Apakah Mengejar Pernikahan yang Sempurna Membawa Kebahagiaan?

10 September 2024

Setelah saling mengenal dan mencintai selama delapan tahun, saat aku dan suamiku hendak bertunangan, tiba-tiba aku terkena penyakit yang membuatku tidak bisa memiliki anak. Pada saat itu, aku sangat putus asa dan kehilangan keberanian untuk melanjutkan hidup. Karena tahu bahwa aku tidak bisa memiliki anak, keluarga suamiku mendesaknya untuk putus denganku, tetapi dia mengabaikan bujukan keluarganya dan dengan tegas memutuskan untuk menikahiku. Kesetiaan suamiku yang tak tergoyahkan kembali menyalakan harapanku dalam hidup dan aku sangat berterima kasih kepadanya, tetapi di saat yang sama, aku merasa sangat sedih karena tidak bisa memiliki anak, dan aku selalu merasa berutang kepada suamiku. Di dalam hati, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku harus benar-benar menghargai pernikahan yang kami bangun dengan susah payah ini. Setelah menikah, aku mengurus rumah dengan baik agar pikiran suamiku tenang saat pergi bekerja. Baik dalam hal penting maupun sepele, aku berusaha sebaik mungkin untuk mengutamakannya, dan aku memastikan untuk menghormatinya di depan kerabat serta teman-teman. Sekitar dua tahun setelah pernikahan kami, tak ingin aku hidup dengan menyalahkan diri sendiri karena tak bisa memiliki anak, suamiku mengadopsi seorang anak. Setelah mengadopsi anak ini, rumah kami makin dipenuhi dengan tawa serta sukacita, dan aku merasa bahwa rumah kami lebih hangat dari sebelumnya.

Pada Januari 2009, sepupuku mengabarkan injil Kerajaan Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku. Firman Tuhan Yang Mahakuasa memiliki otoritas serta kuasa yang luar biasa, dan aku begitu tertarik padanya. Setelah itu, aku sering membaca firman Tuhan dan bersekutu dengan saudara-saudari mengenai pemahaman kami akan firman-Nya. Aku mulai memahami bahwa pekerjaan Tuhan pada akhir zaman adalah untuk menyelamatkan umat manusia, bahwa ada banyak orang yang telah dicelakakan oleh Iblis dan belum datang ke hadirat Tuhan, dan bahwa kita bertanggung jawab serta berkewajiban untuk membawa orang-orang ini ke hadirat Tuhan agar dapat menerima keselamatan dari-Nya. Aku ingin berkontribusi pada pekerjaan penginjilan. Tak lama kemudian, atas kasih karunia Tuhan, aku melaksanakan tugasku di gereja. Aku berpikir, "Alangkah baiknya jika aku memberikan kesaksian tentang Injil Tuhan kepada suamiku dan membuatnya percaya kepada Tuhan bersamaku." Namun, setelah mendengarkanku, suamiku berkata dengan nada menghina, "Sama sekali tidak ada Tuhan di dunia ini," dan menambahkan bahwa dia adalah materialis. Suamiku melihat bahwa aku percaya kepada Tuhan dengan sangat antusias, dan karena penasaran, dia mencari tahu di internet. Dia melihat bahwa internet penuh dengan propaganda negatif yang dibuat-buat oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk mencemarkan nama baik gereja dan menghujat Tuhan, sehingga dia bertanya kepadaku dengan gugup, "Apakah kau percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa? Bisa-bisa kau akan ditangkap karenanya. Percaya kepada Tuhan berarti melepaskan keluarga dan pekerjaanmu. Jangan tertipu oleh hal ini!" Dia juga berkata bahwa dia telah pergi ke Biro Perlindungan Keamanan Dalam Negeri untuk bertanya; dia diberi tahu bahwa bagi keluarga yang memiliki anggota yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, kelak anak-anaknya tidak bisa menjadi pegawai negeri sipil atau menjadi tentara, dan semua anggota keluarga lainnya akan terlibat. Dia berkata jika aku terus menempuh jalan ini, cepat atau lambat, aku akan ditangkap. Setelah mendengar perkataan suamiku, aku sangat terkejut. PKT bahkan menggunakan anggota keluarga untuk melaporkan orang-orang yang percaya kepada Tuhan; jahat sekali! Aku cepat-cepat berkata kepada suamiku, "Jangan percaya pada rumor yang kaulihat di internet; itu semua dibuat-buat oleh PKT. Dan hanya karena aku percaya kepada Tuhan, bukan berarti aku ingin melepaskan keluarga dan pekerjaanku." Namun, dia sama sekali tidak memercayaiku dan tetap memihak PKT. Aku tak punya pilihan selain tetap percaya secara diam-diam di belakangnya.

Setahun kemudian, suamiku mengetahui bahwa aku masih percaya kepada Tuhan, dan dia khawatir aku akan ditangkap serta membuat keluarga kami terlibat, sehingga akan memengaruhi reputasinya. Aku ingat bahwa suatu kali dia bahkan berlutut dan memohon kepadaku agar berhenti percaya. Aku pun sangat terkejut melihat suamiku berlutut dan memohon kepadaku. Biasanya dia bersikap seperti chauvinis laki-laki, tetapi dia malah berlutut dan memohon kepadaku. Aku ingat bagaimana dia biasanya sangat peduli terhadap keluarga kami, dan berpikir, "Jika aku tidak mendengarkannya, apakah dia akan tetap memperlakukanku seperti sebelumnya? Akankah kami sering berdebat tentang hal ini? Akankah suatu saat kami menjadi tidak akur satu sama lain?" Setelah memikirkan hal ini, aku menjadi sedikit lemah, dan aku berpikir, "Mungkin ke depannya aku akan lebih jarang keluar. Aku akan menghabiskan akhir pekan di rumah dengannya agar dia tidak terlalu khawatir." Namun, kemudian aku berpikir, "Jika aku mendengarkannya dan melepaskan imanku kepada Tuhan, aku akan kehilangan kesempatanku untuk memperoleh keselamatan. Itu tidak boleh terjadi!" Aku juga berpikir, "Mungkin suamiku hanya disesatkan untuk sementara waktu oleh PKT. Kebenaran-kebenaran yang kini kupahami masih dangkal; nanti, jika aku perlahan-lahan berbicara kepadanya, aku yakin bahwa dia akan mengerti yang sebenarnya tentang rumor-rumor Partai itu." Namun, belakangan, untuk membuatku meninggalkan imanku kepada Tuhan, diam-diam dia mencetak propaganda negatif PKT dari internet dan membawanya pulang untuk kubaca. Aku menolak, tetapi dia menarikku dan memaksaku untuk membacanya. Tanpa sadar, aku berpaling darinya, dan tak kusangka, itu membuat suamiku geram. Dia meraih kerah bajuku, mendorongku ke sudut ruangan, dan dengan amarah yang meledak-ledak, kedua tangannya mencengkeram leherku dengan kencang. Sorot matanya tampak tajam. Dia berkata kepadaku dengan penuh amarah, "Hari ini, kau akan melihat kebenarannya! Kau harus sadar!" Dia mencekikku begitu kencang hingga aku kesulitan bernapas, dan setelah cukup lama, akhirnya dia melepaskan cengkeramannya. Setelah melihat apa yang telah suamiku lakukan, aku sangat terkejut. Selama aku mengenal suamiku, tak pernah sekali pun dia menyakitiku. Sekarang, dia bersikap kasar terhadapku karena kepercayaanku kepada Tuhan. Aku merasa diperlakukan sangat tidak adil dan air mata mengalir di wajahku. Aku berpikir, "Apa yang harus kulakukan ke depannya? Jika aku terus percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku, suamiku pasti tidak akan memperlakukan dengan baik seperti dahulu. Lalu, berapa lama keluarga kami bisa bertahan? Namun, jika aku meninggalkan imanku kepada Tuhan, aku akan kehilangan kesempatanku untuk diselamatkan. Tuhan menjadi daging untuk mengungkapkan kebenaran dan menyelamatkan umat manusia; itu adalah kesempatan sangat langka yang tak boleh kulewatkan." Aku sangat bingung dan menderita; aku pun tak tahu harus berbuat apa. Aku datang ke hadirat Tuhan dan berdoa kepada-Nya: "Tuhan, tingkat pertumbuhanku terlalu rendah. Tolong cerahkanlah aku dan bimbing aku agar dapat berdiri teguh di tengah situasi ini." Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Sejak penciptaan dunia, Aku telah mulai menentukan dari semula dan memilih kelompok orang ini—yaitu, engkau semua pada zaman sekarang. Watak, kualitas, rupa, dan tingkat pertumbuhan, keluarga tempatmu dilahirkan, pekerjaan dan pernikahanmu—keseluruhan dirimu, bahkan warna rambut dan kulitmu, serta waktu kelahiranmu—semuanya itu diatur oleh tangan-Ku. Bahkan segala sesuatu yang engkau lakukan dan orang-orang yang engkau jumpai setiap hari diatur oleh tangan-Ku, belum lagi fakta bahwa yang membawamu ke dalam hadirat-Ku sekarang ini sebenarnya adalah oleh pengaturan-Ku. Jangan membuat dirimu masuk ke dalam kekacauan; engkau harus melanjutkan dengan tenang" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 74"). Firman Tuhan membuatku menyadari bahwa nasib manusia ada di tangan Tuhan. Pekerjaan, pernikahan, dan keluarga seseorang, semuanya telah ditentukan oleh Tuhan sejak lama. Entah keluargaku akan terpecah belah atau tidak, itu semua berada di bawah kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan aku tak bisa mengendalikan apakah suamiku akan menceraikanku atau tidak. Aku harus tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan serta melaksanakan tugasku dengan baik sebagai makhluk ciptaan. Setelah memahami maksud Tuhan, hatiku terasa sedikit lebih tenang.

Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Engkau harus memiliki keberanian-Ku di dalam dirimu, dan engkau harus memiliki prinsip-prinsip dalam hal menghadapi kerabat yang tidak percaya. Namun demi Aku, engkau juga tidak boleh tunduk pada kekuatan gelap apa pun. Andalkan hikmat-Ku untuk menempuh jalan yang sempurna; jangan sampai rencana Iblis menang. Kerahkan segala upayamu untuk menaruh hatimu di hadapan-Ku, dan Aku akan menghiburmu dan memberimu kedamaian dan kebahagiaan di hatimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa, karena kasih sayangku, aku hampir menjadi korban rencana licik Iblis. PKT menyebarkan rumor-rumor ini di internet untuk mencemarkan nama baik gereja, menyesatkan kerabat kami yang tidak percaya dan memanfaatkan mereka untuk menghalangi dan menganiaya kami, bertujuan untuk membuat kami menjauhi dan mengkhianati Tuhan. Awalnya, suamiku tidak menganiayaku, tetapi setelah melihat rumor-rumor itu di internet, dia melakukan segala cara untuk menentang dan menganiayaku, menggunakan segala macam taktik untuk membuatku melepaskan kepercayaanku kepada Tuhan dan bertindak seperti alat bagi Iblis. Aku tak boleh berhenti melaksanakan tugasku karena dianiaya suamiku; bukankah itu berarti aku telah menyerah pada rencana licik Iblis? Firman Tuhan berkata: "Engkau harus memiliki prinsip-prinsip dalam hal menghadapi kerabat yang tidak percaya." Mengenai urusan sehari-hari, aku bisa mendengarkan suamiku, tetapi mengenai imanku kepada Tuhan, aku harus memiliki pendirian dan prinsipku sendiri. Aku tak boleh melepaskan kepercayaanku kepada Tuhan karena dia menganiayaku; aku harus melawannya dengan hikmat. Setelah itu, aku mulai melaksanakan tugasku di malam hari, berkata kepada suamiku bahwa aku mengikuti kelas, dan pergi bekerja seperti biasa di siang hari. Semuanya berjalan dengan tenang seperti ini selama beberapa waktu, dan suamiku tidak memperdebatkan imanku kepada Tuhan. Setelah beberapa waktu berlalu, suamiku menjadi curiga. Diam-diam dia mulai menguntitku, sering menggeledah tasku. Dia menemukan buku-buku tentang firman Tuhan dan catatan yang kutulis di waktu teduhku yang telah kusembunyikan di lemari, dan menudingku dengan marah, berkata, "Kau ini keras kepala, ya! Akan kubakar semua bukumu ini; mari kita lihat bagaimana kau bisa terus percaya!" Saat itu, aku sangat takut, takut dia benar-benar akan membakarnya, jadi saat dia tak ada di rumah, diam-diam aku membawa buku-bukuku ke rumah seorang saudari dan mengamankannya di sana. Karena perilaku kasar suamiku, aku tak bisa melakukan waktu teduh dan membaca firman Tuhan dengan normal di rumah, jadi aku terpaksa menyewa apartemen sendiri. Setiap hari, aku membaca firman Tuhan di tempat sewaan ini sebelum pulang ke rumah.

Pada Mei 2012, karena suamiku pernah pergi ke Biro Perlindungan untuk mencari tahu tentang kepercayaan kepada Tuhan, seseorang dari biro tersebut mulai memantaunya. Biasanya mereka menghubunginya melalui WeChat dengan dalih memeriksa keadaannya karena khawatir, dan mereka menanyakan tempat kerjaku. Akibatnya, aku dibuntuti oleh PKT selama lebih dari dua bulan, dan akhirnya aku ditangkap di sebuah pertemuan. Setelah dibebaskan, aku takut jika mereka mengikutiku, saudara-saudari akan terkena masalah, jadi aku tidak menghadiri pertemuan untuk sementara waktu dan biasanya hanya membaca firman Tuhan secara diam-diam ketika suamiku tidak ada di rumah. Suatu hari, suamiku mendapati bahwa aku masih percaya kepada Tuhan, dan dia bertanya kepadaku dengan nada serius, "Bisakah kau berhenti percaya? Jika kau tetap percaya dan ditangkap lagi, tahukah kau apa dampaknya bagi reputasiku? Pernahkah kau memikirkan perasaanku atau masa depan anak kita? Bukankah kita bertiga menjalani hidup dengan cukup baik? Jika kau tidak bahagia, kita bisa bepergian. Aku juga bisa membelikanmu mobil kecil. Jika ada sesuatu yang kauinginkan, aku akan mewujudkan untukmu. Mengapa kau bersikeras mengikuti jalan ini?" Pada saat itu, aku agak dicobai dan lemah. Kupikir bahagia bersama keluargaku sepertinya sangat menyenangkan, dan aku ingin menyetujui saran suamiku. Namun, saat memikirkan bahwa aku tak boleh lagi percaya kepada Tuhan, aku menjadi sangat sedih. Dan aku segera berdoa kepada Tuhan: "Tuhan, aku ingin percaya kepada-Mu dan melaksanakan tugasku, tetapi aku tak ingin keluargaku terpecah belah. Tolong beri aku iman dan tekad untuk menanggung penderitaan agar aku dapat mengatasi pencobaan dari Iblis ini." Setelah itu, aku terpikir akan firman Tuhan: "Jika, dalam jalan mengasihi Tuhan, engkau dapat berdiri di pihak Tuhan ketika Dia berperang melawan Iblis, dan engkau tidak kembali kepada Iblis, berarti engkau telah memiliki kasih kepada Tuhan, dan engkau akan berdiri teguh dalam kesaksianmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan. Dihadapkan dengan keadaan seperti ini, aku harus berdiri di sisi Tuhan dan mempermalukan Iblis. Suamiku takut jika aku ditangkap lagi, itu akan berdampak pada reputasinya dan membuatnya malu untuk muncul di hadapan kerabat serta teman-teman, sehingga dia menggunakan kenikmatan materi untuk membujukku agar mau berkompromi. Namun, aku tidak membuat penilaian, dan saat suamiku memuaskan kenikmatan materiku, aku tercobai, bahkan ingin memuaskan suamiku dan mengejar kebahagiaan duniawi dalam keluarga. Tingkat pertumbuhanku sungguh sangat rendah. Selain itu, sebelum aku ditangkap, untuk membuatku meninggalkan imanku kepada Tuhan, suamiku telah menggunakan segala macam cara untuk memantau dan membuntutiku, juga menggeledah tasku, bahkan ingin membakar buku-bukuku tentang firman Tuhan. Suamiku tidak sungguh-sungguh bersikap baik kepadaku; dia hanya memberiku keuntungan ini agar aku meninggalkan imanku. Aku tak boleh menyerah pada rencana licik Iblis. Jadi, aku berkata kepada suamiku, "Manusia diciptakan oleh Tuhan, dan menyembah Tuhan adalah hal yang benar dan tepat." Suamiku menanggapi dengan nada menghina, "Pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan itu berasal dari Alkitab, yang ditulis oleh manusia sendiri, tetapi kau tetap memercayainya. Kau ini benar-benar naif!" Setelah mendengar perkataannya, aku menyadari bahwa pandangan kami yang bertentangan mengenai kepercayaan kepada Tuhan ini tak bisa disatukan. Kami menempuh dua jalan yang berbeda, dan cepat atau lambat, pernikahan kami harus berakhir. Namun, hatiku sungguh sakit, dan aku berpikir, "Kami sudah melalui begitu banyak hal selama menjalani pernikahan. Awalnya, kesetiaan suamiku yang tak tergoyahkan membantuku melewati sebagian besar masa sulit dalam hidupku. Jika aku kehilangan pernikahanku, bagaimana aku bisa melanjutkan hidup di masa depan?" Aku masih merasa sedikit berutang pada suami dan anakku. Namun kemudian aku berpikir, "Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, dan tidak memiliki Tuhan berarti tidak memiliki kehidupan. Jika aku mendengarkan suamiku dan tidak percaya kepada Tuhan, tidak makan serta tidak minum firman-Nya, berarti aku akan meninggalkan keselamatan dari Tuhan dan terus hidup di bawah kekuasaan Iblis. Bukankah berarti aku hidup seperti mayat hidup? Aku tak boleh meninggalkan imanku kepada Tuhan." Jadi, aku berdoa kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk menuntunku agar aku bisa menempuh jalan yang ada di hadapanku.

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Pengaruh berbahaya 'semangat luhur nasionalisme' selama ribuan tahun telah berakar kuat dalam hati manusia, demikian juga pemikiran feodal yang mengikat dan membelenggu manusia, tanpa sedikit pun kebebasan, tanpa kemauan untuk bercita-cita atau bertahan, tanpa hasrat untuk maju, malah sebaliknya, tetap negatif dan mundur, terkurung dalam mentalitas budak, dan seterusnya—faktor-faktor objektif ini telah membubuhkan suatu corak tak terhapuskan yang kotor dan buruk pada pandangan ideologis, cita-cita, moralitas, dan watak manusia. Manusia, sepertinya, sedang hidup dalam dunia gelap terorisme, di mana tak seorang pun di antara mereka berusaha untuk menerobos, dan tak seorang pun di antara mereka berpikir untuk berpindah ke dunia yang ideal; sebaliknya, mereka puas dengan keadaan mereka, menghabiskan hari-hari mereka dengan melahirkan dan membesarkan anak, membanting tulang, berpeluh, sibuk melakukan tugas rumah tangga, memimpikan keluarga yang nyaman dan bahagia, dan memimpikan kasih sayang dalam perkawinan, anak-anak yang berbakti, dan sukacita di usia senja saat mereka menjalani kehidupan mereka dengan damai .... Selama puluhan, ribuan, bahkan puluhan ribu tahun hingga saat ini, orang telah menghabiskan waktu mereka dengan cara ini, tanpa ada yang menciptakan kehidupan yang sempurna, semuanya hanya bertujuan saling membantai di dunia yang gelap ini, berlomba-lomba mengejar ketenaran, keberuntungan, dan saling menjatuhkan. Siapakah yang pernah mencari maksud-maksud Tuhan? Adakah yang pernah mengindahkan pekerjaan Tuhan? Semua bagian dari manusia yang dipenuhi dengan pengaruh kegelapan telah lama menjadi natur manusia, sehingga cukup sulit untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan, dan orang-orang bahkan kurang punya hati untuk memperhatikan apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada mereka pada zaman sekarang" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (3)"). Dari apa yang firman Tuhan ungkapkan, aku telah menemukan sumber penyebab penderitaanku. Karena terikat dan dibatasi oleh gagasan tradisional seperti "Begitu pria dan wanita menikah, ikatan cinta mereka akan menjadi makin dalam", "bergandengan tangan dan menjadi tua bersama", dan "menjadi istri yang baik dan ibu yang penuh kasih", aku yakin bahwa yang dimaksud dengan kebahagiaan adalah memiliki cinta dalam pernikahan dan bakti kepada orang tua, serta menjalani hidupku dengan tenang. Ketika suamiku menolak untuk percaya kepada Tuhan dan bahkan menentang serta menganiayaku, selalu berdebat denganku tentang hal ini, aku takut cinta kami akan hancur dan kami akan kehilangan pernikahan kami yang indah ini; aku ingin berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya. Namun sebelum aku percaya kepada Tuhan, meskipun suamiku baik kepadaku, dan meskipun keluarga kami cukup erat dan pernikahan kami tampak harmonis, setiap hari kami hanya menangani urusan rumah tangga yang sepele, yang sering membuatku merasa hampa di dalam diriku. Nyatanya, itu bukanlah kebagiaan sejati. Kini, jika aku mempertahankan keluarga kami, dagingku akan terpuaskan, tetapi suamiku tidak percaya kepada Tuhan, mengejar tren-tren duniawi dan mengikuti jalan orang yang berpengalaman di dunia. Kami tampak bersatu, tetapi hati kami tidak; kami tidak punya bahasa yang sama, apalagi kebahagiaan. Jika melihat keluarga yang kukenal, banyak dari mereka yang tampak bahagia dan penuh sukacita, tetapi mereka tak bisa terbebas dari batin yang hampa. Contohnya, aku punya seorang rekan, yang meskipun memiliki mobil, rumah, dan seorang putri yang cantik, kehidupan material yang tampak nyaman, dan pernikahan yang baik, dia sama sekali tidak bahagia dan sering khawatir suaminya akan berselingkuh saat menghadiri acara-acara di luar rumah. Agar awet muda, dia mencurahkan banyak waktu untuk menjaga kesehatan serta kecantikannya, dan dia bahkan mengikuti suaminya ke mana-mana. Dia sering mengeluh kepadaku bahwa hidupnya begitu melelahkan. Ini membuatku menyadari bahwa betapa pun orang menikmati kehidupan materialnya, itu tak bisa memuaskan kekosongan di hati mereka, dan keluarga yang harmonis tak bisa memenuhi kebutuhan rohani mereka. Jika orang tidak percaya kepada Tuhan, betapa pun banyaknya kenikmatan daging yang mereka punya, itu semua hanya sementara. Ketika kesengsaraan yang luar biasa ada di hadapan kita, orang-orang itu akan kehilangan perlindungan Tuhan dan mereka semua akan binasa. Jika aku memilih untuk mengikuti jalan orang tidak percaya, meninggalkan imanku kepada Tuhan untuk mengejar cinta dalam pernikahan dan kebahagiaan dalam keluarga serta memuaskan kenikmatan daging yang sesaat, pada akhirnya aku akan terjerumus ke dalam bencana dan dihukum. Manusia diciptakan oleh Tuhan; hanya jika manusia kembali kepada Sang Pencipta dan melaksanakan tugasnya, barulah kehidupan mereka menjadi bernilai dan bermakna. Contohnya adalah Petrus, yang mendengar panggilan Tuhan Yesus dan meninggalkan segalanya untuk mengikuti-Nya. Pada akhirnya, dia memperoleh pemahaman sejati akan Tuhan dan menerima kesempurnaan dan berkat dari Tuhan. Hidupnya adalah yang paling bernilai dan bermakna. Ke depannya, aku harus dengan benar mengejar kebenaran dan mengejar kehidupan yang bermakna. Belakangan, karena pengurangan pekerjaan di perusahaan, aku ditugaskan sebagai tenaga penjualan, yang berarti aku tidak perlu menghabiskan waktu seharian di kantor dan dapat melaksanakan tugasku di siang hari. Dengan ini, Tuhan benar-benar menunjukkan jalan kepadaku. Tak lama kemudian, aku ditangkap lagi.

Pada Desember 2012, aku ditangkap saat sedang menyebarkan Injil; aku ditahan selama lima belas hari di penjara. Saat aku pulang, suamiku berkata kepadaku dengan nada kecewa, "Kau tahu, sekarang kau punya catatan kriminal. Kali ini, aku sudah menggunakan koneksiku dan meminta kapten Biro Perlindungan untuk tidak memasukkan namamu di catatan itu, tetapi dia berkata, 'Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa adalah kasus penting! Ini adalah perintah dari otoritas pusat; tak ada yang bisa kaulakukan!' Sekarang anak kita terlibat dalam masalahmu dan tidak akan bisa bekerja sebagai pegawai negeri sipil atau tentara di masa depan. Kali ini kau membuat seluruh keluarga kita terlibat; pikirkanlah apa yang kauperbuat terhadap reputasiku!" Mendengar hal ini, aku pun marah, dan berpikir, "Percaya kepada Tuhan bahkan bukanlah tindakan kriminal, lalu mengapa ini menimbulkan masalah bagi seluruh keluargaku? PKT benar-benar sangat menjijikkan!" Suamiku melanjutkan, "Aku tak mau terus merasa gelisah sepanjang waktu seperti ini. Sekarang, kau bisa memilih dari dua jalan berikut: Yang pertama adalah meninggalkan imanmu kepada Tuhan, dan melajutkan hidup denganku. Yang kedua adalah bercerai; kita akan berpisah dan tidak mencampuri urusan satu sama lain. Itu terserah kau." Saat mendengar suamiku menyebutkan perceraian, hatiku terasa seolah akan hancur. Aku berpikir, "Anak kami masih sangat kecil; apa yang akan terjadi padanya setelah kami bercerai?" Terlebih lagi, aku tak bisa berinteraksi dengan saudara-saudari selama waktu itu karena aku baru saja ditangkap. Aku merasa begitu kesepian dan tak berdaya; aku merindukan hari-hari yang kuhabiskan dengan saudara-saudari. Selama waktu itu, suamiku pulang larut setiap malam, dan bahkan sering kali mabuk berat. Meskipun masih tinggal serumah, kami merasa terasing dari satu sama lain, dan kehangatan yang dahulu menyelimuti rumah kami sudah lama menghilang. Aku sangat sedih, dan kebencianku terhadap PKT makin bertambah. Rumor yang dibuat-buat merekalah yang telah membuat keluargaku menjadi seperti ini. Aku memikirkan dua bagian firman Tuhan: "Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). "Apakah engkau semua benar-benar membenci si naga merah yang sangat besar? Apakah engkau benar-benar membencinya? Mengapa Aku harus menanyakannya kepadamu berkali-kali? Kenapa terus menanyakan pertanyaan ini kepadamu? Gambar naga merah yang sangat besar seperti apa yang ada di hatimu? Apakah gambar itu sudah benar-benar disingkirkan? Apakah engkau benar-benar tidak menganggapnya sebagai bapamu? Semua orang harus mengenali tujuan di balik pertanyaan-Ku. Itu bukanlah bertujuan membangkitkan amarah dalam diri manusia, atau memicu pemberontakan di antara manusia, ataupun supaya manusia menemukan jalan keluarnya sendiri, melainkan supaya semua orang bisa melepaskan diri sendiri dari ikatan si naga merah yang sangat besar" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 28"). Berdasarkan firman Tuhan, aku melihat dengan jelas bahwa PKT adalah setan yang membenci dan menentang Tuhan. Mereka mengibarkan spanduk tentang "kebebasan beragama" sementara menangkap dan menganiaya orang-orang yang percaya kepada Tuhan di mana-mana. Mereka menggunakan segala macam rumor untuk menyesatkan orang, membuat orang percaya pada perkataan setan yang mereka ucapkan dan ikut menentang Tuhan. Aku terpikir akan begitu banyak orang percaya yang telah ditangkap dan dianiaya oleh PKT serta dipaksa untuk meninggalkan rumah, dan begitu banyak keluarga harmonis yang telah tercerai-berai oleh rumor serta racunnya. Namun, PKT masih menyalahkan para korban, berkata bahwa orang-orang yang percaya kepada Tuhan melepaskan rumah mereka. Mereka selalu mengalihkan kesalahan pada orang lain! Melihat dengan jelas esensi PKT yang jahat dan jelek membulatkan tekadku untuk mengejar kebenaran dan mengikuti Tuhan hingga akhir. Tak peduli bagaimana PKT menganiayaku, aku akan mengikuti Tuhan.

Pada malam hari, aku berdiri sendirian di balkon, tenggelam dalam pikiran tentang masa ketika aku percaya kepada Tuhan. Aku telah menikmati begitu banyak kasih karunia Tuhan dan begitu banyak penyiraman serta perbekalan dari firman Tuhan; firman-Nya juga telah membantuku memahami beberapa kebenaran dan memberikan dukungan untuk hatiku. Aku tahu, hanya jika aku percaya kepada Tuhan dan mengikuti-Nya, barulah hidupku akan bernilai, tetapi ketika memikirkan bagaimana pernikahan yang telah kubangun dengan susah payah akan hancur seperti ini, aku masih merasa ragu di dalam hatiku. Aku berdoa kepada Tuhan: "Tuhan, aku ingin mengikutimu, tetapi aku tak bisa melepaskan keluargaku. Tolong berilah aku iman dan kekuatan untuk membebaskan diri dari kekangan daging ini." Setelah itu, aku terpikir akan firman Tuhan: "Hidup manusia diberikan oleh Tuhan; ... semua yang mereka miliki diberikan oleh Tuhan, dan kepada Tuhanlah mereka seharusnya berterima kasih" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengenali Pandangannya yang Keliru Barulah Orang Dapat Benar-Benar Berubah"). Aku selalu menganggap suamiku sebagai penyokongku, meyakini bahwa dialah yang telah memberiku keberanian untuk melanjutkan hidup dan memberiku pernikahan yang indah, sampai-sampai bahkan ketika dia menganiaya dan menentangku setelah aku mulai percaya kepada Tuhan, aku tidak membencinya. Saat aku sedang tidak melaksanakan tugasku, aku bahkan berusaha meluangkan waktu untuk memasak makanan lezat untuknya, ingin membayar utangku kepadanya. Firman Tuhan membuatku memahami bahwa semua yang kupunya adalah pemberian Tuhan, dan pernikahan ini berasal dari kedaulatan dan ketetapan Tuhan. Yang patut mendapat rasa syukurku adalah Tuhan! Setelah memikirkan hal ini, aku merasa jauh lebih tenang, dan beban yang telah bertahun-tahun memberatkan hatiku akhirnya sirna. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku!

Setelah ini, aku membaca lebih banyak firman Tuhan dan mulai dapat menilai esensi suamiku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Siapa pun yang tidak mengakui Tuhan adalah musuh; artinya, siapa pun yang tidak mengakuii Tuhan yang berinkarnasi—apakah mereka berada di dalam atau di luar aliran ini atau tidak adalah antikristus! Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapakah musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku beriman, tetapi tidak memiliki kebenaran? Bukankah mereka adalah orang-orang yang hanya berupaya untuk memperoleh berkat tetapi tidak mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan? Engkau masih bergaul dengan setan-setan itu sekarang dan memperlakukan mereka hati nurani dan kasih, tetapi dalam hal ini, bukankah engkau sedang menawarkan niat baikmu kepada Iblis? Bukankah engkau sedang bersekutu dengan setan-setan? Jika orang telah berhasil mencapai titik ini dan masih tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan terus secara membabi buta menjadi penuh kasih dan belas kasihan tanpa hasrat untuk mencari maksud Tuhan atau mampu dengan cara apa pun menganggap maksud-maksud Tuhan sebagai milik mereka, maka akhir hidup mereka akan menjadi lebih buruk. Siapa pun yang tidak percaya kepada Tuhan dalam daging adalah musuh Tuhan. Jika engkau sampai bisa memiliki hati nurani dan kasih terhadap musuh, bukankah itu berarti engkau tidak memiliki rasa keadilan? Jika engkau sesuai dengan mereka yang Kubenci dan yang dengannya Aku tidak sependapat, dan tetap memiliki kasih dan perasaan pribadi terhadap mereka, bukankah itu berarti engkau memberontak? Bukankah engkau sedang dengan sengaja menentang Tuhan? Apakah orang semacam itu memiliki kebenaran? Jika orang memiliki hati nurani terhadap musuh, kasih kepada setan-setan, dan belas kasihan kepada Iblis, bukankah itu berarti mereka dengan sengaja mengganggu pekerjaan Tuhan? ... Standar yang dipergunakan manusia untuk menghakimi manusia lain didasarkan pada perilakunya; orang yang perilakunya baik adalah orang benar, sedangkan orang yang perilakunya keji adalah orang jahat. Standar yang Tuhan pakai untuk menghakimi manusia didasarkan pada apakah esensi mereka tunduk kepada-Nya atau tidak; orang yang tunduk kepada Tuhan adalah orang benar, sedangkan orang yang tidak tunduk kepada Tuhan adalah musuh dan orang jahat, terlepas dari apakah perilaku orang ini baik atau buruk dan terlepas dari apakah ucapan orang ini benar atau salah" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Tuhan telah menyingkapkan bahwa mereka semua yang tidak mengakui-Nya adalah para setan dan Iblis; mereka adalah musuh Tuhan. Tuhan melihat esensi manusia, sementara aku hanya melihat penampilan luar mereka. Kulihat suamiku melakukan segala sesuatunya dengan baik, di dalam maupun di luar rumah, dia bersikap baik kepada keluarga serta teman-temannya, dia mau membantu saat orang lain membutuhkan bantuannya, dan dia tidak berpaling dariku bahkan setelah aku tidak bisa memiliki anak, sehingga kupikir dia adalah satu dari segelintir orang baik di dunia ini. Namun, setelah dia mendapati bahwa aku percaya kepada Tuhan, sisi kejamnya tersingkap; dia seolah menjadi orang lain. Untuk membuatku meninggalkan imanku, dia menggunakan segala macam cara untuk mengintimidasi dan menyuapku, bahkan memaksaku dengan mengancam untuk bercerai. Aku melihat bahwa esensi suamiku adalah esensi setan yang membenci kebenaran dan membenci Tuhan. Aku juga menyadari bahwa dia hanya bersikap baik kepadaku di masa lalu karena aku bersedia mengorbankan diri demi keluarga kami tanpa mengeluh dan mendengarkan apa pun yang dia katakan, yang memuaskan keangkuhannya sebagai chauvinis laki-laki. Setelah aku mulai percaya kepada Tuhan, memahami beberapa kebenaran, dan memiliki pemikiran sendiri, dia mulai menganiaya dan menentangku. Ketika aku ditangkap, memengaruhi reputasinya dan menyinggung kepentingannya, dia mengancam untuk menceraikanku. Nyatanya, dia tidak benar-benar bersikap baik padaku sama sekali, yang membuatku menyadari bahwa tak ada cinta sejati di antara manusia, dan segala sesuatunya adalah tentang kepentingan dan transaksi. Aku terpikir akan firman Tuhan: "Orang percaya dan orang tidak percaya sama sekali tidak sesuai; sebaliknya mereka saling bertentangan satu sama lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Aku menyadari bahwa di jalan percaya kepada Tuhan ini, aku ditakdirkan untuk berpisah dengan suamiku. Sekalipun kami berusaha untuk tetap bersama, kami tak akan bahagia, dan itu akan memengaruhi imanku kepada Tuhan serta pelaksanaan tugasku. Aku tak mau berkompromi mengenai kepercayaanku kepada Tuhan. Setelah itu, suamiku bertanya apakah aku sudah membuat keputusan, dan aku berkata, "Aku memilih untuk percaya kepada Tuhan." Setelah mendengar jawabanku, suamiku menggelengkan kepala dan berkata dengan putus asa, "Aku benar-benar sudah memberikan semua pilihanku; aku sama sekali bukanlah tandingan Tuhan-mu. Kuharap yang terbaik untukmu." Di dalam hati, aku bersyukur kepada Tuhan.

Setelah itu, kami menangani prosedur perceraian dengan cepat. Begitu aku berjalan keluar dari Biro Urusan Sipil, aku menghela napas lega dalam-dalam. Mulai hari itu, akhirnya aku bisa percaya kepada Tuhan dengan bebas. Pengalaman ini telah membantuku melihat tingkat pertumbuhanku yang sebenarnya. Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah menjauhkanku dari keluargaku, membebaskanku dari jeratannya sehingga aku dapat dengan segenap hati mengorbankan diriku untuk-Nya, mengejar kebenaran, dan melaksanakan tugasku dengan baik sebagai makhluk ciptaan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Tinggalkan Balasan

Hubungi kami via Messenger