Hari-hariku yang Menyiksa karena Salah Memahami Tuhan

16 Desember 2024

Pada tahun 2017, aku terpilih menjadi pemimpin gereja. Awalnya, aku membuahkan beberapa hasil dalam tugasku, tetapi kemudian, aku mendambakan berkat status dan tidak lagi melaksanakan pekerjaan yang nyata. Aku juga tidak menindaklanjuti pekerjaan gereja dengan dalih bahwa aku memiliki kualitas yang buruk dan tidak dapat memahami keterampilan profesional. Ketika Saudari Julia, seorang pemimpin atas, menanyaiku tentang pekerjaan itu, aku sama sekali tidak dapat menjawabnya, aku juga tidak memahami kesulitan nyata yang dihadapi oleh saudara-saudari dalam melaksanakan tugas mereka. Julia kemudian menunjukkan masalah-masalahku untuk membantuku, tetapi aku tidak memperbaikinya. Beberapa kali, dia menyingkapkanku di hadapan beberapa diaken, mengatakan bahwa aku tidak melaksanakan pekerjaan yang nyata, bermalas-malasan dalam mengerjakan tugas, terlalu licik, dan sebagainya. Kupikir Julia mencoba mempersulit dan mempermalukanku di hadapan orang lain, jadi aku menentang di dalam hatiku.

Suatu kali dalam suatu pertemuan, aku menemukan beberapa kesalahan dalam pekerjaan Julia, jadi aku menghakiminya di hadapan saudara-saudari. Hal ini menyebabkan mereka secara keliru mengira bahwa dia adalah pemimpin palsu. Apa yang telah kulakukan mengganggu pekerjaan gereja. Setelah masalah itu terungkap, aku khawatir pemimpinku akan memangkas dan menyesuaikan tugasku, jadi aku bergegas meminta maaf kepada Julia dan menelaah serta merenungkan diri di hadapan saudara-saudari. Kupikir masalah ini akan berlalu begitu saja. Namun tak kusangka, beberapa hari kemudian para pemimpin atas mendatangiku, mengatakan bahwa kegagalanku dalam melaksanakan pekerjaan nyata sudah merupakan kelalaian yang serius, dan bahwa aku juga tidak terima dipangkas dan diam-diam merendahkan orang lain. Hal ini telah mengacaukan pekerjaan gereja. Setelah mendengar hal itu, aku merasa sulit untuk menerimanya dan terus membantah di dalam hati: Bukannya aku tidak mau melaksanakan pekerjaan nyata, tetapi kualitasku terlalu buruk untuk melakukannya. Adapun tentang merendahkan orang lain secara diam-diam, aku sudah mengakui kesalahanku. Aku meminta maaf kepada Julia dan menelaah kerusakanku di depan saudara-saudari. Jadi, mengapa kau masih berpegang teguh pada masalah ini? Waktu itu, tidak peduli bagaimana mereka bersekutu denganku, aku tidak dapat menerimanya. Jadi berdasarkan keadaanku, salah satu pemimpin membacakan firman Tuhan ini kepadaku: "Mereka di antara saudara-saudari yang selalu menyebarkan kenegatifan adalah kaki tangan Iblis dan mereka mengganggu gereja. Orang-orang seperti ini suatu hari kelak harus dikeluarkan dan disingkirkan. Dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, jika orang tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, jika mereka tidak memiliki hati yang tunduk kepada Tuhan, mereka bukan saja tidak akan mampu melakukan pekerjaan apa pun bagi-Nya, tetapi justru sebaliknya, mereka akan menjadi orang-orang yang mengganggu pekerjaan Tuhan dan yang menentang Dia. Percaya kepada Tuhan, tetapi tidak tunduk ataupun takut akan Dia, dan malah menentang Dia, adalah hal paling memalukan sebagai orang percaya. Apabila orang-orang percaya hanya asal-asalan dan tidak menjaga perkataan dan tingkah laku mereka, sama seperti orang fasik yang tidak percaya, maka mereka bahkan lebih jahat daripada orang tidak percaya; mereka tipikal setan. Mereka yang menyebarkan omongan beracun dan jahat di dalam gereja, mereka yang menyebarkan rumor, menimbulkan ketidakharmonisan, dan membentuk kelompok-kelompok eksklusif di antara saudara-saudari—mereka haruslah diusir dari gereja. Namun, karena saat ini adalah masa pekerjaan Tuhan yang berbeda, orang-orang ini dibatasi, karena mereka sudah pasti akan disingkirkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Peringatan Bagi Orang yang Tidak Melakukan Kebenaran"). Makin kudengarkan, makin aku merasa takut dalam hati, setelah mengetahui bahwa menghakimi Julia memang telah menyebabkan gangguan terhadap pekerjaan gereja. Namun ketika aku mendengar kata-kata seperti, "kaki tangan Iblis", "mengganggu gereja", "dikeluarkan", dan "disingkirkan", aku tidak berani mengakuinya, karena takut jika aku mengakuinya, bukankah aku akan dihukum sebagai akibatnya? Lalu bagaimana aku bisa memperoleh keselamatan? Aku tidak mau menerima kenyataan ini, sehingga aku mengeluh tentang pemimpinku, karena berpikir bahwa dia sengaja menggunakan firman Tuhan untuk menyerang dan menghukumku. Aku menjadi sangat emosional dan berkata, "Kamu sama sekali tidak mempersekutukan kebenaran untuk membantuku memecahkan masalah! Kau hanya menyerangku!" Para pemimpin menyadari bahwa aku tidak mengenal diriku sendiri, dan terus bersekutu untuk membantuku. Mereka juga bersekutu tentang pengalaman mereka sendiri untuk membimbingku dalam memahami diriku sendiri. Namun, apa pun yang mereka katakan, aku tetap tidak memahaminya. Akhirnya, ketika mereka mengetahui bahwa aku tidak melaksanakan pekerjaan nyata sama sekali, bahwa aku juga tidak menerima kebenaran, dan bahkan tidak memiliki sikap bertobat, para pemimpin atas memberhentikanku.

Saat itu, tiba-tiba aku menjadi lemas. Aku berpikir tentang bagaimana aku telah menjadi orang yang percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun, bukan orang yang baru percaya kepada Tuhan selama dua atau tiga tahun. Kini, pekerjaan Tuhan hampir berakhir. Sudah saatnya untuk menyingkapkan dan menggolongkan orang-orang menurut jenisnya. Pada titik kritis ini, aku diungkapkan sebagai seseorang yang tidak menerima kebenaran. Bukankah ini berarti aku telah disingkirkan? Aku takut bahwa mulai saat ini dan seterusnya, akan sia-sia bagiku untuk berusaha lebih keras dalam imanku dan tidak ada masa depan untukku. Aku merasa sangat negatif. Keadaanku memburuk setiap hari. Aku merasa seperti orang tak berguna yang tidak dapat melaksanakan tugas apa pun dengan baik. Hatiku dipenuhi dengan ketakutan dan kegelisahan setiap hari karena terus-menerus merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Meskipun saudara-saudariku terus bersekutu denganku tentang maksud Tuhan, mendesakku untuk merenungkan diri dan belajar dari kegagalanku, aku dengan keras kepala percaya bahwa aku telah disingkapkan sebagai seseorang yang tidak mengejar kebenaran, jadi kupikir akan membuang-buang waktu jika mempermasalahkannya lebih jauh. Sejak saat itu, tidak peduli tugas apa yang diberikan gereja kepadaku, aku melakukannya dengan sikap negatif dan pasif, bersikap asal-asalan dan hanya mencapai sedikit hasil atau bahkan tidak sama sekali. Akhirnya, berdasarkan prinsip, para pemimpinku menghentikan tugasku dan mengasingkanku untuk merenungkan diri. Saat itu, pikiranku menjadi kosong; rasanya seperti dijatuhi hukuman mati. Aku menyadari bahwa aku sudah benar-benar tamat. Tanpa tugas, bagaimana mungkin ada harapan bagiku untuk memperoleh keselamatan? Selama hari-hari itu, aku hidup seperti mayat berjalan, sering merasa bahwa aku dibenci dan ditolak oleh Tuhan. Aku merasa terlalu malu untuk berdoa, dan merasa tidak layak untuk membaca firman Tuhan. Waktu itu, ada saudara-saudari yang mendukungku dan membacakan firman Tuhan kepadaku. Namun, aku percaya bahwa firman Tuhan adalah untuk mereka yang mengejar kebenaran, bukan untukku, jadi aku tidak dapat menerimanya sama sekali. Bukankah Tuhan Yesus berkata, "Jangan berikan barang yang kudus kepada anjing; jangan lemparkan mutiaramu kepada babi"? Bagaimana mungkin Tuhan berbicara kepada orang sepertiku? Selama masa itu, aku merasa takut dan gelisah setiap hari. Jika Tuhan benar-benar telah meninggalkanku, apa gunanya aku hidup? Mungkin aku akan mati karena hukuman suatu hari nanti. Hatiku dipenuhi rasa takut, bergumul dalam siksaan setiap hari. Kemudian, terjadi sesuatu yang sangat menyentuh hatiku.

Aku menemukan pekerjaan sebagai perawat di mana majikanku menunjukkan kemanusiaan yang baik dan menjagaku dengan baik dalam hidup ini. Didorong oleh hal ini, aku membagikan Injil kepada majikanku, yang dengan sukacita menerima Injil Tuhan di akhir zaman. Aku sangat gembira. Melalui pengalaman ini, aku menyadari bahwa Tuhan tidak meninggalkanku tetapi terus menunjukkan belas kasihan dan menyelamatkanku. Diliputi rasa bersalah, aku berseru kepada Tuhan sambil menangis, "Tuhan, aku tidak mau terus bersikap negatif seperti ini; tolong selamatkan aku!" Aku melihat bagian firman Tuhan yang berbunyi: "Ketika orang membaca firman Tuhan dan melihat Tuhan mengutuk manusia dalam firman-Nya, mereka memiliki gagasan dan merasakan pergumulan dalam batin mereka. Sebagai contoh, firman Tuhan berkata bahwa engkau tidak menerima kebenaran, sehingga Tuhan tidak menyukaimu atau menerimamu, bahwa engkau adalah pelaku kejahatan, antikristus, bahwa Dia merasa kesal hanya dengan melihatmu dan Dia tidak menginginkanmu. Orang membaca firman ini dan berpikir, 'Firman ini ditujukan kepadaku. Tuhan telah memutuskan bahwa Dia tidak menginginkanku, dan karena Tuhan telah meninggalkanku, aku juga tidak mau lagi percaya kepada Tuhan.' Ada orang-orang yang, ketika membaca firman Tuhan, sering memiliki gagasan dan kesalahpahaman karena Tuhan menyingkapkan keadaan manusia yang rusak dan mengatakan hal-hal tertentu yang menghukum manusia. Mereka menjadi negatif dan lemah, mengira firman Tuhan ditujukan kepada mereka, mengira Tuhan menganggap mereka sudah tidak ada harapan dan tidak akan menyelamatkan mereka. Mereka menjadi negatif sampai menangis dan tidak mau lagi mengikuti Tuhan. Ini sebenarnya adalah kesalahpahaman terhadap Tuhan. Jika engkau tidak memahami makna firman Tuhan, engkau tidak boleh berusaha membatasi Tuhan. Engkau tidak tahu orang macam apa yang Tuhan tinggalkan, atau dalam keadaan apa Dia menganggap orang tidak ada harapan, atau dalam keadaan apa Dia mengesampingkan orang; ada prinsip dan konteks untuk semua ini. Jika engkau tidak memiliki pemahaman penuh tentang hal-hal mendetail ini, engkau akan sangat mudah menjadi terlalu sensitif dan engkau akan membatasi dirimu berdasarkan satu firman dari Tuhan. Bukankah itu masalah? Ketika Tuhan menghakimi manusia, apa aspek utama dari mereka yang dikutuk-Nya? Yang Tuhan hakimi dan singkapkan adalah watak dan esensi manusia yang rusak, Dia mengutuk watak dan natur Iblis dalam diri mereka, Dia mengutuk berbagai perwujudan dan perilaku pemberontakan dan penentangan mereka terhadap Tuhan, Dia mengutuk mereka karena tak mampu tunduk kepada Tuhan, karena selalu menentang Tuhan, dan karena selalu memiliki motivasi dan tujuan mereka sendiri—tetapi kutukan semacam itu bukan berarti Tuhan telah meninggalkan orang yang memiliki watak Iblis dalam diri mereka. ... Mendengar satu pernyataan yang mengutuk dari Tuhan, engkau berpikir bahwa, setelah dikutuk oleh Tuhan, orang telah ditinggalkan Tuhan, dan tidak lagi akan diselamatkan, dan karena hal ini engkau menjadi negatif, dan menganggap dirimu sudah tidak ada harapan. Ini artinya salah memahami Tuhan. Sebenarnya, Tuhan tidak meninggalkan manusia. Mereka telah salah memahami Tuhan dan mereka menganggap diri mereka sendiri tidak ada harapan. Tidak ada yang lebih mematikan daripada ketika orang menganggap dirinya sendiri tidak ada harapan, sebagaimana digenapi dalam firman dari Perjanjian Lama: 'Orang bodoh mati karena kekurangan hikmat' (Amsal 10:21). Tidak ada perilaku yang lebih bodoh daripada ketika orang menganggap diri mereka sendiri tidak ada harapan. Terkadang engkau membaca firman Tuhan yang tampaknya menentukan orang; sebenarnya, firman Tuhan tidak menentukan siapa pun, tetapi merupakan ungkapan dari maksud dan pendapat Tuhan. Semua ini adalah perkataan kebenaran dan prinsip, semua ini tidak menentukan siapa pun. Firman yang diucapkan oleh Tuhan pada saat marah atau murka juga merepresentasikan watak Tuhan, firman ini adalah kebenaran dan, terlebih lagi, merupakan prinsip. Orang harus memahami hal ini. Tujuan Tuhan mengatakan hal ini adalah untuk membuat orang memahami kebenaran, dan memahami prinsip-prinsipnya; ini sama sekali tidak bertujuan untuk membatasi siapa pun. Ini tidak berkaitan dengan tempat tujuan akhir dan upah orang, apalagi berkaitan dengan hukuman akhir bagi manusia. Ini hanyalah firman yang diucapkan untuk menghakimi dan memangkas manusia, firman ini diucapkan sebagai akibat dari kemarahan terhadap manusia yang tidak hidup sesuai dengan harapan-Nya, dan firman ini diucapkan untuk menyadarkan manusia, untuk mengingatkan mereka, dan itu adalah firman dari hati Tuhan. Namun, ada orang-orang yang mundur dan meninggalkan Tuhan hanya karena satu pernyataan penghakiman dari Tuhan. Orang-orang semacam ini tidak tahu apa yang baik bagi diri mereka, mereka tidak bernalar, mereka sama sekali tidak menerima kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Menyelesaikan Gagasannya Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (1)"). Aku terus membaca firman Tuhan berulang-ulang, tidak dapat menahan tangis karena menyalahkan diri sendiri. Rasanya seolah-olah Tuhan sedang menghiburku secara langsung, terutama ketika Tuhan berfirman: "Ini hanyalah firman yang diucapkan untuk menghakimi dan memangkas manusia, firman ini diucapkan sebagai akibat dari kemarahan terhadap manusia yang tidak hidup sesuai dengan harapan-Nya, dan firman ini diucapkan untuk menyadarkan manusia, untuk mengingatkan mereka, dan itu adalah firman dari hati Tuhan. Namun, ada orang-orang yang mundur dan meninggalkan Tuhan hanya karena satu pernyataan penghakiman dari Tuhan. Orang-orang semacam ini tidak tahu apa yang baik bagi diri mereka, mereka tidak bernalar, mereka sama sekali tidak menerima kebenaran." Firman Tuhan telah menyadarkanku. Setelah merenungkan sikapku terhadap firman Tuhan, aku menyadari bahwa ketika pemimpin membacakan firman tentang penyingkapan dan hukuman dari Tuhan, aku merasa dinyatakan bersalah. Hatiku terlalu menentang untuk menerima penghakiman dan penyingkapan dalam firman Tuhan. Pada titik ini, akhirnya aku memahami bahwa meskipun firman Tuhan itu keras, firman dimaksudkan untuk membantu kita mengenal diri sendiri, bertobat, dan berubah. Pemimpin menyingkapkanku karena parahnya tindakanku, tetapi karena watakku yang keras kepala aku tak mau mengakui fakta itu. Bahkan setelah diberhentikan, aku masih belum sadar, secara keliru percaya bahwa Tuhan sedang menyingkapkan dan menyingkirkanku. Aku tetap terperangkap dalam keadaan negatif, menyerah pada diri sendiri, dan mengalah pada keputusasaan. Makin aku merenungkan diriku sendiri, makin aku merasa menyesal, membenci sikapku yang keras kepala dan memberontak. Aku menyadari betapa sedikitnya pemahamanku tentang pekerjaan Tuhan. Aku teringat akan firman Tuhan yang berbunyi: "Melalui apa penyempurnaan Tuhan atas manusia bisa dicapai? Ini dicapai melalui watak benar-Nya. Watak Tuhan terutama terdiri atas kebenaran, murka, kemegahan, penghakiman, dan kutuk, dan Dia menyempurnakan manusia terutama melalui penghakiman-Nya. Sebagian orang tidak paham, dan bertanya mengapa Tuhan hanya bisa menjadikan manusia sempurna melalui penghakiman dan kutuk. Mereka berkata, 'Jika Tuhan mengutuk manusia, bukankah manusia akan mati? Jika Tuhan menghakimi manusia, bukankah manusia akan terkutuk? Lalu bagaimana ia masih bisa disempurnakan?' Demikianlah perkataan orang yang tidak mengenal pekerjaan Tuhan. Yang Tuhan kutuk adalah pemberontakan manusia, dan yang dihakimi-Nya adalah dosa-dosa manusia. Walaupun Dia berbicara dengan keras dan tanpa belas kasihan, Dia menyingkapkan segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia, menyingkapkan apa yang hakiki di dalam diri manusia melalui perkataan yang keras ini, kendati demikian, melalui penghakiman seperti itu, Dia memberi manusia pengetahuan yang mendalam tentang hakikat daging, dan dengan demikian manusia tunduk di hadapan Tuhan. Daging manusia itu milik dosa dan Iblis, yang memberontak, dan merupakan sasaran hajaran Tuhan. Jadi, untuk memungkinkan manusia mengenal dirinya sendiri, firman penghakiman Tuhan harus dijatuhkan atasnya dan berbagai jenis pemurnian harus digunakan; baru saat itulah pekerjaan Tuhan bisa efektif" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Aku telah membaca bagian firman Tuhan ini berkali-kali sebelumnya, tetapi mengapa aku masih gagal memahami maksud Tuhan? Pada akhir zaman, pekerjaan Tuhan bertujuan untuk menyucikan dan menyelamatkan umat manusia melalui firman tentang penghakiman dan hajaran. Umat manusia telah begitu dalam dirusak oleh Iblis sehingga tanpa firman Tuhan tentang penghakiman dan penyingkapan, kita tidak akan pernah dapat benar-benar mengenali esensi dan kenyataan tentang kerusakan kita, apalagi mencapai pertobatan dan perubahan sejati. Namun aku secara keliru percaya bahwa ketika Tuhan menghakimi dan menyingkapkan kita, itu berarti kita dikutuk dan disingkirkan untuk selamanya, yang menyiratkan bahwa kita tidak akan pernah memperoleh kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Pemahamanku tidak masuk akal dan keliru. Aku hanya tahu begitu sedikit tentang pekerjaan Tuhan dan maksud tulus-Nya dalam menyelamatkan umat manusia. Aku teringat akan apa yang pernah Tuhan firmankan sebelumnya: "Setiap saat, maksud Tuhan untuk menyelamatkan manusia tidak pernah berubah" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Baru hari ini aku menyadari betapa nyatanya firman itu. Tuhan menyelamatkan umat manusia semaksimal mungkin, dan Dia tidak akan mudah menyerah pada siapa pun kecuali mereka sendiri memilih untuk tak lagi mengejar kebenaran. Aku pun bertanya kepada diriku sendiri dengan jujur, "Jika Tuhan tidak ingin menyelamatkanku, berdasarkan tindakanku, bukankah seharusnya aku sudah disingkirkan oleh-Nya? Jika itu benar, apakah perlu bagi-Nya untuk menghakimi dan menyingkapkanku, mengatur keadaan untuk menyingkapkan kerusakanku, dan membimbing serta mencerahkanku untuk merenungkan dan memahami diriku sendiri? Saudara-saudari memangkas dan memperingatkanku untuk membantuku berbalik arah dan merenungkan diriku sendiri. Bukankah tindakan-tindakan ini merupakan keselamatan yang nyata dan sejati dari Tuhan? Namun, aku tidak memahami cara-cara Tuhan dalam menyelamatkan umat manusia, dan aku juga tidak mengenali kasih-Nya. Sebaliknya, aku salah memahami Tuhan dan hidup dalam kenegatifan, menentang-Nya. Aku sungguh tidak masuk akal!" Saat aku memikirkan hal ini, hatiku yang sudah lama mati rasa akhirnya mulai merasakan sesuatu, dan aku sangat menyesali tindakanku. Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, kelak, kemunduran atau kegagalan apa pun yang kuhadapi, aku tidak ingin salah paham lagi kepada-Mu. Aku bersedia merenungkan diri dengan sungguh-sungguh, memetik pelajaran, dengan tekun mengejar kebenaran, dan melaksanakan tugasku dengan baik selama sisa hidupku, sehingga aku dapat mencapai pertobatan sejati."

Kemudian, aku menulis sebuah artikel tentang pengalamanku selama periode itu. Seorang saudari membacanya, lalu mengirimkan beberapa firman Tuhan dan mengingatkanku, dengan mengatakan, "Kau harus merenungkan alasan mengapa kau dipangkas. Renungkan setiap masalah yang diungkapkan oleh para pemimpin dan gunakan kebenaran terkait untuk menyelesaikannya. Hanya dengan demikianlah kau dapat benar-benar mengatasi masalah ini." Setelah itu, aku pun menjadi tenang dan merenungkan diri: Mengapa para pemimpin berkata bahwa aku tidak menerima kebenaran? Perilaku apa yang menunjukkan penolakanku untuk menerima kebenaran? Setelah mengingat masaku sebagai seorang pemimpin, aku menyadari bahwa setiap kali menghadapi kesulitan, aku mengutamakan kedaginganku sendiri. Aku menghindar agar tidak perlu berupaya atau membayar harga untuk mencari kebenaran sebagai solusi. Aku bahkan menggunakan taktik licik, percaya bahwa mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah akan terlalu melelahkan dan menegangkan. Jika menggunakan kualitasku yang buruk sebagai alasan untuk menyerahkan masalah kepada para atasan, aku dapat menghindari masalah. Bahkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan pada akhirnya, aku tidak perlu memikul tanggung jawab apa pun. Aku ingat suatu kali ketika melaporkan masalah pekerjaan kepada para pemimpin, mereka menjawab, "Ketika menghadapi masalah, kau tidak berupaya untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, kau menganggap kesulitan seperti beban dan melimpahkannya kepada orang lain. Jika kau mencari kebenaran tentang kesulitanmu, kau pasti akan memiliki pemikiran sendiri tentang cara menyelesaikannya." Setelah mendengar ini, alih-alih merenungkan diri sendiri, aku malah marah: Apa salahnya melaporkan masalah? Mengapa kau berkata bahwa aku tidak mencari kebenaran saat menghadapi kesulitan? Aku membantah di dalam hati. Saat memikirkan hal ini, tiba-tiba aku menyadari bahwa tepat seperti itulah aku tidak mencari atau menerima kebenaran. Aku juga teringat akan bagaimana Julia telah menunjukkan masalahku berkali-kali dan menyingkapkannya selama persekutuan. Bukannya merenungkan diri sendiri, aku memendam kebencian dan berusaha membalas dendam. Aku terus memikirkan kesalahannya dalam pekerjaannya, dan menghakimi serta merendahkannya di belakangnya, mengganggu kehidupan bergereja. Ketika perilaku burukku terungkap, untuk menghindari tanggung jawab, secara tidak tulus, aku meminta maaf kepada Julia, lalu membuka diri dan mengenal diriku sendiri di hadapan saudara-saudari, berusaha agar masalah tersebut tidak terlalu parah. Ketika para pemimpin menyingkapkan perilakuku menurut firman Tuhan, aku mengakuinya di dalam hati tetapi tidak mengakuinya secara lisan. Namun, dengan tidak masuk akal, aku menuduh para pemimpin menggunakan firman Tuhan untuk menyerang dan menghukumku. Bukankah semua tindakan ini memperlihatkan bahwa aku tak mau menerima kebenaran? Kemudian, setelah membaca lebih banyak firman Tuhan, aku memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang keadaan batinku. Firman Tuhan berkata: "Jika engkau ingin ditahirkan dari kerusakan dan mengalami perubahan dalam watak hidupmu, engkau harus mencintai kebenaran dan memiliki kemampuan untuk menerima kebenaran. Apa artinya menerima kebenaran? Menerima kebenaran berarti apa pun jenis watak rusak yang kaumiliki, atau yang mana pun dari racun si naga merah yang sangat besar—dari racun Iblis—yang ada di dalam naturmu, ketika firman Tuhan menyingkapkan hal-hal ini, engkau harus mengakuinya dan tunduk, engkau tidak boleh membuat pilihan berbeda, dan engkau harus mengenal dirimu sendiri sesuai dengan firman Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan mampu menerima firman Tuhan dan menerima kebenaran. Apa pun yang Tuhan firmankan, sekeras apa pun perkataan-Nya, dan kata-kata apa pun yang Dia gunakan, engkau dapat menerimanya selama apa yang Dia katakan adalah kebenaran, dan engkau dapat mengakuinya selama itu sesuai dengan kenyataan. Engkau dapat tunduk pada firman Tuhan sedalam apa pun engkau memahaminya, dan engkau menerima dan tunduk pada terang yang disingkapkan oleh Roh Kudus dan yang dipersekutukan oleh saudara-saudarimu. Ketika orang semacam itu telah mengejar kebenaran sampai pada titik tertentu, mereka mampu memperoleh kebenaran dan mencapai perubahan dalam watak mereka. Meskipun orang yang tidak mencintai kebenaran memiliki sedikit kemanusiaan, mampu melakukan beberapa perbuatan baik, serta mampu meninggalkan dan mengorbankan diri untuk Tuhan, mereka bingung tentang kebenaran dan tidak memperlakukannya dengan serius sehingga watak hidup mereka tidak pernah berubah" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia"). Dari firman Tuhan, aku mulai memahami bahwa bagi seseorang yang menerima kebenaran, sikapnya terhadap firman Tuhan seharusnya adalah mengakui, menerima, dan tunduk tanpa syarat. Terlepas dari apakah firman Tuhan itu keras atau lemah lembut, apakah firman itu melibatkan penghakiman dan penyingkapan atau nasihat dan penghiburan, seseorang harus selalu menerima dan tunduk. Inilah nalar yang seharusnya dimiliki seseorang. Kadang-kadang kita mungkin berjuang untuk mengenali keadaan yang diungkapkan oleh firman Tuhan, tetapi kita harus mempertahankan sikap menerima dan tunduk. Paling tidak, kita harus percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, bahwa pengungkapan-Nya adalah fakta, yang menyingkapkan aspek-aspek tersembunyi dari watak kita yang rusak, dan kita harus berkata "Amin" kepada firman Tuhan. Namun, meskipun aku tahu betul bahwa firman Tuhan sedang mengungkapkan keadaanku yang sebenarnya, aku tidak menerimanya, dan bahkan secara tidak masuk akal menuduh bahwa para pemimpin menggunakan firman Tuhan untuk mengutukku dan membuatku bersikap negatif. Aku bukan hanya tidak menerima penghakiman dan pengungkapan firman Tuhan, melainkan juga mengalihkan tanggung jawabku kepada orang lain. Aku benar-benar tidak menerima kebenaran sama sekali. Betapa tidak masuk akalnya aku! Bahkan ketika aku mendapatkan hal-hal positif seperti saran, bantuan, dan pemangkasan dari saudara-saudari, aku tidak dapat menerima bahwa semua itu adalah dari Tuhan dan tunduk padanya. Sebaliknya, aku telah menuduh orang-orang yang memangkas dan menyingkapkanku. Makin aku merenungkan diriku sendiri, makin aku menyadari kurangnya kemanusiaanku dan merasa sangat malu. Aku mengakui dari lubuk hatiku bahwa aku bukanlah orang yang menerima kebenaran.

Kemudian, aku meninjau kembali firman Tuhan yang telah dibagikan oleh para pemimpin kepadaku, merenungkan, dan mendoa-bacakannya. Firman Tuhan katakan: "Orang yang selalu melakukan tipu muslihat dalam perkataan dan perbuatannya, dan yang selalu licin dan melalaikan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas mereka, adalah orang-orang yang sama sekali tidak menerima kebenaran. Mereka tidak memiliki pekerjaan Roh Kudus; mereka seperti hidup dalam rawa, dalam kegelapan. Bagaimanapun mereka meraba-raba, sekeras apa pun mereka berusaha, mereka tidak dapat melihat terang ataupun menemukan arah. Mereka melaksanakan tugas mereka tanpa ilham dan tanpa bimbingan Tuhan, menemui jalan buntu dalam banyak hal, dan tanpa disadari mereka tersingkap saat melakukan hal-hal tertentu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Melaksanakan Tugas sebagai Makhluk Ciptaan dengan Baik, Barulah Hidup itu Menjadi Berharga"). "Mereka di antara saudara-saudari yang selalu menyebarkan kenegatifan adalah kaki tangan Iblis dan mereka mengganggu gereja. Orang-orang seperti ini suatu hari kelak harus dikeluarkan dan disingkirkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Peringatan Bagi Orang yang Tidak Melakukan Kebenaran"). Melalui firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku memang orang yang licik dalam melaksanakan tugas, licin, dan suka menghindari tanggung jawab. Aku tidak setia kepada Tuhan. Setiap kali menghadapi masalah dan kesulitan, aku selalu mengutamakan kenyamanan diriku sendiri. Aku tidak mau mengerahkan upaya dan membayar harga demi mencari kebenaran dan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, aku sering menyerahkan masalahku kepada para pemimpin atas untuk menghindari masalah bagi diriku sendiri, menggunakan kualitasku yang buruk sebagai alasan untuk membebaskan diri dari kesalahan karena tidak melakukan pekerjaan nyata. Betapa egois dan liciknya aku! Aku terbiasa melaksanakan tugasku dengan asal-asalan dan tidak bertanggung jawab, sehingga aku tidak dapat menerima bimbingan dan pencerahan dari Roh Kudus, dan juga tidak dapat menemukan masalah apa pun. Ketika pemimpin memangkasku, alih-alih merenungkan diri sendiri, aku malah merasa kesal karena didera rasa malu. Untuk melampiaskan kekesalan diriku, aku menghakimi dan mengutuknya di belakangnya, yang mengganggu pekerjaan bergereja. Setelah mempertimbangkan perbuatan jahatku, bukankah ini adalah perilaku yang diungkapkan oleh Tuhan sebagai "kaki tangan Iblis" dan "mengganggu gereja"? Namun mengapa saat itu aku tidak mengenal diriku sendiri? Setelah merenungkan sikapku terhadap Tuhan dan firman-Nya, serta semua pelanggaranku, aku merasakan penyesalan dan kebencian yang luar biasa terhadap diriku sendiri. Aku datang ke hadirat Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku telah begitu memberontak. Aku bersedia bertobat. Aku tidak ingin salah paham lagi kepada-Mu. Aku percaya bahwa semua yang Kaulakukan adalah demi membersihkan dan menyelamatkanku!" Setelah berdoa, aku merasa sangat tersentuh. Dalam hatiku, aku berkata kepada Tuhan, "Tuhan, mulai sekarang, aku tidak akan pernah meninggalkan-Mu lagi. Hari-hari di mana aku jauh dari-Mu itu terlalu menyakitkan." Sejak saat itu, keadaan negatifku berubah total. Aku berpartisipasi aktif dalam persekutuan, merasa termotivasi untuk melaksanakan tugasku, dan mulai menulis artikel-artikel kesaksian berdasarkan pengalaman. Setiap hari, aku benar-benar dapat merasakan bahwa keadaanku membaik. Rasanya seperti pasien yang menderita penyakit parah yang mulai pulih dari hari ke hari. Selama hampir setahun tanpa tugas, aku telah hidup dalam keadaan salah paham dan bersikap defensif terhadap Tuhan, merasa takut dan gelisah dalam hatiku. Setelah sepenuhnya mengalami penderitaan karena kehilangan pekerjaan Roh Kudus, hari ini akhirnya aku bangkit dari keadaan negatifku. Semua ini berkat belas kasihan dan keselamatan yang luar biasa dari Tuhan. Tak lama kemudian, aku menerima pesan dari pemimpin yang menyuruhku kembali ke gereja untuk melaksanakan tugasku. Setelah membacanya, aku begitu tersentuh hingga tidak mampu berkata-kata, tetapi aku terus bersyukur kepada Tuhan berulang kali.

Mengetahui kecenderunganku untuk mencari-cari alasan ketika sesuatu terjadi padaku, aku membaca firman Tuhan dan mencari kebenaran yang berkaitan dengan keadaanku. Suatu hari, hatiku sangat tersentuh ketika membaca firman Tuhan yang berkata. Firman Tuhan katakan: "Ada sebuah alasan mengapa kemurkaan Tuhan terhadap seseorang atau jenis orang tertentu sangat mendalam. Alasan ini bukan ditentukan oleh kesukaan Tuhan, melainkan oleh sikap orang tersebut terhadap kebenaran. Ketika orang muak akan kebenaran, tentu saja ini berakibat fatal pada kesempatan mereka untuk mendapatkan keselamatan. Ini bukan masalah sikap tersebut dapat diampuni atau tidak, ini bukan suatu bentuk perilaku, atau hal yang tersingkap sekilas pada diri mereka. Ini adalah esensi natur seseorang, dan Tuhan paling muak terhadap orang-orang seperti itu. Jika engkau sesekali memperlihatkan watak rusakmu yang muak akan kebenaran, engkau harus memeriksa, berdasarkan firman Tuhan, apakah perwujudan ini disebabkan oleh sikapmu yang antipati terhadap kebenaran atau karena kurangnya pemahaman akan kebenaran. Hal ini memerlukan pencarian dan pencerahan serta pertolongan Tuhan. Jika esensi naturmu membuatmu muak akan kebenaran, tidak pernah menerima kebenaran, dan sangat jijik terhadap kebenaran serta memusuhi kebenaran, berarti ada masalah. Engkau pastilah orang jahat, dan Tuhan tidak akan menyelamatkanmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Memahami Kebenaran Sangatlah Penting"). Dari firman Tuhan, aku mulai memahami mengapa Tuhan begitu murka terhadap beberapa orang. Itu karena mereka muak akan kebenaran dan menolaknya. Tuhan adalah Pribadi yang mengungkapkan kebenaran. Sikap kita terhadap kebenaran mencerminkan sikap kita terhadap Tuhan. Muak akan kebenaran dan membencinya sama saja dengan berdiri di pihak yang berlawanan dengan Tuhan dan menjadi musuh-Nya. Orang yang naturnya muak akan kebenaran dan membenci Tuhan pasti tidak akan menerima kebenaran. Bagi orang seperti ini, tidak peduli seberapa sering mereka memperlihatkan watak rusak atau seberapa sering mereka dipangkas, mereka tidak pernah bertobat. Tidak peduli berapa lama mereka percaya kepada Tuhan, watak rusak mereka tidak pernah berubah, dan pada akhirnya, mereka pasti akan dibenci, ditolak, dan disingkirkan oleh Tuhan. Sama seperti Paulus, yang naturnya muak dan membenci kebenaran, dia tidak pernah merenungkan dirinya sendiri. Alhasil, setelah bertahun-tahun bekerja, dia tetap congkak dan egois. Wataknya yang rusak tidak berubah sedikit pun, sehingga dia akhirnya dikutuk dan dihukum oleh Tuhan. Dalam diri Paulus, aku melihat cerminan diriku sendiri. Aku tidak mengejar kebenaran, dan juga tidak terima dipangkas. Apa yang kujalani dan kuperlihatkan adalah watak Iblis yang muak akan kebenaran. Alhasil, aku hidup dalam kegelapan, ketakutan, dan penderitaan untuk waktu yang lama, dan dikesampingkan oleh Tuhan. Semua itu adalah akibat dari rasa muakku akan kebenaran. Watak Tuhan memang benar, kudus, dan tidak dapat disinggung. Jika aku tidak pernah menerima kebenaran atau tidak terima dipangkas oleh Tuhan, bagaimana aku bisa dibersihkan dan diselamatkan oleh Tuhan? Jika demikian, bukankah kepercayaanku kepada Tuhan akan sia-sia pada akhirnya? Aku menyadari bahwa terlalu berbahaya apabila aku tidak mengatasi watak yang muak akan kebenaran itu! Kemudian, aku sengaja fokus mencari kebenaran dan memberontak terhadap watak rusakku sendiri. Ketika menghadapi pemangkasan lagi, motifku untuk membantah dan menentang menjadi lebih lemah. Tidak peduli seberapa banyak perkataan saudara-saudariku kepadaku yang benar, selama itu sesuai dengan fakta, aku akan menerimanya. Kadang kala, ketika aku tidak dapat mengenali masalahku dan ingin membantah, aku berdoa kepada Tuhan terlebih dahulu dan bersikap tunduk. Kemudian, aku akan memperoleh sedikit pemahaman dan hasil dengan merenungkan diriku sendiri.

Mengingat kembali betapa keras kepala dan memberontaknya aku dahulu, sama sekali tidak mau menerima kebenaran, dan melihat bagaimana kini aku dapat memperoleh sedikit pemahaman dan hasil seperti ini, aku menyadari bahwa itu memang keselamatan dari Tuhan. Melalui pengalaman ini, akhirnya aku sedikit mengenal diriku sendiri, dan juga memperoleh sedikit pemahaman tentang cara-cara Tuhan dalam menyelamatkan umat manusia serta maksud-Nya. Aku benar-benar telah menyadari bahwa hajaran, disiplin, dan pemangkasan Tuhan memang untuk membersihkan dan menyelamatkan manusia, bukan untuk menghukum atau menyingkirkan mereka.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait