Aku Telah Memetik Begitu Banyak Pelajaran Setelah Mengidap Penyakit

20 Juni 2024

Oleh Saudari Violet, Yunani

"Dalam kepercayaan kepada Tuhan, yang orang cari adalah mendapatkan berkat untuk di masa depan; inilah tujuan dalam iman mereka. Semua orang memiliki niat dan harapan ini, tetapi kerusakan dalam natur mereka harus dibereskan melalui ujian dan pemurnian. Dalam aspek mana pun engkau tidak murni dan memperlihatkan kerusakan, dalam aspek-aspek inilah engkau harus dimurnikan—ini adalah pengaturan Tuhan. Tuhan menciptakan lingkungan tertentu untukmu, yang memaksamu dimurnikan di sana sehingga engkau mampu mengetahui kerusakanmu sendiri. Pada akhirnya, engkau akan mencapai titik di mana engkau lebih suka mati dan meninggalkan rencana dan keinginanmu, serta tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Jadi, jika orang tidak mengalami beberapa tahun pemurnian, jika mereka tidak menanggung tingkat penderitaan tertentu, mereka tidak akan dapat menyingkirkan tekanan dari kerusakan daging dalam pemikiran dan hati mereka. Dalam aspek mana pun orang masih tunduk pada tekanan dari natur Iblis dalam diri mereka, dan dalam aspek mana pun mereka masih memiliki keinginan dan tuntutan mereka sendiri, dalam aspek-aspek inilah mereka harus menderita. Hanya melalui penderitaan, pelajaran dapat dipetik, yang berarti orang menjadi mampu untuk memperoleh kebenaran dan memahami maksud Tuhan. Sebenarnya, banyak kebenaran dapat dipahami dengan mengalami ujian yang menyakitkan. Tak seorang pun mampu memahami maksud Tuhan, mengakui kemahakuasaan dan hikmat Tuhan atau menghargai watak Tuhan yang benar ketika berada di lingkungan yang nyaman dan mudah, atau ketika keadaan baik. Itu tidak mungkin!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setiap kali membaca bagian firman Tuhan ini, aku teringat akan pengalamanku sendiri saat mengidap penyakit. Jika bukan karena disingkapkan oleh penyakitku, aku tak akan pernah menyadari pandanganku yang keliru tentang percaya kepada Tuhan hanya untuk memperoleh berkat, dan aku tak akan melepaskan kecemasan dan kekhawatiran yang kurasakan terhadap prospek masa depan dan tempat tujuanku. Syukur kepada Tuhan, yang telah mengatur keadaan yang menyebabkanku mengidap penyakit ini dan mendapatkan upah yang tak terduga.

Sejak kecil, aku rentan terhadap penyakit. Saat berusia 21 tahun, aku menderita bronkitis dan mengalami demam ringan selama tiga bulan. Sudah banyak rumah sakit yang kudatangi, baik yang besar maupun yang kecil, tetapi tak ada satu pun yang bisa menyembuhkanku. Selain itu, obat cair yang kukonsumsi selama perawatan menyebabkan kerusakan yang cukup serius pada perut dan pembuluh darahku. Mau tak mau, aku harus pulang untuk memulihkan diri. Setelah pulang ke rumah, aku tidak bisa makan, dan kesehatanku makin memburuk. Rasanya aku hanya menunggu kematian. Melihat betapa kesakitannya aku, ibuku mengabarkan Injil Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman kepadaku. Dari firman Tuhan, aku mulai memahami fakta bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan, asal mula kerusakan manusia, mengapa kehidupan manusia sangat menderita, bagaimana mereka dapat terlepas dari penderitaan ini, apa yang harus dilakukan agar dapat menjalani kehidupan yang bermakna, dan sebagainya. Pada saat itu, kegiatan yang paling kunikmati adalah membaca firman Tuhan setiap hari. Kegiatan itu seolah membuatku lupa akan penyakitku. Kemudian, kesehatanku sedikit membaik, dan aku mulai menjalani kehidupan bergereja. Setengah tahun kemudian, aku sudah lumayan sembuh. Setelah menikmati kasih karunia Tuhan, aku bertekad di dalam hatiku untuk memberikan seluruh hidupku dan mengorbankan diriku bagi-Nya untuk membalas kasih-Nya. Setelah itu, aku secara proaktif mengabdikan diri untuk melaksanakan tugasku. Entah cuaca sedang hujan atau berangin, sangat dingin atau panas terik, atau apakah kami menghadapi ancaman penangkapan dan penganiayaan oleh Partai Komunis, aku terus melaksanakan tugasku apa pun yang terjadi.

Dengan demikian, sembilan tahun berlalu tanpa terasa, dan penganiayaan oleh Partai Komunis makin menjadi-jadi. Aku cukup beruntung karena dapat melarikan diri dari Tiongkok dan datang ke negara yang bebas serta demokratis, di mana aku terus percaya kepada Tuhan. Selama tahun-tahun itu, aku terus melaksanakan tugasku. Selama beberapa waktu, aku berada di zona waktu yang berbeda dari para petobat baru yang sedang kusirami, dan aku harus bergadang setiap hari untuk melaksanakan tugasku. Meskipun terkadang aku sedikit kelelahan, setelah memikirkan tempat tujuan yang baik yang telah disiapkan oleh Tuhan untuk kita, aku merasa bahwa menanggung penderitaan sebesar apa pun itu sepadan. Pada tahun 2021, aku sering merasakan sesak di dada, jantung berdebar, dan detak jantungku sering tak beraturan. Selain itu, seluruh tubuhku terasa sangat lelah, dan aku sering mengantuk. Awalnya, aku tidak memedulikan itu, kupikir aku akan pulih jika aku beristirahat sebentar. Terlebih lagi, para petobat baru belum lama menerima Tuhan Yang Mahakuasa dan belum memiliki dasar yang stabil; jika aku tidak menyirami mereka tepat waktu, hidup mereka akan menderita kerugian. Namun, beberapa bulan kemudian, gejalaku makin parah. Terkadang, tiba-tiba jantungku terasa nyeri. Aku agak khawatir, takut jika aku mengidap semacam penyakit parah. Namun, kemudian aku berpikir, "Walaupun sejak kecil aku gampang sakit, aku tak pernah mengidap penyakit parah sebelumnya. Mungkin ini hanya respons fisik yang normal akibat bergadang selama ini. Mungkin ini bukan masalah serius. Selain itu, selama bertahun-tahun ini, aku telah meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku untuk Tuhan, jadi Dia harus melindungiku dan tidak membiarkanku mengidap penyakit parah."

Pada suatu malam di bulan Februari 2022, saat aku melaksanakan tugasku di depan komputer seperti biasanya, jantungku terasa agak nyeri. Awalnya, kupikir aku bisa menahannya dan menunggu sampai rasa nyeri itu reda, tetapi justru makin parah, rasanya sedikit seperti keram. Aku mulai kesulitan bernapas, dan akhirnya, aku tak bisa duduk tegak dan jatuh ke lantai. Saat itu terjadi, aku sangat ketakutan, dan air mataku tak terbendung. Menemukanku tergeletak, seorang saudari lain di rumah mengangkatku ke tempat tidur, dan perlahan-lahan aku tidur. Saat aku bangun, sudah lewat dari jam 9 malam, dan aku memandang langit-langit rumah, mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi, dan aku berpikir, "Apakah tadi aku pingsan karena nyeri jantung? Apakah aku benar-benar mengidap penyakit jantung? Penyakit jantung itu fatal; apakah aku akan mati? Aku sudah meninggalkan segalanya dan melaksanakan tugasku, lalu mengapa Tuhan tidak melindungiku?" Aku tak bisa mengerti apa maksud Tuhan membuatku mengidap penyakit ini. Aku harus menenangkan pikiranku dan membaca firman Tuhan, jadi aku mengeluarkan ponselku dan membaca firman Tuhan ini: "Sementara menjalani ujian, wajar bagi manusia untuk merasa lemah, atau memiliki kenegatifan dalam diri mereka, atau kurang memiliki kejelasan tentang maksud Tuhan atau jalan penerapan mereka. Namun dalam hal apa pun, engkau harus memiliki iman dalam pekerjaan Tuhan, dan seperti Ayub, jangan menyangkal Tuhan. Walaupun Ayub lemah dan mengutuki hari kelahirannya sendiri, dia tidak menyangkal bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia dikaruniakan oleh Yahweh dan Yahweh-lah juga yang bisa mengambil semuanya itu. Bagaimanapun dia diuji, dia tetap mempertahankan keyakinannya ini. Dalam pengalamanmu, pemurnian apa pun yang engkau alami melalui firman Tuhan, yang Tuhan kehendaki dari manusia, singkatnya, adalah iman mereka dan hati mereka yang mengasihi Tuhan. Yang Dia sempurnakan dengan bekerja dengan cara ini adalah iman, kasih dan aspirasi manusia. Tuhan melakukan pekerjaan penyempurnaan dalam diri manusia, dan mereka tidak bisa melihatnya, tidak bisa merasakannya; dalam situasi inilah imanmu dibutuhkan. Iman manusia dibutuhkan ketika sesuatu tidak bisa terlihat oleh mata telanjang, dan imanmu dibutuhkan ketika engkau tidak bisa melepaskan gagasanmu sendiri. Ketika engkau tidak memiliki kejelasan tentang pekerjaan Tuhan, yang dibutuhkan darimu adalah memiliki iman dan engkau harus berdiri teguh dan menjadi saksi. Ketika Ayub mencapai titik ini, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berbicara kepadanya. Artinya, hanya dari dalam imanmulah, engkau akan bisa melihat Tuhan, dan ketika engkau memiliki iman, Tuhan akan menyempurnakanmu. Tanpa iman, Dia tidak bisa melakukan ini. Tuhan akan mengaruniakan kepadamu apa pun yang ingin engkau dapatkan. Jika engkau tidak memiliki iman, engkau tidak bisa disempurnakan dan engkau tidak akan mampu melihat perbuatan Tuhan, apalagi kemahakuasaan-Nya. Jika engkau memiliki iman bahwa engkau akan melihat tindakan-Nya dalam pengalaman praktismu, Tuhan akan menampakkan diri kepadamu dan Dia akan mencerahkan dan membimbingmu dari dalam batinmu. Tanpa iman itu, Tuhan tidak bisa melakukan hal itu. Jika engkau sudah kehilangan harapan kepada Tuhan, bagaimana engkau akan bisa mengalami pekerjaan-Nya? Karena itu, hanya jika engkau memiliki iman dan tidak memendam keraguan terhadap Tuhan, hanya jika engkau memiliki iman yang sejati kepada-Nya apa pun yang Dia lakukan, Dia akan menerangi dan mencerahkanmu melalui pengalamanmu, dan hanya setelah itulah engkau akan bisa melihat tindakan-tindakan-Nya. Semua ini dicapai melalui iman. Iman hanya diperoleh melalui pemurnian, dan tanpa pemurnian, iman tidak dapat berkembang" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Firman Tuhan membantuku sedikit menenangkan diri. Aku menyadari bahwa aku sedang menghadapi salah satu ujian dari Tuhan, dan ada maksud Tuhan mengizinkanku mengidap penyakit ini, hanya saja aku belum memahami itu. Ketika Ayub menghadapi ujian, dia tidak mengerti maksud Tuhan, tetapi dia tetap tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Sebaliknya, dia berdoa dan memohon bimbingan, memberikan kesaksian bagi Tuhan dengan baik. Pada akhirnya, Tuhan memperlihatkan diri-Nya kepada Ayub; sungguh luar biasa berkat tersebut. Barusan, aku pingsan karena masalah jantung, dan meskipun aku masih belum mengerti apa maksud Tuhan, aku harus belajar dari Ayub dan tidak berbuat dosa dengan bibirku. Selain itu, Tuhan juga melihat apakah aku memiliki iman sejati atau tidak. Dahulu, ketika kondisi kesehatanku bagus, aku mampu mengorbankan diriku untuk-Nya, menanggung penderitaan dan membayar harga dalam tugasku tanpa mengeluh. Kini, setelah mengidap penyakit ini, aku tak dapat mengeluh tentang Tuhan. Aku harus mencari maksud Tuhan; aku tak boleh kehilangan imanku kepada-Nya.

Selama periode waktu setelah itu, kesehatanku memburuk. Jantungku sering berdebar, dadaku sesak, dan seluruh tubuhku terasa lemas. Saat berbicara, aku sering kesulitan bernapas dan mulai terengah-engah, bahkan aku tak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga yang sederhana. Melihat seperti apa kondisiku, aku merasa sedih dan berpikir, "Saya baru berusia tiga puluh tahun, apakah saya akan hidup seperti orang setengah cacat mulai sekarang? Aku mulai percaya kepada Tuhan saat berusia 21 tahun, mengorbankan masa mudaku dan meninggalkan segalanya. Aku tak gentar saat menghadapi penganiayaan oleh Partai Komunis. Mengapa Tuhan tidak melindungiku? Kini, semua orang aktif melaksanakan tugas mereka, tetapi aku mengidap penyakit ini. Di momen yang kritis ini, aku tak mampu melaksanakan tugasku ataupun melakukan perbuatan baik. Akankah aku tetap memiliki kesudahan dan tempat tujuan yang baik?" Makin aku memikirkannya, makin aku merasa sedih. Aku bersembunyi di balkon, menangis diam-diam. Makin aku menangis, makin aku merasa diperlakukan tidak adil, berpikir bahwa kesulitanku saat ini sangatlah menyedihkan. Setelah aku menangis, pikiranku terasa agak tenang, dan aku berlutut serta berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, penyakit ini membuatku sangat sedih, dan aku tak tahu apa maksud-Mu. Aku tahu bahwa tak seharusnya aku mengeluh atau menuntut-Mu tanpa nalar, tetapi hatiku sangat lemah dan tingkat pertumbuhanku sangat rendah. Mohon bimbinglah aku agar dapat memahami maksud-Mu, mengenal diriku sendiri, dan memetik pelajaran di tengah keadaan ini." Setelah berdoa, aku terpikir akan satu bagian dari firman Tuhan: "Tuhan memandang manusia sebagai anggota keluarga, tetapi mereka memperlakukan-Nya sebagai orang asing. Akan tetapi, setelah suatu periode pekerjaan Tuhan, manusia mulai mengerti apa yang Dia berusaha capai, dan mereka mengetahui bahwa Dialah Tuhan yang sejati; mereka juga mulai mengetahui apa yang dapat mereka peroleh dari Tuhan. Bagaimana cara orang menganggap Tuhan pada waktu ini? Mereka memandang-Nya sebagai penyelamat, serta berharap untuk diberi kasih karunia, berkat, dan janji-janji-Nya. Pada saat ini, bagaimana cara Tuhan menganggap manusia? Dia memandang mereka sebagai target penaklukan-Nya. Tuhan ingin menggunakan firman untuk menghakimi mereka, menguji mereka, dan memasukkan mereka ke dalam ujian. Akan tetapi, menurut anggapan orang pada waktu itu, Tuhan hanyalah objek yang dapat mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Orang melihat bahwa kebenaran yang dikeluarkan oleh Tuhan bisa menaklukkan dan menyelamatkan mereka, bahwa mereka memiliki suatu kesempatan untuk memperoleh sejumlah hal yang mereka inginkan dari-Nya, serta mencapai tempat tujuan yang mereka inginkan. Karena hal ini, sedikit kesungguhan terbentuk dalam hati mereka, dan mereka pun bersedia mengikuti Tuhan ini" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku sangat tertekan dan sedih. Tuhan telah membawaku ke rumah-Nya dan memperlakukanku sebagai keluarga, memberiku kesempatan untuk melaksanakan tugasku dan memungkinkanku untuk memperoleh berbagai kebenaran dalam tugasku agar pada akhirnya aku dapat menyingkirkan watakku yang rusak dan memperoleh keselamatan dari Tuhan. Namun, aku telah memperlakukan Tuhan sebagai penyelamat hidupku, hanya ingin memperoleh kasih karunia dan berkat dari-Nya. Ketika mengidap penyakit ini, aku menghitung berapa banyak yang telah kutinggalkan untuk Tuhan. Kupikir karena aku telah meninggalkan dan mengorbankan diriku untuk-Nya, tak seharusnya aku jatuh sakit, dan Tuhan seharusnya memberkatiku dengan kesehatan yang baik. Tak mendapatkan apa yang kuinginkan, aku sedih dan kecewa. Ternyata aku meninggalkan segalanya dan mengorbankan diriku bagi Tuhan bukan untuk membalas kasih-Nya. Sebaliknya, aku bertransaksi dengan-Nya; aku meninggalkan dan mengorbankan diri untuk memperoleh kasih karunia dan berkat. Menyadari bahwa aku masih menyimpan begitu banyak motif tercela dalam imanku kepada Tuhan, aku merasa sangat sedih dan kupikir aku tak layak untuk mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Aku memikirkan betapa kecewanya Tuhan saat melihat bahwa aku hanya melaksanakan tugasku untuk memperoleh berkat dari-Nya. Jika seorang anak hanya merawat orang tuanya agar dapat mewarisi harta, orang tuanya pasti akan merasa terluka. Aku sama saja seperti anak yang tak berbakti itu, hanya bekerja keras dan mengorbankan diriku demi kepentinganku sendiri. Bukan inilah yang ingin dilihat Tuhan. Setelah memahami hal ini, aku berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan. Aku bersedia melepaskan niatku untuk memperoleh berkat dan melaksanakan tugasku demi membalas kasih Tuhan. Setelah itu, aku mulai mengatur jadwal tidurku. Biasanya aku lebih sering fokus beristirahat, mengatur pola makanku, dan melaksanakan tugasku dengan normal setiap hari. Di luar dugaanku, seminggu kemudian, kesehatanku perlahan-lahan mulai membaik. Aku pun bersyukur dan memuji Tuhan.

Pada bulan Desember di tahun yang sama, aku mendapatkan tugas baru. Karena aku harus membiasakan diri dengan pekerjaan itu dan juga memeriksa pekerjaan saudara-saudari di kelompokku, ada beberapa hari di mana aku tidur cukup terlambat. Suatu hari, sekitar jam 5 sore, jantungku terasa sedikit nyeri. Rasa nyeri itu berlangsung cukup lama dan menjadi makin parah. Aku berdiri dan pergi ke kamar mandi, dan ketika aku keluar dari sana, jantungku terasa sangat sakit, dan aku kesulitan bernapas. Karena tak bisa berdiri tegak, aku berpegangan pada pintu dan kemudian perlahan-lahan jatuh ke lantai. Aku tergeletak di lantai selama sekitar setengah jam. Jantungku terasa sangat tidak nyaman, dan seluruh tubuhku gemetar tanpa henti. Melihatku tergeletak di lantai, salah seorang saudari sangat ketakutan dan membantuku naik ke tempat tidur. Kemudian, sekitar jam 10 malam, aku ingin duduk dan mengambil meja laptop di tempat tidur, tetapi aku tak memiliki kekuatan sama sekali. Saat itu, hatiku terasa sangat sedih, dan kupikir, "Jika kelak kesehatanku selalu buruk, apa yang harus kulakukan?" Keesokan harinya, bersama seorang saudari, aku pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan diri, tetapi hasilnya menunjukkan bahwa semuanya normal. Aku tak tahu harus senang atau khawatir melihat hasilnya. Untunglah aku tidak mengidap penyakit, tetapi benar-benar ada yang tidak beres denganku, dan jika penyakit itu tidak dapat didiagnosis, tidak ada cara untuk mengobatinya. Kemudian, setelah mempertimbangkan kondisi kesehatanku, pengawas mengurangi beban kerjaku. Melihat bahwa tugasku terus dikurangi, aku pun merasa khawatir, dan kupikir, "Tugasku sedikit demi sedikit berkurang, bukankah berarti kesempatanku untuk melakukan perbuatan baik akan makin berkurang? Bagaimana aku harus melakukan perbuatan baik dan memperoleh keselamatan di masa depan?" Aku merasa sedikit negatif saat memikirkan hal ini. Setelah itu, kesehatanku makin memburuk, dan bahkan saat berjalan dari kamarku ke kamar mandi, aku harus berpegangan pada dinding. Biasanya aku hanya bisa duduk di tempat tidur, dan saat aku tidak bisa duduk tegak, aku hanya bersandar di dinding atau di meja. Aku berpikir, "Dahulu, aku bisa sembuh asalkan beristirahat sebentar. Mengapa sekarang justru makin parah? Semua orang sibuk melaksanakan tugas mereka. Jika aku tidak dapat melaksanakan tugasku karena penyakitku, bukankah aku akan kehilangan kesempatanku untuk memperoleh keselamatan? Mulai sekarang, selama kesehatakanku memungkinkan, aku akan terus melaksanakan tugasku. Walaupun sekarang tugas yang bisa kulaksanakan terbatas, selama aku terus melaksanakan tugasku, mungkin Tuhan akan mengerti bahwa aku mampu bertekun dan akan membuatku pulih lebih cepat." Setelah itu, kesehatanku masih tetap buruk, dan rasa nyeri jantungku makin sering muncul. Aku tak bisa tahan jika ditakuti oleh sesuatu, dan jika ada suara yang keras, jantungku terasa tidak nyaman. Kupikir, "Meskipun mengidap penyakit ini, aku telah melakukan semua yang bisa kulakukan untuk melaksanakan tugasku, lalu mengapa kesehatanku menurun seperti ini? Mengapa Tuhan tidak menyembuhkanku? Penyakit ini sudah berlangsung selama hampir dua tahun. Aku pergi ke rumah sakit, tetapi mereka tak bisa mendiagnosisnya, dan tak ada yang bisa kulakukan untuk menyembuhkannya. Bahkan kini aku kesulitan untuk mengurus diriku sendiri, dan aku tak punya cukup tenaga untuk melaksanakan tugasku. Apakah aku akan disingkirkan?" Hatiku menjadi makin lemah, jadi aku berdoa kepada Tuhan dan memohon bimbingan.

Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Ketika manusia normal jatuh sakit, mereka akan selalu merasa menderita dan sedih, dan mereka pun terbatas dalam kemampuan mereka untuk menanggungnya. Namun, ada satu hal yang harus kauingat: jika orang selalu berpikir untuk mengandalkan kekuatan mereka sendiri ketika sakit untuk dapat melepaskan diri dari penyakit tersebut dan menghindarinya, apa akibatnya pada akhirnya? Selain menderita penyakit tersebut, bukankah mereka akan merasa makin menderita dan sedih? Itulah sebabnya makin orang mendapati dirinya diliputi oleh penyakit, makin mereka harus mencari kebenaran, dan makin mereka harus mencari cara penerapan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Makin orang diliputi penyakit, makin mereka harus datang ke hadapan Tuhan dan mengetahui kerusakan mereka sendiri serta menyadari tuntutan tak masuk akal yang mereka ajukan kepada Tuhan. Makin engkau diliputi penyakit, makin engkau diuji apakah engkau benar-benar taat. Jadi, ketika engkau sakit, kemampuanmu untuk tetap tunduk pada pengaturan Tuhan, untuk tidak mengeluh, untuk tidak mengajukan tuntutan yang tak masuk akal menunjukkan bahwa engkau adalah orang yang benar-benar mengejar kebenaran dan benar-benar menaati Tuhan, dan menunjukkan bahwa engkau mampu menjadi kesaksian, bahwa kesetiaan dan ketaatanmu kepada Tuhan nyata dan mampu lulus ujian, dan bahwa kesetiaan dan ketaatanmu kepada Tuhan bukanlah sekadar slogan dan doktrin. Inilah yang harus orang lakukan ketika mereka jatuh sakit. Ketika engkau sakit, itu bertujuan untuk menyingkapkan semua tuntutanmu yang tidak masuk akal dan imajinasi serta gagasanmu yang tidak realistis tentang Tuhan, dan juga bertujuan untuk menguji imanmu kepada Tuhan dan ketaatanmu kepada-Nya. Jika engkau lulus dalam ujian-ujian ini, berarti engkau memiliki kesaksian yang benar dan itu adalah bukti nyata imanmu kepada Tuhan, kesetiaanmu kepada Tuhan, dan ketaatanmu kepada-Nya. Inilah yang Tuhan inginkan, dan inilah yang harus dimiliki dan dijalani oleh makhluk ciptaan. Bukankah semua ini adalah hal yang positif? (Ya.) Semua ini adalah hal-hal yang harus orang kejar. Selain itu, jika Tuhan mengizinkanmu untuk sakit, bukankah Dia sanggup mengangkat penyakitmu kapan pun dan di mana pun? (Ya.) Tuhan sanggup mengangkat penyakitmu kapan pun dan di mana pun, jadi bukankah Dia juga sanggup menyebabkan penyakitmu terus ada dalam dirimu dan tidak pernah meninggalkanmu? (Ya.) Dan jika Tuhan membiarkan penyakit yang sama tidak pernah meninggalkan dirimu, mampukah engkau tetap melaksanakan tugasmu? Mampukah engkau tetap percaya kepada Tuhan? Bukankah ini adalah ujian? (Ya.) Jika engkau sakit dan beberapa bulan kemudian engkau sembuh, imanmu kepada Tuhan, kesetiaan dan ketaatanmu kepada Tuhan tidak sedang diuji, dan engkau belum memiliki kesaksian. Menderita sakit selama beberapa bulan adalah hal yang mudah, tetapi jika engkau sakit selama dua atau tiga tahun, dan imanmu serta keinginanmu untuk taat dan setia kepada Tuhan tidak berubah, melainkan menjadi makin nyata, bukankah ini menunjukkan bahwa engkau telah bertumbuh dalam hidup ini? Bukankah ini adalah hasil yang kautuai ini? (Ya.) Jadi, ketika orang yang benar-benar mengejar kebenaran jatuh sakit, mereka menjalaninya dan secara pribadi mengalami sangat banyak manfaat yang didapatkan dari penyakit mereka. Mereka tidak dengan cemas berusaha melepaskan diri dari penyakit mereka atau mengkhawatirkan akibatnya jika penyakit mereka berkepanjangan, masalah apa yang akan ditimbulkannya, apakah penyakit itu akan menjadi makin parah, atau apakah mereka akan mati—mereka tidak mengkhawatirkan hal-hal semacam ini. Selain tidak mengkhawatirkan hal-hal semacam ini, mereka mampu masuk secara positif, dan mereka mampu benar-benar percaya kepada Tuhan, benar-benar taat dan setia kepada-Nya. Dengan menerapkan seperti ini, mereka akhirnya memiliki kesaksian, dan ini juga sangat bermanfaat bagi jalan masuk kehidupan mereka dan perubahan watak mereka, dan ini menjadi landasan yang kuat bagi mereka untuk memperoleh keselamatan. Betapa menakjubkannya hal ini!" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (4)"). Firman Tuhan bagaikan cahaya di tengah kegelapan, menghiburku dan memberiku jalan untuk menerapkan. Tuhan tahu apa yang paling kubutuhkan saat ini. Dia telah mengatur keadaan ini untuk membantuku mencari kebenaran darinya dan memahami watakku yang rusak. Di saat yang sama, Tuhan ingin menguji iman dan ketundukanku. Mudah saja bagi Tuhan untuk menghilangkan penyakit ini dari diriku, tetapi Dia tak melakukannya. Sebaliknya, gejalaku justru memburuk, dan pasti ada maksud Tuhan di balik semua ini. Dua pengalamanku dengan penyakit ini menyingkapkan banyak pemberontakanku. Setiap kali mengalami penyakit ini, meskipun keinginan subjektifku pada awalnya adalah tunduk tanpa mengeluh, saat penyakitku makin parah, aku mulai mengeluh dan berargumen dengan Tuhan. Aku terus mengalami keadaan ini selama dua tahun terakhir, tetapi aku tak pernah berdiri teguh dalam kesaksianku, selalu menyimpan maksud untuk bertransaksi. Tuhan terus mengatur keadaan ini untuk kualami, Dia menunjukkan tanggung jawab-Nya terhadap hidupku, dan menyelamatkan aku. Aku harus memiliki hati nurani dan tak boleh mengeluh tentang Tuhan. Menghadapi keadaan ini, di satu sisi, aku harus memiliki ketundukan sejati dan melaksanakan tugasku sebaik mungkin. Di sisi lain, aku juga harus memahami watak rusak yang telah kuperlihatkan dan mencari kebenaran yang harus kumasuki.

Suatu hari, aku membaca firman Tuhan ini: "Kita baru saja membahas tentang bagaimana para antikristus muak akan kebenaran, bagaimana mereka menyukai hal-hal yang jahat dan tidak benar, mengejar kepentingan dan berkat, tidak pernah melepaskan maksud serta keinginan mereka untuk memperoleh berkat, dan selalu berusaha bertransaksi dengan Tuhan. Jadi, bagaimana seharusnya hal ini dikenali dan digolongkan? Jika kita menyebutnya mengutamakan keuntungan di atas segalanya, itu terlalu dangkal. Ini seperti bagaimana Paulus mengakui bahwa dia memiliki duri dalam dagingnya, dan bahwa dia harus bekerja agar dapat menebus dosa-dosanya, tetapi pada akhirnya, tetap ingin mendapatkan mahkota kebenaran. Apa natur dari hal ini? (Kejahatan.) Ini adalah sejenis watak yang jahat. Namun, apa natur dari hal ini? (Bertransaksi dengan Tuhan.) Watak yang jahat memiliki natur seperti ini. Dia mencari keuntungan dalam segala sesuatu yang dia lakukan, memperlakukan segala sesuatu sebagai transaksi. Ada pepatah di antara orang-orang tidak percaya: 'Tidak ada yang namanya makan siang gratis.' Para antikristus pun memiliki logika ini, dengan berpikir, 'Jika aku bekerja untuk-Mu, apa balasan yang akan Engkau berikan kepadaku? Manfaat apa yang dapat kuperoleh?' Bagaimana seharusnya natur ini diringkas? Natur ini didorong oleh keuntungan, mengutamakan keuntungan di atas segalanya, serta bersikap egois dan hina. Inilah esensi natur para antikristus. Mereka percaya kepada Tuhan hanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan berkat. Sekalipun mereka menanggung penderitaan tertentu atau membayar harga tertentu, semua itu bertujuan agar dapat bertransaksi dengan Tuhan. Maksud dan keinginan mereka untuk memperoleh berkat dan upah sangatlah besar, dan mereka berpaut erat pada hal tersebut. Mereka tidak menerima satu pun dari banyak kebenaran yang telah Tuhan ungkapkan, dan di dalam hati mereka, mereka selalu menganggap bahwa percaya kepada Tuhan adalah tentang memperoleh berkat dan mendapatkan tempat tujuan yang baik, bahwa ini adalah prinsip yang tertinggi, dan tidak ada yang bisa melampauinya. Mereka beranggapan bahwa orang tidak boleh percaya kepada Tuhan kecuali demi memperoleh berkat, dan jika bukan demi berkat, berarti kepercayaan kepada Tuhan tidak akan bermakna ataupun bernilai, sehingga itu akan kehilangan makna dan nilainya. Apakah gagasan-gagasan ini ditanamkan dalam diri para antikristus oleh orang lain? Apakah gagasan-gagasan ini berasal dari pendidikan atau pengaruh orang lain? Tidak, gagasan-gagasan ini ditentukan oleh esensi natur bawaan para antikristus, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah oleh siapa pun. Meskipun Tuhan yang berinkarnasi mengucapkan begitu banyak firman pada zaman sekarang, para antikristus tidak menerima satu pun dari firman tersebut, tetapi malah menolak dan mengutuk firman tersebut. Natur mereka yang muak akan kebenaran dan membenci kebenaran tidak akan pernah dapat berubah. Jika mereka tidak dapat berubah, apa yang ditunjukkan dari hal ini? Ini menunjukkan bahwa natur mereka jahat. Ini bukan sekadar masalah mengejar atau tidak mengejar kebenaran; ini adalah watak yang jahat, ini artinya secara terang-terangan menentang dan melawan Tuhan. Inilah esensi natur para antikristus; inilah diri mereka yang sebenarnya" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Tujuh: Mereka Jahat, Berbahaya, dan Curang (Bagian Dua)"). Firman Tuhan membuatku merenung secara mendalam. Tuhan menyingkapkan bahwa para antikristus percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan berkat dan bertransaksi dengan Tuhan dalam tugas mereka. Mereka bukan percaya kepada Tuhan untuk mengejar kebenaran dan mengubah watak hidup mereka. Selalu mengidap penyakit selama dua tahun terakhir telah menyingkapkan tingkat pertumbuhanku yang sebenarnya. Awalnya, aku bisa mengalaminya secara normal, tetapi seiring berjalannya waktu, ketika kondisiku memburuk, aku mulai mengeluh dan salah paham, dan aku mulai menggunakan tindakanku yang meninggalkan dan mengorbankan diriku sendiri untuk berargumen dengan Tuhan. Semua orang menderita penyakit dan mengalami kematian; ini adalah hal yang normal. Meninggalkan segalanya untuk percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku adalah pilihanku sendiri dan kulakukan dengan rela. Tindakanku yang mengorbankan diri dalam pelaksanaan tugasku tidak ada kaitannya dengan penyakitku. Namun, aku menggunakan tindakanku yang mengorbankan diri sendiri sebagai modal untuk mengajukan tuntutan yang tak masuk akal kepada Tuhan. Kupikir karena aku telah meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasku, dengan demikian Tuhan seharusnya melindungiku, tidak membiarkanku mengidap penyakit ini dan menanggung begitu banyak penderitaan, serta memberiku tempat tujuan yang baik di masa depan. Saat semua itu tidak terwujud, aku mengeluh, menuntut, dan berdebat dengan Tuhan. Aku teringat akan Paulus, yang mengelilingi hampir seluruh Benua Eropa untuk mengabarkan Injil dan melaksanakan banyak pekerjaan, melakukan semua ini hanya untuk mendapatkan mahkota dan tempat tujuan yang baik di masa depan. Paulus berkata, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Dalam perkataan tersebut, Paulus bertransaksi dengan Tuhan secara terang-terangan. Sangat wajar jika seseorang melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan, dan terlebih lagi, ini adalah cara Tuhan meninggikan manusia. Namun, Paulus memandang pengorbanan dirinya untuk Tuhan dari sudut pandang transaksional, benar-benar menyimpangkan makna dari pelaksanaan tugas seseorang. Jika dia tak mampu memperoleh upah dari Tuhan, Paulus menuntut dan berargumen dengan Tuhan, yang benar-benar memperlihatkan wataknya yang kejam dan jahat. Aku menyadari bahwa jalan yang kutempuh dalam imanku kepada Tuhan sama seperti yang ditempuh Paulus. Jika aku melanjutkan jalan ini, pada akhirnya aku pasti akan dihukum seperti dia. Setelah menyadari hal ini, aku menjadi agak takut dan berpikir, "Ternyata natur dan akibat dari mengejar berkat dalam beriman kepada Tuhan sangatlah serius. Aku tak boleh terus mengikuti pandangan yang salah tentang pengejaran ini."

Walaupun keadaanku sedikit berubah, kesehatanku belum membaik, dan justru terus memburuk. Kupikir sisa hidupku tinggal menghitung hari, dan terkadang aku mempunyai pemikiran negatif seperti, "Bukankah penyakit ini adalah cara Tuhan untuk menyingkapkan dan menghukumku? Kalau tidak, mengapa kesehatanku makin memburuk dan bukan membaik?" Memikirkan hal ini, hatiku terasa sangat sakit dan tak tertahankan. Suatu hari, aku terpikir akan firman Tuhan yang berbunyi: "Orang-orang harus sering memeriksa apa pun di dalam hati mereka yang tidak sesuai dengan Tuhan, atau yang merupakan kesalahpahaman tentang Dia." Jadi, aku menemukan bagian yang lengkap dari firman Tuhan tersebut dan membacanya: "Orang-orang harus sering memeriksa apa pun di dalam hati mereka yang tidak sesuai dengan Tuhan, atau yang merupakan kesalahpahaman tentang Dia. Bagaimana kesalahpahaman bisa terjadi? Mengapa orang-orang salah memahami Tuhan? (Karena kepentingan pribadi mereka terpengaruh.) ... Dengan cara apa lagikah Tuhan mengasihi manusia selain dengan memberi mereka belas kasih, keselamatan, pemeliharaan, perlindungan, dan dengan mendengarkan doa-doa mereka? (Dengan mendidik, mendisiplinkan, memangkas, menghakimi, menghajar, menguji, dan memurnikan.) Itu benar. Tuhan menunjukkan kasih-Nya dalam banyak cara: dengan memukul, mendisiplinkan, menegur, dan dengan menghakimi, menghajar, menguji, memurnikan, dan sebagainya. Semua ini adalah aspek-aspek dari kasih Tuhan. Hanya sudut pandang inilah yang komprehensif dan sesuai dengan kebenaran. Jika engkau memahami hal ini, ketika engkau memeriksa dirimu sendiri dan menyadari bahwa engkau memiliki kesalahpahaman tentang Tuhan, bukankah engkau akan mampu mengenali penyimpanganmu, dan berhasil dalam merenungkan di mana letak kesalahanmu? Bukankah hal ini dapat membantumu membereskan kesalahpahamanmu tentang Tuhan? (Ya.) Untuk mencapai hal ini, engkau harus mencari kebenaran. Selama orang-orang mencari kebenaran, mereka akan mampu menghilangkan kesalahpahaman mereka tentang Tuhan, dan setelah mereka menghilangkan kesalahpahaman mereka tentang Tuhan, mereka akan mampu tunduk pada semua pengaturan Tuhan. ... Tuhan dapat menganugerahkan kasih karunia dan berkat kepada manusia, dan memberi mereka makanan sehari-hari, tetapi Dia juga dapat mengambil semua itu. Itulah otoritas, esensi, dan watak Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Dengan Memahami Kebenaran, Orang Bisa Mengetahui Perbuatan Tuhan"). Firman Tuhan seketika membuat hatiku terasa jauh lebih terang. Ternyata aku selalu memiliki pandangan yang salah: Aku meyakini jika Tuhan mengasihi seseorang, Dia akan terus memberkatinya, membuat segalanya berjalan dengan lancar untuk orang itu dan menjaga agar dia tetap aman, tetapi jika Dia tidak mengasihi seseorang, Dia akan membuat orang itu menanggung banyak hal yang menyakitkan dalam bentuk suka duka, kesulitan, penyakit, dan sebagainya. Oleh karena itu, ketika kesehatanku makin memburuk, kupikir itu mungkin adalah cara Tuhan untuk menghukumku, dan aku hidup dalam gagasan dan imajinasiku, merasa negatif dan menderita. Jika kupikirkan dengan saksama, meskipun mengalami penyakit selama dua tahun ini membuatku menderita, aku lebih sering berdoa dan memohon bimbingan dari Tuhan selama proses ini, dan kurasa aku makin dekat dengan-Nya. Aku juga menyadari bahwa niatku untuk mengejar berkat begitu kuat. Semua ini adalah cara Tuhan untuk memberkatiku, dan ini adalah hak istimewaku. Seperti yang diungkapkan firman Tuhan: Kasih Tuhan bukan hanya belas kasihan, kasih setia, perhatian dan perlindungan. Penghakiman, hajaran, ujian dan pemurnian juga merupakan kasih Tuhan; semua itu adalah berkat dan kasih karunia-Nya. Cara-Nya menunjukkan kasih ini mungkin bukanlah cara yang kusukai, melainkan yang kubutuhkan. Tanpa keadaan ini, aku tak akan mengenal diriku sendiri. Saat ini, aku telah mengalami sendiri perhatian Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Tuhan telah menyelamatkanku sepanjang waktu, tetapi Dia masih harus menanggung kesalahpahaman dan keluhanku. Aku membenci diriku sendiri saat memikirkan hal ini, sekaligus sangat tersentuh oleh kasih Tuhan.

Selama itu, aku sering teringat akan pengalaman Petrus. Aku tahu bahwa aku tak sebanding dengan kemanusiaannya, ataupun dengan tekadnya untuk mengejar kasih Tuhan, tetapi aku ingin tahu seperti apa pengalaman Petrus saat menanggung penghakiman, hajaran, ujian serta pemurnian, dan bagaimana dia bisa melewati masa di mana dia begitu kesakitan dan lemah. Aku mulai menonton dua video pembacaan firman Tuhan: "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman" dan "Cara Petrus Mengenal Yesus". Aku membaca firman Tuhan ini: "Sekarang seharusnya engkau mampu melihat dengan jelas jalan yang ditempuh oleh Petrus. Jika engkau dapat melihat jalan Petrus dengan jelas, engkau pasti akan yakin tentang pekerjaan yang sedang dikerjakan saat ini, sehingga engkau tidak akan mengeluh atau bersikap negatif, atau merindukan apa pun. Engkau harus mengalami suasana hati Petrus pada saat itu: Petrus dilanda kesedihan; dia tidak lagi meminta masa depan atau berkat. Petrus tidak mencari keuntungan, kebahagiaan, ketenaran, atau kekayaan di dunia; dia hanya berusaha menjalani kehidupan yang paling bermakna, yaitu membalas kasih Tuhan dan mempersembahkan apa yang dianggapnya paling berharga kepada Tuhan. Kemudian barulah Petrus merasa puas dalam hatinya. Petrus sering berdoa kepada Yesus dengan kata-kata: 'Tuhan Yesus Kristus, aku pernah mengasihi-Mu, tetapi aku tidak pernah sungguh-sungguh mengasihi-Mu. Meskipun aku berkata aku beriman kepada-Mu, aku tidak pernah mengasihi-Mu dengan hati yang tulus. Aku hanya mengagumi-Mu, memuja-Mu, dan merindukan-Mu, tetapi aku tidak pernah mengasihi-Mu atau sungguh-sungguh beriman kepada-Mu.' Petrus selalu berdoa untuk membuat keputusannya, dan dia selalu didorong oleh perkataan Yesus dan mendapatkan motivasi darinya. Kemudian, setelah pengalamannya selama beberapa waktu, Yesus mengujinya, menggugahnya agar lebih merindukan-Nya. Petrus berkata: 'Tuhan Yesus Kristus! Betapa aku merindukan-Mu, dan rindu untuk memandang-Mu. Kekuranganku sangat banyak, dan aku tidak mampu membalas kasih-Mu. Kumohon agar Engkau segera membawaku pergi. Kapan Engkau akan membutuhkanku? Kapan Engkau akan membawaku pergi? Kapan aku akan sekali lagi memandang wajah-Mu? Aku tidak ingin hidup lebih lama di dalam tubuh ini, terus menjadi rusak, dan aku tidak mau lagi memberontak. Aku siap mempersembahkan segala milikku kepada-Mu sesegera mungkin, dan aku tidak mau lagi membuat-Mu sedih.' Beginilah cara Petrus berdoa, tetapi pada saat itu dia tidak tahu apa yang akan disempurnakan Yesus dalam dirinya. Dalam penderitaannya selama ujian, Yesus kembali menampakkan diri kepadanya dan berkata: 'Petrus, Aku ingin menyempurnakanmu, sehingga engkau menjadi buah, yang merupakan perwujudan penyempurnaan-Ku akan dirimu, dan yang akan Kunikmati. Dapatkah engkau sungguh-sungguh menjadi kesaksian bagi-Ku? Sudahkah engkau melakukan apa yang Kuminta? Sudahkah engkau hidup dalam perkataan yang Kuucapkan? Engkau pernah mengasihi-Ku, tetapi walaupun engkau mengasihi-Ku, sudahkah engkau hidup dalam-Ku? Apa yang telah kaulakukan untuk-Ku? Engkau menyadari bahwa engkau tidak layak menerima kasih-Ku, tetapi apa yang telah kaulakukan untuk-Ku?' Petrus menyadari bahwa dia belum pernah melakukan apa pun untuk Yesus dan mengingat sumpahnya di masa lalu untuk memberikan hidupnya kepada Tuhan. Oleh karena itu, Petrus tidak mengeluh lagi, dan doa-doanya sejak saat itu menjadi jauh lebih baik. Petrus berdoa, ujarnya: 'Tuhan Yesus Kristus! Aku pernah meninggalkan-Mu, dan Engkau juga pernah meninggalkanku. Kita pernah hidup berjauhan, dan pernah tinggal bersama berdampingan. Namun Engkau mengasihiku lebih dari segalanya. Aku telah berulang kali memberontak terhadap-Mu dan berulang kali mendukakan-Mu. Bagaimana aku bisa melupakan hal-hal seperti itu? Aku selalu mengingat dan tidak pernah melupakan pekerjaan yang telah Engkau lakukan terhadapku dan apa yang telah Engkau percayakan kepadaku. Aku telah melakukan segala sesuatu yang kubisa dengan pekerjaan yang telah Engkau lakukan terhadapku. Engkau tahu apa yang dapat kulakukan, dan Engkau lebih tahu peran apa yang dapat kumainkan. Aku ingin tunduk sepenuhnya pada pengaturan-Mu, dan aku akan mempersembahkan segala yang kumiliki kepada-Mu. Hanya Engkau yang tahu apa yang dapat kulakukan untuk-Mu. Walaupun Iblis sering kali memperdayaku dan aku memberontak terhadap-Mu, aku percaya Engkau tidak mengingatku karena pelanggaran-pelanggaran itu, dan Engkau tidak memperlakukanku berdasarkan pelanggaran-pelanggaran itu. Aku ingin mempersembahkan seluruh hidupku kepada-Mu. Aku tidak meminta apa pun, dan tidak memiliki harapan atau rencana lain; aku hanya ingin bertindak sesuai dengan maksud-Mu dan mengikuti kehendak-Mu. Aku akan minum dari cawan-Mu yang pahit, dan aku siap menjalankan perintah-Mu'" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Cara Petrus Mengenal Yesus"). "Engkau semua harus jelas mengenai jalan yang kautempuh. Engkau semua harus jelas mengenai jalan yang akan kautempuh di masa depan, apa yang akan disempurnakan oleh Tuhan, dan apa yang telah dipercayakan kepadamu. Suatu hari, mungkin, engkau semua akan diuji, dan jika pada saat itu engkau mampu mendapatkan inspirasi dari pengalaman Petrus, hal itu akan menunjukkan bahwa engkau semua sungguh-sungguh sedang berjalan di jalan Petrus" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Cara Petrus Mengenal Yesus"). Firman Tuhan membuatku sangat tersentuh, begitu pun dengan tekad Petrus untuk mengejar kasih Tuhan. Setelah membaca tentang pengalaman Petrus, aku merasa sangat malu. Di tengah ujiannya, Petrus selalu mencari cara untuk mengasihi Tuhan dengan lebih murni, dan dia membenci dirinya sendiri saat dia tak bisa memuaskan Tuhan. Dia selalu mencari cara untuk memberikan miliknya yang paling berharga kepada Tuhan. Namun, selama mengidap penyakit itu, aku hanya memperlihatkan pemberontakan dan kesalahpahaman. Aku mengkhawatirkan seperti apa tempat tujuanku kelak jika penyakitku makin parah atau takut jika aku akan mati. Kupikir Tuhan telah mengatur keadaan ini untuk menyingkapkan dan menghukumku. Yang kupikirkan hanyalah kepentinganku sendiri, dan aku tak melakukan apa pun untuk memuaskan Tuhan. Tingkat pertumbuhanku sangatlah rendah, dan aku tak bisa bertahan menghadapi kesukaran apa pun. Walaupun kini tubuhku sangat lemah, dan tugas yang dapat kulaksanakan sangat terbatas, aku tak boleh kehilangan tekadku untuk mengejar kebenaran. Seperti apa pun keadaan yang kuhadapi, aku adalah makhluk ciptaan, dan mengejar kasih Tuhan serta mengenal-Nya adalah tujuan yang harus kukejar di kehidupan ini. Karena aku hidup di bumi ini, aku harus mengejar kebenaran dan dengan baik melaksanakan tugas yang seharusnya kulaksanakan.

Suatu hari, sejak pagi tubuhku terasa lemah. Rasa nyeri jantungku muncul lebih sering dari yang sebelumnya, dan juga berlangsung lebih lama. Aku berbaring di tempat tidur hampir sepanjang hari. Di malam hari, keadaanku memburuk, dan aku kesulitan bernapas. Seorang saudari yang tinggal denganku memanggil ambulans, dan aku berdoa kepada Tuhan di dalam hatiku, "Tuhan, sepertinya aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Apakah Engkau telah menakdirkanku untuk hidup hingga di usia ini? Apakah aku akan mati?" Saat itu, satu kalimat firman Tuhan teringat dengan jelas di pikiranku: "Selama engkau masih mempunyai napas tersisa, Tuhan tak akan membiarkanmu mati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Firman Tuhan menerangi hatiku bagaikan seberkas cahaya. Tuhanlah yang menentukan apakah aku bisa terus bernapas atau tidak. Jika Dia tak membiarkanku mati, aku tak akan mati. Aku teringat akan pengalaman Petrus yang sudah sering kubaca selama waktu ini. Bahkan saat Petrus sekarat, dia berdoa kepada Tuhan, mengatakan bahwa dia belum bisa cukup mengasihi Tuhan. Pengalaman Petrus menginspirasiku, dan aku berdoa kepada Tuhan di dalam hati, "Tuhan, entah aku akan mati atau tidak, aku yakin bahwa semuanya ada di tangan-Mu. Jika Engkau telah menakdirkanku untuk hidup sampai di usia ini saja, aku tak akan mengeluh. Meskipun aku tak bisa sebanding dengan Petrus, aku bersedia belajar darinya dan tunduk pada semua pengaturan dan penataan-Mu. Inilah yang harus kulakukan sebagai makhluk ciptaan. Tuhan, aku ingin bersyukur dan memuji-Mu." Kemudian, setelah dibawa ambulans ke rumah sakit dan menjalani berbagai pemeriksaan oleh dokter, aku merasa sangat tenang. Meskipun telah melakukan pemeriksaan, dokter masih belum bisa memastikan penyakit macam apa yang kuderita, dan tak ada cara untuk melakukan perawatan. Dokter hanya memintaku untuk pulang dan memulihkan diri. Aku makin yakin bahwa hidupku ada di tangan Tuhan, dan dokter tak bisa menentukan hidup atau matiku. Jika aku ditakdirkan untuk mati, dokter tak akan bisa menyelamatkanku, dan jika aku tak ditakdirkan untuk mati, aku tak akan mati. Sesampai di rumah, aku masih sangat lemah, jadi aku berbaring untuk tidur. Ketika aku bangun, tanpa sadar aku mengepalkan kedua tanganku. Tak kuduga, tanganku terasa lebih kuat daripada sebelumnya. Aku memakai sandalku dan bangun dari tempat tidur, menyadari bahwa entah bagaimana, aku bisa berjalan dengan normal tanpa berpegangan pada apa pun. Aku tak menyangka hal ini; apakah aku benar-benar sudah membaik begitu saja? Setelah itu, seminggu kemudian, aku tak lagi merasa lemah dan lemas seperti sebelumnya, lalu aku mulai melaksanakan tugasku dengan normal. Kini, sudah setahun berlalu. Tubuhku perlahan-lahan pulih, dan aku mampu melaksanakan tugasku dengan normal.

Setelah mengalami hal ini, aku benar-benar memahami secara langsung bahwa ujian dan pemurnian dari Tuhan dimaksudkan untuk menyucikan dan menyelamatkan manusia. Meskipun aku menanggung sedikit penderitaan selama mengidap penyakit ini, apa yang telah kuperoleh jauh melebihi rasa sakit yang kuderita, Ini adalah sesuatu yang tak akan kutukarkan dengan apa pun. Ini telah membawa kekayaan dalam hidupku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kualitas Buruk Bukanlah Alasan

Oleh Saudari Zhuiqiu, TiongkokDahulu, setiap kali aku dihadapkan dengan beberapa kesulitan ketika melaksanakan tugasku, atau melakukan...