Empat Belas Hari yang Tidak Akan Pernah Kulupakan
Tahun 2020, aku melakukan pekerjaan tekstual di gereja. Pukul 9 pagi tanggal 10 November, aku dan Saudari Su Jin tiba-tiba menerima surat dari pemimpin tingkat atas yang berisi sekitar pukul 2 dini hari tadi, polisi mengerahkan hampir 2.000 petugas dipersenjatai pistol mitraliur untuk melakukan penangkapan massal di kota praja. Para pemimpin dan pekerja serta beberapa saudara-saudari di gereja kami ditangkap. Saudara-saudari dari tiga rumah pondokan yang hanya berjarak 300 meter dari kami semuanya ditangkap, termasuk satu rumah yang kutinggali beberapa bulan lalu. Saat membaca surat itu, aku segera mulai merasakan napas dan detak jantungku berdebar—jika kami tak pindah, aku pasti sudah ditangkap. Melihat daftar orang yang ditangkap, kulihat aku berkontak dekat dengan banyak dari mereka. Ada CCTV di seluruh jalan, jika polisi memeriksa videonya, bukankah aku sasaran empuk? Menyadari ini, aku merasa sangat terancam dan bisa ditangkap kapan saja, jadi aku terus berseru kepada Tuhan di dalam hati: "Ya Tuhan! Tolong jaga hatiku dan tanamkan aku iman agar bisa bertahan melawati cobaan berat dalam tugasku ini." Setelah berdoa, aku sedikit lebih tenang. Aku ingat firman Tuhan mengatakan: "Engkau tahu bahwa segala sesuatu di lingkungan sekitarmu berada di sana atas seizin-Ku, semuanya diatur oleh-Ku. Lihatlah dengan jelas dan puaskanlah hati-Ku di lingkungan yang telah Kuberikan kepadamu. Jangan takut, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia berdiri di belakang engkau semua dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Tuhan berkuasa atas segala sesuatu dan Dia adalah perisaiku. Tanpa persetujuan Tuhan, Iblis tak bisa menyakitiku. Menyadari ini, aku dipenuhi iman dan kekuatan, serta tak lagi takut. Setelah itu, aku dan Su Jin segera pindah lebih jauh, tapi terus melakukan tugas kami.
Saat itu, banyak saudara-saudari melakukan tugas mereka di kota praja dan setelah penangkapan itu, kami hilang kontak dengan mereka. Pemimpin mengirimkan surat dan meminta kami menghubungi anggota setempat yang mengerti dan memindahkan mereka yang tidak ditangkap ke lokasi aman. Jadi, kuberi saudara-saudari setempat alamat delapan rumah pondokan yang aku tahu di daerah itu, dan minta mereka mencoba menghubungi. Namun, setelah lima hari, responsnya sangat sedikit. Kami tak membuat kemajuan apa pun dan menemui jalan buntu. Kupikir: "Satu-satunya orang yang tahu rumah-rumah pondokan itu adalah aku. Su Jin bukan orang lokal dan tak mengenal daerah itu dengan baik. Haruskah kuberi tahu dia bahwa aku bisa menyelidikinya sendiri?" Namun, begitu terpikirkan ini, aku langsung ingat kota praja adalah tempat yang berbahaya saat itu. Polisi punya mata di mana-mana dan ada kamera berdefinisi tinggi yang mampu mengenali wajah. Petugas sudah pernah datang ke rumahku untuk menanyakan tentang imanku. Terlebih lagi, banyak dari mereka yang ditangkap mengenalku. Salah satunya adalah seorang saudari yang telah lebih dari tiga tahun bekerja denganku. Jika kehadiranku terdeteksi saat menyelidiki, bukankah aku bisa ditangkap kapan saja? Jika aku mati karena dipukuli polisi atau tak bisa menanggung siksaan dan menjadi Yudas, bukankah imanku selama bertahun-tahun akan sia-sia? Bagaimanapun, aku tak bisa pergi, aku harus menunggu dan melihat. Namun, semua pikiran ini membuatku merasa bersalah, jadi aku berdoa dalam hati: "Ya Tuhan! Aku tahu bahwa aku harus pergi ke kota praja untuk memeriksa keadaan, tapi aku khawatir akan ditangkap. Tolong bimbing aku untuk memahami diriku lebih baik."
Dengan membaca firman Tuhan, aku memahami keadaanku saat itu. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Para antikristus sangat egois dan kejam. Mereka tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, apalagi pengabdian kepada Tuhan; ketika mereka menghadapi masalah, mereka hanya melindungi dan menjaga keselamatan diri mereka sendiri. Bagi mereka, tidak ada yang lebih penting daripada kelangsungan hidup dan keselamatan mereka sendiri. Mereka tidak peduli seberapa banyak rumah Tuhan dirugikan—asalkan mereka masih hidup dan tidak ditangkap, itulah yang terpenting. Orang-orang ini sangat egois, mereka sama sekali tidak memikirkan saudara-saudari ataupun pekerjaan gereja, mereka hanya memikirkan keselamatan diri mereka sendiri. Mereka adalah para antikristus. ... Ketika orang-orang yang setia kepada Tuhan tahu dengan jelas bahwa suatu keadaan menjadi berbahaya, mereka tetap berani mengambil risiko dalam menangani buntut peristiwa yang terjadi, dan mereka meminimalkan kerugian rumah Tuhan sebelum mereka sendiri mengungsi. Mereka tidak mengutamakan keselamatan diri mereka sendiri. Katakan kepada-Ku, di negeri si naga merah yang sangat besar yang jahat ini, siapa yang bisa memastikan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasnya sama sekali tidak akan menghadapi bahaya? Tugas apa pun yang orang laksanakan, itu selalu mengandung risiko—tetapi pelaksanaan tugas diamanatkan oleh Tuhan, dan sementara mengikuti Tuhan, orang harus mengambil risiko dalam melaksanakan tugasnya. Orang harus berhikmat, dan perlu mengambil tindakan untuk memastikan keselamatan dirinya, tetapi orang tidak boleh mengutamakan keselamatan pribadinya. Mereka harus memikirkan kehendak Tuhan, mengutamakan pekerjaan rumah-Nya dan mengutamakan pengabaran Injil. Melaksanakan apa yang Tuhan amanatkan kepadamu adalah yang terpenting dan itu harus diutamakan. Para antikristus menjadikan keselamatan pribadi mereka sebagai prioritas utama; mereka percaya bahwa hal lain tidak ada kaitannya dengan mereka. Mereka tidak peduli jika sesuatu terjadi pada orang lain, siapa pun itu. Asalkan tidak ada hal buruk yang terjadi pada antikristus itu sendiri, mereka merasa tenang. Mereka sama sekali tidak memiliki kesetiaan, dan ini ditentukan oleh natur dan esensi dari antikristus tersebut" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Dua)). Setelah membaca penyingkapan firman Tuhan, aku merasa menyesal dan malu. Aku melihat bagaimana antikristus sangat egois dan tercela—saat menghadapi keadaan berbahaya, mereka hanya mempertimbangkan keselamatan sendiri dan tak memikirkan kerugian gereja, apalagi nyawa saudara-saudari. Membandingkan perilakuku dengan penyingkapan Tuhan tentang antikristus, kulihat aku sama seperti mereka: aku tahu benar jika mereka yang tak ditangkap tak segera dipindahkan, mereka terancam ditangkap kapan pun. Pekerjaan gereja juga akan mengalami kerugian dan terhambat. Hanya akulah yang familier dengan rumah-rumah pondokan ini, jadi mengurus ini adalah tugasku. Namun, di saat genting seperti itu, aku hanya memikirkan keselamatan sendiri. Karena takut ditangkap dan disiksa, aku tak mau melindungi kepentingan gereja dan keselamatan orang lain. Aku sangat egois dan tak punya kemanusiaan! Kemudian aku melihat firman Tuhan ini. "Apakah manusia sungguh-sungguh mencari Tuhan atau tidak, itu ditentukan oleh ujian terhadap pekerjaannya, yaitu oleh ujian dari Tuhan, dan ini tidak ada kaitannya dengan keputusan manusia itu sendiri. Tuhan tidak menolak siapa pun begitu saja; segala yang Dia lakukan adalah untuk meyakinkan manusia sepenuhnya. Dia tidak melakukan apa pun yang tidak terlihat oleh manusia, atau pekerjaan apa pun yang tidak dapat meyakinkan manusia. Apakah keyakinan manusia itu benar atau salah dibuktikan oleh fakta dan tidak bisa ditentukan oleh manusia. Memang benar bahwa 'gandum tidak bisa diubah menjadi lalang dan lalang tidak bisa diubah menjadi gandum'. Semua orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan pada akhirnya akan tetap tinggal di dalam kerajaan, dan Tuhan tidak akan salah memperlakukan siapa pun yang sungguh-sungguh mengasihi Dia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Dari firman Tuhan, aku sadar kita pasti akan menghadapi bahaya dan kesulitan saat menjalankan tugas di tanah ateis PKT. Tuhan mengizinkan kita mengalami cobaan ini untuk menguji serta menyempurnakan iman dan kasih kita. Mereka yang benar-benar percaya kepada Tuhan dan mengindahkan kehendak-Nya mampu menghadapi tantangan secara langsung saat pekerjaan gereja terancam, memikul beban mereka sendiri dan melindungi pekerjaan gereja, mengandalkan Tuhan dan menggunakan hikmat untuk membenahi buntut insiden. Tugas yang kuhadapi hari itu adalah ujian dari Tuhan, untuk melihat apa aku punya iman dan kesetiaan kepada-Nya serta tanggung jawab atas pekerjaan gereja. Aku tak boleh bersikap egois dan tercela, hanya memikirkan kepentinganku. Sikap seperti itu hanya akan menyakiti dan mengecewakan Tuhan. Begitu menyadari kehendak Tuhan, aku tak merasa takut lagi, serta siap untuk memeriksa dan memperbaiki situasi di kota praja.
Aku dan Yang Le pergi bersama, lalu tinggal dengan kerabatnya yang bukan orang percaya. Saat pergi ke rumah pondokan pertama, aku mendapati pintunya terkunci, sebuah spanduk tergantung di dinding yang menghujat dan mendiskreditkan gereja. Seorang tetangga tua memberitahuku polisi menangkap semua penghuninya beberapa hari sebelumnya. Jadi, aku segera menuju ke rumah kedua, hanya untuk mendapati pintunya juga terkunci dan spanduk yang sama tergantung di dinding. Aku sadar penghuni rumah ini juga telah ditangkap. Aku terus berjalan dan saat melintasi persimpangan, aku melihat sebuah mobil polisi penuh petugas dengan lampu kedap-kedip berhenti di pinggir jalan. Ada sangat sedikit pejalan kaki di sekitar. Aku lagi-lagi kecut hati, berpikir: "Pemimpinku, Li Juan, ditangkap tak jauh dari sini, dan aku tinggal di rumah itu selama lebih dari dua tahun. Tiga bulan lalu, aku pulang dan pergi dari sana setiap hari. Jika polisi mengenaliku, bukankah itu sama dengan menyerahkan diri?" Aku dicekam kecemasan dan terus meminta Tuhan memberiku keberanian. Karena sudah tepat di depan mobil polisi, aku tak bisa putar balik, jadi aku harus bersikap tenang saat lewat. Baru setelah melewati mereka, aku akhirnya bisa sedikit rileks. Aku melihat sekeliling, dan setelah memastikan tak diikuti, aku lanjut ke rumah berikutnya. Sama seperti dua rumah terakhir, pintunya terkunci dan spanduk penghujatan yang sama berkibar di luar rumah. Aku merasa semua kekuatan telah terkuras dari tubuhku. Sejauh ini, aku mendapati saudara-saudari dari tiga rumah telah ditangkap dan tak tahu keadaan saudara-saudari dari rumah lain. Namun, spanduk fitnah digantung di dinding setiap jalan dan persimpangan, petugas patroli, mobil polisi, dan polisi berpakaian preman dikerahkan di setiap jalan dan jalur, serta ada CCTV di mana-mana. Apa aku akan diperhatikan oleh polisi jika berkeliling ke rumah-rumah lain? Aku tak berani pergi ke rumah lain—kakiku terasa sangat berat dan aku berjalan pulang terseok-seok ke rumah kerabat Yang Le dengan air mata yang menggenang. Dengan sangat sedih, aku memberi tahu Yang Le: "Ketiga rumah itu digerebek. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Dia menjawab: "Jalan paling bijaksana adalah berdoa kepada Tuhan dan mengandalkan Dia." Jadi, kami berdua berlutut dalam doa, meminta Tuhan memberi kami keberanian dan iman untuk menyelesaikan pembenahan. Setelah makan malam, kami pergi ke rumah keempat. Saudari Meng Fan terkejut melihat kami dan segera menarik kami masuk. Dia bilang ketiga saudari yang dia tampung berhasil dipindahkan. Pukul 5 pagi tanggal 10 November, saat ketiga saudari itu masih tidur, tiga petugas datang untuk menggeledah rumah itu. Mereka bahkan punya fotokopi KTP ketiga saudari itu dan bilang mereka adalah penipu online. Mereka bertanya kepada Meng Fan dan suaminya apa mereka mengenali saudari-saudari itu, suaminya menjawab mereka mungkin tinggal di seberang jalan di lantai atas. Barulah kemudian polisi pergi. Saat Meng Fan pergi untuk menutup pintu, dia melihat 60-70 polisi berkerumun ke apartemen lantai atas di seberang jalan. Begitulah cara mereka bertiga lolos dari penangkapan. Saat mendengar mereka telah dipindahkan, air mata sukacita mengalir di pipiku dan aku terus bersyukur kepada Tuhan. Saat melihat Meng Fan mengerahkan seluruh dayanya untuk melindungi keselamatan para saudari di saat sulit, sedangkan aku dengan egois dan keji hanya melindungi diri sendiri, aku merasa malu. Saat berjalan pulang, aku memikirkan bagaimana ketiga saudari itu berhasil mengelak dari polisi, serta bagaimana ini terjadi karena otoritas dan kedaulatan Tuhan. Hanya karena Tuhan telah membutakan para polisi itu, maka ketiga saudari itu tak ditangkap dan bisa pindah dengan aman. Aku melihat bagaimana segala sesuatu tunduk pada aturan Tuhan. Tanpa izin Tuhan, betapa pun kejamnya Setan, itu tak bisa membahayakan kita. Makin memikirkannya, makin aku sadar bahwa Tuhan itu mahakuasa dan bijaksana, sehingga imanku menguat.
Esok paginya, aku pergi ke dua rumah lain untuk memeriksa dan mengetahui bahwa saudara-saudari di sana telah ditangkap, jadi aku buru-buru kembali ke tempatku tinggal. Tak disangka, Yang Le bilang kerabat dan tetangganya bertanya apakah kami orang percaya, mereka bilang sejumlah besar polisi datang ke kota praja beberapa hari lalu dan menangkap banyak orang percaya. Orang-orang di sana mulai curiga kepada kami. Mendengar ini, sepertinya kami tak lagi aman di sana, dan aku memutuskan kembali ke tempat tinggalku di daerah pegunungan. Aku memberi tahu temuanku selama di kota praja kepada Su Jin. Mendengar ini, dia menjawab: "Masih ada beberapa yang belum diketahui keberadaannya. Mungkinkah mereka ditangkap juga? Kita harus kembali ke kota praja untuk menyelidiki." Saat mendengar dia bilang kami harus kembali ke kota praja, dari luar aku setuju, tapi di dalam, aku tak mau kembali ke sana. Kupikir: "Jika kau ingin pergi, silakan, tapi aku tak mau. Sekali sudah cukup! Jika aku pergi lagi dan polisi melihatku, lalu bagaimana? Jika ditangkap, aku akan disiksa dan dianiaya!" Namun, aku merasa egois dan tercela karena berpikir seperti ini. Aku tahu benar Saudari Su Jin bukan orang lokal dan tak bisa pergi sendiri. Bagaimana bisa aku begitu nista mengalihkan tugas berbahaya seperti itu kepadanya? Saat pergi ke kota praja, aku menyaksikan hikmat dan kemahakuasaan Tuhan serta mengalami perlindungan-Nya secara langsung. Aku bahkan menyatakan di hadapan Tuhan bahwa aku bersedia membantu membenahi buntut insiden. Kenapa aku sekarang menciut lagi? Setelah itu, aku berpikir tentang apa yang mungkin menyebabkan ini. Aku kemudian menemukan firman Tuhan ini. "Semua manusia yang rusak hidup untuk diri mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Orang percaya kepada Tuhan demi diri mereka sendiri; ketika mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, tujuannya adalah untuk diberkati, dan ketika mereka setia kepada-Nya, tujuannya adalah untuk mendapatkan upah. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan untuk diberkati, diberi upah, dan masuk ke dalam kerajaan surga. Di tengah masyarakat, orang bekerja untuk keuntungan diri mereka sendiri, dan di rumah Tuhan, mereka melaksanakan tugas dengan tujuan untuk diberkati. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: tidak ada bukti yang lebih kuat mengenai natur Iblis dalam diri manusia dibandingkan hal ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Melalui firman Tuhan aku sadar meskipun aku ingin melindungi pekerjaan gereja, saat menghadapi bahaya, tanpa sadar aku ingin melepaskan tugasku dan menjaga kepentingan sendiri. Aku dikendalikan oleh racun iblis seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri." Aku hidup berpedoman racun iblis ini serta sangat egois dan tercela. Aku hanya memikirkan keselamatanku sendiri dan sama sekali tak memikirkan pekerjaan gereja atau keselamatan saudara-saudari. Aku jelas-jelas tahu masih ada beberapa rumah untuk diperiksa, dan tak tahu apakah saudara-saudari di sana telah ditangkap, tapi karena khawatir ditangkap dan disiksa, aku tak mau pergi ke kota praja. Aku tak mengindahkan kehendak Tuhan sama sekali. Aku juga tahu benar bahwa Su Jin bukan orang lokal dan tak tahu jalan di kota praja dengan baik, tapi untuk melindungi keselamatanku sendiri, aku bahkan berpikir mengalihkan pekerjaan berbahaya itu kepadanya sementara aku menjauh dan bersembunyi. Betapa egois dan tercelanya aku! Menyadari ini, aku membenci diriku dan tak mau terus hidup dengan cara yang begitu keji dan menjijikkan.
Ada dua kutipan yang punya dampak mendalam. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Siapakah dari seluruh umat manusia yang tidak diperhatikan di mata Yang Mahakuasa? Siapakah yang tidak hidup menurut apa yang telah ditentukan dari semula oleh Yang Mahakuasa? Apakah kehidupan dan kematian manusia terjadi karena pilihannya sendiri? Apakah manusia mengendalikan nasibnya sendiri? Banyak orang menginginkan kematian, tetapi kematian menjauh dari mereka; banyak orang ingin menjadi orang yang kuat dalam kehidupan dan takut akan kematian, tetapi tanpa sepengetahuan mereka, hari kematian mereka semakin mendekat, menjerumuskan mereka ke dalam jurang maut ..." (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 11"). "Bagaimanakah kematian para murid Tuhan Yesus? Di antara para murid, ada yang dirajam, diseret di belakang kuda, disalibkan terbalik, dikoyak-koyakkan oleh lima ekor kuda—berbagai jenis kematian menimpa mereka. Apakah alasan kematian mereka? Apakah mereka dihukum mati secara sah karena kejahatan mereka? Tidak. Mereka dijatuhi hukuman, dipukuli, dicaci, dan dibunuh karena mereka mengabarkan Injil Tuhan dan ditolak oleh orang-orang dunia—dengan cara seperti itulah mereka menjadi martir. ... Sesungguhnya, begitulah tubuh mereka mati dan berakhir; itu adalah cara mereka meninggalkan dunia manusia, tetapi bukan berarti kesudahan mereka sama. Bagaimanapun cara kematian dan kepergian mereka, bagaimanapun itu terjadi, itu bukanlah cara Tuhan mendefinisikan kesudahan akhir dari hidup mereka, kesudahan akhir dari makhluk ciptaan tersebut. Ini adalah sesuatu yang harus kaupahami dengan jelas. Sebaliknya, mereka justru menggunakan cara-cara itu untuk menghakimi dunia ini dan untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan. ... Keluarga, kekayaan, dan hal-hal material dari kehidupan ini semuanya adalah hal-hal lahiriah; satu-satunya hal yang batiniah adalah nyawa mereka. Bagi setiap orang yang hidup, nyawa adalah hal yang paling bernilai untuk dihargai, hal yang paling berharga dan, yang terjadi adalah, orang-orang ini mampu mempersembahkan milik mereka yang paling berharga—nyawa—sebagai penegasan dan kesaksian tentang kasih Tuhan bagi manusia. Hingga saat wafatnya, mereka tidak menyangkal nama Tuhan, juga tidak menyangkal pekerjaan Tuhan, dan mereka menggunakan saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang keberadaan fakta ini—bukankah ini bentuk kesaksian tertinggi? Inilah cara terbaik orang dalam melaksanakan tugasnya; inilah yang artinya orang memenuhi tanggung jawabnya. Ketika Iblis mengancam dan meneror mereka, dan, pada akhirnya, bahkan ketika Iblis membuat mereka harus membayar harga dengan nyawa mereka, mereka tidak melalaikan tanggung jawab mereka. Ini artinya orang memenuhi tugasnya hingga taraf tertinggi. Apakah yang Kumaksud dengan ini? Apakah yang Kumaksudkan adalah agar engkau semua menggunakan metode yang sama untuk bersaksi tentang Tuhan dan mengabarkan Injil? Engkau tidak perlu melakukan hal yang seperti itu, tetapi engkau harus memahami bahwa ini adalah tanggung jawabmu, bahwa jika Tuhan memintamu untuk melakukannya, engkau harus menerimanya sebagai suatu kewajiban moral" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Semua Orang Percaya Terikat Secara Moral pada Tugas untuk Menyebarkan Injil"). Melalui firman Tuhan, aku sadar nasib manusia ada dalam genggaman-Nya. Hidup dan mati setiap orang telah ditentukan dan dikendalikan oleh-Nya. Entah aku akan ditangkap atau tidak di kota praja dan disiksa ada di tangan Tuhan. Aku teringat para rasul Zaman Kasih Karunia yang mengorbankan diri untuk Tuhan Yesus: Mereka mengalami nasib seperti dirajam mati, diseret kuda sampai mati, dan disalibkan terbalik untuk Tuhan. Saat menghadapi ancaman kematian, mereka tak dibatasi kekuatan gelap, dan pada akhirnya berdiri teguh dalam kesaksian untuk Tuhan. Mereka mempersembahkan milik mereka yang paling berharga, nyawa mereka, kepada Tuhan. Mereka tak pernah menyangkal nama Tuhan, bahkan di saat sekarat, dan bersaksi tentang Tuhan di hadapan manusia yang jahat, mencapai misi mereka dalam hidup dan memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan. Ini bermakna dan dipuji oleh Tuhan. Saat itu, saudara-saudariku dalam bahaya, dan jika pada saat genting itu, aku gagal memenuhi tanggung jawabku karena melindungi kepentingan sendiri, lalu ini menyebabkan saudara-saudari ditangkap dan pekerjaan gereja hancur, artinya aku melanggar di hadapan Tuhan. Itu akan menjadi noda pada catatanku sebagai orang percaya dan aku pasti akan menyesalinya. Aku harus berhenti memikirkan keselamatanku sendiri dan segera mencari tahu apa yang terjadi dengan saudara-saudari itu. Meski aku akhirnya ditangkap dan disiksa sampai mati, kematianku akan bermakna, Tuhan pun akan memuji dan merayakan itu. Menyadari ini, aku merasa lebih tenang dan nyaman.
Saat itu, aku menemukan kutipan firman Tuhan lagi yang sangat menyentuh dan memotivasiku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Orang yang percaya kepada Tuhan dan mengikuti-Nya di Tiongkok daratan, menghadapi bahaya setiap harinya. Karenanya, ini adalah lingkungan yang sangat keras, di mana orang dapat ditangkap setiap saat. Engkau semua pernah mengalami lingkungan di mana engkau diburu—dan bukankah Aku juga pernah mengalaminya? Engkau dan Aku tinggal di lingkungan yang sama, jadi engkau tahu bahwa di lingkungan itu, mau tak mau Aku harus sering kali menyembunyikan diri. Ada kalanya aku harus berpindah lokasi dua atau tiga kali dalam sehari; bahkan ada saat-saat ketika Aku harus pergi ke suatu tempat yang tak pernah Kuduga. Saat-saat tersulit adalah saat Aku tak punya tempat tujuan—Aku akan mengadakan ibadah di siang hari, lalu di malam hari, Aku selalu tak tahu di mana ada tempat yang aman. Terkadang, setelah berjuang keras untuk menemukan sebuah tempat, Aku harus pergi keesokan harinya, karena si naga merah yang sangat besar sedang bergerak ke sana. Apa yang orang percaya sejati pikirkan saat mereka melihat pemandangan seperti itu? Mereka berpikir, 'Kedatangan Tuhan ke dunia dalam daging untuk menyelamatkan manusia adalah harga yang telah Dia bayar. Ini adalah salah satu penderitaan yang harus Dia alami, dan ini sungguh menggenapi firman-Nya yang berbunyi, "Serigala punya lubang, dan burung di udara punya sarang; tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Hal-hal ini memang benar—dan Kristus yang berinkarnasi secara pribadi mengalami penderitaan semacam itu, sama seperti yang manusia alami.' Semua orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan dapat melihat betapa sangat sulitnya pekerjaan Dia menyelamatkan manusia, dan karena hal ini, mereka akan mengasihi Tuhan, dan mereka akan bersyukur kepada-Nya atas harga yang Dia bayar demi manusia" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sepuluh (Bagian Tiga)). Aku sangat tersentuh oleh firman Tuhan. Tuhan datang dari atas untuk merendahkan diri-Nya sebagai manusia, berinkarnasi di Tiongkok, negara yang menentang Tuhan, untuk melakukan pekerjaan menyelamatkan umat manusia. PKT mencoba segala cara untuk memburu Dia, dunia keagamaan mengutuk dan menolak Dia, tapi Tuhan tak pernah memikirkan keselamatan-Nya sendiri dan terus mengungkapkan kebenaran untuk menyirami dan menopang kita, berharap kita akan memahami kebenaran, bebas dari watak rusak, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia. Begitu memahami kasih Tuhan yang tak egois untuk umat manusia dan kesungguhan-Nya menyelamatkan kita, aku merasa sangat malu dan bersalah serta membenci diriku karena tak memiliki nalar dan kemanusiaan. Aku telah menikmati firman Tuhan selama bertahun-tahun, tapi saat aku dibutuhkan untuk melindungi pekerjaan gereja, aku malah melindungi diri sendiri, tak mau berkorban. Aku tak layak menerima penyelamatan Tuhan dan tak punya sedikit pun keserupaan dengan kemanusiaan. Aku tak ingin terus menjalani kehidupan yang hina dan tak berguna, juga siap meninggalkan dagingku dan berusaha sebaik mungkin membenahi buntut insiden bersama Su Jin.
Kami tiba di kota praja pada sore hari tanggal 24 November. Dengan bantuan seorang saudari, kami mengetahui kecuali ketiga saudari itu, semua saudara-saudari lainnya telah ditangkap. Aku sangat sedih saat mendengar ini dan malam itu aku gelisah di ranjang, tak bisa tidur. Pemerintah telah mengerahkan massa untuk menangkap begitu banyak saudara-saudari dan banyak yang terpaksa meninggalkan rumah agar tak ditangkap. PKT sangat jahat! Ini persis seperti yang diungkapkan Tuhan. "Selama ribuan tahun, negeri ini telah menjadi negeri yang najis. Negeri ini tak tertahankan kotornya, penuh kesengsaraan, hantu merajalela di mana-mana, menipu dan menyesatkan, membuat tuduhan tak berdasar, dengan buas dan kejam, menginjak-injak kota hantu ini, dan meninggalkannya penuh dengan mayat; bau busuk menyelimuti negeri ini dan memenuhi udara dengan pekatnya, dan tempat ini dijaga ketat. Siapa yang bisa melihat dunia di balik langit? Iblis mengikat erat seluruh tubuh manusia, ia menutupi kedua matanya dan membungkam mulutnya rapat-rapat. Raja Iblis telah mengamuk selama beberapa ribu tahun sampai sekarang, di mana ia terus mengawasi kota hantu ini dengan saksama, seakan-akan ini adalah istana setan yang tak bisa ditembus; sementara itu, gerombolan anjing penjaga ini menatap dengan mata liar penuh ketakutan kalau-kalau Tuhan akan menangkap mereka saat tidak waspada dan memusnahkan mereka semua, sehingga mereka tidak lagi memiliki tempat untuk merasakan kedamaian dan kebahagiaan. Bagaimana mungkin penduduk kota hantu seperti ini pernah melihat Tuhan? Pernahkah mereka menikmati keindahan dan kasih Tuhan? Pemahaman apa yang mereka miliki tentang masalah dunia manusia? Siapakah di antara mereka yang mampu memahami kehendak Tuhan yang penuh hasrat? Maka, tidaklah mengherankan bahwa inkarnasi Tuhan tetap sepenuhnya tersembunyi bagi mereka: di tengah masyarakat yang gelap seperti ini, di mana Iblis begitu kejam dan tidak manusiawi, bagaimana mungkin raja Iblis, yang menghabisi orang-orang tanpa mengedipkan matanya, menoleransi keberadaan Tuhan yang penuh kasih, baik, dan juga kudus? Bagaimana mungkin ia akan menghargai dan menyambut kedatangan Tuhan dengan gembira? Para antek ini! Mereka membalas kebaikan dengan kebencian, sejak dahulu mereka mulai memperlakukan Tuhan sebagai musuh, mereka menyiksa Tuhan, mereka luar biasa buasnya, mereka sama sekali tidak menghargai Tuhan, mereka merampas dan merampok, mereka sudah sama sekali kehilangan hati nurani, mereka sepenuhnya mengabaikan hati nuraninya, dan mereka menggoda orang tidak bersalah agar tidak sadar. Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Melalui pengalaman ini, aku sangat menyadari PKT punya esensi iblis yang menentang Tuhan dan natur jahat yang membenci kebenaran. Untuk memperkuat kekuasaan dan otoritasnya, PKT menipu orang dengan mengaku mendukung kebebasan beribadah padahal mereka sewenang-wenang menangkap dan mempersekusi orang Kristen, berusaha menekan pekerjaan Tuhan pada akhir zaman sampai akar. PKT adalah sekelompok iblis yang membenci dan menentang Tuhan. Mereka adalah musuh Tuhan. Aku benci PKT, iblis tua itu, dengan sepenuh hati. Makin dia menindas kita, makin aku berkomitmen untuk melakukan tugasku dan mempermalukan Iblis.
Setelah itu, saudara-saudari lain maju untuk melakukan pekerjaan gereja dan kehidupan gereja secara bertahap kembali normal. Dalam waktu sekitar 10 hari, aku mengetahui tingkat pertumbuhan sejatiku dan watakku yang egois, tercela, dan rusak. Aku juga menyaksikan kedaulatan Tuhan yang mahakuasa dan pertumbuhan dalam imanku. Aku tak akan pernah bisa mencapai semua ini dalam lingkungan yang santai dan aman.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.