Aku Telah Membebaskan Diriku dari Tekanan
Pada bulan Januari tahun lalu, pemimpin mengatur agar Li Xin dan aku bersama-sama bertanggung jawab atas pekerjaan berbasis teks gereja. Karena aku baru saja memulai pelatihan, Li Xin tidak memberikan beban kerja yang berat untukku, dan ketika aku mengalami kesulitan serta masalah, dia akan bersekutu denganku berdasarkan prinsip. Aku tidak perlu terlalu khawatir, dan pekerjaan itu tidak terlalu membuatku tertekan. Pada bulan Maret, aku dipilih menjadi pemimpin gereja, dan aku merasakan beban yang lebih berat di pundakku. Dengan melaksanakan tugas kepemimpinan, aku harus bertanggung jawab atas pekerjaan gereja secara keseluruhan, serta harus menyelesaikan dan menangani segala macam permasalahan, dan aku selalu merasakan tekanan di dalam diriku. Pada awalnya, aku sering menerima surat dari pemimpin yang lebih tinggi tentang pelaksanaan pekerjaan, seperti pekerjaan penyiraman dan penginjilan, serta pekerjaan mengeluarkan dan mengusir orang, pekerjaan berbasis teks, membina orang, dan sebagainya. Aku harus menjawab secara terperinci mengenai bagaimana setiap tugas direncanakan dan diatur, penyimpangan atau permasalahan apa yang muncul dalam pekerjaan, bagaimana cara mengatasinya nanti, dll. Karena aku bertanggung jawab atas banyak pekerjaan, kadang-kadang, segera setelah aku melaksanakan suatu tugas, aku harus pergi ke gereja untuk melaksanakan pekerjaan lain. Setiap hari, ada begitu banyak pekerjaan yang menunggu untuk ditangani. Setelah menyibukkan diri seperti ini selama beberapa waktu, aku ingin berhenti dan beristirahat, untuk menonton beberapa video kesaksian pengalaman dan mendengarkan lagu-lagu pujian sebagai cara untuk bersantai. Namun, mengingat ada begitu banyak pekerjaan yang harus segera dilaksanakan, aku merasa kesal, berpikir bahwa aku tidak memiliki kebebasan sama sekali saat melaksanakan tugas ini. Suatu kali, pemimpin yang lebih tinggi melihat bahwa kemajuan pekerjaan pembersihan gereja berjalan lambat, dan beberapa dokumen untuk mengeluarkan orang belum diserahkan, jadi dia memangkasku, mengatakan bahwa aku tidak memiliki rasa tanggung jawab dalam tugasku. Pada saat itu, aku ingin berargumen dengannya, tetapi aku tahu bahwa dia benar dalam memangkasku, dan aku harus menerima serta tunduk pada hal itu. Setelah itu, aku pergi ke gereja untuk mengumpulkan evaluasi tersebut, dan setelah menyibukkan diri selama beberapa minggu, akhirnya aku selesai membereskan bahannya. Setelah itu, aku harus langsung bergegas memeriksa dan melaksanakan beberapa tugas lainnya. Selama waktu itu, aku sering sibuk ke sana kemari dari fajar hingga senja. Aku selalu merasa tegang dan sangat kelelahan. Aku berpikir, "Kapan aku bisa beristirahat dengan baik? Kesibukan seperti ini setiap hari benar-benar membuatku tertekan." Ketika aku melaksanakan tugas berbasis teks sebelumnya, beban kerjaku tidak begitu berat. Di sisiku ada Li Xin, yang bisa berbagi beban denganku, dan aku tidak merasa tertekan sama sekali. Aku sangat merindukan masa-masa itu. Sejak aku mengemban tugas kepemimpinan, aku menjadi sangat sibuk setiap hari, sehingga aku menjadi tertekan dan tidak mau melaksanakan tugas ini lagi. Namun, aku merasa bahwa berpikir seperti ini menunjukkan bahwa aku tak bernalar. Saudara-saudari pasti akan berpikir bahwa aku tidak mampu mengatasi tekanan atau menanggung penderitaan. Tidak ada yang bisa kulakukan; aku harus tetap bersikap kooperatif.
Kemudian, gereja menghadapi penangkapan oleh Partai Komunis, dan kami harus menangani beberapa masalah sebagai akibatnya. Aku dan saudari yang bekerja sama denganku dibanjiri pekerjaan, jadi aku tidak memperhatikan pekerjaan penyiraman yang menjadi tanggung jawabku. Aku berpikir, "Aku harus meluangkan waktu untuk bertanya kepada para pekerja penyiraman tentang situasi mereka." Tetapi kemudian, aku teringat akan betapa sibuknya diriku menangani masalah-masalah akibat penangkapan. Rasanya tidak mungkin hasil pekerjaan penyiraman akan langsung mengalami peningkatan pesat, dan ditambah lagi, aku masih punya pekerjaan lain yang harus kutangani. Lebih baik aku menyelesaikan pekerjaan itu terlebih dahulu, baru kemudian memeriksa pekerjaan penyiraman. Pemimpin yang lebih tinggi mengirimiku surat untuk mengingatkan bahwa aku tidak boleh membiarkan pekerjaan lain terbengkalai hanya karena menangani akibat dari penangkapan itu, dan dia membuat rencana khusus untuk pekerjaan penyiraman. Aku pun merasa enggan, berpikir, "Aku sudah bertanggung jawab atas banyak pekerjaan, dan sekarang dia menuntut lebih banyak lagi. Tidak mungkin aku punya waktu untuk menyelesaikan semua ini! Mengapa tidak ada yang memperhatikan kesulitanku? Aku hanya punya dua tangan dan dua kaki; bagaimana aku bisa melakukan pekerjaan sebanyak ini secara bersamaan?" Aku merasa sedikit jengkel dan tertekan, dan aku bahkan tak mau melihat surat-surat dari pemimpin itu. Namun, semua pekerjaan ini tetap harus dilakukan. Jika para petobat baru mundur karena tidak disiram tepat waktu, itu akan menjadi suatu pelanggaran. Aku tidak hanya akan dipangkas; aku bahkan mungkin diberhentikan. Kemudian, aku pergi untuk mendapatkan pemahaman tentang kemajuan pekerjaan penyiraman dan masalah para petobat baru, tetapi karena aku tidak memiliki keinginan untuk menjadi proaktif, aku bersikap asal-asalan saat memeriksa pekerjaan tersebut dan hanya melakukan pekerjaan ala kadarnya, supaya bisa melaporkannya kepada pemimpin. Selama itu, aku tampak sibuk dengan berbagai hal tanpa henti, tetapi sebenarnya aku hanya mengerjakan satu tugas ke tugas berikutnya dengan enggan. Ketika melaksanakan pekerjaan, selalu ada sesuatu yang tertinggal atau kurang, dan pekerjaan itu harus diulang. Aku menjalani setiap hari dengan kesengsaraan dan kelelahan, dan hasil kerjaku menurun. Saudari yang menjadi rekan kerjaku mengatakan bahwa aku tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan aku merasa diperlakukan tidak adil, kupikir, "Aku bertanggung jawab atas semua pekerjaan ini, dan aku bekerja sepanjang hari setiap harinya. Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa aku tidak memiliki rasa tanggung jawab, bahwa aku tidak rajin? Kau menuntut terlalu banyak dariku!" Makin aku berpikir, makin aku merasa kesal, dan kupikir aku benar-benar tidak bisa melaksanakan tugas ini lagi. Daripada mengalami semua penderitaan ini, lebih baik aku mengundurkan diri dan melakukan tugas yang lebih santai; dengan begitu, aku tidak akan begitu tertekan. Aku terbebani dengan hal-hal negatif. Suatu malam, aku menghadap Tuhan dan berdoa kepada-Nya, "Tuhan, aku sangat menderita, dan rasanya aku tidak bisa bertahan lagi. Aku tidak tahu pelajaran apa yang harus kupetik. Tolong berikan aku pencerahan dan tuntunlah aku agar dapat memahami masalahku."
Setelah berdoa, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Apa artinya orang tidak dapat berbuat sekehendak hatinya? Itu berarti orang tidak dapat bertindak berdasarkan keinginan yang terlintas di benaknya. Dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan, kapan pun mereka menginginkannya, dan dengan cara apa pun yang mereka inginkan adalah tuntutan orang-orang ini baik dalam pekerjaan maupun kehidupannya. Namun, karena berbagai sebab, termasuk undang-undang, lingkungan hidup, atau aturan, sistem, ketentuan, dan tindakan disiplin suatu kelompok, dan sebagainya, orang tidak dapat bertindak menurut keinginan dan imajinasi mereka sendiri. Akibatnya, mereka merasa tertekan di lubuk hatinya. Bahasa kasarnya, perasaan tertekan ini muncul karena orang merasa dirugikan—bahkan ada yang merasa diperlakukan tidak adil. Tidak dapat berbuat sekehendak hatinya, yang dalam bahasa kasarnya berarti tidak dapat bertindak semaunya—berarti orang itu tidak dapat dengan keras kepala atau bebas menuruti keinginannya sendiri karena berbagai alasan dan batasan dari berbagai lingkungan dan keadaan objektif. Sebagai contoh, ada orang yang selalu asal-asalan dan mencari cara untuk bermalas-malasan selama pelaksanaan tugas mereka. Terkadang, pekerjaan gereja harus diselesaikan dengan segera, tetapi mereka hanya ingin berbuat sekehendak hati mereka. Jika mereka merasa tubuh mereka kurang sehat, atau berada dalam suasana hati yang buruk dan tidak bersemangat selama beberapa hari, mereka tidak akan mau menanggung kesukaran dan membayar harga untuk melaksanakan pekerjaan gereja. Mereka sangat malas dan sangat menginginkan kenyamanan. Ketika mereka kurang motivasi, tubuh mereka akan menjadi lesu, dan mereka tidak mau bergerak, tetapi karena takut ditangani oleh pemimpin dan dikatakan malas oleh saudara-saudari mereka, tidak ada yang ada pilihan lain selain dengan enggan melaksanakan pekerjaan itu bersama semua orang lainnya. Namun, mereka akan merasa sangat tidak ingin, tidak senang, dan merasa enggan melakukannya. Mereka akan merasa diperlakukan tidak adil, merasa dirugikan, kesal, dan kelelahan. Mereka ingin berbuat sekehendak hatinya, tetapi mereka tidak berani melepaskan diri atau menentang tuntutan dan ketentuan rumah Tuhan. Akibatnya seiring waktu, perasaan tertentu mulai muncul dalam diri mereka—perasaan tertekan. Begitu perasaan tertekan menjadi berakar dalam diri mereka, lambat laun mereka akan mulai terlihat lesu dan lemah. Bagaikan mesin, mereka tidak akan lagi memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang sedang mereka lakukan, tetapi mereka tetap melakukan apa pun yang diperintahkan setiap hari, dengan cara kerja yang diperintahkan kepada mereka. Meskipun di luarnya mereka akan terlihat terus melaksanakan tugas mereka tanpa henti, tanpa istirahat, tanpa menjauh dari lingkungan tempat mereka melaksanakan tugas, tetapi di dalam hatinya, mereka akan merasa tertekan, dan menganggap hidup mereka melelahkan dan penuh dengan keluhan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Melihat apa yang disingkapkan oleh firman Tuhan, aku mengerti bahwa perasaanku yang selalu tertekan dan menderita saat melaksanakan tugasku sebenarnya terutama karena aku tidak ingin dikekang dan hanya ingin melakukan apa yang kuinginkan. Setiap kali aku dihadapkan pada keadaan yang tidak sesuai dengan keinginanku, ketika aku tidak bisa melakukan segala yang kuinginkan dan dibatasi dalam segala hal, akan muncul rasa tertekan dalam diriku. Ketika aku baru saja mulai melaksanakan tugas berbasis teks, pemimpin tidak menuntut banyak dariku, dan ada Li Xin yang membimbingku sementara aku mempelajari keahlian itu. Ketika muncul kesulitan, Li Xin akan segera bersekutu denganku dan membantuku. Selain itu, pekerjaan tersebut relatif nyaman dan tidak membuatku stres sama sekali, jadi aku suka melaksanakan tugasku dengan cara seperti itu. Namun, sejak aku mulai melaksanakan tugas kepemimpinan, aku bertanggung jawab atas banyak pekerjaan, dan aku harus memperhatikan dan mengawasi segala macam tugas di gereja. Aku harus berpartisipasi dan menyelesaikan setiap masalah secara praktis. Kemudian, ketika gereja menghadapi penangkapan, aku harus menangani akibatnya dan menjadi makin sibuk. Untuk meringankan sebagian tekananku, aku ingin menunda melakukan pekerjaan penyiraman, tetapi pemimpin yang lebih tinggi tidak mengendurkan pengawasannya pada pekerjaan ini sedikit pun. Ini merusak rencanaku, dan kedaginganku menjadi lebih menderita, jadi aku tidak bisa tunduk. Namun, aku takut orang lain akan berkata bahwa aku tidak dapat menanggung penderitaan jika aku tidak melaksanakan pekerjaan itu, dan aku bahkan lebih takut lagi jika para petobat baru tidak akan disiram dengan baik dan aku yang harus bertanggung jawab, jadi aku tunduk dengan enggan. Namun, aku masih merasa tertekan, dan aku melakukan segalanya dengan setengah hati. Aku bersikap asal-asalan dalam melaksanakan tugasku, hanya mengerjakan ala kadarnya dan melakukan apa yang diminta. Akibatnya, aku mengganggu dan mengacaukan pekerjaan. Saudari yang bekerja sama denganku menegurku, dan aku menjadi semakin kesal dan keras kepala. Aku bahkan ingin menanggung kesalahan ini dan mengundurkan diri dari tugasku. Aku sangat tidak masuk akal! Setelah itu, aku menyadari bahwa masalahku cukup serius, dan aku tidak berani terus bersikap keras kepala.
Setelah itu, aku membaca firman Tuhan ini: "Di tengah masyarakat, siapakah orang yang tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan benar? Mereka adalah orang yang suka menganggur, orang bodoh, pemalas, penjahat, dan orang yang malas bekerja—orang-orang semacam itu. Mereka tidak ingin mempelajari keterampilan atau kemampuan baru, dan mereka tidak ingin mengejar karier yang serius atau mencari pekerjaan agar dapat bertahan hidup. Mereka adalah orang yang suka mengganggur dan orang yang malas bekerja di tengah masyarakat. Mereka menyusup ke dalam gereja, dan kemudian mereka ingin mendapatkan sesuatu secara cuma-cuma, dan mendapatkan bagian berkat. Mereka adalah para oportunis. Para oportunis ini tidak pernah mau melaksanakan tugas mereka. Jika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai dengan keinginan mereka, bahkan sedikit pun, mereka merasa tertekan. Mereka selalu ingin hidup bebas, mereka tidak ingin melakukan pekerjaan apa pun, tetapi mereka tetap ingin makan makanan enak dan mengenakan pakaian bagus, dan makan apa pun yang mereka mau dan tidur kapan pun mereka mau. Mereka berpikir ketika hari seperti ini datang, itu pasti akan indah. Mereka tidak ingin menanggung kesukaran sedikit pun dan mereka menginginkan kehidupan yang menyenangkan. Orang-orang ini bahkan menganggap hidup itu melelahkan; mereka dibelenggu oleh emosi-emosi negatif. Mereka sering merasa lelah dan bingung karena tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Mereka tidak ingin melakukan pekerjaan mereka atau menangani urusan mereka dengan baik dan benar. Mereka tidak mau berfokus pada suatu pekerjaan dan melakukannya terus-menerus dari awal hingga akhir, tidak mau memperlakukannya sebagai profesi dan tugas mereka sendiri, sebagai kewajiban dan tanggung jawab mereka; mereka tidak ingin menyelesaikannya dan memperoleh hasil, atau melakukannya dengan standar terbaik. Mereka tidak pernah berpikir dengan cara seperti itu. Mereka hanya ingin bersikap asal-asalan dan menggunakan tugas mereka sebagai sarana untuk mencari nafkah. Ketika mereka menghadapi sedikit tekanan atau kendali tertentu, atau ketika mereka dituntut untuk memenuhi standar yang sedikit lebih tinggi, atau diminta memikul sedikit tanggung jawab, mereka merasa tidak nyaman dan tertekan. Emosi-emosi negatif ini muncul dalam diri mereka, hidup terasa melelahkan bagi mereka, dan mereka menderita. Salah satu penyebab mendasar mengapa hidup terasa melelahkan bagi mereka adalah karena orang-orang semacam ini tidak bernalar. Nalar mereka terganggu, mereka menghabiskan sepanjang hari dengan berkhayal, hidup dalam mimpi, di awang-awang, selalu membayangkan hal-hal terliar. Itu sebabnya perasaan tertekan mereka sangat sulit dibereskan. Mereka tidak tertarik akan kebenaran, mereka adalah para pengikut yang bukan orang percaya. Satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah meminta mereka untuk meninggalkan rumah Tuhan, kembali ke dunia dan menemukan tempat yang mudah dan nyaman bagi diri mereka sendiri" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Bagian firman Tuhan ini sangat menyentuh hatiku. Tuhan menyingkapkan bahwa sumber penyebab seseorang merasa tertekan adalah karena dia ingin menuruti keinginan dagingnya dan tidak mau dikekang atau tidak mau mengalami penderitaan sedikit pun. Begitu mereka tidak dapat memuaskan keinginan daging mereka, mereka merasa tertekan dan menderita. Mereka tidak pernah berpikir untuk melaksanakan pekerjaan dengan benar dan melaksanakan tugas mereka, selalu ingin bermalas-malasan di gereja. Orang yang benar-benar mengejar kebenaran dan melaksankan pekerjaan yang benar melihat tugas mereka sebagai tanggung jawab dan kewajiban mereka. Mereka tidak terlalu memikirkan penderitaan daging mereka atau tekanan yang harus mereka tanggung demi melaksanakan tugas mereka dengan baik. Mereka tahu bahwa hanya jika mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik, hidup mereka akan bernilai dan bermakna, dan karena pengejaran mereka positif, mereka tidak merasa tertekan atau menderita. Tuhan menyukai dan memberkati orang-orang seperti itu. Aku sangat menyadari bahwa kasih karunia Tuhan yang istimewalah yang membuatku dapat mengemban tugas kepemimpinan. Namun, karena aku bertanggung jawab atas lebih banyak pekerjaan dan perlu memperhatikan lebih banyak tugas, dan karena pemimpin yang lebih tinggi juga melakukan pemeriksaan dan pengawasan, kesempatanku untuk menikmati kenyamanan menjadi berkurang. Karena itu, aku berpikir bahwa melaksanakan tugas ini terlalu berat dan penuh tekanan, dan aku ingin menghabiskan setiap hari dengan bersantai tanpa stres. Aku memikirkan para preman, gangster, pemalas, dan penjahat di masyarakat. Mereka tidak pernah memikirkan hal-hal yang pantas, mereka hanya hidup tanpa arah dan menipu orang untuk mendapatkan makanan dan minuman di mana saja, bermalas-malasan dalam pekerjaan mereka. Orang-orang seperti mereka hidup tanpa integritas atau martabat, dan orang lain memandang rendah mereka ke mana pun mereka pergi. Mereka adalah orang-orang yang paling rendah dari semuanya. Sementara itu, aku selalu ingin mengejar kenyamanan duniawi dalam tugasku dan tidak berpikir untuk terus maju. Aku tidak ingin menderita sedikit pun, dan pada dasarnya, aku adalah orang yang tidak melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya dan hanya ingin makan gratis di rumah Tuhan. Meskipun menjadi seorang pemimpin sedikit lebih melelahkan, setiap hari aku berhubungan dengan lebih banyak orang dan berbagai hal, serta mendapat lebih banyak kesempatan untuk berlatih. Misalnya, untuk pekerjaan pembersihan gereja, seseorang perlu diperlengkapi dengan kebenaran untuk menilai orang lain. Terkait pekerjaan penyiraman, karena para petobat baru tidak memiliki fondasi yang kokoh, seseorang perlu memiliki kebenaran tentang visi untuk menyirami dan mendukung mereka. Selain itu, pelaksanaan pekerjaan lainnya juga menyentuh prinsip-prinsip kebenaran yang relevan. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat diperoleh seseorang hanya dengan melaksanakan tugas sederhana. Namun, aku tidak menghargai kesempatan yang Tuhan berikan kepadaku untuk mendapatkan kebenaran, dan aku selalu berpikir bahwa aku terlalu sibuk dan terlalu lelah melaksanakan tugas kepemimpinan, tidak dapat hidup sesuka hatiku. Ketika pemimpin yang lebih tinggi mengawasi pekerjaanku, aku menentangnya, dan aku bersikap asal-asalan saat melaksanakan pekerjaan dan memperlambat kemajuan pekerjaan. Alih-alih merenungkan diri, aku terus hidup dalam emosi yang penuh tekanan dan bahkan ingin meninggalkan tugasku. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani atau nalar sama sekali! Aku merasa sangat cemas dan sedih ketika membaca firman Tuhan ini: "Mereka tidak tertarik akan kebenaran, mereka adalah para pengikut yang bukan orang percaya. Satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah meminta mereka untuk meninggalkan rumah Tuhan, kembali ke dunia dan menemukan tempat yang mudah dan nyaman bagi diri mereka sendiri." Rasanya seperti Tuhan sedang menyingkapkanku tepat di hadapan wajahku. Tuhan mendefinisikan orang-orang seperti itu sebagai pengikut yang bukan orang percaya, dan Dia membenci dan menolak mereka. Jika aku tetap tidak mengubah sikapku terhadap tugasku, cepat atau lambat Tuhan akan menyingkapkan dan menyingkirkanku. Menyadari hal ini, aku sedikit takut, dan diam-diam aku berdoa kepada Tuhan di dalam hati, "Tuhan, aku tidak ingin terus bersikap asal-asalan seperti ini. Aku ingin menjadi orang yang memiliki kemanusiaan yang normal, yang memiliki nalar, dan yang melaksanakan pekerjaannya sebagaimana mestinya. Tolong bimbinglah aku agar dapat memahami diriku lebih dalam lagi."
Ketika mencari, aku membaca sebuah bagian firman Tuhan: "Apa yang menyebabkan orang merasa tertekan? Tentu saja itu bukan karena kelelahan fisik, jadi apa yang menyebabkannya? Jika orang selalu mencari kenyamanan dan kebahagiaan fisik, jika mereka selalu mengejar kebahagiaan dan kenyamanan fisik, dan tidak mau menderita, maka bahkan sedikit penderitaan fisik, menderita sedikit lebih banyak daripada orang lain, atau merasa sedikit lebih banyak bekerja daripada biasanya, akan membuat mereka merasa tertekan. Ini adalah salah satu penyebab perasaan tertekan. Jika orang tidak mempermasalahkan sedikit penderitaan fisik, dan mereka tidak mengejar kenyamanan fisik, melainkan mengejar kebenaran dan berusaha melaksanakan tugas mereka untuk memuaskan Tuhan, mereka tidak akan sering merasakan penderitaan fisik. Meskipun terkadang mereka merasa sedikit sibuk, lelah, atau jenuh, setelah tidur mereka akan bangun dengan perasaan yang lebih baik, dan kemudian melanjutkan pekerjaan mereka. Fokus mereka akan tertuju pada tugas dan pekerjaan mereka; mereka tidak akan menganggap sedikit kelelahan fisik sebagai masalah yang signifikan. Namun, ketika masalah muncul dalam pemikiran orang dan mereka selalu mengejar kenyamanan fisik, setiap kali tubuh fisik mereka sedikit diperlakukan tidak adil atau tidak dapat menemukan kepuasan, emosi-emosi negatif tertentu akan muncul dalam diri mereka. ... Mereka sering kali merasa tertekan tentang hal ini dan tidak mau menerima bantuan dari saudara-saudari mereka ataupun diawasi oleh para pemimpin. Jika mereka melakukan kesalahan, mereka tidak akan membiarkan orang lain memangkas mereka. Mereka tidak ingin dikekang dengan cara apa pun. Mereka berpikir, 'Aku percaya kepada Tuhan agar aku dapat menemukan kebahagiaan, jadi mengapa aku harus mempersulit diriku sendiri? Mengapa hidupku harus begitu melelahkan? Orang seharusnya hidup bahagia. Mereka seharusnya tidak terlalu memperhatikan peraturan ini dan sistem itu. Apa gunanya selalu mematuhi semua itu? Sekarang ini, pada saat ini, aku akan melakukan apa pun yang kuinginkan. Tak seorang pun darimu boleh berkomentar.' Orang semacam ini sangat keras kepala dan tidak bermoral: mereka tidak membiarkan diri mereka dikekang sedikit pun, juga tidak ingin merasa terkekang dalam lingkungan kerja apa pun. Mereka tidak ingin mematuhi peraturan dan prinsip rumah Tuhan, mereka tidak mau menerima prinsip yang seharusnya orang patuhi dalam perilaku mereka, dan mereka bahkan tidak mau mematuhi apa yang dikatakan hati nurani dan nalar mereka. Mereka ingin berbuat sekehendak hatinya, melakukan apa pun yang membuat mereka senang, apa pun yang menguntungkan mereka dan membuat mereka nyaman. Mereka menganggap hidup di bawah kekangan ini berarti tidak dapat berbuat sekehendak hati mereka, berarti mereka seperti sedang ditindas, berarti mereka sangat disusahkan, dan orang tidak seharusnya hidup seperti itu. Menurut mereka orang seharusnya hidup bebas dan merdeka, memuaskan daging dan keinginan mereka serta memenuhi cita-cita dan keinginan mereka. Menurut mereka mereka sudah seharusnya mengikuti semua gagasan mereka, mengatakan dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, dan pergi ke mana pun mereka inginkan, tanpa harus memikirkan akibatnya atau perasaan orang lain, dan terutama tanpa harus memikirkan tanggung jawab dan kewajiban mereka sendiri atau tugas yang seharusnya orang percaya lakukan, atau kenyataan kebenaran yang seharusnya mereka patuhi dan terapkan, atau jalan hidup yang harus mereka tempuh. Kelompok orang ini selalu ingin berbuat sekehendak hati mereka di tengah masyarakat dan di antara orang lain, tetapi di mana pun mereka berada, mereka tidak pernah dapat melakukannya. Mereka meyakini bahwa rumah Tuhan menekankan hak asasi manusia, memberi orang kebebasan penuh, dan peduli terhadap manusia, dan menunjukkan toleransi dan kesabaran terhadap orang lain. Menurut mereka setelah mereka datang ke rumah Tuhan, mereka seharusnya dapat dengan bebas memuaskan keinginan daging dan keinginan mereka, tetapi karena rumah Tuhan memiliki ketetapan administratif dan peraturan, mereka tetap tidak dapat berbuat sekehendak hati mereka. Oleh karena itu, perasaan tertekan yang negatif dalam diri mereka ini tidak dapat dibereskan bahkan setelah mereka datang ke rumah Tuhan. Tujuan hidup mereka bukanlah untuk memenuhi tanggung jawab apa pun atau untuk menyelesaikan misi apa pun, atau untuk menjadi manusia sejati. Kepercayaan mereka kepada Tuhan bukanlah untuk melaksanakan tugas makhluk ciptaan, menyelesaikan misi mereka, dan memperoleh keselamatan. Berada di tengah orang macam apa pun, di lingkungan apa pun, atau profesi apa pun yang mereka geluti, tujuan utama mereka adalah menemukan dan memuaskan diri mereka sendiri. Tujuan dari semua yang mereka lakukan berkisar pada hal ini, dan memuaskan diri sendiri adalah keinginan seumur hidup mereka dan tujuan pengejaran mereka" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Sebelumnya, aku selalu percaya bahwa rasa tertekanku adalah karena aku terlalu sibuk dengan tugas-tugas kepemimpinanku dan disebabkan oleh stres dan kesulitan. Melalui penyingkapan firman Tuhan, aku akhirnya menyadari bahwa itu adalah masalah yang terkait dengan pemikiran dan pandangan tentang pengejaranku, yang membuatku merasa tertekan. Aku selalu ingin melakukan segala yang kusukai dalam tugasku, dan ketika dihadapkan pada tekanan dan kesulitan, atau ketika aku tidak dapat memuaskan dagingku, aku hidup dalam perasaan tertekan ini. Ini karena aku dipengaruhi oleh racun yang ditanamkan Iblis dalam diriku, seperti "Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat" dan "Nikmatilah kesenangan sekarang pada hari ini", berpikir bahwa orang harus memperlakukan diri mereka sendiri dengan baik dalam hidup. Dahulu, ketika aku masih bersekolah dan ujian masuk sekolah menengah atas sudah dekat, sekolah memberi kami libur beberapa hari untuk mengulang pelajaran. Teman-teman sekelasku merasa terdesak oleh waktu dan ingin melakukan upaya terakhir sebelum ujian, tapi aku tidak ingin memaksakan diri seperti itu, karena aku pikir hasil ujianku tidak terlalu penting dan tidaklah perlu membuat lelah diri sendiri. Aku menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama beberapa teman dekat, tanpa merasakan kecemasan seperti yang dirasakan orang lain sebelum ujian. Ketika memulai karierku, aku juga membuat keputusan berdasarkan keinginan daging. Karena perusahaan tempatku dahulu bekerja memiliki persyaratan yang ketat bagi karyawannya, aku merasa tertekan dan terkekang, bahkan kemudian mengajukan pengunduran diri dan pergi. Aku berpikir bahwa orang harus hidup dengan bebas dan mudah seperti ini. Setelah percaya kepada Tuhan, aku tetap mempertahankan pandangan yang sama dalam pengejaranku, ingin melaksanakan tugas yang santai dan bebas stres. Ketika tugasku menjadi sedikit lebih sibuk dan lebih membuat stres, hal itu menimbulkan rasa tertekan dan penentangan dalam diriku, dan aku menjadi bersikap asal-asalan dan melaksanakan tugas-tugasku dengan ala kadarnya. Aku tidak memiliki kemanusiaan sama sekali. Aku tahu betul bahwa Partai Komunis sekarang dengan gencar menangkap dan menganiaya umat pilihan Tuhan. Mengingat bahwa tingkat pertumbuhan para petobat baru itu rendah, pemimpin yang lebih tinggi mengatakan bahwa kami perlu meningkatkan penyiraman dan pemberian dukungan, agar mereka dapat sesegera mungkin berakar di jalan yang benar. Dengan memeriksa pekerjaan penyiraman dan mengawasi secara lebih saksama dan ketat, pemimpin sepenuhnya bertanggung jawab atas kehidupan para petobat baru dan memperhatikan maksud Tuhan. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Namun, karena dagingku harus menderita dan membayar harga yang lebih tinggi, aku menentang dan mengeluh, tidak melaksanakan pekerjaan penyiraman dengan sungguh-sungguh. Hal ini menyebabkan kehidupan beberapa petobat baru menderita kerugian, karena mereka tidak disiram tepat waktu. Bagi orang yang mencintai kebenaran dan memiliki rasa tanggung jawab, ketika memikirkan tentang amanat mereka dari Tuhan, mereka pertama-tama memikirkan bagaimana agar dapat memperhatikan maksud Tuhan dan memenuhi tuntutan-Nya. Tidak peduli seberapa besar kesulitan atau tekanan yang mereka hadapi, mereka mampu menghadapinya dengan cara yang proaktif, melaksanakan setiap tugas dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Jika dibandingkan dengan mereka, aku melaksanakan tugas kepemimpinan, tetapi aku tidak bertanggung jawab dalam pekerjaanku dan melaksanakan tugas dengan ala kadarnya. Dengan memperlakukan tugas seperti ini, berarti aku tidak layak untuk dipercaya oleh siapa pun, dan aku telah membuang integritas dan martabatku. Jika aku tidak kunjung bertobat kepada Tuhan, aku akan sangat menghambat pekerjaan gereja, dan Tuhan akan mengutukku dan menyingkirkanku! Jika aku tidak disingkapkan seperti ini, aku tidak akan mengenali pandangan yang keliru dalam pengejaranku selama bertahun-tahun ini, dan aku akan berpikir bahwa pengejaran dengan cara ini sangat bebas dan mudah. Aku sungguh sangat bodoh dan konyol.
Kemudian, aku menemukan jalan untuk melakukan penerapan dari firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Semua orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan benar, mereka semua bersedia untuk melaksanakan tugas mereka, mampu memikul suatu pekerjaan dan melakukannya dengan baik sesuai dengan kualitas mereka dan aturan rumah Tuhan. Tentu saja, mungkin sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan seperti ini pada awalnya. Engkau mungkin merasa lelah secara fisik dan mental. Namun, jika engkau benar-benar memiliki tekad untuk bekerja sama dan kesediaan untuk menjadi orang yang normal dan baik, dan ingin memperoleh keselamatan, engkau harus membayar sedikit harga dan mengizinkan Tuhan untuk mendisiplinkan dirimu. Ketika engkau merasa sangat ingin bersikap keras kepala, engkau harus memberontak terhadap keinginan itu dan melepaskannya, secara berangsur mengurangi sikap keras kepala dan keinginan egoismu. Engkau harus mencari pertolongan Tuhan dalam hal-hal penting, pada saat-saat penting, dan dalam tugas-tugas penting. Jika engkau benar-benar bertekad, mohonlah kepada Tuhan agar Dia menghajar dan mendisiplinkanmu, serta mencerahkanmu sehingga engkau mampu memahami kebenaran, sehingga dengan demikian engkau akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Jika engkau sudah benar-benar bertekad, dan engkau berdoa kepada Tuhan di hadirat-Nya serta memohon kepada-Nya, Tuhan akan bertindak. Dia akan mengubah keadaan dan pemikiranmu. Jika Roh Kudus sedikit saja bekerja dalam dirimu, sedikit saja mencerahkanmu, hatimu akan berubah, dan keadaanmu akan berubah. Saat perubahan ini terjadi, engkau akan merasa bahwa hidup dengan cara seperti ini tidak membuatmu tertekan. Keadaan dan emosimu yang tertekan akan berubah dan menjadi lebih baik, dan akan berbeda dari sebelumnya. Engkau akan merasa menjalani hidup dengan cara seperti ini tidaklah melelahkan. Engkau akan menemukan kenikmatan saat melaksanakan tugasmu di rumah Tuhan. Engkau akan merasa bahwa berperilaku, dan melaksanakan tugasmu dengan cara seperti ini, menanggung kesukaran dan membayar harga, mematuhi aturan, dan melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip adalah kehidupan yang baik. Engkau akan merasa bahwa kehidupan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh orang normal. Ketika engkau hidup berdasarkan kebenaran dan melaksanakan tugasmu dengan baik, engkau akan merasa bahwa hatimu tenang dan damai, dan hidupmu bermakna" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Dari firman Tuhan, aku tahu bahwa Tuhan menyukai orang-orang yang benar-benar percaya kepada-Nya dan melakukan pekerjaan mereka dengan benar. Tidak peduli kesulitan atau tekanan apa pun yang dihadapi orang-orang itu dalam tugas mereka, mereka dapat memikul tanggung jawab dan kewajiban mereka sebagai orang dewasa, serta menerima, tunduk, tidak berusaha melarikan diri, dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan rumah Tuhan. Ketika mereka tidak mampu melakukan itu, mereka akan berdoa dan mengandalkan Tuhan serta mencari kebenaran. Karena pengejaran mereka dan harga yang mereka bayar, Tuhan akan mencerahkan dan membimbing mereka. Mereka adalah orang-orang yang hidupnya berharga. Jika membandingkan hal ini dengan pelaksanaan tugasku, ketika aku mengalami kesulitan atau tekanan sekecil apa pun, aku hidup dalam rasa tertekan, tidak mencari maksud Tuhan dan bahkan ingin menghindari tugasku. Aku sama sekali bukan orang yang memperhatikan maksud Tuhan. Sebelumnya, aku melaksanakan tugas yang lebih sederhana, dan tidak banyak yang dituntut dariku, karena saat itu tingkat pertumbuhanku masih terlalu kecil dan aku baru saja mulai berlatih. Sekarang, aku melaksanakan tugas kepemimpinan, dan beban di pundakku menjadi lebih berat, sehingga wajar jika lebih banyak yang dituntut dariku. Seperti ketika seorang anak dalam sebuah keluarga sudah cukup umur untuk melakukan beberapa pekerjaan dan mengambil alih tugas-tugas rumah tangga, orang tuanya pasti akan menuntut lebih banyak darinya. Jika dia takut menderita dan tidak melakukan pekerjaannya dengan sebagaimana mestinya, dia tidak memiliki rasa kemanusiaan dan orang tuanya pasti tidak akan menyukainya. Tuhan telah menerimaku dengan membuatku melakukan tugas yang begitu penting dan menaruh beban yang lebih berat di pundakku. Maksud-Nya adalah agar aku memahami lebih banyak kebenaran dan agar hidupku bertumbuh lebih cepat, agar aku dapat memikul tanggung jawabku seperti orang dewasa dan menjadi seseorang yang memiliki hati nurani dan nalar. Setelah memahami maksud Tuhan, aku merasa jauh lebih bebas. Aku tidak boleh terus menjadi orang yang tidak layak mendapat perhatian Tuhan. Meskipun aku memiliki lebih banyak pekerjaan dan menjadi lebih tertekan, aku harus meluruskan sikapku terhadap tugasku dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip kebenaran, mencari lebih banyak bersama dengan saudari yang bekerja sama denganku dan pemimpin yang lebih tinggi ketika aku tidak memahami sesuatu sambil secara bertahap memperbaiki kekuranganku dan memenuhi tuntutan Tuhan.
Pada bulan September, penangkapan Partai Komunis menjadi makin serius, dan kami hanya bisa bekerja di belakang layar. Meskipun demikian, Aku masih harus berurusan dengan segala macam masalah yang dilaporkan dan ingin diselesaikan oleh saudara-saudari setiap hari, juga pekerjaan yang diminta oleh pemimpin yang lebih tinggi untuk segera dilaksanakan. Kendala-kendala dari keadaan ini berdampak pada pelaksanaan berbagai tugas kami dan penanganan serta penyelesaian masalah kami. Setiap hari, hal-hal ini sangat membebani pikiranku, dan sangat membebani secara mental. Selain itu, pemimpin yang lebih tinggi mengirimiku surat dengan tepat waktu untuk memeriksa kemajuan berbagai tugas. Aku mulai merasakan penentangan lagi, dan aku berpikir, "Pengawasan pemimpin terhadap pekerjaan ini terlalu terperinci dan terlalu sering. Pada awalnya, aku berpikir bahwa bekerja di belakang layar berarti aku bisa sedikit beristirahat, tetapi beban kerjaku bukan hanya tidak berkurang, melainkan justru semakin besar. Sekarang aku tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk memanjakan kedaginganku. Aku akan sangat tertekan jika aku harus terus melaksanakan tugasku seperti ini di masa depan!" Aku menyadari bahwa sekali lagi, keadaanku sedang tidak benar, dan aku segera menghadap Tuhan, berseru kepada-Nya dan meminta-Nya untuk melindungi hatiku. Kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Sebagai orang dewasa, engkau harus memikul hal-hal ini—tanpa mengeluh ataupun menentang, dan terutama tanpa menghindari atau menolaknya. ... Baik di tengah masyarakat maupun di rumah Tuhan, itu sama untuk semua orang. Ini adalah tanggung jawab yang harus kaupikul, beban berat yang harus dipikul oleh orang dewasa, sesuatu yang sudah seharusnya mereka pikul, dan engkau tidak boleh menghindarinya. Jika engkau selalu berusaha melarikan diri atau menyingkirkan semua ini, maka perasaan tertekanmu akan muncul, dan engkau akan selalu terjerat olehnya. Namun, jika engkau mampu memahami dan menerima semua ini dengan benar, dan memandangnya sebagai bagian penting dari kehidupan dan kelangsungan hidupmu, maka masalah ini seharusnya tidak menjadi alasan bagimu untuk memiliki emosi negatif" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (5)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku tahu bahwa menjadi seseorang yang dapat menerima segala sesuatu dan menjadi orang yang bertanggung jawab bukanlah hal yang sederhana dan mudah; jika aku ingin selalu menghindari keadaan seperti ini, aku akan terus terikat oleh perasaan tertekan ini. Pemimpin mengawasi pekerjaan agar aku dapat melaksanakan tugasku dengan baik. Karena aku memiliki watak yang rusak dan sering kali bersikap asal-asalan dalam tugasku, hanya dengan pengawasan pemimpin, aku menjadi tidak berani untuk terus hidup berdasarkan watak ini dan melakukan segala yang kusukai. Ini akan membantuku melaksanakan tugasku dengan baik. Kupikir aku tidak bisa terus hidup dalam perasaan tertekan seperti yang kujalani sebelumnya; Aku harus meluruskan sikapku dan menghadapi pengawasan pemimpin dengan benar. Begitu aku berpikir seperti ini, keadaanku perlahan-lahan mulai berbalik dengan sendirinya. Setelah itu, aku melaksanakan berbagai tugas dengan normal, melakukan yang terbaik untuk menyumbangkan apa pun yang bisa kupikirkan atau kulakukan. Ketika aku tidak dapat menyelesaikan sesuatu, aku segera menulis surat kepada pemimpin untuk mencari jalan keluarnya. Sekarang, meskipun masih ada banyak kesulitan dan tekanan dalam pekerjaanku, aku tidak lagi merasa tertekan dan menderita; sebaliknya, rasa tanggung jawabku makin bertumbuh. Bimbingan firman Tuhanlah yang membuatku terbebas dari tekanan dan memikul tanggung jawabku seperti orang dewasa. Terima kasih Tuhan!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.