Mengapa Aku Takut Menyingkap Masalah Orang Lain
Saat masih sekolah, kuperhatikan beberapa teman sekelasku cukup terbuka. Saat lihat orang lain melakukan kesalahan, mereka langsung berterus terang, yang sering kali menyinggung orang dan membuat diri mereka dikucilkan. Kupikir: "Apakah mereka ini orang bodoh? Ada ungkapan, 'Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain,' dan 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau mengkritik orang lain, jangan mengkritik kekurangan mereka.' Tak perlu mengungkapkan semua yang dilihat, beginilah orang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Jika kau terlalu terus terang, meski tak punya niat buruk, orang akan menganggap itu buruk dan menolakmu. Kau tak akan punya teman jika seperti itu." Jadi aku tak pernah langsung menunjukkan masalah orang lain saat berinteraksi dengan mereka. Semua teman sekelasku menyukaiku dan berteman denganku. Aku dianggap mudah bergaul dan baik hati. Aku pun merasa kemanusiaanku cukup baik. Setelah beriman kepada Tuhan, aku juga berinteraksi dengan saudara-saudari seperti ini. Aku tidak menunjukkan masalah orang lain meski mengetahuinya. Aku selalu merasa terlalu terus terang akan membuat orang tak nyaman. Mereka akan mengira aku mengincar mereka dan berusaha menyingkap kelemahannya. Ini yang akan merusak hubungan dengan orang lain. Baru setelah mengalami pengungkapan dan membaca firman Tuhan, aku sadar caraku berinteraksi dengan orang lain tak sejalan dengan kebenaran dan Tuhan.
Di tahun 2015, aku bermitra dengan Leslie dalam pekerjaan video. Dia sudah beriman lebih lama dariku dan umurnya juga lebih tua. Kami saling bersikap sopan, cukup harmonis, dan hampir tak ada perselisihan. Lalu, aku terpilih menjadi pengawas. Suatu kali, ada yang melapor bahwa Leslie bersikap asal-asalan, licik, dan licin, dan dia menghambat pekerjaan. Aku merasa masalah dia cukup serius. Aku pun berdiskusi dengan rekan kerjaku, apakah perlu menunjukkan dan menyingkap masalah Leslie agar dia bisa merenung, mengenal dirinya, bertobat, dan berubah. Rekan kerjaku setuju dan bertanya siapa yang akan bersekutu dengan Leslie. Aku hanya terdiam, tak mau berusaha keras mengatasi masalah. Kupikir: "Jika aku menunjukkan masalahnya akankah dia mengira aku mengincarnya? Bagaimana hubungan kami setelah itu?" Tak kusangka, semua orang menyarankan agar aku bersekutu dengan Leslie. Aku ingin menghindar, tapi jika aku tidak menunjukkan masalah dia, pekerjaan gereja akan terus terpengaruh. Pada akhirnya, aku harus bertekad untuk melakukannya. Perlahan-lahan aku menyiapkan mentalku, memberanikan diri untuk menunjukkan masalahnya. Aku terus mengulang-ulang ucapanku untuknya dalam hati, dari awal sampai akhir. Tapi saat melihat dia, perasaanku campur aduk. Aku merasa tercekik, tak bisa berkata-kata. Aku hanya bertanya dengan nada lembut: "Apakah keadaanmu baik akhir-akhir ini? Apakah kau mengalami kesulitan? Kenapa kau sangat lambat dalam membuat video?" Leslie menjawab, dia khawatir putranya tidak bersekolah, jadi pekerjaannya tertunda. Kupikir: "Dia bilang sedang mengalami kesulitan. Jika aku menyingkap dia karena bersikap asal-asalan, licik, dan licin, akankah dia berpikir aku terlalu kasar dan mengincarnya? Jika hubungan kami rusak, kami berdua akan merasa lebih tidak nyaman." Oleh karena itu, aku tidak jadi menunjukkan masalah dia. Aku hanya berusaha menghiburnya dan secara singkat membahas keadaan tugasnya.
Karena tak punya pemahaman diri yang benar, dia tetap asal-asalan dalam bertugas, dan ada banyak masalah di videonya. Aku menyadari masalah Leslie cukup serius, dan jika tidak berubah, dia harus diberhentikan. Lalu, aku kembali bersekutu dengannya. Kupikir kali ini aku pasti akan menunjukkan masalah dia. Tapi begitu duduk, aku tak bisa berkata-kata. Aku terus memikirkan cara memberitahunya dengan nyaman bagi dia sambil tetap membuat dia sadar akan masalahnya, tanpa aku dianggap mengincarnya atau dia bersikap bias terhadapku. Aku bertanya dengan sopan: "Kenapa kau selalu lalai dalam tugasmu?" Lalu Leslie memberitahuku, kadang dia mengikuti keinginan dagingnya untuk membaca novel dan mengabaikan tugas. Dia begitu kecewa sampai menangis saat mengatakan ini. Kupikir: "Dia sedang mengalami masa sulit. Jika aku bilang sikapnya licik dan licin, apakah dia bisa menerimanya? Lebih baik aku diam. Bagaimanapun, dia mengakui masalahnya dan seharusnya dia bisa lebih baik." Jadi kubilang aku memahami keadaan dia dan mendorongnya untuk lebih berusaha dalam tugas. Setelah itu, dia tetap tidak menyesal, sikapnya yang asal-asalan bertambah parah, dan akhirnya dia diberhentikan. Aku tidak merenungi diriku dan sudah melupakan masalah itu.
Lalu, aku membaca satu kutipan firman Tuhan yang memberiku sedikit pemahaman tentang keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Perilaku dan cara orang memperlakukan orang lain haruslah didasarkan pada firman Tuhan; ini adalah prinsip paling dasar bagi perilaku manusia. Bagaimana orang bisa menerapkan kebenaran jika mereka tidak memahami prinsip-prinsip perilaku manusia? Menerapkan kebenaran bukanlah mengucapkan kata-kata kosong dan meneriakkan slogan. Apa pun yang mungkin orang hadapi dalam hidup ini, selama itu melibatkan prinsip-prinsip perilaku manusia, sudut pandang mengenai peristiwa, atau hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas mereka, mereka dihadapkan dengan pilihan, dan mereka harus mencari kebenaran, mencari dasar dan prinsip di dalam firman Tuhan, dan kemudian mencari jalan penerapannya. Orang yang mampu menerapkan dengan cara ini adalah orang yang mengejar kebenaran. Jika orang mampu mengejar kebenaran dengan cara ini, sebesar apa pun kesulitan yang dihadapinya, orang itu sedang menempuh jalan Petrus, jalan mengejar kebenaran. Sebagai contoh: prinsip apakah yang harus orang ikuti ketika berinteraksi dengan orang lain? Mungkin sudut pandangmu yang semula adalah engkau menganggap keharmonisan sebagai hal yang sangat berharga dan kesabaran sebagai hal yang paling bernilai, bahwa engkau harus menjaga kedamaian, jangan sampai membuat orang lain kehilangan muka, dan jangan menyinggung siapa pun, sehingga dengan cara demikian engkau memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Karena dibatasi oleh sudut pandang ini, engkau akan berdiam diri ketika melihat orang lain melakukan kesalahan atau melanggar prinsip. Daripada menyinggung siapa pun, engkau lebih rela melihat pekerjaan gereja mengalami kerugian. Engkau akan berusaha menjaga keharmonisan dengan semua orang, siapa pun mereka. Engkau hanya akan mengatakan hal-hal yang sedap didengar—hanya memikirkan tentang melindungi emosi mereka dan tidak membuat mereka malu. Meskipun engkau mendapati seseorang memiliki masalah dalam dirinya, engkau akan menunjukkan kesabaranmu—di belakangnya, engkau mungkin angkat bicara, tetapi di depan dirinya, engkau akan menjaga kedamaian dan mempertahankan hubunganmu. Apa pendapatmu tentang perilaku seperti itu? Bukankah itu adalah perilaku penyenang orang? Bukankah ini sangat licik? Itu melanggar prinsip berperilaku. Jadi, bukankah bertindak seperti itu hina? Orang yang bertindak seperti ini bukanlah orang baik ataupun mulia. Sebanyak apa pun engkau telah menderita, dan berapa pun harga yang telah kaubayar, jika engkau berperilaku tanpa prinsip, engkau telah gagal dan tidak akan mendapat perkenanan di hadapan Tuhan, ataupun diingat oleh-Nya, ataupun menyenangkan Dia" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Firman Tuhan menyadarkanku, apa pun yang terjadi dalam hidupku, apabila melibatkan prinsip perilaku atau pandangan akan sesuatu, aku harus selalu mencari prinsip-prinsip kebenaran. Selama ini, aku tak berani menunjukkan masalah saudara-saudari, dan kupikir tak ada yang salah dengan itu. Asalkan kami rukun dan tidak berdebat, semuanya baik-baik saja. Kubaca firman Tuhan: "Sebanyak apa pun engkau telah menderita, dan berapa pun harga yang telah kaubayar, jika engkau berperilaku tanpa prinsip, engkau telah gagal dan tidak akan mendapat perkenanan di hadapan Tuhan, ataupun diingat oleh-Nya, ataupun menyenangkan Dia." Firman ini sungguh menyentuh hatiku. Aku mungkin tidak melakukan kejahatan apa pun, tapi selalu takut menyinggung orang dan tak pernah berani jujur menunjukkan masalah orang lain. Meski melihat masalah dan marah dalam hati, aku akan tetap tersenyum dengan mereka. Artinya masalah yang seharusnya diatasi, tak teratasi, dan ini merugikan pekerjaan gereja. Tuhan berfirman, orang seperti itu licik dan culas, perilakunya tak sesuai prinsip. Aku merenungi caraku menangani masalah dengan Leslie. Aku sadar dia licik dan licin dan sangat memengaruhi kemajuan, tapi aku takut membuatnya tak bahagia jika terlalu terus terang. Dia mungkin berpikir aku terlalu keras, dan akan bersikap bias terhadapku. Aku takut dia tak akan peduli dan merasa kecewa, lalu, hubungan kami berdua akan terasa canggung. Karena ingin melindungi hubungan kami, aku terlalu takut menyingkap atau menangani dia. Kulihat sikapnya yang asal-asalan bertambah parah dan aku marah, tapi saat bersekutu dengannya, aku takut dia membenciku, jadi aku tak berani menunjukkan atau menyingkap masalah dia. Aku hanya membahas topik yang aman tanpa menyinggungnya, bahkan menghibur dia, terlepas dari perasaanku. Sebagai pengawas, tidak menyingkap atau mengatasi masalah yang kutemukan berarti aku tidak bertanggung jawab dan benar-benar lalai. Aku akhirnya sadar, ternyata selama ini aku baik di depan orang lain, karena bersikap perhatian dan pengertian adalah ciri orang yang baik. Begitu fakta terungkap, aku baru sepenuhnya mengubah caraku memandang diri sendiri. Aku mengetahui masalah Leslie, tapi tidak menunjukkan dan membantunya. Alhasil, dia tidak melihat esensi atau akibat masalah itu, hidupnya menderita, dan pekerjaan gereja tertunda. Aku begitu egois, licik, dan culas. Bagaimana aku bisa bilang kemanusiaanku baik?
Lalu, di sebuah pertemuan, Kubaca pembahasan firman Tuhan tentang "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau mengkritik orang lain, jangan mengkritik kekurangan mereka," dan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain" Aku pun sadar, aku tak mau menunjukkan masalah orang lain karena terpengaruh ide-ide ini. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada prinsip dalam falsafah kehidupan yang berkata, 'Tidak membicarakan kesalahan teman baik menghasilkan persahabatan yang lama dan berkualitas.' Artinya, untuk menjaga hubungan persahabatan, orang harus tutup mulut tentang masalah teman mereka, meskipun mereka melihatnya dengan jelas—artinya mereka harus menjunjung tinggi prinsip untuk tidak mengatakan hal yang terlalu pribadi atau menyingkapkan kekurangan mereka. Mereka harus saling menipu, saling menyembunyikan, saling terlibat dalam persekongkolan; dan meskipun mereka tahu betul orang macam apa orang lain itu, mereka tidak mengatakannya secara langsung, tetapi menggunakan cara-cara licik untuk menjaga hubungan persahabatan mereka. Mengapa orang ingin menjaga hubungan seperti itu? Ini adalah tentang tidak mau menciptakan musuh di tengah masyarakat atau di dalam kelompok tertentu, karena melakukan ini berarti orang akan sering menempatkan dirinya dalam situasi berbahaya. Karena engkau tahu seseorang akan menjadi musuhmu dan menyakitimu setelah engkau menyingkapkan kekurangannya atau menyakiti hatinya, karena engkau tidak ingin menempatkan dirimu dalam posisi seperti itu, engkau menggunakan prinsip falsafah kehidupan yang berkata, 'Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi, dan jangan pernah menyingkapkan kekurangan mereka.' Berdasarkan falsafah ini, jika dua orang berada dalam hubungan seperti itu, dapatkah mereka dianggap sebagai sahabat sejati? (Tidak.) Mereka bukan sahabat sejati, apalagi orang kepercayaan dari masing-masing mereka. Jadi, sebenarnya hubungan macam apakah ini? Bukankah ini adalah hubungan sosial yang dangkal? (Ya.) Dalam hubungan sosial semacam itu, orang tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka, tidak bisa berbicara dari hati ke hati, tidak dapat mengatakan apa pun yang mereka suka, atau menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka, atau mengemukakan masalah yang mereka lihat dalam diri orang lain, atau mengucapkan perkataan yang akan bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya, mereka memilih mengucapkan perkataan yang menyenangkan, untuk menyenangkan hati orang lain. Mereka tidak berani mengatakan yang sebenarnya ataupun menjunjung tinggi prinsip, agar orang lain jangan sampai memusuhi mereka. Ketika tak seorang pun mengancam mereka, bukankah hidup mereka menjadi relatif tenang dan damai? Bukankah ini tujuan orang dalam mengucapkan ungkapan, 'Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi, dan jangan pernah menyingkapkan kekurangan mereka'? (Ya.) Jelas, ini adalah cara hidup yang licik dan menipu, yang mengandung unsur kewaspadaan, dan yang tujuannya adalah melindungi diri sendiri. Orang yang hidup seperti ini tidak memiliki sahabat karib, sama sekali tidak ada teman dekat yang dengannya mereka dapat membicarakan apa pun. Mereka bersikap waspada terhadap satu sama lain, penuh perhitungan, dan bersikap strategis, masing-masing mengambil apa yang mereka butuhkan dari hubungan tersebut. Bukankah begitu? Kesimpulannya, tujuan dari 'Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi, dan jangan pernah menyingkapkan kekurangan mereka' adalah untuk menjaga agar tidak menyinggung orang lain dan menciptakan musuh, melindungi diri sendiri dengan tidak menyakiti siapa pun. Ini adalah teknik dan metode yang orang pakai untuk menjaga dirinya agar tidak dirugikan. Melihat pada beberapa aspek esensi ini, apakah tuntutan di balik kebajikan orang untuk 'jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi, dan jangan pernah menyingkapkan kekurangan mereka' adalah prinsip yang mulia? Apakah ini positif? (Tidak.) Lalu, apa yang prinsip ini ajarkan kepada orang? Prinsip ini mengajarkan bahwa engkau tidak boleh membuat kesal atau melukai perasaan siapa pun, jika tidak, engkaulah yang pada akhirnya akan dirugikan; dan selain itu, prinsip ini mengajarkan bahwa engkau tidak boleh memercayai siapa pun. Jika engkau melukai perasaan salah satu dari teman baikmu, persahabatan itu akan mulai berubah secara diam-diam; mereka akan berubah dari yang tadinya teman baik atau teman dekatmu, menjadi orang asing yang lewat di jalan, atau musuhmu. Masalah-masalah apa yang dapat diselesaikan dengan mengajar orang dengan cara seperti ini? Meskipun, dengan bertindak seperti ini, engkau tidak menciptakan musuh dan bahkan mengurangi beberapa musuh, apakah ini akan membuat orang mengagumi dan memujimu, dan selalu mempertahankan pertemanan denganmu? Apakah ini sepenuhnya memenuhi standar kebajikan? Sebanyak-banyaknya, ini hanyalah falsafah kehidupan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (8)"). Saat Tuhan membahas dampak dari "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau mengkritik orang lain, jangan mengkritik kekurangan mereka," dan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," aku merasa Dia berdiri di hadapanku, menyingkapku. Hidup berdasarkan falsafah cara berinteraksi duniawi ini, ucapan dan tindakanku hanyalah untuk melindungiku. Dengan siapa pun aku berinteraksi, aku selalu berpegang pada prinsip tak pernah memusuhi atau menyinggung siapa pun. Seperti saat masih sekolah, aku melihat orang yang berterus terang dikucilkan. Jadi aku merasa agar bisa bergaul dengan orang lain, kau tak boleh memberi tahu perasaanmu yang sebenarnya, dan tak boleh mengungkit masalah orang dan menyinggungnya. Dengan begitu, orang akan menyukaimu dan kau gampang beradaptasi. Setelah memercayai Tuhan pun, aku masih mengikuti metode perilaku itu dengan saudara-saudari. Agar tidak dibenci orang lain atau tidak menyakiti perasaan, tiap kali orang perlu disingkap atau mungkin tersinggung, aku akan menghindar, atau memberi tahu rekanku agar mereka yang menanganinya. Terkadang saat harus memberikan persekutuan, aku hanya membahas topik tak penting yang sesuai dengan situasi, berarti banyak masalah tidak teratasi dengan cepat. Aku memegang falsafah duniawi seperti "Seorang teman baru berarti satu jalan lagi," dan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," Menjadi kriteriaku emba bertindak. Aku tak pernah memberi tahu siapa pun yang sebenarnya kupikirkan, Dan aku menjadi makin palsu dan culas. Dulu aku berpikir, menjaga hubungan baik dan bergaul dengan semua orang akan membuatku disukai, sehingga aku akan mudah diterima orang lain. Jika suatu hari ucapan atau tindakanku bertentangan dengan prinsip, orang akan memakluminya dan harga diriku terselamatkan. Aku sadar aku tidak berprinsip emba berinteraksi. Aku hanya ingin membuat semua orang bahagia dan tersenyum, embali seorang pun yang harus menyingkap kekurangan satu sama lain, jadi aku tak akan kehilangan harga diriku dan tetap menjaga status dan citraku. Bukankah aku berusaha memenangkan hati orang dan memanfaatkan mereka? Aku mungkin tampak menarik, ramah, dan berempati, tapi di balik itu semua, aku punya tujuan tersembunyi. Aku sungguh jahat! Memikirkan embali masalah Leslie, aku menyadari dia licik dan licin, tapi agar dia tidak membenciku, aku tidak menunjukkan atau menyingkap masalahnya, yang memengaruhi kemajuan pekerjaan. Tak hanya merugikan dia dengan berinteraksi seperti itu, aku pun menunda pekerjaan gereja. Tuhan selalu bersekutu, kita harus memandang orang dan banyak hal, berperilaku dan bertindak sesuai firman Tuhan, dengan kebenaran sebagai kriteria kita. Tapi, hidupku sehari-hari penuh dengan falsafah Iblis, selalu terkekang emba ucapan dan tindakanku. Aku tak bisa bersekutu atau membantu orang lain secara normal, bahkan kurang mampu memenuhi tanggung jawab pemimpin. Aku tidak memikirkan cara berbicara yang meneguhkan orang lain Atau cara melindungi pekerjaan gereja. Aku melihat pekerjaan gereja dirugikan, tapi tetap bersikap baik terlepas dari perasaanku. Aku mengorbankan kepentingan gereja demi kepentinganku. Aku sangat palsu dan tak punya kemanusiaan! Jika terus seperti itu, Tuhan akan muak dan membenciku, orang lain pun akan meremehkan dan menolakku. Aku embali kepada Tuhan: "Ya Tuhan, Aku melihat pekerjaan gereja dirugikan tapi selalu bersikap baik. Aku tidak melindungi kepentingan gereja dan itu pasti membuat-Mu jijik. Ya Tuhan, aku ingin bertobat. Bimbinglah aku agar bisa mengatasi masalah ini Dan menjadi orang dengan rasa keadilan yang melindungi pekerjaan gereja."
Setelah itu, aku embali membaca firman Tuhan. "Ketika sesuatu terjadi, engkau hidup berdasarkan falsafah hidup, dan tidak menerapkan kebenaran. Engkau selalu takut menyinggung orang lain, tetapi engkau tidak takut menyinggung Tuhan, dan bahkan akan mengorbankan kepentingan rumah Tuhan untuk melindungi hubungan antarpribadimu. Apa akibatnya jika engkau bertindak dengan cara seperti ini? Engkau sudah melindungi hubungan antarpribadimu dengan cukup baik, tetapi engkau telah menyinggung Tuhan, dan Dia akan membenci dan menolakmu, dan akan marah terhadapmu. Jika dibandingkan, mana yang lebih baik? Jika engkau tak tahu jawabannya, itu artinya engkau benar-benar bingung; itu membuktikan bahwa engkau tidak sedikit pun memahami kebenaran. Jika engkau terus seperti itu tanpa pernah menyadarinya, itu akan sangat berbahaya, dan pada akhirnya, engkau tidak akan mampu memperoleh kebenaran. Engkaulah yang akan mengalami kerugian. Jika engkau tidak mencari kebenaran dalam masalah ini, dan engkau gagal, dapatkah engkau kelak mencari kebenaran? Jika engkau tetap tidak dapat mencari kebenaran, itu bukan lagi masalah mengalami kerugian—engkau pada akhirnya akan diusir. Jika engkau memiliki motivasi dan sudut pandang 'orang baik', engkau tidak akan mampu menerapkan kebenaran dan mematuhi prinsip dalam segala hal, dan engkau akan selalu gagal dan jatuh. Jika engkau tidak sadar dan tidak pernah mencari kebenaran, artinya engkau adalah orang tidak percaya, dan engkau tidak akan pernah memperoleh kebenaran dan hidup. Lalu, apa yang harus kaulakukan? Ketika menghadapi hal-hal semacam itu, engkau harus berseru kepada Tuhan dalam doa, memohon keselamatan, dan memohon agar Tuhan memberimu lebih banyak iman dan kekuatan untuk memampukanmu mematuhi prinsip, melakukan apa yang harus kaulakukan, menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip, berdiri teguh, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan mencegah kerugian apa pun terjadi pada pekerjaan rumah Tuhan. Jika engkau mampu meninggalkan kepentingan diri sendiri, reputasi, dan pendirianmu tentang 'orang baik', dan jika engkau melakukan apa yang harus kaulakukan dengan hati yang jujur dan seutuhnya, engkau akan mengalahkan Iblis dan akan mendapatkan aspek kebenaran ini. Jika engkau selalu hidup berdasarkan falsafah Iblis, mempertahankan hubunganmu dengan orang lain dan tidak pernah menerapkan kebenaran, tidak berani mematuhi prinsip, akan mampukah engkau menerapkan kebenaran dalam hal-hal lain? Engkau tidak akan memiliki iman, tidak ada kekuatan. Jika engkau tak pernah mampu mencari atau menerima kebenaran, apakah percaya kepada Tuhan seperti itu akan memungkinkanmu memperoleh kebenaran? (Tidak.) Dan jika engkau tidak mampu memperoleh kebenaran, dapatkah engkau diselamatkan? Tidak. Jika engkau selalu hidup berdasarkan falsafah Iblis, sama sekali tidak memiliki kenyataan kebenaran, engkau tidak akan pernah dapat diselamatkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan menyadarkanku, prinsipku hanya menjaga hubungan dan tak pernah menciptakan musuh, tapi tidak menerapkan firman Tuhan. Saat melihat sesuatu yang tak sejalan dengan kebenaran, aku hanya memaklumi dan membiarkan, ingin melindungi hubunganku dengan orang lain, agar aku bisa hidup dalam keadaan aman. Aku sadar telah mengambil jalan tengah, sama sekali tidak berprinsip. Tuhan meminta kita berbicara dan bertindak sesuai firman-Nya, menjadi orang yang mengasihi yang Dia kasihi, membenci yang Dia benci, dan mengetahui yang baik dari yang jahat, mampu membedakan semua jenis orang, dan memperlakukan orang lain sesuai prinsip. Hanya penerapan ini yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Tapi aku tidak mengkritik atau menyingkap Leslie meski dia menghambat pekerjaan. Aku menghiburnya saat melihat dia menangis dan bersikap baik, terlepas dari perasaanku. Dalam hal ini, aku memihak Iblis dan melindungi hubunganku dengan Leslie dengan memanjakan dia. Aku sungguh bodoh. Dulu, aku tidak menganggap perilakuku ini sebagai masalah. Ketika fakta terungkap, barulah baru sadar hidup berdasarkan falsafah cara berinteraksi duniawi ini bukanlah jalan yang benar. Aku pengawas, tapi selalu takut menyinggung orang dan tak punya rasa keadilan. Aku tak berani menunjukkan masalah yang kulihat atau bersekutu untuk mengatasinya, sehingga masalah selalu muncul. Ini bukan melakukan pekerjaan nyata, tapi menentang Tuhan.
Lalu, aku menemukan jalan penerapan dalam firman Tuhan: "Jika engkau ingin membangun hubungan yang normal dengan Tuhan, hatimu harus berpaling kepada Dia; dengan ini sebagai dasar, engkau juga akan memiliki hubungan yang normal dengan orang lain. Jika engkau tidak memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan, maka apa pun yang engkau lakukan untuk mempertahankan hubunganmu dengan orang lain, sekeras apa pun engkau bekerja, atau sebanyak apa pun energi yang kaukerahkan, semua itu hanyalah falsafah hidup manusia. Engkau akan melindungi kedudukanmu di tengah khalayak dan memperoleh pujian mereka melalui sudut pandang manusia dan falsafah manusia, bukannya membangun hubungan antarpribadi berdasarkan firman Tuhan. Jika engkau tidak berfokus pada hubunganmu dengan orang lain, melainkan menjaga hubunganmu yang normal dengan Tuhan, jika engkau bersedia memberikan hatimu kepada Tuhan dan belajar menaati-Nya, maka secara alami hubungan antarpribadimu akan menjadi normal. Dengan demikian, hubungan ini tidak akan dibangun dalam daging, melainkan dibangun di atas dasar kasih Tuhan. Engkau hampir tidak ada interaksi daging dengan orang lain, tetapi pada tingkat rohani, akan ada persekutuan dan saling mengasihi, saling menghibur, dan saling membekali di antaramu. Semua ini dilakukan di atas dasar keinginan untuk memuaskan Tuhan—hubungan ini tidak dipertahankan melalui falsafah hidup manusia, hubungan itu terbentuk secara alami ketika orang memikul beban bagi Tuhan. Hubungan ini tidak membutuhkan upaya manusia sedikit pun, engkau hanya perlu melakukan penerapan sesuai dengan prinsip firman Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sangatlah Penting untuk Membangun Hubungan yang Normal dengan Tuhan"). Firman Tuhan menyadarkanku, hubungan antarpribadi yang normal tidak dipelihara melalui falsafah cara berinteraksi duniawi, tapi didasarkan pada penerapan firman-Nya. Saat ada masalah, kita perlu menerapkan kebenaran, bertindak sesuai prinsip, melindungi pekerjaan gereja, dan memikul beban demi kehidupan saudara-saudari. Ini satu-satunya cara menjalin hubungan antarpribadi yang normal. Aku teringat kesaksian pengalaman saudara-saudari. Saat melihat masalah orang lain, mereka bisa menunjukkan dan membantu sesuai firman Tuhan. Meski terkadang harga diri orang tersakiti, jika mengejar kebenaran, mereka bisa menggunakan persekutuan dan kritik ini untuk menemukan kekurangan, mengetahui watak yang rusak, mengubah keadaan yang salah, membuat kemajuan dalam hidup, dan mendapatkan hasil yang lebih baik dalam tugas. Itu benar-benar mengasihi dan membantu. Tapi bagi mereka yang tidak mengejar kebenaran, dikritik dan ditangani serasa seperti membuka aib. Mereka muak dengan kebenaran, dan saat dipangkas dan ditangani, mereka berdalih dan menolak, tanpa mau menerima. Orang seperti ini bukan saudara atau saudari sejati dan harus ditolak dan dikucilkan. Menyadari ini, aku lebih mengerti, hanya firman Tuhan yang menjadi kriteria bagi tindakan dan perilaku kita, kita harus memperlakukan orang lain sesuai firman Tuhan. Itu cara yang benar dalam bertindak dan sejalan dengan standar kemanusiaan normal.
Lalu, ada saudari yang bersikap sombong, merasa benar sendiri, dan tidak menerima saran. Dia selalu bertindak sesukanya dan menunda pekerjaan. Aku harus bersekutu dan menunjukkan masalah dia agar bisa merenung dan mengenal dirinya, tapi aku agak khawatir. Bagaimana jika dia tak mau menerimanya? Apakah dia akan bias terhadapku dan berpikir aku mengincarnya? Aku teringat kegagalanku sebelumnya, dan firman Tuhan yang baru kubaca, dan itu menggerakkan hatiku. Jika aku mengabaikan pekerjaan gereja hanya untuk melindungi hubungan kami, aku akan menyinggung Tuhan. Kali ini, Tuhan mengamati sikapku untuk melihat apakah aku telah bertobat dan berubah. Aku tak bisa memperlakukan orang seperti sebelumnya. Aku teringat firman Tuhan: "Ketika menghadapi hal-hal semacam itu, engkau harus berseru kepada Tuhan dalam doa, memohon keselamatan, dan memohon agar Tuhan memberimu lebih banyak iman dan kekuatan untuk memampukanmu mematuhi prinsip, melakukan apa yang harus kaulakukan, menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip, berdiri teguh, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan mencegah kerugian apa pun terjadi pada pekerjaan rumah Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Aku merasakan Tuhan di sampingku, mendorongku untuk mengambil langkah ini. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon agar diberikan keyakinan dan kekuatan untuk menerapkan kebenaran, mengutamakan pekerjaan gereja, dan tak lagi takut menyinggung orang, melindungi hubungan. Setelah berdoa, aku mencari saudari itu. Selain menyingkap masalah dia sesuai perilakunya selama ini, aku juga menunjukkan bahwa dia congkak, tak mau menerima saran orang lain, muak dengan kebenaran dan memiliki watak yang jahat. Aku bilang dia akan diberhentikan jika terus menghalangi pekerjaan gereja tanpa bertobat atau berubah. Setelah mengatakan semua itu, aku tak lagi merasa seperti dulu, takut dibenci. Sebaliknya, aku merasa lebih tenang dan damai. Mengingatnya kembali, aku selalu hidup berdasarkan cara berinteraksi duniawi yang sangat jahat ini, tak mau menyinggung orang, takut memunculkan perselisihan dan konflik. Dalam berinteraksi, aku selalu memikirkan harga diri orang lain dan melindungi hubungan, kehilangan banyak kesempatan untuk menerapkan kebenaran. Kini, saat harus menunjukkan masalah orang, aku masih agak takut, tapi aku bisa yakin berdoa kepada Tuhan, dan meluruskan niat dan pandanganku untuk menerapkan sesuai prinsip. Pengalaman ini membuatku bisa memperbaiki pandangan yang salah. Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.