Bagaimana Aku Terbebas dari Rasa Rendah Diri

07 Desember 2024

Oleh Mi Jing, Tiongkok

Waktu aku masih kecil, karena aku tidak suka bicara atau menyapa orang, orang tuaku sering berkata kepada kerabat dan teman-teman mereka, "Ada yang tidak beres dengan anak ini. Dia pasti lamban." Orang-orang dewasa juga berkata begini, "Lihat betapa pintar dan menawannya saudarimu, tetapi kau, kau sangatlah bodoh." Perlahan-lahan, aku mulai merasa tidak berharga, sangat rendah diri. Aku juga tidak berani mengatakan apa pun di kelas karena takut orang lain menertawakanku karena mengatakan hal-hal bodoh. Aku sangat iri dengan orang-orang yang pintar bicara dan mampu berpikir cepat, dan kupikir semua orang menyukai orang-orang seperti ini.

Ketika mulai percaya kepada Tuhan, awalnya aku sangat gugup saat bersekutu tentang firman-firman Tuhan dalam pertemuan, merasa takut kalau aku tidak bisa bersekutu dengan baik dan orang lain akan menertawakanku, jadi aku tidak banyak bicara dalam pertemuan. Namun, saudara-saudari sering mendorongku agar lebih banyak bersekutu, lalu ketika mereka membuka diri dan bersekutu tentang pengalaman serta pemahaman mereka, kulihat tidak ada yang menertawakan siapa pun. Hal ini membuatku merasa tidak terlalu terkekang, jadi aku mulai lebih banyak bicara. Kemudian, aku terpilih sebagai seorang pengkhotbah untuk memimpin beberapa gereja. Hal ini sungguh mengejutkanku. Aku merasa bahwa bagi seseorang yang tidak pandai bicara sepertiku, menjadi seorang pemberita adalah kasih karunia Tuhan. Aku harus melaksanakan pekerjaan ini sebaik mungkin dan memenuhi pengharapan Tuhan terhadap diriku. Suatu kali, seorang pemimpin mengatur agar aku dan dua pengkhotbah lainnya berkumpul dengannya. Kulihat dua pengkhotbah lainnya sangat tercerahkan dalam persekutuan mereka tentang firman-firman Tuhan dan mereka berbicara dengan cara yang logis. Aku sangat iri pada mereka. Pikirku, "Dibandingkan dengan kualitas dan kefasihan mereka, aku bahkan tidak sebanding. Mengapa aku begitu bodoh? Aku bahkan tidak bisa bicara dengan lancar." Pemikiran ini membuatku merasa sedikit putus asa. Meskipun aku memperoleh sedikit pencerahan ketika merenungkan firman-firman Tuhan, ketika berpikir tentang betapa buruknya kemampuanku dalam mengatur kata-kata, aku takut ditertawakan, jadi aku tidak berani bersekutu. Selain itu, belakangan aku mengalami beberapa kesulitan dengan pekerjaan, jadi akhirnya aku hidup dalam keadaan negatif, meyakini bahwa aku tidak layak dan tidak dapat melaksanakan tugas ini dengan baik. Pekerjaan itu juga tidak membuahkan hasil yang baik. Setelah beberapa waktu, aku dipindahkan dari tugas ini, dan ditugaskan untuk bertanggung jawab atas satu gereja saja.

Ketika pertama kali aku mulai bekerja dengan dua saudari dari gereja ini, kurasa pekerjaanku tidak terlalu buruk. Aku cukup aktif dalam tugasku dan mampu merasakan pencerahan serta bimbingan Roh Kudus. Tak lama kemudian, seorang saudari memilih untuk mengundurkan diri karena dia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan nyata apa pun dan saudari lainnya dipindahkan ke tugas lain karena kualitasnya buruk. Setelah ini, Saudara Zhang Tong dan Saudari An Qing dipilih menjadi rekanku. Aku mendapati cara Zhang Tong bersekutu tentang pengetahuan berdasarkan pengalamannya sangat nyata dan jelas, dan kualitasnya bagus. An Qing juga mampu menyelesaikan masalah nyata dengan persekutuannya di pertemuan. Melihat kelebihan mereka, aku merasa sangat rendah diri. Kemudian, selama diskusi pekerjaan, aku mendapati diriku selalu bersikap terlalu berhati-hati dan aku hanya mengikuti apa pun yang mereka katakan. Kadang-kadang aku merasa bahwa pandangan mereka tidak sesuai, dan ingin menunjukkannya, tetapi aku langsung memikirkan kualitas diriku yang buruk dan ketidakmampuanku dalam memahami berbagai hal, jadi aku mengabaikan pendapatku sendiri. Selain itu, pada beberapa kesempatan, mereka tidak menyetujui pandanganku, yang membuatku makin merasa tidak kompeten dan makin jarang mengekspresikan diri. Aku bahkan bersikap pasif dalam beberapa tugas penting, karena khawatir pekerjaan akan tertunda jika aku tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik. Suatu kali, Zhang Tong mengusulkan agar Saudari Zhang Can bertanggung jawab atas pekerjaan penyiraman. Aku mengenal Zhang Can dengan cukup baik. Dia selalu bersikap asal-asalan dan tidak menanggung beban dalam tugasnya, dan pernah diberhentikan sebelumnya karena tidak melakukan pekerjaan nyata. Dia masih belum mengenal dirinya sendiri dan tidak cocok untuk mengemban tugas yang begitu penting. Dengan suara pelan, aku mengemukakan pandanganku. Zhang Tong pergi menemui Zhang Can setelah mendengar ini. Kemudian dia memberitahuku bahwa dia telah menilai situasinya dan mendapati bahwa sekarang Zhang Can sudah merenungkan dan mengenal dirinya sendiri, dan kita harus melihat potensi orang, bukan hanya masa lalu mereka. An Qing setuju dengan pandangannya ini. Aku merasa bahwa Zhang Tong belum lama menjadi pemimpin, masih belum memahami beberapa prinsip, dan belum begitu mengenal Zhang Can. Dia menilai saudari itu dari satu pertemuan saja, dan mungkin penilaiannya tidaklah akurat. Aku ingin menyarankan agar dia memeriksa bagaimana saudari itu telah melaksanakan tugasnya atau menilai ulang saudari itu setelah berbicara dengan orang lain yang sangat mengenalnya. Namun kemudian aku berpikir, "Zhang Tong memiliki kualitas yang bagus dan telah mampu memecahkan beberapa masalah. Mungkin Zhang Can telah menyadari masalahnya sendiri setelah mendengar persekutuan Zhang Tong. Dan An Qing juga telah memberinya persetujuan. Kualitasku buruk, dan aku tidak bisa memahami segala sesuatunya dengan jelas; sebaiknya aku diam saja." Jadi, aku tidak bersikeras lagi. Belakangan, Zhang Can diberhentikan lagi karena tidak melaksanakan pekerjaan nyata. Setelah melihat pekerjaan penyiraman tertunda dan terkena dampaknya, aku sangat kesal. Andai saja aku lebih bersikeras di awal dan berpegang pada prinsip untuk bersekutu dengan Zhang Tong, kami tidak akan mengalami masalah seperti ini. Meskipun merasa bersalah, aku tidak merenungkan masalahku. Baru setelah beberapa hal terjadi, akhirnya aku merenungkan diriku sendiri.

Pada suatu pertemuan, Zhang Tong merekomendasikan Saudara Zheng Yi sebagai pemimpin kelompok penyiraman. Aku merasa bahwa meskipun Zheng Yi terlihat antusias, dia baru saja percaya kepada Tuhan dan masih belum memahami kebenaran akan visi. Kurasa dia harus dibina terlebih dahulu, karena menjadi pemimpin kelompok mungkin berarti mengemban terlalu banyak tanggung jawab sekaligus. Jadi, aku menyatakan pandanganku tentang masalah tersebut, tetapi tak kusangka, Zhang Tong kemudian berkata kepadaku, "Mengapa kau bersikap begitu sulit dan menghalangi? Tidak bisakah kita menemuinya terlebih dahulu dan menyelidikinya?" Setelah mendengar ucapannya, seketika aku merasa malu dan sangat sedih. Pikirku, "Zhang Tong memiliki kualitas yang bagus dan tahu bagaimana melaksanakan pekerjaan. Kualitasku buruk, dan aku tidak dapat memahami orang atau berbagai hal. Jika aku terus bersikeras dengan pendapatku, bagaimana jika pekerjaan benar-benar terhambat? Sebaiknya aku berhenti bersikeras." Setelah pertemuan itu, aku memikirkan apa yang Zhang Tong katakan, dan itu membuatku sangat sedih. Aku merasa bahwa kualitasku benar-benar buruk untuk melaksanakan pekerjaan ini, jadi mungkin sebaiknya aku mengakui keterbatasanku dan mengundurkan diri sesegera mungkin. Setelah mengetahui hal itu, pemimpin tersebut menggunakan pengalamannya untuk membantuku. Persekutuan dari pemimpin itu membuatku mulai merenungkan mengapa aku terus ingin mengundurkan diri dan mengapa aku selalu hidup dalam keadaan putus asa seperti itu. Kemudian, aku membaca firman-firman Tuhan: "Semua orang memiliki beberapa keadaan yang salah dalam diri mereka, seperti kenegatifan, kelemahan, keputusasaan, dan kerapuhan; atau mereka memiliki niat yang hina; atau mereka selalu diganggu oleh kesombongan, keinginan yang egois, dan kepentingan diri sendiri; atau mereka menganggap diri mereka berkualitas buruk, dan mereka mengalami beberapa keadaan negatif. Akan sangat sulit bagimu untuk mendapatkan pekerjaan Roh Kudus jika engkau selalu hidup dalam keadaan-keadaan ini. Jika sulit bagimu untuk mendapatkan pekerjaan Roh Kudus, maka unsur-unsur aktif dalam dirimu akan sedikit, dan unsur-unsur negatif akan muncul dan mengganggumu. Orang selalu mengandalkan kemauan mereka sendiri untuk menekan keadaan negatif dan merugikan tersebut, tetapi seperti apa pun mereka menekannya, mereka tak mampu melepaskan keadaan negatif dan merugikan tersebut. Alasan utamanya adalah karena orang tidak dapat sepenuhnya mengenali hal-hal yang negatif dan merugikan ini; mereka tidak mampu melihat esensinya dengan jelas. Hal ini membuat mereka sangat kesulitan untuk memberontak terhadap daging dan Iblis. Selain itu, orang selalu terjebak dalam keadaan yang negatif, sedih, dan merosot ini, dan mereka tidak berdoa ataupun mencari Tuhan, sebaliknya mereka hanya melakukannya dengan asal-asalan. Akibatnya, Roh Kudus tidak bekerja dalam diri mereka, dan akibatnya, mereka tak mampu memahami kebenaran, mereka tidak memiliki jalan dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, dan mereka tidak mampu melihat masalah apa pun dengan jelas" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Membaca firman-firman Tuhan membuat segalanya menjadi jelas bagiku. Alasan utamaku selalu dalam keadaan negatif dan murung adalah karena aku terikat oleh hal-hal seperti kesombongan dan keinginan yang egois. Sering kali, ketika mempersekutukan firman-firman Tuhan dalam pertemuan, aku dapat memperoleh sedikit pencerahan, tetapi aku selalu merasa tidak dapat berbicara dengan lancar dan tidak bisa mengutarakan sesuatu dengan baik. Aku sangat khawatir kalau aku tidak dapat bersekutu dengan baik dan orang lain akan memandang rendah diriku, jadi aku tidak berani mengatakan apa pun, yang menyebabkan hilangnya sedikit pencerahan yang telah kuterima. Ketika melihat betapa bagus kualitas pengkhotbah lain dan betapa fasihnya merela dan betapa buruknya kemampuanku dalam mengekspresikan diri, aku berpikir bahwa kualitasku terlalu buruk dan merasa malu. Kemudian aku menjadi bersikap negatif dan bermalas-malasan dalam tugasku, tidak mendapatkan hasil apa pun, dan akhirnya dipindahtugaskan. Kali ini sama saja. Aku melihat bahwa rekan-rekanku memiliki kualitas yang bagus dan dapat bersekutu dengan lebih baik daripada aku. Selama diskusi pekerjaan, aku sangat takut kehilangan muka atau dipandang rendah karena tidak berbicara dengan lancar, jadi aku tidak berani mengungkapkan pikiranku. Kadang kala, ketika ide-ide dan pandanganku yang benar tidak diterima, aku tidak berani mempertahankan pandanganku, dan hanya memikirkan cara untuk menyelamatkan mukaku. Aku telah dikendalikan oleh emosi-emosi negatif ini dan bahkan ingin melalaikan tugasku. Aku benar-benar terlalu mementingkan kesombongan dan harga diri! Jika terus seperti ini, aku tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus, dan tidak akan dapat memahami atau mendapatkan kebenaran! Jadi aku berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk mencerahkan dan membimbingku agar aku dapat mengenal diriku sendiri serta memperbaiki keadaanku.

Kemudian, aku membaca firman-firman Tuhan: "Kecintaan antikristus akan reputasi dan status melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam esensi watak mereka; itu bukanlah kesukaan pribadi yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah reputasi dan status mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup dan tujuan seumur hidup mereka. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Lalu apa yang akan terjadi dengan reputasiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku reputasi yang baik? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi antikristus; mereka tak akan mempertimbangkan masalah ini dengan cara lain. Dapat dikatakan bahwa bagi antikristus, reputasi dan status bukanlah tuntutan tambahan, apalagi sesuatu yang sepele yang dapat mereka abaikan. Reputasi dan status adalah bagian dari natur para antikristus, kedua hal tersebut ada di dalam tulang mereka, dalam darah mereka, yang sudah menjadi bawaan lahiriah mereka. Para antikristus tidak acuh tak acuh apakah mereka memiliki reputasi dan status atau tidak; ini bukanlah sikap mereka. Lantas, apa sikap mereka terhadap kedua hal ini? Reputasi dan status berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dengan keadaan sehari-hari mereka, dengan apa yang mereka kejar dalam kehidupan sehari-hari" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Dari firman-firman Tuhan itu, aku menyadari bahwa antikristus sangat menghargai reputasi dan status. Kedua hal ini memotivasi segala sesuatu yang mereka lakukan. Inilah hasil dari esensi antikristus mereka. Itu juga sesuai dengan caraku berperilaku. Sejak kecil, aku merasa bahwa apa pun yang kulakukan tidak berhasil baik. Aku merasa terkekang dan terlalu berhati-hati dalam segala hal yang kulakukan. Ini terutama karena aku ingin menjaga nama baikku dan tidak ingin orang lain memandang rendah diriku. Mengapa aku sangat menghargai status dan nama baikku? Akar penyebabnya adalah racun-racun Iblis seperti "Manusia membutuhkan harga dirinya seperti pohon membutuhkan kulitnya" dan "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang", yang membuatku sangat mementingkan kesombongan dan harga diriku. Aku hanya ingin meninggalkan kesan yang baik pada orang lain, dan percaya bahwa inilah satu-satunya cara untuk memiliki makna dalam hidup. Jadi, di mana pun aku berada atau dengan siapa pun aku, jika ada kemungkinan bahwa aku akan kehilangan muka, aku akan memilih untuk melarikan diri, dengan demikian nama baik dan statusku akan terjaga. Saat bekerja dengan Zhang Tong, aku merasa kehilangan muka ketika melihat pandanganku ditolak. Aku khawatir jika aku tetap menjadi pemimpin, aku hanya akan makin dipermalukan, jadi aku ingin agar pemimpin memindahtugaskan aku. Sebenarnya, setelah dipikir-pikir lagi, aku bisa menjadi pemimpin itu adalah kasih karunia Tuhan. Seharusnya aku memikirkan maksud-Nya, mengatasi kesulitan nyata orang lain, dan melindungi pekerjaan gereja. Namun, aku tidak memikirkan cara untuk melaksanakan tugasku dengan baik, dan hanya menjaga nama baik serta statusku. Ketika aku kehilangan semua itu, aku menjadi bersikap negatif dan tak lagi berusaha keras. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani atau nalar. Dari luarnya, aku tidak berlomba-lomba untuk memperoleh status atau tidak mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja seperti seorang antikristus, tetapi dalam hal sepenting memilih dan menggunakan orang, aku tidak berani berpegang pada prinsip, dan selalu berusaha menjaga nama baik dan statusku. Apa yang telah kuperlihatkan adalah watak antikristus. Aku menyadari betapa seriusnya masalahku, jadi aku berdoa dan bertobat kepada Tuhan.

Setelah ini, aku bercerita kepada seorang saudari tentang keadaanku dan dia memberiku beberapa firman Tuhan untuk kubaca. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Bagaimana seharusnya kita menilai kualitas orang? Kualitas orang seharusnya dinilai berdasarkan sejauh mana mereka memahami firman Tuhan dan kebenaran. Inilah cara yang paling akurat untuk menilai kualitas orang. Ada orang-orang yang fasih dalam berbicara, cepat tanggap, dan sangat terampil dalam menghadapi orang lain, tetapi ketika mendengarkan khotbah, mereka tidak pernah mampu memahami apa pun, dan ketika membaca firman Tuhan, mereka juga tidak memahaminya. Ketika berbicara mengenai pengalaman kesaksiannya, mereka selalu mengucapkan kata-kata dan doktrin, yang menunjukkan bahwa mereka hanyalah amatir, dan memberikan kesan kepada orang lain bahwa mereka tidak memiliki pemahaman rohani. Mereka adalah orang-orang yang berkualitas buruk" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Memahami Kebenaran Sangatlah Penting"). "Apakah menurutmu Paulus memiliki kualitas? Termasuk dalam golongan manakah kualitas Paulus? (Sangat baik.) Engkau semua telah mendengar begitu banyak khotbah tetapi masih belum memahaminya. Dapatkah kualitas Paulus dianggap sangat baik? (Tidak, kualitasnya buruk.) Mengapa kualitas Paulus buruk? (Dia tidak mengenal dirinya sendiri dan tidak mampu memahami firman Tuhan.) Itu karena dia tidak memahami kebenaran. Dia juga telah mendengar khotbah-khotbah yang Tuhan Yesus sampaikan, dan sementara dia bekerja, tentu saja, ada pekerjaan Roh Kudus. Jadi, setelah dia melakukan semua pekerjaan itu, menulis semua surat tersebut, dan melakukan perjalanan ke semua gereja itu, bagaimana mungkin dia tetap tidak memahami apa pun tentang kebenaran dan tidak mengkhotbahkan apa pun kecuali doktrin? Kualitas macam apa itu? Kualitas yang buruk. Terlebih lagi, Paulus menganiaya Tuhan Yesus dan menangkap murid-murid-Nya, kemudian Tuhan Yesus menjatuhkannya dengan cahaya terang dari surga. Bagaimana Paulus menyikapi dan memahami peristiwa besar yang menimpa dirinya ini? Cara pemahamannya berbeda dengan Petrus. Dia berpikir, 'Tuhan Yesus telah menjatuhkanku, aku telah berdosa, jadi aku harus bekerja lebih keras untuk menebusnya, dan ketika perbuatanku yang baik telah mengimbangi kesalahanku, aku akan diberi upah.' Apakah dia mengenal dirinya sendiri? Tidak. Dia tidak berkata, 'Aku menentang Tuhan Yesus karena naturku yang jahat, naturku yang antikristus. Aku menentang Tuhan Yesus. Tidak ada hal yang baik dalam diriku!' Apakah dia memiliki pengenalan seperti itu tentang dirinya sendiri? (Tidak.) ... Dia tidak merasakan penyesalan sedikit pun, apalagi memiliki pengenalan akan dirinya sendiri. Dia tidak mengalami satu pun dari hal-hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa ada masalah dengan kualitas Paulus dan bahwa dia tidak memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Memahami Kebenaran Sangatlah Penting"). Firman Tuhan membuatku memahami bahwa mengukur kualitas seseorang berdasarkan kefasihan lahiriah, karunia, dan kecerdasannya sama sekali tidak sejalan dengan kebenaran. Sama seperti Paulus; dia memiliki karunia, fasih berbicara, dan menyebarkan Injil ke sebagian besar Eropa, tetapi dia tidak dapat memahami kebenaran, apalagi memahami dirinya sendiri. Dia melakukan kejahatan yang begitu besar dan tidak pernah benar-benar mengenal dirinya sendiri atau merasa menyesal. Sebaliknya, dia hanya ingin diberi upah dan memasuki kerajaan Tuhan dengan melakukan banyak pekerjaan. Paulus tidak mampu memahami kebenaran dan merupakan orang yang berkualitas buruk. Aku selalu berpikir jika seseorang dapat berbicara dengan fasih dan cerdas, itu berarti kualitasnya baik, jadi aku selalu menilai diriku sendiri dengan standar ini. Ketika tidak dapat memenuhi standar ini, aku berpikir bahwa kualitasku buruk dan aku tidak dapat melakukan pekerjaan seorang pemimpin. Lalu, ketika mengalami kesulitan, aku tidak mencari kebenaran untuk mengatasinya, tetapi menjadi bersikap negatif dan bermalas-malasan, dan pada akhirnya, bahkan masalah yang seharusnya dapat kuselesaikan tetap tidak terselesaikan. Aku begitu bodoh karena tidak memahami kebenaran. Meskipun kualitasku tidak terlalu bagus, aku mampu memahami firman-firman Tuhan dan memiliki sedikit pengetahuan tentang watak rusak yang kuperlihatkan. Aku juga mampu menerapkan firman-firman Tuhan untuk mengatasi kesulitan yang dialami orang lain dalam jalan masuk kehidupan mereka, sehingga bukan berarti kualitasku begitu buruk sampai-sampai aku tidak mampu melaksanakan tugasku. Setelah menyadari hal-hal ini, pola pikirku berubah dan aku dapat melaksanakan tugasku dengan normal.

Kemudian, aku membaca beberapa bagian firman-firman Tuhan yang sangat menggambarkan keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada seseorang yang ketika masih anak-anak, berpenampilan biasa-biasa saja, tidak fasih bicara, dan tidak terlalu cerdas, menyebabkan orang lain di keluarganya dan di lingkungan sosialnya memberikan penilaian yang kurang baik tentang dirinya, mengatakan hal-hal seperti: 'Anak ini bodoh, lamban, dan kikuk dalam berbicara. Lihatlah anak orang lain, yang begitu fasih bicara sehingga membuat orang-orang di sekitarnya tertarik dan menuruti semua perkataannya. Sedangkan anak ini hanya cemberut sepanjang hari. Dia tidak tahu harus berkata apa saat bertemu orang, tidak tahu cara membela atau membenarkan dirinya sendiri setelah melakukan kesalahan, dan tak mampu menyenangkan hati orang. Anak ini sangat bodoh.' Orang tuanya mengatakan hal ini, kerabat dan teman-temannya mengatakan hal ini, dan guru-gurunya pun mengatakan hal ini. Lingkungan seperti ini memberikan tekanan tertentu yang tak terlihat pada individu seperti ini. Setelah mengalami lingkungan ini, tanpa sadar orang ini mengembangkan pola pikir tertentu. Pola pikir seperti apa? Dia menganggap dirinya buruk rupa, tidak terlalu disukai, dan orang lain tak pernah merasa senang bertemu dengannya. Dia yakin bahwa dirinya tidak terlalu pandai di sekolah, lamban dalam menangkap pelajaran, dan selalu merasa malu untuk berbicara di depan orang lain. Dia terlalu malu untuk mengucapkan terima kasih ketika orang memberinya sesuatu, berpikir, 'Mengapa lidahku selalu kelu? Mengapa orang lain begitu fasih bicara? Aku ini benar-benar bodoh!' ... Setelah bertumbuh dalam lingkungan ini, pola pikir perasaan rendah diri ini berangsur-angsur mengambil alih. Itu berubah menjadi semacam emosi yang melekat yang menguasai hatimu dan memenuhi pikiranmu. Sekalipun engkau telah bertumbuh dewasa, telah hidup di tengah masyarakat, menikah dan mapan dalam kariermu, dan apa pun status sosialmu, perasaan rendah diri yang ditanamkan dalam dirimu oleh lingkungan tempatmu dibesarkan tidak mungkin dihilangkan. Bahkan setelah engkau mulai percaya kepada Tuhan dan bergabung dengan gereja, engkau tetap menganggap bahwa penampilanmu biasa-biasa saja, kualitas intelektualmu buruk, engkau tidak fasih bicara, dan tak mampu melakukan apa pun. Engkau berpikir, 'Aku hanya akan melakukan apa yang mampu kulakukan. Aku tak perlu bercita-cita menjadi pemimpin, aku tak perlu mengejar kebenaran yang mendalam, aku hanya akan puas dengan menjadi orang yang paling tidak penting, dan membiarkan orang lain memperlakukanku sesuka mereka'" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (1)"). "Jika perasaan rendah diri telah tertanam begitu dalam di hatimu, perasaan itu bukan saja berdampak besar pada dirimu, itu juga mendominasi pandanganmu mengenai orang dan hal-hal, serta caramu dalam berperilaku dan bertindak. Jadi, bagaimana cara mereka yang didominasi oleh perasaan rendah diri memandang orang dan hal-hal? Mereka menganggap orang lain lebih baik daripada mereka, dan mereka juga memandang antikristus lebih baik daripada mereka. Sekalipun antikristus memiliki watak yang jahat dan kemanusiaan yang buruk, mereka tetap memperlakukan mereka sebagai orang-orang yang patut ditiru dan diteladani. Mereka bahkan berkata pada diri mereka sendiri, 'Lihat, meskipun mereka memiliki watak yang buruk dan kemanusiaan yang jahat, mereka berbakat dan lebih cakap dalam bekerja dibandingkan diriku. Mereka dapat dengan nyaman memperlihatkan kemampuan mereka di depan orang lain dan berbicara di depan begitu banyak orang tanpa tersipu atau jantung yang berdebar kencang. Mereka benar-benar berani. Aku tak dapat menandingi mereka. Aku benar-benar tidak berani.' Apa penyebab hal ini? Dapat dikatakan dengan pasti bahwa salah satu penyebabnya adalah karena perasaan rendah diri telah memengaruhi caramu dalam menilai esensi orang, serta perspektif dan sudut pandangmu dalam memandang orang lain. Bukankah benar demikian? (Ya.) Jadi, bagaimana perasaan rendah diri memengaruhi caramu berperilaku? Engkau berkata pada dirimu sendiri: 'Aku terlahir bodoh, tanpa bakat atau kelebihan, dan aku lambat dalam mempelajari segala sesuatu. Lihatlah orang itu: meskipun dia terkadang menyebabkan gangguan dan kekacauan, dan bertindak semaunya dan ceroboh, setidaknya dia berbakat dan memiliki kelebihan. Di mana pun dia berada, dia adalah tipe orang yang ingin orang-orang pakai, sedangkan aku bukan orang seperti itu.' Setiap kali terjadi sesuatu, hal pertama yang kaulakukan adalah menjatuhkan vonis pada dirimu sendiri dan menutup diri. Apa pun masalahnya, engkau mundur dan tak mau berinisiatif, dan engkau takut mengambil tanggung jawab. Kaukatakan pada dirimu sendiri, 'Aku terlahir bodoh. Di mana pun aku berada, tak seorang pun menyukaiku. Aku tak boleh mengambil risiko, aku tak boleh memamerkan kemampuanku yang sangat kecil ini. Jika ada yang merekomendasikanku, itu membuktikan bahwa aku baik-baik saja. Namun, jika tak ada seorang pun yang merekomendasikanku, maka tidaklah baik bagiku untuk berinisiatif mengatakan bahwa aku mampu mengambil pekerjaan itu dan melaksanakannya dengan baik. Jika aku tidak yakin akan hal itu, aku tak boleh mengatakan aku yakin—bagaimana jika aku mengacaukannya, lalu apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika aku harus dipangkas karenanya? Aku akan sangat malu! Bukankah itu akan memalukan? Aku tak dapat membiarkan hal itu terjadi padaku.' Lihatlah—bukankah hal ini telah memengaruhi caramu dalam berperilaku? Hingga taraf tertentu, sikapmu terhadap caramu berperilaku dipengaruhi dan dikendalikan oleh perasaan rendah dirimu. Hingga taraf tertentu, inilah konsekuensi yang kautanggung akibat perasaan rendah dirimu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (1)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa bahwa Tuhan benar-benar memahami kita. Apa yang Dia ungkapkan persis seperti cara berpikirku. Tampaknya prioritas akan nama baikku bukanlah satu-satunya hal yang membuatku putus asa; ada alasan lain di balik hal ini. Karena pengaruh orang-orang dan hal-hal di sekitarku, aku mengembangkan perasaan rendah diri, menjadi tidak mampu memandang diriku sendiri dengan benar, dan selalu merasa bahwa semua hal yang kulakukan tidak ada yang berhasil, jadi aku terlalu berhati-hati, tertekan, dan menahan diri dalam segala hal yang kulakukan. Aku teringat kembali akan bagaimana aku tidak suka berbicara saat masih kecil, dan bagaimana aku sering direndahkan dan disebut bodoh atau dungu oleh orang-orang dewasa. Namun kenyataannya, aku memang punya pendapat sendiri, meskipun aku tidak menyuarakannya saat itu; hanya saja aku tidak mengatakannya karena takut kehilangan muka. Aku tidak berani mengatakan apa pun di kelas, bukan karena aku tidak paham, tetapi karena aku merasa tidak bisa berbicara dengan fasih, yang membuatku terlalu takut untuk berbicara. Ketika membaca firman-firman Tuhan dalam pertemuan, aku dapat memperoleh sedikit pencerahan, tetapi ketika berpikir bahwa aku tidak fasih berbicara, aku tidak berani bersekutu. Selain itu, ketika melihat Zhang Tong tidak berpegang pada prinsip dalam memilih dan menggunakan orang, aku ingin mengingatkannya tentang hal itu, tetapi ketika memikirkan betapa baik kualitasnya dan bagaimana semua hal yang kulakukan tidak ada yang berhasil, aku terus maju dan menolak ide-ideku, tanpa mencari, berdiskusi atau menyelidiki lebih lanjut, dan akibatnya, pekerjaan itu mengalami kerugian. Aku hidup dengan rasa rendah diri dan bersikap pasif serta negatif terhadap segala hal. Aku tidak menilai diriku sendiri atau orang lain berdasarkan firman-firman Tuhan, tetapi hanya berdasarkan pandanganku sendiri. Perasaan rendah diriku mendominasi caraku memandang sesuatu dan orang lain, dan hal itu memengaruhi penilaianku terhadap berbagai hal dan jalan pengejaranku. Perasaan rendah diri ini sungguh merugikanku. Segera setelah itu, aku membaca lebih banyak firman-firman Tuhan: "Emosimu ini bukan saja negatif, lebih tepatnya, itu benar-benar menentang Tuhan dan kebenaran. Engkau mungkin menganggap ini adalah emosi yang ada dalam kemanusiaan normal, tetapi di mata Tuhan, ini bukan hanya masalah emosi yang sederhana, melainkan sebuah metode untuk menentang Tuhan. Ini adalah metode yang ditandai dengan emosi negatif yang orang gunakan untuk menentang Tuhan, firman Tuhan dan kebenaran" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (1)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku melihat natur yang serius dari perasaan rendah diri dan kerugian yang ditimbulkannya, dan perasaan itu tidak kalah merusaknya bagi seseorang dibandingkan dengan watak yang rusak. Hidup dengan rasa rendah diri seperti ini bertentangan langsung dengan Tuhan dan kebenaran, dan jika tidak diatasi, itu akan menghancurkan kesempatan seseorang untuk diselamatkan. Aku telah terjerat dalam perasaan rendah diri ini sejak kecil, dan selalu merasa bahwa apa pun yang kulakukan tidak ada yang berhasil. Ketika berada di sekitar orang-orang yang berkualitas baik, aku merasa bahwa diriku makin kurang, Aku merasa tertekan dan menderita, dan menyalahkan Tuhan karena tidak memberiku kecerdasan atau kualitas yang bagus. Aku tidak puas dengan kedaulatan dan pengaturan Tuhan serta tidak mau menerimanya, yang pada dasarnya itu berarti menentang Tuhan! Bagaimana mungkin aku tidak disingkirkan jika terus seperti ini? Ketika menyadari hal-hal ini, akhirnya aku merasa bahwa hidup dengan rasa rendah diri itu terlalu berbahaya, bahwa aku tidak boleh terus seperti ini, dan aku harus menyingkirkan perasaan ini.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman-firman Tuhan: "Bagaimana engkau dapat secara akurat menilai dan mengenal dirimu sendiri, dan melepaskan diri dari perasaan rendah diri? Engkau harus menjadikan firman Tuhan sebagai landasan untuk memperoleh pengenalan akan dirimu sendiri, untuk mengetahui seperti apa kemanusiaan, kualitas dan bakatmu, dan apa kelebihan yang kaumiliki. Sebagai contoh, engkau sebelumnya suka bernyanyi dan melakukannya dengan baik, tetapi ada orang-orang tertentu yang terus mengkritikmu dan merendahkanmu, berkata bahwa engkau buta nada dan suaramu sumbang, jadi sekarang engkau merasa tak mampu bernyanyi dengan baik dan tidak berani lagi melakukannya di depan orang lain. Karena kelompok orang-orang duniawi, orang-orang yang bingung dan orang-orang yang berkemampuan rata-rata itu membuat penilaian dan kritik yang tidak akurat tentang dirimu, hak asasi kemanusiaanmu telah dibatasi, dan bakatmu telah dilumpuhkan. Akibatnya, engkau tidak berani bernyanyi bahkan satu lagu pun, dan engkau hanya cukup berani membebaskan dirimu untuk bernyanyi dengan suara lantang saat tak ada seorang pun yang berada di sekitarmu atau saat engkau hanya seorang diri. Karena biasanya engkau merasa sangat tertekan, saat engkau tidak sedang sendirian, engkau tidak berani bernyanyi; engkau berani bernyanyi hanya ketika engkau sedang sendirian, menikmati waktu saat engkau dapat bernyanyi dengan suara lantang, dan merasakan betapa indah dan membebaskannya waktu tersebut! Bukankah benar demikian? Karena kejahatan yang orang lakukan terhadapmu, engkau tidak tahu atau tak mampu melihat dengan jelas apa yang sebenarnya mampu kaulakukan, apa yang mahir kaulakukan, dan apa yang kurang mahir kaulakukan. Dalam situasi seperti ini, engkau harus membuat penilaian yang benar dan mengukur dirimu dengan benar berdasarkan firman Tuhan. Engkau harus memastikan apa yang telah kaupelajari dan di mana letak kelebihanmu, dan lakukanlah apa pun yang mampu kaulakukan; sedangkan mengenai hal-hal yang tak mampu kaulakukan, kekurangan dan kelemahanmu, engkau harus merenungkannya dan mengenalinya, dan engkau harus menilai dan mengetahui secara tepat seperti apa kualitasmu, dan apakah kualitasmu itu baik atau buruk. Jika engkau tak mampu memahami atau memperoleh pengetahuan yang jelas tentang masalahmu sendiri, bertanyalah kepada orang-orang yang berpengertian di sekitarmu untuk menilai dirimu. Entah yang mereka katakan itu tepat atau tidak, setidaknya itu akan memberimu sesuatu untuk kaujadikan acuan dan pertimbangan dan itu akan memungkinkanmu untuk menilai atau menggolongkan dirimu sendiri. Dengan cara demikian, engkau akan mampu membereskan masalah esensial emosi negatif seperti perasaan rendah diri, dan secara berangsur melepaskan dirimu darinya. Perasaan rendah diri mudah dibereskan jika orang mampu mengenalinya, menyadarinya, dan mencari kebenaran" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (1)"). Setelah membaca firman-firman Tuhan, aku menemukan cara untuk melepaskan perasaan rendah diri ini. Aku harus menggunakan firman-firman Tuhan untuk memahami dan mengukur diriku sendiri, dan aku juga bisa meminta orang-orang yang sangat mengenalku untuk mengevaluasiku. Jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Sekarang aku tahu betapa berbahayanya hidup dengan rasa rendah diri. Aku ingin menyingkirkan perasaan ini, jadi kumohon tolonglah aku." Kemudian, aku meminta rekan-rekanku untuk mengevaluasiku. Mereka berkata, "Setelah melihat bagaimana kau dapat memahami firman-firman Tuhan dengan murni, dan kau mampu mempersekutukan firman-firman Tuhan yang berkaitan dengan kerusakan dan keadaanmu, serta membantu orang lain menyelesaikan masalah nyata mereka, kau bukanlah orang yang tidak kompeten seperti yang kaukatakan. Meskipun kualitasmu tidak terlalu bagus, selama kau mencurahkan hatimu saat melakukan berbagai hal, kau dapat melakukan pekerjaan nyata." Mendengar perkataan saudara-saudariku ini membuatku merasa sedikit lebih tenang, dan aku berpikir, "Meskipun aku tidak pandai mengekspresikan diriku seperti yang lain, semua orang dapat memahamiku dalam persekutuanku. Aku tidak boleh merasa terkekang. Aku harus bersekutu sebanyak yang mampu kulakukan. Aku tidak boleh hanya memikirkan cara membuat orang lain mengagumiku; aku harus fokus pada cara bersekutu secara nyata untuk menyelesaikan masalah dan memberi manfaat kepada saudara-saudariku. Selainku, meskipun kualitasku buruk, dengan lebih banyak berlatih, aku dapat menebus kekuranganku dan meningkatkan kualitasku. Aku tidak boleh membandingkan diriku dengan orang lain atau bersikap negatif dan merendahkan diriku sendiri. Aku harus mencari jalan masuk dengan sikap positif." Menyadari hal-hal ini, aku mampu memperlakukan diriku dengan benar dan pola pikirku menjadi jauh lebih baik dalam melaksanakan tugasku.

Baru-baru, ini aku kembali terpilih menjadi pengkhotbah. Hal ini tidak terduga, dan aku khawatir kalau aku tidak akan mampu melakukannya. Kemudian, aku teringat akan firman-firman Tuhan yang mengatakan: "Engkau harus menjadikan firman Tuhan sebagai landasan untuk memperoleh pengenalan akan dirimu sendiri, untuk mengetahui seperti apa kemanusiaan, kualitas dan bakatmu, dan apa kelebihan yang kaumiliki" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (1)"). Aku harus mengukur segala sesuatunya berdasarkan firman-firman Tuhan. Alasanku tidak melaksanakan tugas ini dengan baik sebelumnya bukan hanya karena kualitasku yang buruk. Alasan utamanya adalah karena aku hidup dengan rasa rendah diri, tidak mencurahkan hatiku untuk bekerja sama, dan tidak mampu mendapatkan pekerjaan Roh Kudus. Aku tidak boleh terus-menerus hidup dengan perasaan rendah diri ini, memikirkan nama baik dan statusku. Karena saudara-saudariku telah memilihku, aku harus berusaha sebaik mungkin untuk bekerja sama, dan jika ada hal-hal yang tidak kupahami, aku harus lebih mengandalkan Tuhan dan mencari bantuan dari orang lain. Dengan pola pikir ini, aku merasa jauh lebih tenang dan bebas. Tak lama kemudian, seorang saudari yang bertanggung jawab atas pekerjaan Injil datang untuk memeriksa pekerjaan kami. Kulihat dia sangat cakap dalam pekerjaannya dan dalam mempersekutukan kebenaran, dan dia menunjukkan banyak penyimpangan serta kekeliruan dalam pekerjaan kami. Aku takut dia akan mengatakan bahwa aku tidak kompeten, tetapi aku segera menyadari bahwa aku sedang memikirkan nama baik dan statusku lagi, jadi aku berdoa kepada Tuhan untuk memberontak terhadap diriku sendiri, dan ingin belajar lebih banyak dari saudari ini dan menebus kekuranganku. Setelah itu, saat mendiskusikan pekerjaan, aku tidak ragu untuk mengungkapkan pandanganku, dan dengan berkomunikasi dengannya, aku memperoleh beberapa jalan penerapan. Melalui bimbingan firman-firman Tuhan, aku terbebas dari belenggu rasa rendah diriku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait