Apakah Kepercayaan Kepada Tuhan Hanya Demi Kedamaian dan Berkat?

10 September 2024

Oleh Saudari Haoyue, Tiongkok

Ketika aku berusia enam tahun, ibuku mendapati bahwa ayahku berselingkuh, dan dia mengalami gangguan mental akibat guncangan emosional setelah mendapati hal tersebut. Dua tahun kemudian, ayahku meninggal karena sakit, dan tagihan medis serta biaya pemakamannya membuat kami jatuh miskin. Namun, paman dan bibiku dari pihak ayahku merasa bahwa tidak ada gunanya menolong janda dan anak dari saudara mereka. Aku dan ibuku sering mengalami perundungan serta perlakuan dingin, dan sangat menderita dalam hidup kami. Pada saat itu, ibuku sudah mulai percaya kepada Tuhan dan dia sering berkata kepadaku, "Jika kita tidak percaya kepada Tuhan, kita tidak akan bisa bertahan lama di dunia ini." Dia juga berkata bahwa penyakit mentalnya entah bagaimana telah hilang setelah percaya kepada Tuhan. Karena itu, aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Ketika aku dikucilkan dan dirundung oleh teman-teman sekelas, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Tak kusangka, setelah itu, seorang teman sekelas yang sebelumnya tidak akur denganku mulai secara proaktif membantuku dan tidak membiarkan orang lain merundungku. Jiwa mudaku saat itu merasa bahwa percaya kepada Tuhan adalah hal yang benar-benar baik, dan bahwa Tuhan adalah penopangku setiap kali aku membutuhkan-Nya, dan aku ingin mengorbankan diriku untuk Tuhan serta melaksanakan tugas seperti ibuku ketika aku dewasa. Ketika masuk sekolah menengah, aku mulai secara resmi menghadiri pertemuan. Kadang aku meminta izin untuk meninggalkan kelas demi menghadiri pertemuan, meskipun itu berarti tertinggal dalam pelajaran. Aku selalu rentan terhadap penyakit, merasa pusing sesaat, dan sering membutuhkan suntikan serta obat-obatan, tetapi setelah percaya kepada Tuhan, aku mulai membaik. Ini adalah sebuah pengalaman yang lebih dalam lagi tentang kasih karunia dan berkat Tuhan. Suatu kali dalam sebuah pertemuan, ketika aku mendengar saudara-saudari membahas bagaimana saat ini adalah waktu yang krusial untuk melaksanakan tugas, Aku membatin, "Aku sungguh beruntung bisa hidup di zaman inkarnasi Tuhan, pengungkapan kebenaran, dan penyelamatan umat manusia. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini, mencurahkan segalanya pada imanku, dan melaksanakan tugasku dengan baik." Pada saat itu, aku tanpa ragu memutuskan untuk keluar dari sekolah menengah elit tempat aku belajar, dan mulai melaksanakan tugasku bersama saudara-saudariku. Kupikir asalkan aku menerapkan iman dengan baik dan melaksanakan tugasku dengan antusias, Tuhan pasti akan menganugerahkan kasih karunia kepadaku dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik dan lancar bagiku. Sejak saat itu, aku selalu menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku, apa pun keadaannya. Selama musim dingin, tidak ada bus yang langsung menuju ke tempat di mana aku menyirami para petobat baru, jadi aku bersepeda selama beberapa jam untuk sampai ke sana. Tubuhku cukup menderita, tetapi kuanggap penderitaan itu sepadan asalkan aku menerima pemeliharaan dan berkat Tuhan.

Pada bulan April 2020, aku melaksanakan tugas jauh dari rumah. Suatu siang, tiba-tiba aku merasa jantungku berdebar kencang dan tak terkendali, dadaku terasa sangat sesak hingga aku tidak bisa bernapas, dan aku mulai gemetar serta merasa lemas. Aku hampir tidak bisa memegang sumpit yang sedang kugunakan untuk makan siang. Aku merasa tidak nyaman, tetapi aku tidak begitu khawatir. Kupikir, "Aku selalu memiliki masalah jantung sejak kecil. Jantungku sering berdebar ketika aku lelah, tetapi itu tidak pernah menjadi masalah besar, jadi mungkin kali ini juga begitu. Lagi pula, Tuhan itu Mahakuasa, dan tubuh serta kesehatanku ada di tangan-Nya. Asalkan aku tetap teguh dalam melaksanakan tugasku, Tuhan pasti akan melindungiku dan memastikan tidak ada yang terjadi padaku." Malam itu, aku merasa sedikit lebih baik. Selama beberapa hari kemudian, aku berdoa kepada Tuhan dan memasrahkan penyakitku ke tangan-Nya. Jantungku berdebar, dan aku merasa lelah jika terlalu banyak berbicara, tetapi aku masih bisa makan dan minum firman Tuhan secara teratur serta terus melaksanakan tugasku. Kupikir Tuhan mungkin sedang mengujiku dengan situasi ini, dan asalkan aku lebih banyak melaksanakan tugasku, Tuhan akan memberiku kasih karunia dan perlahan-lahan aku akan membaik. Namun tak kusangka, tak lama setelah itu, aku mengalaminya lagi. Saat aku sedang makan malam, tiba-tiba jantungku mulai berdebar, tanganku mulai gemetar, dan aku tidak bisa memegang makanan dengan sumpitku. Tak lama setelah itu, aku mulai gemetar, dan jantungku terus berdebar. Wajahku memerah, tangan dan kakiku menjadi dingin serta mati rasa, dan aku gemetar tak terkendali. Aku mulai terengah-engah dan merasa sesak napas yang belum pernah kualami sebelumnya. Aku sangat takut tidak akan bisa terus bernapas, jadi aku terus berdoa kepada Tuhan, dengan berkata, "Oh Tuhan, aku belum mau mati, tolong selamatkan aku." Seorang saudari mulai menekan titik akupunktur untuk keadaan darurat dan memberiku obat-obatan darurat. Setelah sekitar sepuluh menit, aku sudah tidak kejang-kejang, tetapi aku merasa sangat lemah dan berbicara pun menjadi sangat melelahkan bagiku. Saudari itu membawaku ke rumah sakit untuk mejalani pemeriksaan dan dokter memberitahuku bahwa aku memiliki penyakit jantung bawaan. Seiring bertambahnya usia, makin banyak kotoran yang menumpuk di darahku, dan pembuluh darahku menjadi makin tersumbat, kemampuan jantungku menurun dan kondisiku menjadi makin parah. Tidak ada obat untuk penyakitku dan yang bisa kulakukan hanyalah mengkonsumsi obat herbal Tiongkok tertentu dan lebih banyak beristirahat. Jika penyakitku tidak kambuh, aku akan baik-baik saja, tetapi jika kambuh, itu bisa menjadi sangat berbahaya. Jika penyakitku sering kambuh, kondisiku akan menjadi sangat buruk, dan kemungkinan terburuknya, mungkin aku harus menjalani operasi. Aku tidak bisa menahan rasa khawatir, sambil berpikir, "Aku telah melaksanakan tugasku dengan konsisten dan antusias, lalu mengapa Tuhan tidak melindungiku? Mengapa kondisiku memburuk?" Aku berdoa kepada Tuhan di dalam hati, "Oh Tuhan, Engkau Mahakuasa, dan kesehatanku ada di tangan-Mu. Aku tidak meminta untuk menjadi sekuat orang yang normal dan sehat, dan tidak masalah jika aku menjadi sedikit lemah, asalkan penyakitku tidak kambuh dan aku bisa perlahan-lahan membaik. Tubuhku tidak sanggup menahan jika penyakitku kambuh terus-menerus. Jika kesehatanku benar-benar memburuk, apa yang harus kulakukan?" Setelah itu, walaupun aku telah mengonsumsi obat, aku selalu khawatir penyakitku akan kambuh, dan setiap hari aku berdoa kepada Tuhan mengenai kesehatanku. Namun, penyakit jantungku masih sering kambuh. Aku merasa baik-baik saja selama beberapa hari, lalu tiba-tiba penyakitku kambuh lagi, dan setelahnya aku merasa sangat lemas. Mengetahui bahwa kondisi kesehatanku buruk, pihak gereja memintaku pulang untuk beristirahat dan melaksanakan tugas apa pun yang mampu kulaksanakan.

Ketika aku berada di rumah, kesehatanku tidak membaik, padahal aku sudah mengonsumsi obat herbal. Jantungku terus berdebar, dan tanganku mati rasa, disertai kejang-kejang dan sesak napas. Dadaku terasa sangat sesak hingga aku merasa seakan tercekik. Obat-obatan darurat yang kupunya dapat mengatasi gejala untuk sementara, tetapi gejala tersebut selalu muncul kembali. Ketika aku sakit, bahkan berbalik di tempat tidur pun terasa sangat melelahkan hingga membuat jantungku berdebar. Setengah hari atau lebih kuhabiskan di tempat tidur. Aku merasa begitu terisolasi dan tak berdaya. Air mataku mengalir tanpa henti, dan keluhan serta kesalahpahaman perlahan muncul dalam benakku. Aku belum pernah melihat orang lain menderita penyakit jantung yang sering kambuh seperti ini. Aku sudah sangat lemah. Kalau terus begini, bukankah akan tamat riwayatku? Keluargaku tidak punya uang untuk membiayai operasiku, jadi apakah aku harus terus menanggungnya? Saat itu, usiaku baru sekitar 20 tahun, apakah aku hanya akan menghabiskan sisa hidupku dengan penyakit yang terus kambuh dan pada dasarnya cacat? Mungkin suatu hari aku akan tumbang dan mati. "Oh Tuhan, selama bertahun-tahun ini aku berhenti sekolah dan mengorbankan masa mudaku untuk mengikuti-Mu. Aku tidak meminta hal lain, aku hanya berharap Engkau menjagaku agar tetap aman dan sehat, lalu mengapa keadaanku memburuk? Bahkan setelah jatuh sakit pun, aku terus melaksanakan tugasku. Mengapa Engkau tidak melindungiku? Kapan aku akan membaik?" Makin kupikirkan, makin aku merasa sedih dan diperlakukan tidak adil, sehingga aku sering berbaring di tempat tidur dan menangis. Aku sering membeli obat-obatan yang katanya bermanfaat untuk penyakit jantung. Aku hanya menggunakan obat-obatan Cina untuk menghindari efek samping dari obat-obatan barat. Namun, setelah mengonsumsi obat-obatan herbal selama beberapa waktu, aku tidak kunjung membaik. Aku sering terpuruk dalam hal-hal negatif. Beberapa saudara-saudari yang melihat apa yang sedang kualami mempersekutukan maksud Tuhan kepadaku, memberitahuku bahwa aku harus belajar dari situasi ini dan mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusakku. Beberapa orang juga mencari video-video kesaksian pengalaman mengenai bagaimana menghadapi penyakit dan membagikannya kepadaku. Hal ini sedikit berdampak padaku: Aku belum mencari maksud Tuhan dalam penyakitku, dan hanya mengeluh, bukannya memperoleh kebenaran. Di manakah kesaksianku? Aku harus berhenti bersikap begitu bejat dan mulai mencari kebenaran untuk mengatasi masalah-masalahku. Menyadari hal ini, aku berdoa kepada Tuhan, dengan berkata, "Tuhan Yang Mahakuasa, secara teori aku mengerti bahwa ada maksud baik-Mu di balik penyakitku, dan segala sesuatu yang Kau lakukan adalah baik. Namun, penyakitku yang kambuh terus-menerus benar-benar membuat dagingku sangat menderita. Aku merasa sungguh tertekan dan terpuruk. Oh Tuhan, aku tahu aku berada dalam keadaan yang buruk, dan aku bersedia berbalik kepada-Mu serta tak lagi bersikap begitu negatif. Tolong cerahkan dan bimbinglah aku agar memiliki pemahaman yang benar akan diriku sendiri dan bebaskanlah aku dari keadaan yang negatif ini."

Setelah itu, aku mulai mencari bagian-bagian firman Tuhan yang berhubungan dengan keadaanku. Suatu hari, aku menemukan bagian ini: "'Percaya kepada Tuhan' berarti percaya bahwa Tuhan itu ada; ini adalah konsep paling sederhana tentang percaya kepada Tuhan. Selain itu, percaya bahwa Tuhan itu ada tidak sama dengan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan; sebaliknya, ini adalah sejenis keyakinan sederhana dengan nuansa agamawi yang kuat. Iman yang sejati kepada Tuhan berarti sebagai berikut: orang mengalami firman dan pekerjaan-Nya atas dasar kepercayaan bahwa Tuhan memegang kedaulatan atas segala sesuatu, membersihkan watak rusak orang, memenuhi maksud-maksud Tuhan, dan akhirnya mengenal Tuhan. Hanya perjalanan semacam inilah yang disebut 'iman kepada Tuhan'. Namun orang sering menganggap kepercayaan kepada Tuhan sebagai hal yang sederhana dan tidak penting. Orang-orang yang memercayai Tuhan dengan cara seperti ini telah kehilangan makna percaya kepada Tuhan, dan meskipun mereka mungkin terus percaya sampai akhir, mereka tidak akan pernah mendapatkan perkenanan Tuhan, karena mereka menempuh jalan yang salah. Saat ini, masih ada orang yang percaya kepada Tuhan berdasarkan kata-kata dan doktrin yang kosong. Mereka tidak tahu bahwa mereka tidak memiliki esensi kepercayaan kepada Tuhan, dan mereka tidak dapat menerima perkenanan Tuhan. Mereka tetap berdoa kepada Tuhan meminta berkat keamanan dan anugerah yang cukup. Marilah kita berhenti, menenangkan hati kita, dan bertanya kepada diri kita sendiri: mungkinkah percaya kepada Tuhan benar-benar adalah hal yang termudah di bumi? Mungkinkah percaya kepada Tuhan semata-mata berarti menerima banyak anugerah dari Tuhan? Apakah orang yang percaya kepada Tuhan tanpa mengenal-Nya atau yang percaya kepada Tuhan tetapi menentang-Nya benar-benar bisa memenuhi maksud-maksud Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kata Pengantar"). Tuhan berfirman: "Mungkinkah percaya kepada Tuhan benar-benar adalah hal yang termudah di bumi? Mungkinkah percaya kepada Tuhan semata-mata berarti menerima banyak anugerah dari Tuhan? Apakah orang yang percaya kepada Tuhan tanpa mengenal-Nya atau yang percaya kepada Tuhan tetapi menentang-Nya benar-benar bisa memenuhi maksud-maksud Tuhan?" Setiap pertanyaan Tuhan membuatku merasa sangat malu. Meski sudah sangat lama percaya kepada Tuhan, aku tidak punya gambaran tentang iman yang sesungguhnya. Tuhan berfirman bahwa agar memiliki iman sejati, orang harus mengalami pekerjaan dan firman Tuhan, tunduk pada setiap situasi yang dihadirkan Tuhan, dan mencari kebenaran serta maksud-Nya dari dalam situasi tersebut, merenungkan watak rusak dan ketidakmurnian orang dalam imannya untuk memperoleh pemahaman tentang kebenaran serta pengetahuan akan Tuhan dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Hanya iman seperti inilah yang dapat memperoleh pujian Tuhan. Jika orang hanya ingin mendapatkan kasih karunia dan berkat dari Tuhan tetapi tidak mencari maksud Tuhan ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak diinginkan dan tidak mengalami pekerjaan serta firman Tuhan, berarti iman ini sekadar nama, ini adalah iman agama. Tuhan tidak menerima iman semacam ini. Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman, hajaran, ujian dan pemurnian pada akhir zaman. Hanya dengan mengalami penghakiman dari firman Tuhan, diuji dengan beragam keadaan yang telah diatur Tuhan, mencari kebenaran, dan mengenal diri sendiri serta Tuhan melalui hal-hal ini, membuat hidup seseorang mengalami kemajuan. Aku memikirkan bagaimana beberapa saudara-saudari menderita penyakit yang lebih parah dariku, dan bahkan telah dinyatakan oleh rumah sakit bahwa mereka tidak dapat disembuhkan, tetapi mereka tetap mencari kebenaran melalui penyakit mereka, mendapat pengetahuan tentang kerusakan mereka, memperbaiki pandangan mereka yang keliru mengenai kepercayaan kepada Tuhan dan berhasil membuat kemajuan. Meskipun aku telah mengaku percaya pada Tuhan selama bertahun-tahun ini, dan sudah sering bersekutu dengan yang lain tentang pentingnya mengalami firman dan pekerjaan Tuhan dalam iman, ketika aku sendiri jatuh sakit, aku tidak mencari maksud Tuhan, dan hidup dalam keadaan negatif yang tidak dapat kuhindari. Jadi setelah jatuh sakit, aku tidak mendapatkan kebenaran sama sekali. Aku menyadari bahwa aku bukan menderita karena keadaan yang telah diatur Tuhan, tetapi karena aku tidak mencari kebenaran. Sebab aku percaya kepada Tuhan, aku harus tunduk, mencari kebenaran melalui penyakitku dan tetap teguh dalam kesaksianku untuk memuaskan Tuhan. Inilah alasan yang mesti kumiliki. Setelah menyadari semua ini, aku berdoa kepada Tuhan, dengan berkata, "Apa pun yang terjadi dengan penyakitku, aku bersedia untuk tunduk dan fokus mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalahku."

Kemudian, aku menemukan bagian firman Tuhan ini: "Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang 'percaya kepada Tuhan' dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan. Dari esensi natur manusia hingga pengejaran subjektifnya, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan sikap takut akan Tuhan. Tujuan manusia percaya kepada Tuhan tidak mungkin ada kaitannya dengan penyembahan kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak pernah mempertimbangkan atau memahami bahwa kepercayaan kepada Tuhan membutuhkan takut akan Tuhan dan menyembah Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, hakikat manusia mudah terlihat. Apakah hakikat ini? Hati manusia itu jahat, menyimpan pengkhianatan dan kecurangan, tidak mencintai keadilan dan kebenaran, dan hal yang positif, dan hati manusia hina dan serakah. Hati manusia benar-benar tertutup bagi Tuhan; manusia sama sekali tidak memberikan hatinya kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah melihat hati manusia yang sejati, dan Dia juga tidak pernah disembah oleh manusia. Seberapa pun besarnya harga yang Tuhan bayar, atau seberapa pun banyaknya pekerjaan yang Dia lakukan, atau seberapa pun banyaknya Dia membekali manusia, manusia tetap buta dan sama sekali tidak peduli terhadap semua itu. Manusia tidak pernah memberikan hatinya kepada Tuhan, dia hanya ingin memikirkan hatinya sendiri, membuat keputusannya sendiri—intinya adalah manusia tidak mau mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, ataupun taat pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dia juga tidak mau menyembah Tuhan sebagai Tuhan. Seperti itulah keadaan manusia saat ini. Sekarang mari kita kembali memperhatikan tentang Ayub. Pertama-tama, apakah dia membuat kesepakatan dengan Tuhan? Apakah dia memiliki motif tersembunyi dalam memegang teguh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Pada waktu itu, pernahkah Tuhan berbicara kepada siapa pun tentang akhir hidup yang akan datang? Pada saat itu, Tuhan tidak pernah berjanji kepada siapa pun tentang akhir hidup, dan dengan latar belakang seperti inilah Ayub dapat untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Apakah orang-orang pada zaman sekarang dapat dibandingkan dengan Ayub? Ada terlalu banyak perbedaan; mereka tidak sebanding dengan Ayub. Meskipun Ayub tidak memiliki banyak pengetahuan akan Tuhan, dia telah memberikan hatinya kepada Tuhan dan hatinya adalah milik Tuhan. Ayub tidak pernah membuat kesepakatan dengan Tuhan, dan tidak memiliki keinginan atau tuntutan yang berlebihan terhadap Tuhan; sebaliknya, dia percaya bahwa 'Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil'. Inilah yang dilihat dan diperolehnya dari berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan selama bertahun-tahun kehidupan. Demikian pula, dia juga mendapatkan hasil yang diwakili dengan kata-kata: 'Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?' Kedua kalimat ini adalah apa yang telah dia lihat dan ketahui sebagai hasil dari sikap ketaatannya kepada Tuhan selama pengalaman hidupnya, dan semua itu juga merupakan senjata terkuatnya yang dengan menggunakannya dia menang selama pencobaan Iblis, dan semua itu adalah dasar dari keteguhannya dalam menjadi kesaksian bagi Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Tuhan sepenuhnya menyingkapkan pandangan orang mengenai kepercayaan. Orang tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan, tetapi menganggap Tuhan sebagai kantong ajaib atau kotak serbaguna, mereka menganggap diri mereka sebagai kreditur terbesar Tuhan, dan mereka mencoba dengan rakus memeras kasih karunia-Nya. Kepercayaan semacam ini tidak murni dan hanya bersifat transaksional serta tidak memiliki ketulusan sedikit pun. Tuhan berfirman secara langsung tentang kondisiku saat ini. Ketika keluargaku mengalami kesukaran dan tidak ada yang bisa dimintai bantuan, aku mengalami berkat dan perlindungan Tuhan, jadi kupikir Tuhan akan memastikan agar aku dan ibuku menjalani kehidupan yang damai dan tanpa masalah. Kupikir dengan percaya kepada Tuhan, aku akan memiliki kekebalan penuh terhadap kesulitan sepanjang hidupku. Jika terjadi sesuatu, Tuhan akan melindungiku dan bertanggung jawab atas kesejahteraanku. Selama tahun-tahun itu, aku menyimpan angan-angan semacam ini dalam pengejaranku dan memperoleh kasih karunia serta berkah Tuhan itulah yang menjadi motivasiku untuk meninggalkan segalanya untuk melaksanakan tugasku. Ketika aku jatuh sakit dan Tuhan tidak menyembuhkanku, aku langsung berubah. Rasanya seolah harapan yang sudah lama kumiliki telah hancur. Aku mulai berdebat dengan Tuhan berdasarkan apa yang telah kutinggalkan dan korbankan di tahun-tahun sebelumnya. Aku bertanya kepada Tuhan mengapa Dia memperlakukanku seperti itu, dan bahkan tidak mau berdoa atau membaca firman-Nya. Aku hidup dalam keadaan negatif dan memberontak. Pada tahun-tahun itu, Tuhan telah melindungi dan memelihara diriku serta menganugerahiku dengan kasih karunia dan berkat materi. Karena kasihan dengan tingkat pertumbuhanku yang buruk, tetapi aku tidak bersyukur sama sekali dan malah menjadi lebih rakus. Setelah berkorban sedikit saja, aku menuntut Tuhan untuk melindungiku seumur hidup dan ketika Dia tidak melakukannya, aku menjadi marah kepada-Nya. Betapa tidak tahu malu dan tidak masuk akalnya diriku! Ayub tidak pernah memiliki tuntutan apa pun terhadap Tuhan, dia takut kepada Tuhan dan menjauhi kejahatan seperti apa pun situasi atau lingkungannya. Ketika Tuhan memberkatinya, dia bersyukur kepada Tuhan, tetapi ketika keadaannya berubah dan dia kehilangan harta bendanya, anak-anaknya terbunuh dan dia menderita bisul yang menyakitkan, dia tetap beriman dan takut kepada Tuhan serta tidak pernah mengucapkan sepatah kata keluhan pun kepada-Nya. Dia bahkan memuji nama Tuhan. Seperti apa pun perubahan keadaannya, dia mampu berdiri di tempatnya sebagai makhluk ciptaan dan tunduk kepada Tuhan. Ayub adalah seorang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Kemanusiaan dan nalarnya membuatku merasa malu. Aku tidak memiliki kepercayaan yang sejati kepada Tuhan, dan hanya memperlakukan-Nya seperti sebuah pisau Swiss Army. Aku ingin kasih karunia dan berkat Tuhan menyertai diriku setiap saat. Aku tak percaya diriku telah menjadi begitu egois! Aku teringat akan orang banyak yang diberi makan oleh Tuhan Yesus dengan lima roti dan dua ikan pada Zaman Kasih Karunia. Mereka tidak tertarik dengan khotbah-Nya, dan hanya ingin memperoleh kasih karunia, berkat, dan keuntungan dari-Nya. Mereka hanyalah oportunis dan orang tidak percaya. Aku menyadari bahwa keserakahanku tidak ada bedanya dengan keserakahan orang banyak yang hanya ingin diberi makan dan ingin perut mereka kenyang. Aku begitu bejat dan pastilah membuat Tuhan merasa jijik dan muak. Jika aku terus percaya berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, aku tidak akan pernah memperoleh kebenaran dan keselamatan sekalipun aku telah percaya kepada Tuhan seumur hidupku. Aku menyadari bahwa penyakitku adalah kasih karunia yang lebih besar yang telah Tuhan berikan kepadaku. Seandainya aku tidak disingkapkan melalui penyakitku, aku tak akan pernah menyadari betapa kuatnya keinginanku untuk mendapatkan berkat, betapa serakah dan hinanya aku. Maka tidak akan ada kesempatan bagiku untuk berubah. Tuhan tidak memperlakukanku berdasarkan tindakanku dan bahkan membantuku melalui saudara-saudari serta mencerahkan dan membimbingku agar memahami maksud-Nya melalui firman-Nya. Aku merasa malu dan bersalah, tidak layak menerima kasih dan keselamatan dari Tuhan. Sambil menangis, aku berdoa kepada Tuhan, dengan berkata, "Ya Tuhan, setelah disingkapkan melalui penyakit, aku sadar bahwa aku hanya menuntut kasih karunia dari-Mu selama bertahun-tahun ini, dan mengeluh ketika aku tidak mendapatkannya. Aku telah berutang terlalu banyak kepada-Mu dan tidak pantas menjadi orang percaya. Aku tahu bahwa aku memiliki banyak kerusakan dan aku membutuhkan penyakit ini untuk memurnikan dan membersihkan diriku. Bahkan jika aku harus hidup dengan penyakit ini seumur hidupku, aku akan tunduk padanya dan tidak akan pernah mengeluh tentang-Mu lagi." Yang mengejutkan, ketika sikapku berubah, tubuhku mulai pulih secara bertahap. Penyakitku tidak lagi sering kambuh dan secara bertahap bisa mulai melaksanakan tugasku.

Suatu hari, aku menjumpai satu bagian dari firman Tuhan yang membuatku lebih memahami keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sebanyak apa pun hal-hal yang terjadi pada diri mereka, jenis orang yang adalah antikristus tidak pernah berusaha untuk menangani hal-hal tersebut dengan mencari kebenaran di dalam firman Tuhan, apalagi berusaha untuk memandang segala sesuatu melalui firman Tuhan—dan ini sepenuhnya karena mereka tidak percaya bahwa setiap baris firman Tuhan adalah kebenaran. Bagaimanapun rumah Tuhan mempersekutukan kebenaran, antikristus tetap tidak menerima, dan akibatnya mereka tidak memiliki sikap yang benar apa pun situasi yang mereka hadapi; khususnya, dalam hal bagaimana mereka memperlakukan Tuhan dan kebenaran, antikristus dengan keras kepala tidak mau mengesampingkan gagasan mereka. Tuhan yang mereka percayai adalah tuhan yang mengadakan tanda-tanda dan mukjizat, tuhan yang supernatural. Siapa pun yang mampu mengadakan tanda-tanda dan mukjizat—baik itu Kwan Im, Buddha, maupun Mazu—mereka menyebut semuanya itu tuhan. Mereka percaya bahwa hanya mereka yang dapat melakukan tanda-tanda dan mukjizatlah yang memiliki identitas sebagai tuhan, sedangkan mereka yang tidak dapat melakukannya, entah sebanyak apa pun kebenaran yang mereka ungkapkan, belum tentu adalah tuhan. Mereka tidak paham bahwa mengungkapkan kebenaran merupakan kekuatan besar dan kemahakuasaan Tuhan; sebaliknya, mereka berpikir bahwa kekuatan besar dan kemahakuasaan tuhan hanyalah melakukan tanda-tanda dan mukjizat saja. Karena itu, mengenai pekerjaan nyata Tuhan yang berinkarnasi dalam mengungkapkan kebenaran untuk menaklukkan dan menyelamatkan orang-orang, untuk menyirami, menggembalakan, dan memimpin umat pilihan Tuhan, memampukan mereka untuk benar-benar mengalami penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian Tuhan, serta memahami kebenaran, membuang watak mereka yang rusak, dan menjadi orang yang tunduk dan menyembah Tuhan, dan seterusnya—antikristus menganggap semua ini adalah pekerjaan manusia, bukan pekerjaan Tuhan. Dalam pikiran antikristus, tuhan seharusnya bersembunyi di balik mezbah dan menyuruh orang untuk memberi persembahan kepada mereka, memakan makanan yang orang persembahkan, menghirup asap dari dupa yang mereka bakar, mengulurkan tangan membantu ketika mereka berada dalam kesulitan, memperlihatkan bahwa mereka sangat berkuasa dan segera memberi pertolongan kepada mereka dalam batas-batas yang mampu mereka pahami, dan memenuhi kebutuhan mereka, saat orang meminta pertolongan dan bersungguh-sungguh dalam permohonan mereka. Bagi antikristus, hanya tuhan seperti inilah yang benar-benar tuhan. Sementara itu, segala sesuatu yang Tuhan lakukan sekarang ini, antikristus menanggapinya dengan sikap yang merendahkan. Dan mengapa demikian? Dinilai dari esensi natur antikristus, yang mereka butuhkan bukanlah pekerjaan penyiraman, penggembalaan, dan penyelamatan yang Sang Pencipta lakukan terhadap makhluk ciptaan, melainkan kemakmuran dan pemenuhan cita-cita mereka dalam segala hal, untuk tidak dihukum dalam kehidupan ini, dan masuk ke surga di dunia yang akan datang. Sudut pandang dan kebutuhan mereka menegaskan esensi kebencian mereka terhadap kebenaran" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Lima Belas: Mereka Tidak Percaya pada Keberadaan Tuhan dan Mereka Menyangkal Esensi Kristus (Bagian Satu)"). Ketika pertama kali membaca bagian ini, aku sedikit terhenyak: Bukankah ini persis menggambarkan keadaanku saat ini? Sebelumnya, aku hanya tahu bahwa sudut pandangku tentang pengejaran dalam imanku itu salah, tetapi setelah membaca bagian ini, aku menyadari bahwa selama ini aku telah percaya kepada Tuhan berdasarkan gagasan dan imajinasiku. Dahulu, aku telah menikmati banyak kasih karunia Tuhan dan menyaksikan beberapa perbuatan-Nya. Itu adalah belas kasihan serta perlindungan Tuhan bagi kita, dan Dia membuka jalan bagi kita berdasarkan permasalahan kita, memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan yang normal dan memiliki situasi yang tepat untuk mengikuti-Nya. Saat aku secara bertahap mulai memahami beberapa kebenaran, Tuhan mengatur situasi yang tepat untuk membersihkan dan mengubahku berdasarkan apa yang kubutuhkan dalam hidupku dan memungkinkanku memperoleh pengetahuan tentang-Nya. Ini adalah salah satu cara Tuhan menyelamatkan umat manusia. Namun, setelah menikmati begitu banyak kasih karunia Tuhan, aku membatasi-Nya dalam gagasanku meyakini bahwa Dia adalah Tuhan yang melimpahkan kasih karunia dan berkat. Ketika tindakan Tuhan tidak sesuai dengan ekspektasiku, aku menilai-Nya berdasarkan gagasanku, percaya bahwa Dia seharusnya melindungiku dan tidak membiarkanku menderita penyakit yang begitu parah. Aku telah mengakui nama Tuhan dengan lisan, tetapi aku percaya pada Tuhan yang samar dalam gagasan dan imajinasiku. Ini adalah penghujatan terhadap Tuhan. Menyadari hal ini, aku merasa ngeri dan lebih menyadari bagaimana penyakit ini merupakan semacam kasih karunia bagiku, membantuku meluruskan gagasanku tentang Tuhan. Itu semua adalah kasih dan keselamatan dari Tuhan. Aku pun bergegas berdoa kepada Tuhan untuk bertobat. Penyakitku bukanlah sesuatu yang terjadi satu kali, tetapi itu kronis dan tidak dapat diprediksi, jadi aku harus mencari sebuah jalan untuk masuk.

Belakangan, aku menemukan bagian firman Tuhan ini: "Engkau mungkin berpikir bahwa percaya kepada Tuhan adalah tentang penderitaan atau melakukan segala macam hal bagi-Nya; engkau mungkin berpikir bahwa tujuan percaya kepada Tuhan adalah agar dagingmu merasakan kedamaian, atau agar segala sesuatu dalam hidupmu berjalan lancar, atau agar engkau merasa nyaman dan tenang dalam segala hal. Namun, tak satu pun dari hal-hal ini merupakan tujuan yang harus manusia capai dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jika engkau percaya demi tujuan-tujuan ini, berarti sudut pandangmu itu salah dan sama sekali tidak mungkin bagimu untuk disempurnakan. Tindakan Tuhan, watak Tuhan yang benar, hikmat-Nya, firman-Nya, keajaiban-Nya serta diri-Nya yang tak terselami, semua itulah yang harus manusia pahami. Engkau harus menggunakan pemahaman ini untuk menyingkirkan dari dalam hatimu semua tuntutan, harapan dan gagasan pribadimu. Hanya dengan menyingkirkan hal-hal ini, engkau bisa memenuhi syarat yang dituntut oleh Tuhan, dan hanya dengan melakukan ini, engkau bisa memiliki hidup dan memuaskan Tuhan. Tujuan percaya kepada Tuhan adalah untuk memuaskan-Nya dan hidup dalam watak yang Dia inginkan, sehingga tindakan dan kemuliaan-Nya dapat terwujud lewat sekelompok orang yang tidak layak ini. Inilah cara pandang yang benar untuk percaya kepada Tuhan, dan ini juga merupakan tujuan yang harus engkau capai. Engkau harus memiliki cara pandang yang benar dalam memercayai Tuhan dan engkau harus berusaha mendapatkan firman Tuhan. Engkau perlu makan dan minum firman Tuhan dan harus bisa hidup dalam kebenaran dan terutama engkau harus mampu melihat perbuatan-perbuatan-Nya yang nyata, perbuatan-Nya yang menakjubkan di seluruh alam semesta, juga pekerjaan nyata yang Dia lakukan dalam daging. Melalui pengalaman praktis mereka, manusia bisa menghargai bagaimana Tuhan melakukan pekerjaan-Nya dalam diri mereka dan apa yang menjadi maksud-Nya bagi mereka. Tujuan semua ini adalah untuk menyingkirkan watak mereka yang rusak dan jahat. ... Hanya mereka yang dengan sungguh-sungguh mengejar kebenaran, mencari pengenalan akan Tuhan, dan mengejar kehidupan yang merupakan orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). "Engkau percaya kepada Tuhan dan mengikuti Tuhan, jadi engkau harus memiliki hati yang mengasihi Tuhan. Engkau harus menyingkirkan watakmu yang rusak, engkau harus berusaha memenuhi maksud Tuhan, dan engkau harus memenuhi tugas seorang makhluk ciptaan. Karena engkau percaya kepada Tuhan dan mengikuti Tuhan, engkau harus memberikan segalanya kepada Tuhan, dan tidak boleh membuat pilihan atau tuntutan pribadi, dan engkau harus memenuhi maksud Tuhan. Karena engkau diciptakan, engkau harus tunduk pada Tuhan yang menciptakanmu, karena pada hakikatnya, engkau tidak memiliki kuasa atas dirimu sendiri, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan nasibmu sendiri. Karena engkau seorang yang percaya kepada Tuhan, engkau harus mengejar kekudusan dan perubahan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Melalui firman Tuhan, aku telah memperoleh sedikit pemahaman tentang tuntutan-Nya. Dalam iman kita, seharusnya kita tidak mencari berkat dan kedamaian, tetapi seharusnya berdiri di posisi kita sebagai makhluk ciptaan agar dapat mengalami pekerjaan Tuhan, memperoleh pemahaman tentang maksud Tuhan dan watak-Nya melalui berbagai situasi, dan merenungkan serta mengenal diri kita sendiri serta meninggalkan keinginan kita akan berkat dan meninggalkan ketidakmurnian kita melalui situasi-situasi semacam itu. Hanya dengan berbuat demikianlah kita dapat mencapai perubahan watak dan memperoleh keselamatan. Dahulu, imanku didasarkan pada perolehan kasih karunia. Jadi, meskipun telah sakit begitu lama, aku tidak pernah mencari kebenaran, dan hidupku didera kerugian. Ketika aku tunduk, mencari kebenaran dan mulai mengalami firman serta pekerjaan Tuhan, aku mulai menyadari maksud baik Tuhan. Dagingku cukup menderita, tetapi situasi ini meluruskan pandanganku yang salah tentang iman dan membuatku mampu mengenali maksudku yang hina dalam imanku dan memperbaikinya tepat waktu. Ini adalah contoh yang lebih besar dari belas kasihan dan kasih Tuhan, bahkan lebih besar dari kasih karunia dan berkat yang Dia berikan pada dagingku. Aku masih belum sepenuhnya pulih dan kadang-kadang penyakitku kambuh. Aku tidak boleh puas hanya dengan tunduk dan tidak mengeluh tentang Tuhan, Aku harus terus mencari maksud-Nya, merenungkan kerusakan apa yang telah kuperlihatkan, aspek-aspek apa saja dalam diriku yang masih dibenci Tuhan, dan menerima penghakiman serta hajaran firman Tuhan untuk mengatasi watak rusakku. Inilah jalan yang harus kutempuh. Setelah menyadari hal ini, aku merasa tidak terlalu terasing dari Tuhan, menjadi lebih proaktif dalam tugasku, mulai fokus meninjau masalah-masalah dalam pekerjaanku, mempelajari prinsip-prinsip yang berhubungan dengan bidang-bidang yang kurang kukuasai, dan aku mulai melihat beberapa peningkatan dalam keterampilan profesionalku. Secara bertahap, kesehatanku sudah mulai membaik dan penyakitku menjadi makin jarang kambuh. Syukur kepada Tuhan karena telah membimbingku hingga mencapai pemahaman dan perubahan ini.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Membiarkan Diriku Lengah

Oleh Saudari Zhuanyi, Korea Beberapa waktu lalu, kami harus membuat sejumlah gambar untuk pembuatan film gereja. Rekanku, Saudara Simon,...