tujuh tahun, dan tak pernah dipindahkan. Pekerjaan ini tampak lebih baik! Aku harus berlatih dan segera menguasainya. Jika suatu hari dipindahkan, aku masih punya rencana cadangan. Asalkan berlatih dengan baik dan tak membuat kesalahan besar, aku bisa terus melakukan pekerjaan ini selamanya, dan tak perlu khawatir akan disingkirkan karena tak bertugas lagi. Pemikiran ini membuatku sangat tenteram dan bahagia. Aku merasa menerima kesempatan yang begitu baik adalah kasih karunia Tuhan. Sejak saat itu, kucurahkan perhatian khusus pada pekerjaan sambilan ini. Ketika ada hal-hal yang tak kupahami, aku bertanya kepada saudara-saudari, berharap menguasainya dengan cepat.

Di luar dugaan, sekitar setengah bulan lebih kemudian, pekerjaan aransemen mulai bertambah, jadi aku tak punya banyak waktu atau tenaga untuk mengurus pekerjaan sambilanku, tapi aku tetap ingin berfokus pada pekerjaan sambilan, karena khawatir jika tak menyelesaikan tugasku, sangatlah mungkin aku kehilangan rencana cadangan ini. Jadi, kutunda pekerjaan aransemen sebisa mungkin berpikir penundaan beberapa hari seharusnya tak memengaruhi apa pun. Namun, karena terburu-buru, aku sering kebingungan, dan dalam pekerjaan sambilan, aku sering ceroboh, atau mengulangi kesalahan yang sama. Pemimpin tim melihatku menghabiskan seluruh waktuku untuk pekerjaan sambilan, menyebabkan keterlambatan dalam pekerjaan utamaku, dan memintaku memikirkan apakah aku mampu melakukan kedua pekerjaan itu. Meski tahu tak mampu menangani kedua pekerjaan itu, dan mengakibatkan penundaan pekerjaan aransemen, aku tetap tak mau mengakuinya, karena tahu begitu kukatakan aku terlalu sibuk, kemungkinan aku akan diberhentikan dari pekerjaan sambilan, yang mungkin berarti aku bisa kehilangan pekerjaan yang tahan lama dan stabil ini. Tak bisa menerima itu, aku membuat beberapa alasan kepada pemimpin tim, bahwa ada tugas mendesak di kedua pekerjaan yang datang secara bersamaan, tapi situasi seperti ini hanya terjadi sesekali, bukan hampir setiap saat. Kutegaskan aku masih pemula dalam pekerjaan sambilanku, tapi akan makin baik setelah aku terbiasa, dan butuh lebih banyak waktu untuk membiasakan diri dengan berbagai hal. Kukatakan, selain itu, meski lebih sibuk daripada sebelumnya, waktuku padat selama melaksanakan tugasku. Pemimpin tim tak lagi mengatakan apa pun setelah itu.

Beberapa hari kemudian, dia kembali mengingatkanku untuk mempertimbangkan lagi tentang hal melakukan dua pekerjaan dan mencari cara penerapan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dia juga berkata bisa melihatku benar-benar ingin mempertahankan pekerjaan sambilanku, dan memintaku merenungkan apakah aku punya pandangan atau niat yang salah. Ketika mendengar ucapan pemimpin tim, kuakui bahwa aku ingin mempertahankan pekerjaan sambilan, tapi kurasa aku memprioritaskan pekerjaan dengan benar. Aku lebih berfokus pada pekerjaan yang paling mendesak, yang tampaknya adalah hal yang benar. Tak lama kemudian, kusadari bahwa kehendak Tuhan ada di balik peringatan pemimpin tim, dan aku harus benar-benar merenungkan diriku sendiri. Aku berdoa di hadapan Tuhan, "Ya Tuhan, aku tahu peringatan pemimpin tim mengandung kehendak-Mu, tapi tak tahu harus mulai dari mana untuk merenungkan diri. Aku agak sedih, jadi kumohon cerahkan dan bimbinglah aku." Setelah berdoa, aku heran mengapa pemimpin tim mengingatkanku agar merenungkan sikapku terhadap tugas. Mungkinkah karena aku punya niat yang salah dalam tugas? Kusadari bahwa sebelum memiliki pekerjaan sambilan, aku masih menghargai pekerjaan aransemen. Kuanggap itu sebagai satu-satunya solusi, dan takut kehilangannya. Ketika memulai pekerjaan sambilan dan melihat itu lebih stabil dan tahan lama daripada pekerjaan utamaku, aku mau berupaya sebaik mungkin untuk mempertahankannya. Kupikir hanya jika aku punya tugas yang stabil, tahan lama, dan tak diganti, barulah keselamatanku terjamin. Pada saat inilah akhirnya kusadari pelaksanaan tugasku dicemari dengan niatku sendiri. Sebagian besar saudara-saudari yang dipindahkan dapat menanganinya dengan benar. Mengapa pemikiranku begitu rumit? Mengapa aku sangat khawatir dan takut? Aku terus berdoa dan mencari bagian-bagian firman Tuhan yang relevan untuk dibaca.

Satu bagian penyingkapan Tuhan tentang watak antikristus sangat spesifik untuk keadaanku. Tuhan berfirman: "Ketika penyesuaian sederhana dilakukan dalam tugas mereka, orang seharusnya menjawab dengan sikap yang taat, melakukan apa yang rumah Tuhan perintahkan kepada mereka, dan melakukan apa yang mampu mereka lakukan, dan, apa pun yang mereka lakukan, mereka melakukannya sesuai dengan kemampuan mereka, dengan segenap hati dan segenap kekuatan mereka. Apa yang telah Tuhan lakukan tidak salah. Kebenaran sederhana seperti itu dapat diterapkan dengan sedikit hati nurani dan rasionalitas, tetapi ini di luar kemampuan antikristus. ... Antikristus tidak pernah menaati pengaturan rumah Tuhan, dan mereka selalu mengaitkan tugas, ketenaran, dan status dengan harapan akan berkat dan tempat tujuan di masa depan, seolah-olah begitu reputasi dan status mereka hilang, harapan mereka untuk mendapatkan berkat dan upah pun hilang, dan ini rasanya seperti kehilangan nyawa mereka. Oleh karena itu, mereka menjaga diri terhadap para pemimpin dan pekerja rumah Tuhan agar impian mereka untuk mendapatkan berkat tidak hilang. Mereka berpegang teguh pada reputasi dan status mereka, karena mereka pikir ini adalah satu-satunya harapan mereka untuk mendapatkan berkat. Seorang antikristus memandang berkat sebagai sesuatu yang lebih besar daripada surga itu sendiri, lebih besar daripada hidup, lebih penting daripada mengejar kebenaran, perubahan watak, atau keselamatan pribadi, dan lebih penting daripada melakukan tugas mereka dengan baik, dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar. Mereka berpikir bahwa menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi standar, melakukan tugas mereka dengan baik dan diselamatkan, semua itu adalah hal-hal remeh yang hampir tidak layak disebutkan, sedangkan mendapatkan berkat adalah satu-satunya hal di sepanjang hidup mereka yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Dalam apa pun yang mereka hadapi, sebesar atau sekecil apa pun, mereka sangat berhati-hati dan penuh perhatian, serta selalu mencadangkan jalan keluar untuk diri mereka sendiri" ("Mereka Ingin Mundur Ketika Tidak Ada Status atau Harapan untuk Memperoleh Berkat" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Penyingkapan Tuhan tentang sikap antikristus terhadap pergantian tugas sepenuhnya cocok dengan keadaanku. Aku memutar otakku berusaha mempertahankan pekerjaan sambilan karena aku ingin tugas jangka panjang dan stabil untuk tetap berada di rumah Tuhan dan tak disingkirkan. Yang kulakukan adalah untuk berkat. Itulah tujuanku yang sebenarnya. Sebenarnya, ke tugas apa pun seseorang dipindahkan dalam gereja, itu didasarkan pada kebutuhan kerja, dan itu sangat wajar. Namun, antikristus berwatak jahat, jadi mereka memikirkan hal ini secara tak wajar. Mereka pikir semua orang di rumah Tuhan tak bisa dipercaya, dan tak memedulikan mereka. Mereka pikir ketika dipindahkan ke sana kemari, jika tidak hati-hati, mereka akan disingkirkan dan kehilangan tempat tujuan mereka, jadi mereka harus cermat berencana, mempersiapkan, waspada, dan punya rencana cadangan. Hanya dengan begitulah kesudahan dan tempat tujuan mereka terjamin. Bagi antikristus, diberkati lebih penting daripada melaksanakan tugas atau diselamatkan. Bukankah pandanganku sama dengan pandangan antikristus? Aku selalu waspada agar tidak dipindahkan dari tugasku. Apa yang akan kulakukan jika kelak dipindahkan? Bagaimana jika itu pekerjaan yang tidak kukuasai, aku tak efektif, dan dipindahkan lagi? Jika suatu hari aku tak punya tugas, bukankah aku akan disingkirkan? Dengan pemikiran itu, aku mulai khawatir. Seperti antikristus, pikiranku sangat rumit dan jahat, dan takut menemui jalan buntu, jadi aku ingin berpaut pada pekerjaan yang bisa kulakukan lama tanpa melepaskannya, seperti orang tidak percaya yang mengejar pekerjaan yang terjamin. Aku berkhayal melakukan tugas yang terjamin selamanya, agar ketika pekerjaan Tuhan selesai, aku dapat diselamatkan dan masuk kerajaan surga dengan selamat. Untuk mencapai tujuan ini, aku bekerja keras dalam pekerjaan sambilan, berharap cepat menguasainya dan punya rencana cadangan. Meski tak mampu menyeimbangkan dua pekerjaan, aku takkan pernah mengakuinya. Ketika pemimpin tim menanyakan hal itu, aku tetap berbohong, dan ingin mempertahankan pekerjaan sambilan meski itu berarti menunda pekerjaan utamaku, yang akhirnya memengaruhi pekerjaan. Baru setelah itulah kulihat dengan jelas aku bertugas demi masa depan dan tempat tujuanku. Aku menggunakan tugasku sebagai alat tawar-menawar dengan imbalan tempat tujuan. Semua yang kulakukan adalah demi mendapatkan berkat. Bukankah ini hanya bertransaksi dengan Tuhan dan berusaha menipu-Nya? Dahulu, aku selalu berdoa kepada Tuhan, berkata aku bertugas untuk membalas kasih Tuhan dan hidup dalam keserupaan dengan manusia, tapi ketika fakta menyingkapkanku, aku sadar ini hanyalah dusta! Ini penipuan!

Aku membaca bagian lain firman Tuhan. "Sebagai makhluk ciptaan, ketika engkau datang ke hadapan Sang Pencipta, engkau harus melakukan tugasmu. Ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan, dan tanggung jawabnya berada di pundakmu. Dalam hal makhluk ciptaan melaksanakan tugas mereka, Sang Pencipta telah melakukan pekerjaan yang lebih besar di antara umat manusia. Dia telah melakukan tahap pekerjaan lebih lanjut dalam diri umat manusia. Dan apakah pekerjaan itu? Dia membekali umat manusia dengan kebenaran, memungkinkan mereka untuk mendapatkan kebenaran dari-Nya saat mereka melakukan tugas mereka, dan dengan demikian, menyingkirkan watak rusak mereka dan ditahirkan. Dengan demikian, mereka datang untuk memenuhi kehendak Tuhan dan mulai menempuh jalan yang benar dalam hidup, dan pada akhirnya, mereka mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mendapatkan penyelamatan penuh, dan tidak lagi mengalami penderitaan yang disebabkan oleh Iblis. Inilah efek yang Tuhan ingin umat manusia capai pada akhirnya ketika mereka melaksanakan tugas mereka. Oleh karena itu, selama proses melaksanakan tugasmu, Tuhan tidak hanya membuatmu melihat satu hal dengan jelas dan memahami sedikit kebenaran, Dia juga tidak hanya memungkinkanmu menikmati kasih karunia dan berkat yang kauterima dengan memenuhi tugasmu sebagai makhluk ciptaan. Sebaliknya, Dia memungkinkanmu untuk ditahirkan dan diselamatkan, dan pada akhirnya, engkau pun mulai hidup dalam terang wajah Sang Pencipta. 'Terang wajah Sang Pencipta' ini mengandung sangat banyak makna dan pemahaman yang dapat diperluas—kita tidak akan membahasnya hari ini. Tentu saja, Tuhan pasti akan memberikan janji dan berkat kepada orang-orang seperti itu, dan membuat pernyataan yang berbeda tentang mereka—ini adalah hal-hal yang akan dibahas lebih lanjut. Pada saat ini, apa yang diterima oleh setiap orang yang datang ke hadapan Tuhan dan melakukan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan? Yang paling berharga dan indah di antara umat manusia. Tak satu pun makhluk ciptaan di antara umat manusia yang dapat menerima berkat semacam itu secara kebetulan dari tangan Sang Pencipta. Hal yang begitu indah dan begitu besar diubah oleh para antikristus menjadi sebuah transaksi, di mana mereka meminta mahkota dan upah dari tangan Sang Pencipta. Transaksi semacam itu mengubah sesuatu yang paling indah dan benar menjadi sesuatu yang paling buruk dan jahat. Bukankah ini yang para antikristus lakukan? Dilihat dari sudut pandang ini, apakah para antikristus itu jahat? Mereka memang sangat jahat! Ini hanyalah perwujudan dari salah satu aspek kejahatan mereka" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tujuh)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Firman Tuhan menghunjam hatiku. Aku merasa sangat berutang kepada Tuhan. Tuhan berkata bahwa mampu melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan adalah hal terindah di antara umat manusia, itulah hal yang paling bermakna dan tulus dan tidak setiap makhluk ciptaan bisa mendapatkan berkat ini. Aku sadar ini benar. Dari semua manusia di dunia, Tuhan menetapkanku untuk dilahirkan pada akhir zaman, dan aku cukup beruntung untuk mengikuti pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, dan berkesempatan melaksanakan tugas serta mengalami pekerjaan Tuhan. Tidak semua orang menerima berkat ini. Ini kasih karunia dan kasih Tuhan yang istimewa. Melaksanakan tugas di rumah Tuhan, apa pun itu, lebih berharga dan bermakna daripada melakukan apa pun di dunia, jadi seharusnya aku bersyukur dan menghargainya. Selain itu, Tuhan selalu tanpa pamrih membekali manusia dengan kebenaran. Dia berbicara berhadapan muka dengan manusia dan memberi mereka makan, memampukan mereka untuk memahami dan memperoleh kebenaran selama melaksanakan tugas. dan makin bertumbuh dalam hidup. Sepanjang proses ini, Tuhan tak menuntut apa pun dari manusia. Tuhan hanya ingin manusia menerima amanat-Nya dengan hati yang tulus dan taat, berupaya sebaik mungkin untuk melaksanakan tugas dengan baik, dan akhirnya memperoleh kebenaran, lepas dari watak rusak, dan diselamatkan oleh Tuhan. Namun, bagaimana denganku? Aku menggunakan fakta indah melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, dan mengubahnya menjadi transaksi, dan berusaha menukar tugasku dengan imbalan berkat. Aku benar-benar licik, curang, dan menjijikkan bagi Tuhan.

Setelah ini, aku sering berdoa tentang keadaanku, memohon Tuhan mencerahkan dan membimbingku, agar aku memahami masalahku dengan lebih jelas. Suatu kali, selama perenunganku, aku membaca firman Tuhan. "Terhadap Tuhan, dan terhadap tugas mereka, orang harus memiliki hati yang jujur. Jika mereka memiliki hati yang jujur, mereka akan menjadi orang yang takut akan Tuhan. Sikap seperti apakah yang dimiliki orang-orang yang memiliki hati yang jujur terhadap Tuhan? Paling tidak, mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan, hati yang menaati Tuhan dalam segala hal, mereka tidak menanyakan tentang berkat atau kemalangan, tidak mengatakan apa pun tentang berbagai keadaan, mereka menyerahkan diri mereka pada belas kasihan Tuhan—inilah orang-orang yang berhati jujur. Mereka yang selalu skeptis tentang Tuhan, selalu meneliti-Nya, selalu berusaha membuat kesepakatan dengan-Nya—apakah mereka orang yang berhati jujur? (Tidak.) Apa yang bersemayam di dalam hati orang-orang seperti itu? Kelicikan dan kejahatan; mereka selalu meneliti. Dan apa yang mereka teliti? (Sikap Tuhan terhadap manusia.) Mereka selalu meneliti bagaimana sikap Tuhan terhadap manusia. Masalah apa ini? Dan mengapa mereka meneliti hal ini? Karena ini menyangkut kepentingan vital mereka. Dalam hatinya, mereka berpikir, 'Tuhan menciptakan keadaan ini untukku, Dia menyebabkan ini terjadi padaku. Mengapa Dia melakukan itu? Ini tidak terjadi pada orang lain—mengapa itu harus terjadi padaku? Dan apa konsekuensinya setelah ini?' Inilah hal-hal yang mereka teliti, mereka meneliti untung dan ruginya, berkat dan kemalangan. Dan selagi meneliti hal-hal ini, apakah mereka mampu melakukan kebenaran? Apakah mereka mampu menaati Tuhan? Tidak. Dan apa yang dihasilkan oleh perenungan dalam benak mereka? Itu semua adalah demi diri sendiri, mereka hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. ... Dan apa hasil akhir dari penelitian orang-orang yang selalu memikirkan kepentingan diri sendiri? Satu-satunya yang mereka lakukan adalah tidak menaati Tuhan dan menentang-Nya. Bahkan ketika mereka bersikeras untuk melaksanakan tugas mereka, mereka melakukannya dengan ceroboh dan asal-asalan, dengan suasana hati yang negatif; dalam hatinya, mereka terus memikirkan bagaimana cara mengambil keuntungan, bagaimana agar tidak berada di pihak yang merugi. Seperti itulah motif mereka ketika melaksanakan tugas, dan dalam hal ini, mereka sedang mencoba untuk membuat kesepakatan dengan Tuhan. Watak apa ini? Ini adalah kelicikan, ini adalah watak yang jahat. Ini bukan lagi watak rusak biasa, melainkan telah meningkat menjadi kejahatan. Dan ketika ada watak jahat seperti ini di dalam hati mereka, ini adalah pergulatan melawan Tuhan! Engkau harus paham tentang masalah ini. Jika manusia selalu meneliti Tuhan dan mencoba membuat kesepakatan ketika melaksanakan tugas mereka, dapatkah mereka melaksanakan tugasnya dengan benar? Sama sekali tidak. Mereka tidak menyembah Tuhan dengan roh mereka, dan dengan kejujuran, mereka tidak memiliki hati yang jujur, mereka mengawasi dan menunggu selagi melaksanakan tugas mereka, selalu menahan diri—dan apa hasilnya? Tuhan tidak bekerja dalam diri mereka, dan mereka menjadi kacau dan bingung, mereka tidak memahami prinsip-prinsip kebenaran, dan bertindak menurut kecenderungan mereka sendiri, dan selalu serba salah. Dan mengapa mereka selalu serba salah? Karena hati mereka sangat kurang dalam memahami, dan ketika sesuatu terjadi pada diri mereka, mereka tidak merenungkan diri sendiri, atau mencari kebenaran untuk menemukan penyelesaian, dan bersikeras melakukan hal-hal yang mereka inginkan, sesuai dengan keinginan mereka sendiri—sehingga akibatnya mereka pun selalu serba salah ketika melaksanakan tugas. Mereka tidak pernah memikirkan pekerjaan gereja, atau kepentingan rumah Tuhan, mereka selalu merencanakan demi diri mereka sendiri, mereka selalu merencanakan demi kepentingan, kebanggaan, dan status mereka sendiri, dan tidak hanya melakukan tugas dengan buruk, tetapi juga menunda dan memengaruhi pekerjaan gereja. Bukankah ini berarti menyimpang dan melalaikan tugas mereka? Jika orang selalu merencanakan demi kepentingan dan prospek mereka sendiri ketika melaksanakan tugas, dan tidak memikirkan pekerjaan gereja atau kepentingan rumah Tuhan, itu berarti mereka tidak melaksanakan tugas, karena esensi dan natur dari tindakan mereka belum berubah. Dan jika natur dari hal-hal seperti itu serius, dan menjadi rintangan dan gangguan, serta mengarah pada konsekuensi yang serius, maka orang yang terlibat itu harus disingkirkan" ("Hanya dengan Mencari Prinsip Kebenaran Orang Dapat Melaksanakan Tugas Mereka dengan Baik" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku tersentuh. Sebelumnya, aku hanya mengerti bahwa bersikap waspada dalam tugas dan selalu mencari rencana cadangan adalah perwujudan kelicikan dan tipu daya. Kini, melalui penyingkapan firman Tuhan, aku sadar ini lebih dari sekadar kelicikan dan tipu daya tapi meningkat ke tingkat kejahatan, karena aku tak melakukan tipu muslihat dengan sembarang orang, tapi bertransaksi dengan Tuhan. Di luarnya, aku melaksanakan tugas, tapi sama sekali tak ada ketulusan dalam tugasku. Aku selalu mengamati dan menghitung, melakukan tugas mana pun yang bermanfaat bagiku. Mengingat kembali ketika melakukan pekerjaan aransemen, aku menganggapnya sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupku. Aku takut suatu hari nanti akan digantikan dan tak memiliki tugas yang sesuai untuk dilaksanakan, dan takkan punya kesempatan untuk mendapatkan berkat, jadi aku selalu khawatir kehilangan tugasku. Kemudian, ketika mendapatkan pekerjaan sambilan, aku merasa itu memberiku kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan berkat, jadi aku berpaut padanya sekuat tenaga. Di luarnya, aku tampak sangat proaktif, menanyakan semua yang tidak kupahami, tapi sebenarnya, aku hanya ingin menguasainya lebih cepat agar bisa menempati posisi yang sangat penting dalam tugas ini. Sementara itu, aku berjaga-jaga untuk melihat apakah aku akan dipindahkan dari pekerjaan utamaku. Jika tidak dipindahkan, aku mau melaksanakan kedua tugas sebagai jaminan ekstra untuk diselamatkan, dan jika dipindahkan, maka aku tidak perlu khawatir akan disingkirkan, karena aku akan masih memiliki pekerjaan sambilan. Aku sadar sikapku terhadap tugas bukanlah menerima amanat dan tanggung jawab dari Tuhan, dan aku juga tidak menerima tugas ini dari Tuhan dengan hati yang murni dan tulus. Sebaliknya, hatiku licik, menimbang dan menghitung manfaat dan harapanku untuk menerima berkat. Aku tak menyangka betapa liciknya diriku! Di luarnya, aku banyak bekerja, dan sibuk sepanjang hari, seakan-akan sangat bertanggung jawab terhadap tugasku, tapi sebenarnya, aku hanya sibuk demi masa depan dan tempat tujuanku. Ketika pemimpin tim memintaku memikirkan apakah aku mampu menangani kedua pekerjaan itu, aku takut rencanaku akan gagal, jadi aku mencari alasan untuk menipunya, "Aku ingin lebih banyak menggunakan waktuku untuk tugasku." Yang kukatakan benar-benar menyesatkan! Untuk menutupi niatku yang hina dan memalukan, aku membuat alasan yang tak jujur untuk menipu pemimpin tim. Watakku memang sangat jahat! Aku mengingat kembali semua pemikiranku yang penuh perhitungan dan motifku yang licik. Aku sama sekali tak melaksanakan tugasku! Ini berarti memanfaatkan dan menipu Tuhan. Tak ada ketulusan terhadap Tuhan! Aku hanya seperti pedagang oportunistis, sangat licik, egois, hina, mata duitan, dan hanya mengejar keuntungan, ingin memakai segala macam cara untuk memaksimalkan kepentinganku sendiri. Tuhan berkata mereka yang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri, dan bukan kepentingan rumah Tuhan takkan pernah membuahkan hasil yang baik dari pekerjaan mereka. Dalam pekerjaan sambilanku, meski ingin berlatih lebih banyak, niatku adalah mencari rencana cadangan. Ketika melakukan segala sesuatu dengan niat ini, aku tak memikirkan dengan cermat bagaimana bertindak sesuai prinsip atau bagaimana mencapai hasil yang baik. Aku malah mencari kesuksesan instan dan hanya melakukan tugas yang tampak mengesankan. Untuk menyelesaikan tugas, aku bekerja dengan tergesa-gesa, sehingga lupa akan segala hal dan gagal memahami prinsip, dan pekerjaanku selalu penuh dengan kesalahan. Dalam tugas utamaku, aku sudah menunda kemajuan kami, tapi tidak khawatir atau merasa mendesak. Aku teringat bagaimana aku mengacaukan setiap tugasku. Jika ini terus berlanjut, pasti akan merugikan pekerjaan rumah Tuhan, lalu aku benar-benar akan disingkirkan! Tersadar akan hal ini, aku agak takut, dan berdoa kepada Tuhan, berkata aku mau bertobat, berubah, dan membalikkan sikapku terhadap tugas.

Kemudian, melalui doa dan pencarian, aku sadar aku selalu punya sudut pandang yang absurd, yaitu asalkan aku melaksanakan tugas jangka panjang dan stabil di rumah Tuhan dan tak dipindahkan, maka ketika pekerjaan Tuhan berakhir, aku dapat diselamatkan dan akan hidup. Tak pernah kurenungkan apakah pandanganku selaras dengan kebenaran atau tidak atau apa tepatnya tuntutan Tuhan. Jadi, aku mencari firman Tuhan yang relevan dengan keadaanku dan membacanya. Tuhan berfirman: "Tidak ada hubungan antara tugas manusia dan apakah dia diberkati atau dikutuk. Tugas adalah apa yang manusia harus penuhi; itu adalah panggilan surgawinya, dan seharusnya tidak bergantung pada imbalan jasa, kondisi, atau nalar. Baru setelah itulah dia bisa dikatakan melakukan tugasnya. Diberkati adalah ketika orang disempurnakan dan menikmati berkat Tuhan setelah mengalami penghakiman. Dikutuk adalah ketika wataknya tidak berubah setelah mereka mengalami hajaran dan penghakiman, itu adalah ketika mereka tidak mengalami proses disempurnakan tetapi dihukum. Namun terlepas dari apakah mereka diberkati atau dikutuk, makhluk ciptaan harus memenuhi tugasnya, melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan melakukan apa yang mampu dilakukannya; inilah yang setidaknya harus dilakukan oleh orang yang mengejar Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). "Pada akhirnya, apakah orang dapat memperoleh keselamatan atau tidak, itu bukan tergantung pada tugas apa yang mereka laksanakan, tetapi tergantung pada apakah mereka dapat memahami dan memperoleh kebenaran, dan tergantung pada apakah mereka pada akhirnya dapat sepenuhnya tunduk kepada Tuhan, menempatkan diri mereka pada belas kasihan pengaturan-Nya, tidak memikirkan masa depan dan nasib mereka, dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi syarat. Tuhan itu benar dan kudus, dan inilah standar yang Dia gunakan untuk menilai seluruh umat manusia. Standar ini tidak dapat diubah dan engkau harus mengingat standar ini. Tuliskanlah standar ini dalam pikiranmu, dan jangan berpikir untuk mencari jalan lain untuk mengejar sesuatu yang tidak nyata. Tuntutan dan standar yang Tuhan miliki bagi semua orang yang ingin memperoleh keselamatan tidak berubah untuk selamanya. Tuntutan dan standar itu tetap sama siapa pun dirimu" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). Firman Tuhan sangat jelas. Tugas apa pun yang dilakukan orang dan apakah itu jangka panjang dan stabil tak berkaitan dengan apakah mereka diberkati atau dikutuk. Sebagai makhluk ciptaan, entah diberkati atau dikutuk, kau harus melaksanakan tugasmu sendiri. Inilah nilai kehidupan manusia, serta tugas dan kewajiban manusia. Selain itu, Tuhan tak pernah berkata asalkan kau melakukan tugas jangka panjang dan stabil, dan tak dipindahkan, kau akan punya tempat tujuan yang baik dan dapat diselamatkan. Tuhan selalu berkata, hanya dengan mengejar kebenaran, lepas dari watak rusak, dan mencapai ketaatan sejati barulah orang dapat diselamatkan. Tuntutan dan standar Tuhan tak pernah berubah, dan Tuhan selalu mengulangi tuntutan-Nya. Walaupun aku tahu perkataan ini dan pernah membacanya, tapi aku sama seperti orang tidak percaya. Aku tak pernah memercayai atau menerima perkataan ini, aku pun tak memahami maksud baik Tuhan untuk menyelamatkan orang atau watak benar-Nya. Aku hanya mengandalkan gagasan dan imajinasiku, berpaut pada pandanganku yang keliru, dan menetapkan tujuan naif yang menggelikan untuk kukejar. Aku merasa asalkan terus melaksanakan tugas di rumah Tuhan dan tidak dipindahkan, maka aku akan selamat ketika pekerjaan Tuhan selesai. Kini saat memikirkannya, ini tampak sangat menggelikan! Aku hanya mengejar tugas dan berusaha agar tidak dipindahkan, tapi tak pernah berfokus mengejar kebenaran dalam tugasku, aku pun tak merenungkan diriku atau menyelesaikan watak rusakku. Akibatnya, tak kusadari niatku yang begitu jelas untuk mendapatkan berkat atau watak jahatku, dan tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikan hal-hal ini. Meskipun tugasku bertahan lama, bisakah kujamin aku dapat melaksanakan tugas itu selamanya? Beberapa orang di sekitarku telah bertugas bertahun-tahun dan tak pernah dipindahkan, tapi karena tidak mengejar kebenaran atau berfokus menyelesaikan watak rusaknya, mereka selalu bersikap asal-asalan dalam tugas mereka. Akibatnya, mereka bertugas selama bertahun-tahun tanpa hasil, dan akhirnya disingkirkan. Orang lain yang bekerja berdasarkan lamanya pengalaman atau bakat mereka, menjadi makin congkak, bertindak berdasarkan ide mereka sendiri, sangat mengganggu dan mengacaukan pekerjaan keluarga Tuhan, disingkapkan, dan disingkirkan. Namun, beberapa saudara-saudari sederhana dan jujur, yang dapat menerima tugas apa pun yang diatur untuk mereka, berfokus mengejar kebenaran dan menyelesaikan watak rusak mereka, dan ketika tak memahami sesuatu, mereka dapat berdoa untuk mencari kebenaran atau mencari dan bersekutu bersama saudara-saudari mereka. Mereka menjadi makin efektif dalam tugas, secara berangsur bertumbuh dalam hidup, dan memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Hal-hal ini terjadi di sekitarku, jadi bagaimana mungkin aku tak melihatnya? Selain itu, ketika orang-orang di rumah Tuhan dipindahkan, itu selalu didasarkan pada kebutuhan pekerjaan gereja dan keahlian setiap orang. Jika seseorang memiliki iman yang sejati, rumah Tuhan akan mengatur tugas yang sesuai untuk mereka, dan ini hanyalah perubahan dari satu tugas ke tugas lain, bukan melucuti hak mereka untuk mengalami pekerjaan Tuhan dan mengejar kebenaran, juga tak menghilangkan kesempatan mereka untuk diselamatkan. Ini sesuatu yang sepenuhnya benar. Mengapa aku selalu menganggap pergantian tugas sebagai hal yang negatif dan buruk? Sekarang aku sadar keyakinanku bahwa tugas yang stabil dan tahan lama menjamin tempat tujuan yang baik, dan menjamin aku takkan disingkapkan dan disingkirkan adalah sudut pandang yang absurd dan menggelikan. Semua itu gagasan dan imajinasiku sendiri, dan itu berbahaya! Ketika mengakui ini, hatiku terasa cerah, dan aku merasakan kelegaan yang luar biasa. Setelah itu, keadaan pikiranku jauh lebih baik ketika bertugas. Aku tak lagi menganggap salah satu tugasku lebih penting daripada yang lain. Sebaliknya, kuanggap keduanya adalah amanat dari Tuhan, bahwa keduanya berharga, dan mau melaksanakan keduanya dengan segenap kemampuanku. Mengenai terus bekerja sambilan atau tidak, kuserahkan kepada Tuhan, dan bersedia tunduk pada pengaturan-Nya.

Suatu hari, pada akhir November, pengawas berkata aku tak perlu bekerja sambilan karena sudah ada orang lain. Ketika mendengar berita itu, kurasakan sesuatu yang tak mampu kugambarkan. Aku agak sedih, enggan melepaskannya. Aku sadar keadaanku salah, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan. Aku teringat firman Tuhan, "Terhadap Tuhan, dan terhadap tugas mereka, orang harus memiliki hati yang jujur. Jika mereka memiliki hati yang jujur, mereka akan menjadi orang yang takut akan Tuhan. Sikap seperti apakah yang dimiliki orang-orang yang memiliki hati yang jujur terhadap Tuhan? Paling tidak, mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan, hati yang menaati Tuhan dalam segala hal, mereka tidak menanyakan tentang berkat atau kemalangan, tidak mengatakan apa pun tentang berbagai keadaan, mereka menyerahkan diri mereka pada belas kasihan Tuhan—inilah orang-orang yang berhati jujur" ("Hanya dengan Mencari Prinsip Kebenaran Orang Dapat Melaksanakan Tugas Mereka dengan Baik" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah merenungkan firman Tuhan berulang kali, aku mengerti Tuhan menyukai orang jujur, dan ingin agar aku memperlakukan tugasku dengan hati yang jujur, hanya bisa taat, tak khawatir dengan hasil, tak merencanakan untuk diri sendiri, dan tunduk pada pengaturan-Nya. Tidak pernah ada siapa pun di rumah Tuhan yang telah mempertahankan posisi mereka dengan tipu muslihat dan merencanakan untuk diri sendiri. Sebaliknya, hanya mereka yang murni, jujur, melakukan segala sesuatu dengan kerendahhatian, dan yang taat kepada Tuhan-lah yang mampu berdiri teguh. Pada saat itu, aku menyadari situasi ini adalah ujian Tuhan bagiku. Tuhan sedang melihat sikapku. Aku tak boleh lagi bersikap selektif terhadap tugasku. Aku harus menaati pengaturan Tuhan dari hati dan menghargai tugasku saat ini. Seberapapun lamanya tugas ini mungkin berlangsung, dan tugas lain apa pun yang diatur gereja untukku kelak, harus kuterima dan taati dengan hati yang murni dan jujur, dan berupaya sebaik mungkin untuk melaksanakannya dengan baik. Setelah memikirkan hal ini, aku tiba-tiba mengerti bahwa Tuhan bermaksud baik dalam mengatur pekerjaan sambilan ini untukku. Tuhan mengatur lingkungan ini untuk menyingkapkan sikapku yang keliru terhadap tugas dan niat terpendam untuk mendapatkan berkat. Tanpa penyingkapan fakta, aku pasti tak pernah mengetahui pencemaran dalam imanku, dan aku pasti tak tahu bagaimana menyikapi tugas sesuai kehendak Tuhan. Semua yang Tuhan berikan kepadaku adalah harta yang berharga. Selain itu, perubahan tugas mendadak ini memungkinkanku melihat fakta: Tuhan mengendalikan semuanya, dan apa pun tugas seseorang sudah ditentukan Tuhan dari sejak semula. Itu tak bisa diprediksi dan tidak bisa diubah orang. Sedangkan aku, seperti orang tidak percaya, tak memahami kedaulatan Tuhan, dan ingin mempertahankan tugasku dengan upayaku sendiri. Aku sangat bodoh dan bebal! Bagaimana bisa berharap mempertahankan tugas tertentu yang ingin kulaksanakan? Hanya dengan menaati pengaturan Tuhan barulah aku bisa menjalani hidup yang tenang dan bebas. Setelah beberapa waktu, gereja mengatur agar aku melakukan pekerjaan sambilan lainnya, tapi aku tak lagi memikirkan apakah tugas itu akan bertahan lama atau tidak. Sebaliknya, aku hanya ingin rajin melaksanakan tugasku dengan baik, mengejar dan menerapkan kebenaran dalam tugas, menyelesaikan watak rusakku, berusaha hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati, dan mencapai ketaatan dan kesetiaan sejati kepada Tuhan.

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait