Mendapatkan berkat melalui kemalangan

04 Agustus 2021

Oleh Saudari Du Juan, Jepang

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Ketika orang melihat ke belakang ke jalan yang telah ia jalani, saat ia mengingat setiap fase perjalanannya, ia melihat bahwa di setiap langkah, baik perjalanan tersebut mulus atau sulit, Tuhan sedang membimbing jalannya, merencanakannya dengan saksama. Pengaturan Tuhan yang cermat itulah, perencanaan-Nya yang saksama itulah yang memimpinnya sampai hari ini, tanpa ia menyadarinya. Mampu menerima kedaulatan Sang Pencipta, menerima keselamatan-Nya—sungguh keberuntungan yang luar biasa! ... Jika orang tidak memiliki Tuhan, jika orang tidak bisa melihat-Nya, jika ia tidak bisa dengan jelas mengenali kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, sungguh memilukan. Di mana pun seseorang berada, apa pun pekerjaannya, cara hidup dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa akhir, sampai-sampai ia tak tahan ketika melihat kembali masa lalunya. Hanya jika orang menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk pada penataan dan pengaturan-Nya, dan mencari kehidupan manusia yang sejati, barulah ia akan berangsur-angsur mulai terbebas dari segala sakit hati dan penderitaan, dan menyingkirkan segala kekosongan hidup" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan ini sungguh menyentuhku karena persis menggambarkan hidupku.

Aku lahir di keluarga desa yang miskin dan orang-orang memandangku rendah selama hidupku. Keluargaku miskin, hingga terkadang aku tak tahu dari mana makanan kami selanjutnya, dan aku selalu memakai baju bekas kakakku. Bajunya kebesaran untukku. Semua teman sekelasku mengejekku dan tak mau berteman denganku. Masa kecilku sungguh menyakitkan. Sejak itu, aku bertekad: Jika aku besar nanti, aku harus menghasilkan banyak uang, memiliki hidup yang indah, supaya tidak ada lagi yang merendahkanku. Karena keluargaku tidak punya uang, aku terpaksa berhenti sekolah sebelum lulus SMP dan bekerja di pabrik obat. Aku sering bekerja lembur hingga pukul 10.00 malam untuk dapat upah tambahan. Suatu ketika, aku dengar kakakku bisa hasilkan uang sebanyak gajiku sebulan dengan menjual sayuran selama lima hari. Aku langsung mengundurkan diri dari pabrik obat untuk berjualan sayuran. Setelah menikah, aku dan suamiku membuka restoran. Aku kira akan lebih banyak uang saat menjalankan usaha restoran, supaya aku bisa hidup mewah dan bermartabat, membuat iri dan dikagumi orang. Namun, kompetisi sangat kejam di bisnis itu dan kami hanya merekrut satu pelayan demi menghemat uang. Aku lakukan semua, menangani dapur dan tempat makan. Terkadang aku terlalu lelah untuk sekadar berdiri. Beberapa pejabat pemerintah datang membeli tetapi tak pernah membayar, dan banyak denda serta pajak yang harus dibayar. Terkadang mereka mencari-cari alasan untuk mendenda kami dan membawa penghasilan harian kami. Ini membuatku geram, tetapi di Tiongkok, kau tak boleh protes. Kau harus tetap diam. Meski kami sudah bekerja sangat keras, penghasilan kami tetap sedikit. Aku mulai khawatir setelah sekian lama menjalankan usaha, merenung, "Kapan aku punya hidup indah dan banyak uang?"

Tahun 2008, temanku memberi tahu satu hari bekerja di Jepang, penghasilanmu sama dengan bekerja 10 hari di Tiongkok. Aku bersemangat mendengarnya. Aku merasa akhirnya punya peluang bagus menghasilkan banyak uang. Perantara keuangan ke Jepang tinggi, tetapi kupikir, "Engkau tidak bisa membuat omelet tanpa memecahkan telur. Selama kami bisa bekerja di Jepang, kami bisa mendapatkan uang itu kembali dengan seketika." Aku dan suamiku memutuskan ke Jepang untuk meraih mimpi itu. Di sana, kami harus bekerja 13-14 jam setiap hari. Kami kelelahan. Setelah bekerja, kami hanya ingin beristirahat. Kami tak berselera makan. Punggung bawahku selalu sakit dan aku tak mampu berobat ke dokter, jadi aku hanya minum obat penghilang rasa sakit. Aku tak hanya merasakan rasa sakit, tetapi juga dimarahi atasanku dan dirundung rekan kerjaku. Suatu ketika aku melakukan kesalahan saat baru bekerja. Atasanku murka padaku dan aku sangat tertekan hingga aku menangis. Namun, aku bisa apa? Aku harus menahan perasaanku untuk tetap menghasilkan uang. Berulang kali kukatakan pada diriku, "Saat ini sulit, tetapi jika sudah punya uang, aku akan bisa melawan dan menatap mata orang. Aku harus bertahan." Maka dari itu, aku tetap bekerja seperti mesin penghasil uang. Di luar dugaan, tahun 2015, aku jatuh sakit karena terlalu lelah bekerja. Aku periksa ke rumah sakit, dan dokter berkata tulang puggungku bergeser dan menekan saraf, dan jika aku tetap bekerja, aku akan jatuh sakit dan tak bisa mengurus diri. Hal itu mengejutkanku, sekaligus membuatku lemas. Perjuanganku terasa berjalan baik dan aku hampir meraih mimpiku. Namun, aku berakhir sakit. Aku tidak terima, dan aku berpikir: "Aku masih muda, jika berusaha, aku bisa lewati ini. Kalau aku tak hasilkan cukup uang sekarang dan kembali ke Tiongkok dengan tangan kosong, akan memalukan, bukan?" Jadi, aku memaksakan diri dan tetap bekerja saat sakit. Ketika terasa sangat sakit, aku pakai obat tempel dan memaksakan diri. Aku bekerja seharian, terasa sangat sakit pada malam hari hingga aku tak bisa tidur. Mengubah posisi tidur pun susah. Beberapa hari kemudian, sakitku sangat parah dan pindah dari tempat tidur pun tidak bisa.

Ketika berbaring di tempat tidur aku merasa tak berdaya dan kesepian, lalu berpikir, "Kenapa keadaanku begini padahal aku masih muda? Apakah aku akan lumpuh?" Aku merasakan kesedihan yang tak bisa kuungkapkan, dan berpikir, "Manusia hidup untuk apa? Apakah hanya mencari uang dan terpandang? Apakah uang membawa kebahagiaan? Apakah bekerja keras demi uang sepadan?" Hampir 30 tahun bekerja membanting tulang, aku bekerja di pabrik, menjual sayuran, usaha restoran, dan bekerja ke Jepang. Selama ini aku sudah hasilkan uang, tetapi sangat banyak penderitaan. Awalnya, kukira setelah aku sadar cita-citaku dengan datang ke Jepang, aku akan cepat kaya dan hidup mewah. Namun, aku justru terbaring di tempat tidur, dan mungkin bahkan berujung hidup memakai kursi roda. Saat itu, aku menyesal karena aku terbawa keinginan menghasilkan uang dan menjadi terpandang. Aku merasa rugi, menderita, dan sedih. Aku hanya menangis. Aku berteriak di dalam hatiku: "Surga, tolong aku! Kenapa hidupku sangat melelahkan, sangat susah?"

Dan ketika aku tak berdaya dan sakit, penyelamatan Tuhan pada akhir zaman datang padaku. Suatu ketika, aku bertemu dua saudari yang percaya Tuhan. Dengan membaca firman Tuhan dan mendengar persekutuan kebenaran bersama mereka, aku mengerti bahwa semua hal diciptakan oleh Tuhan, Tuhan berkuasa atas seluruh semesta, nasib semua orang berada di tangan Tuhan, Tuhan membimbing dan menuntun umat manusia selama ini, dan Dia selalu menjaga dan melindungi manusia. Namun, aku bingung akan satu hal. Nasib kita dikendalikan Tuhan, dan Tuhan menuntun dan melindungi kita selama ini, maka kita seharusnya merasa bahagia. Lalu mengapa kita masih merasakan penyakit dan rasa sakit? Mengapa hidup begitu sulit? Dari mana semua rasa sakit ini? Aku menanyakan itu pada saudari itu.

Saudari Qin membacakan firman Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku: "Apa sumber penderitaan seumur hidup mulai dari melahirkan, kematian, penyakit, dan usia tua yang manusia alami? Apa yang menyebabkan manusia mengalami hal-hal ini Manusia tidak mengalami hal-hal ini ketika mereka pertama kali diciptakan, bukan? Jadi darimanakah datangnya semua itu? Semua ini terwujud setelah manusia dicobai Iblis dan daging mereka menjadi merosot. Rasa sakit daging manusia, penderitaannya, dan kehampaannya serta urusan dunia manusia yang sangat menyedihkan, hanya datang begitu Iblis telah merusak manusia. Setelah manusia dirusak oleh Iblis, ia mulai menyiksa mereka. Akibatnya, mereka menjadi semakin merosot. Penyakit mereka menjadi semakin parah, dan penderitaan mereka semakin lama menjadi semakin berat. Semakin banyak orang merasakan kekosongan dan tragedi dunia manusia, juga ketidakmampuan mereka untuk terus hidup di sana, dan mereka merasa semakin lama semakin kehilangan harapan untuk dunia. Jadi, penderitaan ini ditimpakan kepada manusia oleh Iblis" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Makna dari Tuhan Mengecap Penderitaan Duniawi"). Lalu dia membagikan persekutuan ini: "Saat Tuhan menciptakan manusia, mereka ditemani, dipelihara dan dilindungi oleh Tuhan. Tak ada kelahiran, menua, sakit, dan kematian dan tidak ada rasa khawatir dan gangguan. Manusia hidup penuh pemeliharaan di Taman Eden, menikmati segala hal yang dianugerahkan oleh Tuhan. Mereka hidup bahagia dan suka cita di bawah tuntunan Tuhan. Namun, manusia diperdaya dan dirusak oleh Iblis. Mereka memercayai tipu dayanya, berdosa dan mengkhianati Tuhan, sehingga kehilangan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Kita telah hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis sejak itu dan jatuh ke dalam kegelapan. Kita menjalani hidup dengan susah payah, takut, sakit, dan sedih. Beribu tahun lamanya, Iblis telah terus-menerus menggunakan ajaran sesat dan kesesatan seperti materialisme, ateisme, dan evolusi, dan ungkapan yang disebarkan oleh tokoh-tokoh besar dan terkenal untuk menyesatkan dan mencelakakan manusia, seperti 'tak ada Tuhan di dunia ini,' 'takdir seseorang berada di tangannya sendiri,' tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri dan yang ketinggalan akan dimangsa,' 'jika engkau lebih menonjol dari orang lain, engkau akan membawa kehormatan bagi nenek moyangmu,' dan 'manusia akan melakukan apa pun untuk menjadi kaya,' 'uang membuat dunia berputar,' dan lain sebagainya. Setelah menerima kesesatan Iblis ini, manusia menyangkal keberadaan dan aturan Tuhan, menjauhi Tuhan, dan mengkhianati Tuhan. Mereka telah menjadi semakin congkak dan sombong, lebih egois, licik, dan jahat. Manusia bermuslihat, bertengkar, dan membunuh hanya demi ketenaran, status, dan kekayaan. Suami dan istri, sesama teman saling menipu dan mengkhianati, bahkan ayah dan anak saling melawan dan sesama saudara saling serang. Kita sungguh telah kehilangan kemanusiaan yang wajar dan hidup layaknya hewan, bukan manusia. Kesesatan Iblis telah mencelakakan banyak orang. Karena mereka merasa bisa mengendalikan atau mengubah nasibnya, mereka menentang nasib mereka sendiri. Mereka berjuang seumur hidup, dan mereka bukan saja gagal mengubah nasib, tetapi juga menghancurkan diri sendiri. Manusia telah disesatkan dan dirusak Iblis. Kita bersusah payah setiap hari, tersiksa lahir-batin. Segala macam penyakit dan penderitaan sedang meningkat. Penderitaan dan rasa gelisah ini membuat kita merasa hidup manusia di dunia ini terlalu sulit dan melelahkan. Ini semua terjadi setelah Iblis merusak manusia, Iblislah yang mencelakakan kita, dan itu juga merupakan buah pahit karena manusia menyangkal Tuhan dan mengkhianati-Nya."

Persekutuan Saudari Qin menunjukkan kepadaku bahwa penyakit manusia sebenarnya berasal dari Iblis. Setelah Iblis merusak manusia, kita kehilangan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, maka timbullah segala macam penyakit dan derita. Saudari itu kemudian berkata: "Tuhan tidak tega melihat manusia dipermainkan dan disiksa Iblis. Dia berinkarnasi dua kali untuk menebus dan menyelamatkan manusia. Pertama, Dia berinkarnasi sebagai Tuhan Yesus, disalibkan sebagai korban penghapus dosa manusia, menebus kita dari dosa. Dengan percaya kepada Tuhan Yesus, dosa-dosa kita diampuni tetapi natur berdosa kita tetap ada dan kita belum sepenuhnya bebas dari dosa. Tuhan sekali lagi berinkarnasi di antara manusia di akhir zaman untuk mengungkapkan kebenaran dan melakukan pekerjaan penghakiman dan penahiran sehingga kita sepenuhnya bisa selamat dari Iblis, membuang dosa, dan ditahirkan, hingga akhirnya kita dituntun ke dalam kerajaan Tuhan. Dengan membaca firman Tuhan lebih banyak kita bisa memahami kebenaran dan memiliki kearifan. Kita akan paham bagaimana Iblis merusak manusia dan memahami esensi jahatnya. Kita akan bisa menolak Iblis dan lepas dari pengaruhnya, sehingga ia tidak akan bisa mempermainkan atau mencelakakan kita lagi." Aku sangat senang mendengar bahwa Tuhan secara pribadi datang menyelamatkan kita. Aku sungguh tidak ingin Iblis terus menerus mencelakakanku seperti itu, tetapi aku tak begitu paham bagaimana Iblis mencelakakan aku, jadi, aku bertanya kepada dua saudari itu: "Aku sudah berusaha sangat keras untuk unggul di antara yang lain tetapi itu membuatku menanggung derita tak tertahankan. Apakah Iblis yang melakukan ini padaku?"

Saudari Zhang membaca beberapa firman Tuhan Yang Mahakuasa terkait pertanyaanku. "Iblis menggunakan metode yang sangat halus semacam ini, sebuah metode yang sangat selaras dengan gagasan manusia, yang sama sekali tidak radikal, yang melaluinya menyebabkan orang tanpa sadar menerima cara hidup Iblis, aturan-aturan Iblis untuk dijalani, dan untuk menetapkan tujuan hidup serta arah dalam kehidupan mereka, dan dengan melakukannya, mereka juga tanpa sadar jadi memiliki ambisi dalam kehidupan. Sebesar apa pun tampaknya ambisi kehidupan ini, semua itu terkait erat dengan 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Segala sesuatu yang diikuti oleh orang hebat atau terkenal mana pun—sebenarnya, oleh semua orang—dalam kehidupan, hanya terkait dengan dua kata ini: 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Orang mengira setelah memiliki ketenaran dan keuntungan, mereka kemudian dapat memanfaatkan hal-hal tersebut untuk menikmati status yang tinggi dan kekayaan yang besar, serta menikmati hidup. Mereka menganggap ketenaran dan keuntungan adalah semacam modal yang bisa mereka gunakan untuk memperoleh kehidupan yang penuh pencarian akan kesenangan dan kenikmatan daging yang sembrono. Demi ketenaran dan keuntungan yang begitu didambakan umat manusia ini, orang-orang bersedia, meskipun tanpa sadar, menyerahkan tubuh, pikiran mereka, semua yang mereka miliki, masa depan, dan nasib mereka kepada Iblis. Mereka melakukannya bahkan tanpa keraguan sedikit pun, tanpa pernah tahu akan perlunya memulihkan semua yang telah mereka serahkan. Dapatkah orang tetap memegang kendali atas diri mereka sendiri setelah mereka berlindung kepada Iblis dengan cara ini dan menjadi setia kepadanya? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali dan sepenuhnya dikendalikan oleh Iblis. Mereka telah sama sekali dan sepenuhnya tenggelam dalam rawa, dan tidak mampu membebaskan dirinya. Begitu seseorang terperosok dalam ketenaran dan keuntungan, mereka tidak lagi mencari apa yang cerah, apa yang benar, atau hal-hal yang indah dan baik. Ini karena kekuatan menggoda yang dimiliki ketenaran dan keuntungan atas diri orang-orang terlalu besar; ketenaran dan keuntungan menjadi hal yang dikejar orang sepanjang hidup mereka dan bahkan untuk selamanya tanpa akhir. Bukankah benar demikian?" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasat mata, dan mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk membuang belenggu tersebut. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI").

Setelah membacakan firman Tuhan, dia mempersekutukan kebenaran tentang bagaimana Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk merusak manusia. Seketika itulah aku sadar betapa Iblis penuh rasa benci! Iblis menggunakan pendidikan formal dan pengaruh sosial untuk mendoktrin kita menggunakan aturan hidupnya, seperti "harga kesuksesan itu mahal," "Jika kau ingin dilihat bermartabat oleh orang, kau harus menderita saat mereka tidak melihat," dan "uang membuat dunia berputar." Diperdaya oleh aturan hidup ini, orang merasa mereka tidak bisa hidup tanpa uang, bahwa begitu mereka kaya, orang lain akan mengagumi mereka dan mereka memiliki martabat, dan bahwa miskin berarti bermartabat rendah. Itulah sebabnya orang berjuang seumur hidup demi uang, ketenaran, dan keuntungan, dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapainya, tak peduli konsekuensinya. Orang menjadi semakin rusak dan hidup mereka semakin menyakitkan. Inilah belenggu Iblis atas kita, dan itu juga tipu daya Iblis untuk merusak kita. Karena berusaha keras untuk melampaui orang, menghasilkan banyak uang untuk menjadi terpandang, aku menjadi mesin penghasil uang. Hasratku bertumbuh, aku tak pernah puas, aku dipaksa berhenti hanya ketika jatuh sakit. Aku menjadi budak uang, ketenaran dan keuntungan. Mengejar ketenaran dan keuntungan sungguh telah membuat hidupku sulit, melelahkan! Melihat tahun-tahun itu, aku mengalami banyak derita dan berakhir terluka. Semua penderitaan itu berasal dari luka dan perusakan oleh Iblis. Tanpa wahyu dari firman Tuhan, aku takkan tahu Iblis memakai uang, ketenaran, dan keuntungan untuk merusak manusia, terutama ketenaran dan keuntungan adalah belenggu Iblis atas manusia.

Saudari Qin dan aku sering datang ke persekutuan setelah itu. Seiring waktu, aku mulai melihat taktik yang dipakai Iblis untuk merusak manusia. Aku juga akhirnya tahu apa yang terpenting: membaca firman Tuhan, mencari kebenaran, dan mematuhi aturan Tuhan dan ketetapannya. Itu cara hidup yang paling berarti dan menyenangkan, dan satu-satunya cara memuliakan Tuhan!

Suatu hari, aku tahu aku punya rekan yang datang ke Jepang bersama suaminya untuk bertekad mencari uang. Meski mereka sudah menghasilkan cukup banyak uang, suaminya jatuh sakit dan dia harus kembali ke Tiongkok untuk pengobatan. Dia berakhir didiagnosa menderita kanker stadium akhir. Hidup keluarga mereka dalam ketakutan dan kesedihan. Melalui penderitaan mereka, aku sadar kerapuhan kita dan berharganya hidup. Tanpa hidup, apa gunanya uang? Bisakah uang membeli hidup? Setelah itu, aku membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa ini: "Orang-orang menghabiskan hidup mereka mengejar uang dan ketenaran; mereka mencengkeram erat kedua hal ini, menganggap hal-hal ini sebagai satu-satunya sarana pendukung mereka, seakan dengan memiliki hal-hal tersebut mereka bisa terus hidup, bisa terhindar dari kematian. Namun, hanya ketika mereka sudah hampir meninggal, barulah mereka sadar betapa jauhnya hal-hal itu dari mereka, betapa lemahnya mereka ketika berhadapan dengan kematian, betapa rapuhnya mereka, betapa sendirian dan tak berdayanya mereka, tanpa tempat untuk berpaling. Mereka menyadari bahwa hidup tidak bisa dibeli dengan uang atau ketenaran, bahwa sekaya apa pun seseorang, setinggi apa pun kedudukan mereka, semua orang sama-sama miskin dan tidak berarti ketika berhadapan dengan kematian. Mereka menyadari bahwa uang tidak bisa membeli hidup, bahwa ketenaran tidak bisa menghapus kematian, bahwa baik uang maupun ketenaran tidak dapat memperpanjang hidup orang barang semenit atau sedetik pun" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan membantuku memahami bahwa jika kita tidak percaya Tuhan atau tahu kebenaran, kita tak bisa melihat rencana Iblis, dan kita tidak bisa melihat Iblis menggunakan uang dan ketenaran untuk merusak manusia. Kita terhisap pusaran air yang tidak bisa kita lawan. Kita ditipu dan dicelakakan Iblis alih-alih diri kita sendiri, dan bahkan mengacaukan hidup kita sendiri. Sangat tragis. Berkat imanku dan membaca banyak firman Tuhan, akhirnya aku paham semua hal ini. Jika aku tidak beriman atau membaca firman Tuhan, aku takkan bisa lepas dari kerusakan oleh Iblis. Aku hanya akan kesusahan dalam kegelapan dan rasa sakit tanpa ada jalan keluar.

Ketika aku sakit, saudari dari gereja sering menjengukku dan membantu meredakan sakitku. Mereka juga mengurus rumah dan merawatku layaknya keluarga mereka sendiri. Berada di negara asing, aku sangat tersentuh betapa perhatiannya saudari itu terhadapku. Aku merasa lebih bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Dengan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, tanpa sadar aku telah menjadi lebih baik.

Kemudian aku membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa ini: "Ketika orang melihat ke belakang ke jalan yang telah ia jalani, saat ia mengingat setiap fase perjalanannya, ia melihat bahwa di setiap langkah, baik perjalanan tersebut mulus atau sulit, Tuhan sedang membimbing jalannya, merencanakannya dengan saksama. Pengaturan Tuhan yang cermat itulah, perencanaan-Nya yang saksama itulah yang memimpinnya sampai hari ini, tanpa ia menyadarinya. Mampu menerima kedaulatan Sang Pencipta, menerima keselamatan-Nya—sungguh keberuntungan yang luar biasa! Jika orang bersikap negatif terhadap nasib, ini membuktikan bahwa mereka menentang segala sesuatu yang telah Tuhan atur bagi mereka, bahwa mereka tidak memiliki sikap yang tunduk. Jika orang bersikap positif terhadap kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, maka saat ia mengingat kembali perjalanannya, saat ia benar-benar telah menerima kedaulatan Tuhan, ia akan memiliki hasrat yang lebih sungguh-sungguh untuk tunduk pada segala sesuatu yang telah diatur oleh Tuhan, ia akan memiliki tekad dan keyakinan yang lebih besar untuk membiarkan Tuhan mengatur nasibnya dan berhenti memberontak terhadap Tuhan. Sebab ia melihat bahwa jika orang tidak memahami nasib, jika orang tidak memahami kedaulatan Tuhan, jika orang meraba-raba jalan mereka ke depan dengan keras kepala, sempoyongan dan terhuyung melalui kabut, perjalanannya itu menjadi terlalu sulit, terlalu memilukan. Jadi, ketika orang-orang mengakui kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, mereka yang pintar akan memilih untuk mengenalnya dan menerimanya, mengucapkan selamat tinggal pada hari-hari pedih ketika mereka mencoba membangun kehidupan yang baik dengan kedua tangan mereka sendiri, dan berhenti bergumul melawan nasib dan mengejar apa yang mereka sebut sebagai 'tujuan hidup' dengan cara mereka sendiri. Jika orang tidak memiliki Tuhan, jika orang tidak bisa melihat-Nya, jika ia tidak bisa dengan jelas mengenali kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, sungguh memilukan. Di mana pun seseorang berada, apa pun pekerjaannya, cara hidup dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa akhir, sampai-sampai ia tak tahan ketika melihat kembali masa lalunya. Hanya jika orang menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk pada penataan dan pengaturan-Nya, dan mencari kehidupan manusia yang sejati, barulah ia akan berangsur-angsur mulai terbebas dari segala sakit hati dan penderitaan, dan menyingkirkan segala kekosongan hidup" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan sangat praktis, tiap kalimat menyentuh lubuk hatiku yang paling dalam. Aku tahu dari firman Tuhan bahwa Tuhan adalah pencipta dan kita adalah makhluk ciptaannya. Hidup setiap orang ada di tangan Tuhan, di bawah kendali dan aturannya. Apa pun yang kita miliki ada di bawah kendali Tuhan dan ditakdirkan oleh Tuhan. Mengejar ini itu bukan faktor penentu. Kita memperoleh anugerah sebesar yang Tuhan berikan. Jika Tuhan tidak menganugerahkan sesuatu pada kita, tak peduli seberapa keras kita bekerja akan percuma. Seperti pepatah: "manusia menanam benih, tetapi Tuhan menentukan panennya" dan "manusia berencana, Tuhan menentukan." Kita harus berserah pada peraturan dan tuntunan Sang Pencipta atas hidup kita. Inilah rahasia mendapatkan kebahagiaan dalam hidup! Aku juga sadar bahwa uang dan jabatan hanya harta duniawi. Dengan mengabdikan diri kita untuk mengejar ketenaran dan keuntungan, pada akhirnya yang kita dapatkan hanyalah kehampaan dan derita. Akhirnya, kita dilahap Iblis. Kembali aku ingat bagaimana aku hidup oleh filosofi iblis seperti "harga kesuksesan itu mahal," dan aku mengejar uang dan ketenaran. Aku kira akan hidup senang, dipandang orang dan membuat orang iri, tetapi aku tak menduga hal yang kudapatkan adalah derita, kepahitan, aku tak merasakan damai dan rasa bahagia. Kini setelah membaca firman Tuhan, aku tahu keinginan Tuhan. Aku tak ingin lagi melawan nasibku, dan aku sungguh tak ingin mengejar ketenaran dan keuntungan. Itu bukan lagi hidup yang kuinginkan. Akhirnya aku memilih jalan hidup yang berbeda, dan yang kuinginkan hanya menyerahkan sisa hidupku di tangan Tuhan dan diatur oleh Tuhan, berusaha patuh kepada Tuhan dan melakukan tugasku.

Demi memiliki waktu lebih banyak untuk imanku dan menghadiri persekutuan, aku tinggalkan pekerjaan lamaku dan dapat pekerjaan baru yang lebih mudah. Aku sering membaca firman Tuhan ketika sedang tidak bekerja, dan semakin banyak aku membaca, hatiku menjadi lebih terang. Aku juga mempelajari sumber dosa manusia, aku tahu bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia langkah demi langkah, apa tujuan hidup manusia seharusnya, dan bagaimana untuk memiliki hidup yang berarti. Aku sering bersama-sama dengan saudara-saudari membagikan pengalaman kami dan belajar menyanyikan lagu pujian firman Tuhan. Hidupku sangat bahagia sekarang. Penghasilanku tidak sebanyak dahulu, tetapi aku merasakan damai dan ketenangan yang tidak kurasakan sebelumnya. Kini, melihat kejadian dahulu, aku beroleh berkat melalui penderitaan! Ini sungguh penyelamatan-Nya bagiku.

Selanjutnya: Pilihanku

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait