Bahaya yang Ditimbulkan dari Pamer
Oleh Saudari Ruo Yu, SpanyolBeberapa tahun lalu, aku menunaikan tugas menyiram dengan beberapa saudara-saudari yang sebaya. Mereka sangat...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Aku sudah mengidap hepatitis B sejak kecil. Untuk mendapatkan perawatan, aku mencari berbagai macam dokter dan pengobatan serta menghabiskan banyak uang, tetapi penyakitku masih belum sembuh. Pada akhirnya, seorang dokter tanpa daya berkata kepadaku, "Penyakit ini adalah dilema bagi para dokter di mana-mana; tidak ada yang bisa kami lakukan." Aku benar-benar putus asa. Tidak kusangka, lebih dari setahun setelah aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, aku pun dengan ajaibnya sembuh. Pada saat itu, dokter melihat hasil tesku dan memberitahuku bahwa semua kadarku telah kembali normal dengan sendirinya, dan aku tidak perlu minum obat apa pun di masa depan. Tentu saja, aku sangat senang ketika mendengar hal ini, dan aku tahu di dalam hatiku bahwa Tuhan telah menyingkirkan penyakitku. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan dan memuji Tuhan, dan kupikir, "Tuhan benar-benar telah menganugerahi dan memberkatiku. Aku harus dengan tekun mengorbankan diriku untuk-Nya dan membalas kasih-Nya dengan melaksanakan tugasku." Aku juga berpikir, "Aku baru saja mulai percaya kepada Tuhan dan belum melakukan apa pun untuk-Nya, tetapi Dia sudah sangat menganugerahi dan menyayangiku. Jika aku lebih banyak mengorbankan diriku untuk-Nya di masa depan, bukankah kasih karunia dan berkat yang Dia anugerahkan kepadaku akan makin besar? Bahkan mungkin aku mampu memperoleh keselamatan dan terus hidup setelah pekerjaan Tuhan selesai!" Oleh karena itu, aku meninggalkan pekerjaanku yang gajinya tinggi dan melaksanakan tugasku di gereja secara penuh waktu. Setelah itu, aku terpilih menjadi pemimpin gereja, dan aku makin lebih termotivasi untuk meninggalkan dan mengorbankan diriku sendiri. Aku menyibukkan diri dengan bekerja di gereja setiap hari dari subuh hingga senja. Aku menyebarkan Injil dan menyirami para petobat baru, dan bahkan tidak memiliki waktu untuk merawat anakku. Bahkan ketika suamiku dirawat di rumah sakit dan ayahku harus menjalani operasi yang jauh dari rumah sebanyak dua kali, aku tidak meluangkan waktu untuk merawat mereka. Anggota keluargaku tidak memahamiku dan mengeluh kepadaku, tetapi tekadku untuk melaksanakan tugasku tidak goyah. Aku berpikir bahwa jika aku menanggung penderitaan ini dan membayar harga ini, Tuhan akan memperhatikan dan tidak akan memperlakukanku dengan tidak adil.
Pada awal tahun 2015, aku sering merasa sekujur tubuhku lemas. Bahkan jika aku naik ke lantai lima tanpa membawa apa pun, aku harus beristirahat sebelum naik. Sewaktu pulang dari pertemuan, aku hanya ingin berbaring dan tidak ingin melakukan apa pun. Aku pergi ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan, dan dokter mengatakan bahwa hatiku tidak berfungsi dengan normal. Jika aku tidak segera mendapatkan perawatan, penyakit ini bisa berubah menjadi sirosis hati dan asites, dan jika terus memburuk, maka bisa menjadi kanker. Setelah mendengar kata-kata dokter, aku terdiam. Kupikir, "Bagaimana ini bisa terjadi? Ketika aku menjalani pemeriksaan sebelumnya, bukankah dokter mengatakan bahwa penyakitku sudah sembuh? Mengapa justru memburuk lagi?" Aku tiba-tiba teringat bahwa aku pernah mendengar tentang seseorang yang mengidap kanker hati dan meninggal. Aku sangat takut, dan khawatir karena penyakitku sangat serius, mungkin aku juga akan meninggal. Kupikir, "Jika aku meninggal sekarang, apa aku masih bisa memperoleh keselamatan?" Pada saat itu, hatiku sangat sakit. Namun, aku juga berpikir bahwa karena sekarang aku adalah pemimpin gereja, yang menyibukkan diri di gereja sepanjang hari dari subuh hingga senja, Tuhan seharusnya memedulikan dan melindungiku agar aku tidak mati. Selama beberapa hari itu, aku kebetulan bertemu dengan seorang saudari tua yang kukenal dan dia mengatakan bahwa dia pernah didiagnosis dengan leukemia beberapa tahun yang lalu dan indikator kankernya cukup tinggi. Pada saat-saat terlemahnya, dia sering menyanyikan lagu-lagu pujian dari firman Tuhan, sehingga memperoleh beberapa pemahaman tentang kedaulatan Tuhan dari firman-Nya, dan memperoleh iman. Dia juga merenungkan motif dan ketidakmurniannya dalam melaksanakan tugasnya, dan begitu dia mendapatkan sedikit pengenalan diri, penyakitnya berangsur-angsur mulai membaik. Setelah mendengar pengalaman saudari ini, aku menyadari bahwa penyakitku ini bisa jadi merupakan ujian dari Tuhan dan Dia mungkin sedang mencobaiku. Aku sama sekali tidak boleh menyalahkan-Nya; aku harus tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan. Mungkin Tuhan akan melihat bahwa aku masih mampu bertahan dalam tugasku bahkan ketika penyakitku begitu parah, dan kemudian Dia akan menyembuhkanku. Jadi, aku memilih untuk tidak dirawat di rumah sakit dan hanya membeli beberapa obat, lalu aku melanjutkan melaksanakan tugasku di gereja.
Pada bulan September 2017, aku pergi ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lagi, dan dokter memberitahuku, "Saat ini kau mengidap sirosis stadium awal, dan ada tuberkel serta kista di hatimu. Lebih baik kita melakukan pemeriksaan lebih lanjut." Setelah mendengar perkataan dokter, pikiranku mulai berdengung, dan aku berpikir, "Keluargaku punya riwayat penyakit hati. Kakekku sudah lama meninggal karena kanker hati, dan ayahku juga baru-baru ini meninggal karena tuberkel di hatinya menjadi kanker. Sekarang, di hatiku juga ada tuberkel; apa aku juga akan segera meninggal?" Pada saat itu, aku sangat ketakutan dan berpikir, "Usiaku baru tiga puluhan; apa aku benar-benar akan meninggal? Pekerjaan Tuhan bahkan belum selesai dan aku sudah di ambang kematian. Bukankah itu artinya aku akan disingkirkan oleh Tuhan dan tidak akan bisa memperoleh keselamatan?" Saat memikirkan ini, aku tidak bisa lagi menahan air mataku. Saat dalam perjalanan pulang, aku mengingat kembali tahun-tahunku yang percaya kepada Tuhan. Aku telah meninggalkan pekerjaan dengan gaji tinggi demi melaksanakan tugasku dan menyibukkan diriku dari subuh hingga senja di gereja. Aku tidak punya waktu untuk merawat anakku, dan aku bahkan tidak rela untuk menunda tugasku ketika suami dan ayahku menjalani operasi. Anggota keluargaku tidak memahamiku dan mengeluh kepadaku, tetapi aku terus bertahan dalam tugasku. Aku telah begitu banyak mengorbanku diriku selama bertahun-tahun; mengapa Tuhan tidak memedulikan atau melindungiku dan bahkan membiarkan penyakitku memburuk? Apakah karena aku belum melaksanakan tugasku dengan baik sehingga Tuhan tidak mengindahkanku dan membiarkanku mati? Aku belum siap untuk mati di usia yang begitu muda; aku ingin menunggu sampai pekerjaan Tuhan selesai agar aku dapat bertahan hidup dan masuk ke dalam kerajaan!
Malam itu, aku gelisah di tempat tidur, tidak bisa tidur. Aku melihat anakku tertidur lelap di sampingku, dan itu membuatku sangat sedih dan kesal. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa berada di sisinya, dan rasanya seolah-olah kematian bisa menjemputku kapan saja. Aku merasa sangat menyedihkan dan tidak berdaya. Selama beberapa hari itu, saudari yang menjadi rekanku melihat bahwa keadaanku sedang buruk dan mempersekutukan firman Tuhan bersamaku, tetapi firman Tuhan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, dan aku hanya berharap Tuhan dapat menyingkirkan penyakitku dengan alasan bahwa aku tidak meninggalkan tugasku bahkan ketika aku sedang sakit parah. Selama waktu itu, aku selalu merasa sangat putus asa, terutama ketika aku melihat beberapa saudara-saudari di sekitarku tidak meninggalkan dan mengorbankan diri mereka sendiri sebanyak yang kulakukan, tetapi mereka masih sangat sehat dan tidak sakit parah sepertiku. Kupikir Tuhan mungkin telah menggunakan penyakit ini untuk menyingkapkan dan menyingkirkanku. Aku menjadi putus asa sampai-sampai aku tidak lagi begitu tekun melaksanakan tugasku seperti sebelumnya. Ketika melaksanakan tugasku, jika sudah larut atau aku sedikit lelah, aku khawatir tubuhku akan kelelahan, dan terkadang, aku akan menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kuselesaikan jika aku cepat-cepat mengerjakannya hingga keesokan harinya. Kupikir, "Apa gunanya memaksakan diriku secara berlebihan? Aku sudah menderita dan mengorbankan diriku sendiri selama bertahun-tahun, tetapi pada akhirnya, penyakitku tidak kunjung sembuh, dan aku masih harus meninggal ketika waktunya tiba." Aku bahkan ingin memberi tahu pemimpin bahwa aku akan melepaskan tugasku agar aku dapat memulihkan diri dengan baik, dan meskipun aku tidak jadi melakukannya, hatiku makin jauh dari Tuhan. Tidak ada yang bisa kukatakan saat berdoa dan aku tidak terlalu sering membaca firman Tuhan. Kemudian, aku ditangkap oleh Partai Komunis. Setelah aku dibebaskan, polisi masih memantauku, jadi aku harus pergi bekerja di bagian lain negara. Aku melihat orang-orang tidak percaya yang sangat sehat dan melakukan pekerjaan mereka dengan penuh semangat, sementara aku, dengan wajah pucat, jelas terlihat seperti orang yang sakit. Aku hanya bisa menduga-duga dalam hati, sambil berpikir, "Aku telah begitu banyak mengorbankan diriku untuk Tuhan selama bertahun-tahun. Bahkan ketika aku ditangkap oleh Partai Komunis, aku tidak menyangkal nama Tuhan dan tetap teguh dalam kesaksianku. Mengapa Tuhan tidak memedulikanku, melindungiku, dan membantuku segera sembuh dari penyakitku?" Aku sadar bahwa aku tidak boleh bertanya-tanya kepada Tuhan seperti ini, tetapi aku tidak mencari kebenaran, dan aku terus melanjutkannya untuk waktu yang lama tanpa menyelesaikan keadaanku.
Kemudian, aku menonton beberapa video kesaksian berdasarkan pengalaman dan melihat bahwa beberapa saudara-saudari mampu merenungkan diri dan mencari kebenaran di tengah-tengah penyakit mereka dan bahkan menulis tentang pencapaian mereka. Aku benar-benar iri pada mereka dan aku sangat terharu. Aku juga pernah mengidap penyakit, tetapi aku tidak mencari kebenaran, dan sampai hari itu aku tidak memperoleh apa-apa. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku pun ingin memetik pelajaran saat sedang sakit seperti saudara-saudari ini. Mohon bimbing and tolonglah aku." Suatu hari, aku menonton film berjudul Menuai Sukacita di Tengah Penderitaan di mana seorang saudari yang sedang sakit datang untuk mengenal kasih Tuhan dan memahami bahwa Tuhan menggunakan penyakitnya untuk menyempurnakan dan mengubahnya. Pada akhirnya, pengalaman ini menuntunnya pada pertobatan dan perubahan. Adik perempuannya berkata kepadanya, "Kau sangat diberkati! Untuk menguji dan memurnikanmu dengan cara seperti ini demi mengubah dan menyempurnakanmu, Tuhan pasti sangat mengasihimu! Aku sangat iri! Kapan Tuhan akan memberkatiku seperti itu?" Saat mendengarkan hal ini, aku cukup tersentuh dan juga merasa malu. Aku selalu berpikir bahwa memiliki penyakit yang begitu serius artinya Tuhan merasa jijik padaku dan membenciku, bahwa Dia menggunakan penyakit ini untuk menyingkapkan dan menyingkirkanku. Saat membandingkannya dengan pemahaman saudari tersebut, pandanganku mengenal berbagai hal sama sekali tidak masuk akal! Selama waktu teduhku, aku membaca bagian firman Tuhan: "Jika Tuhan mengasihi engkau, Dia mengungkapkan hal ini dengan kerap kali mendidik, mendisiplinkanmu serta memangkasmu. Meskipun hari-harimu mungkin tidaklah nyaman saat mendapat didikan dan pendisiplinan, begitu engkau telah mengalami hal ini, engkau akan mendapati bahwa engkau telah belajar banyak, bahwa engkau memiliki ketajaman rohani dan bersikap bijaksana dalam masalah interaksi dengan orang lain, juga bahwa engkau telah memahami beberapa kebenaran. Jika kasih Tuhan itu seperti kasih seorang ibu atau ayah, seperti yang engkau bayangkan, jika Dia begitu cermat dalam pemeliharaan-Nya, dan selalu memanjakan, bisakah engkau mendapatkan hal-hal ini? Tidak. Jadi, kasih Tuhan yang dapat orang pahami berbeda dengan kasih sejati Tuhan yang dapat mereka alami dalam pekerjaan-Nya; orang harus memperlakukannya berdasarkan firman Tuhan dan mencari kebenaran dalam firman-Nya agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan kasih sejati. Jika mereka tidak mencari kebenaran, bagaimana mungkin seseorang yang rusak menyulap, dari ketiadaan, pemahaman tentang apa arti kasih Tuhan, apa tujuan pekerjaan-Nya dalam diri manusia, dan di mana letak maksud-Nya yang sungguh-sungguh itu? Manusia tidak akan pernah mengerti hal-hal ini. Inilah kesalahpahaman yang paling mungkin orang miliki tentang pekerjaan Tuhan, dan inilah aspek esensi Tuhan yang paling sulit orang pahami. Agar dapat memahaminya, orang harus mengalaminya secara mendalam dan secara pribadi serta secara nyata terlibat dengannya dan menghargainya. Biasanya, ketika orang berkata 'kasih', yang mereka maksud adalah memberi seseorang apa yang disukainya, bukan memberikan sesuatu yang pahit ketika dia menginginkan sesuatu yang manis, atau sekalipun terkadang dia diberikan sesuatu yang pahit, itu adalah untuk mengobati suatu penyakit; singkatnya, hal ini berkaitan dengan keegoisan, perasaan, dan kedagingan manusia; itu berkaitan dengan tujuan dan motivasinya. Namun, apa pun yang Tuhan lakukan dalam dirimu, seperti apa pun Dia menghakimi dan menghajarmu, mendidik dan mendisiplinkanmu, atau seperti apa pun Dia memangkasmu, sekalipun engkau salah paham terhadap Dia, dan bahkan mengeluh tentang Dia di dalam hatimu, Tuhan akan terus bekerja di dalam dirimu dengan kesabaran yang tiada hentinya. Apa tujuan akhir Tuhan ketika melakukan hal ini? Dia menggunakan metode ini untuk menyadarkanmu, agar suatu hari engkau mampu memahami maksud Tuhan. Namun, ketika Tuhan melihat hasil ini, apa yang Dia peroleh? Dia sebenarnya tidak memperoleh apa pun. Lalu, mengapa Kukatakan demikian? Karena semua milikmu berasal dari Tuhan. Tuhan tidak perlu memperoleh apa pun. Yang Dia butuhkan hanyalah agar orang mengikuti dan masuk dengan benar sesuai dengan tuntutan-Nya saat Dia melakukan pekerjaan-Nya, agar pada akhirnya mampu hidup dalam kenyataan kebenaran, hidup dengan keserupaan dengan manusia, dan tidak lagi disesatkan, diperdaya, dan dicobai oleh Iblis, agar mampu memberontak terhadap Iblis, agar tunduk dan menyembah Tuhan, dan kemudian Tuhan berkenan, dan pekerjaan besar-Nya selesai" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Menyelesaikan Gagasannya Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (1)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa kasih Tuhan berbeda dengan kasih orang tua atau kerabat kita karena Tuhan tidak hanya memedulikan kita dengan saksama tanpa prinsip apa pun dan menoleransi semuanya, Dia juga tidak hanya melindungi manusia dan menjaga mereka tetap aman dari penyakit serta bencana. Semua ini adalah pemahamanku yang keliru tentang kasih Tuhan. Tuhan tidak hanya menunjukkan kasih-Nya melalui belas kasihan, kebaikan, dan menganugerahkan kasih karunia kepada manusia. Dia juga menggunakan penghakiman, hajaran, ujian, pemurnian, dan didikan, serta pendisiplinan untuk membantu orang memahami kebenaran dan membuang watak rusak mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk pada akhirnya hidup dalam keserupaan dengan manusia dan diselamatkan oleh-Nya. Setelah membaca firman Tuhan, aku sangat kesal dan menyalahkan diriku sendiri. Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi aku tidak memiliki pemahaman apa pun tentang bagaimana Dia mengasihi dan menyelamatkan manusia. Aku hanya ingin Tuhan memberiku kasih karunia dan berkat serta melindungiku dari penyakit dan bencana, bukannya menerima ujian-Nya dan pemurnian atau penyucian dan penyempurnaan-Nya. Selama dua tahun lamanya, aku hidup dalam kesalahpahamanku tentang Tuhan, hatiku selalu tertutup kepada-Nya. Namun, Tuhan tidak memperlakukanku bedasarkan pemberontakan dan kerusakanku, justru dengan tenang menanggung kesalahpahaman dan pemberontakanku dan diam-diam tetap berada di sisiku, menantikan hari di mana aku akan terbangun. Dia juga menggunakan pengalaman saudara-saudari untuk membantu dan mendukungku, membimbingku keluar dari keadaanku yang salah paham dan merasa putus asa. Saat memahami maksud Tuhan, hatiku tersentuh oleh kasih-Nya, dan aku tidak lagi mati rasa dan keras kepala. Aku sangat menyesal dan merasa sangat berutang budi kepada Tuhan. Tuhan telah mengatur situasi ini untuk menyingkapkan kerusakanku, untuk menyucikan dan menyelamatkanku, tetapi aku menganggap tindakan-Nya yang baik sebagai sesuatu yang buruk dan terus salah paham serta mengeluh kepada-Nya. Aku sangat tak bernalar! Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, memohon pengampunan-Nya, dan berkata bahwa aku bersedia untuk bertobat kepada-Nya. Aku juga memohon kepada-Nya untuk mencerahkan dan membimbingku untuk merenung dan berusaha mengenal diriku sendiri, serta untuk memetik pelajaran yang semestinya kuperoleh dari penyakit ini.
Suatu hari, aku membaca firman Tuhan: "Pertama, ketika orang mulai percaya kepada Tuhan, siapa di antara mereka yang tidak memiliki tujuan, motivasi, dan ambisi mereka sendiri? Meskipun satu bagian dari mereka percaya akan keberadaan Tuhan, dan telah melihat keberadaan Tuhan, kepercayaan mereka kepada Tuhan masih mengandung motivasi tersebut, dan tujuan utama mereka percaya kepada Tuhan adalah untuk menerima berkat-Nya dan hal-hal yang mereka inginkan. Dalam pengalaman hidup manusia, mereka sering berpikir dalam hati mereka: 'Aku telah menyerahkan keluarga dan karierku untuk Tuhan, lalu, apa yang telah Dia berikan kepadaku? Aku harus menghitungnya, dan memastikan—sudahkah aku menerima berkat baru-baru ini? Aku telah memberikan banyak hal selama waktu ini, aku telah berlari dan berlari, dan telah banyak menderita—apakah Tuhan memberiku janji-janji sebagai imbalannya? Apakah Dia mengingat perbuatan baikku? Akan seperti apakah akhir hidupku? Bisakah aku menerima berkat-berkat Tuhan? ...' Setiap orang selalu membuat perhitungan semacam itu dalam hati mereka, dan mereka mengajukan tuntutan kepada Tuhan yang mengandung motivasi, ambisi, dan mentalitas bertransaksi mereka. Dengan kata lain, dalam hatinya, manusia terus-menerus menguji Tuhan, selalu menyusun rencana tentang Tuhan, dan selalu memperdebatkan kasus untuk kesudahannya sendiri dengan Tuhan, dan mencoba untuk mengeluarkan pernyataan dari Tuhan, melihat apakah Tuhan dapat memberikan kepadanya apa yang dia inginkan atau tidak. Pada saat yang sama ketika mengejar Tuhan, manusia tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Manusia telah selalu berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, mengajukan tuntutan kepada-Nya tanpa henti, dan bahkan menekan-Nya di setiap langkah, berusaha meminta lebih banyak setelah diberi sedikit. Pada saat bersamaan saat mencoba bertransaksi dengan Tuhan, manusia juga berdebat dengan-Nya, dan bahkan ada orang-orang yang, ketika ujian menimpa mereka atau mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi tertentu, sering kali menjadi lemah, negatif serta kendur dalam pekerjaan mereka, dan penuh keluhan akan Tuhan. Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang 'percaya kepada Tuhan' dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan. Dari esensi natur manusia hingga pengejaran subjektifnya, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan sikap takut akan Tuhan. Tujuan manusia percaya kepada Tuhan tidak mungkin ada kaitannya dengan penyembahan kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak pernah mempertimbangkan atau memahami bahwa kepercayaan kepada Tuhan membutuhkan takut akan Tuhan dan menyembah Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, hakikat manusia mudah terlihat. Apakah hakikat ini? Hati manusia itu kejam, menyimpan pengkhianatan dan kelicikan, tidak mencintai keadilan dan kebenaran, dan hal yang positif, dan hati manusia hina dan serakah. Hati manusia benar-benar tertutup bagi Tuhan; manusia sama sekali tidak memberikan hatinya kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah melihat hati manusia yang sejati, dan Dia juga tidak pernah disembah oleh manusia. Seberapa pun besarnya harga yang Tuhan bayar, atau seberapa pun banyaknya pekerjaan yang Dia lakukan, atau seberapa pun banyaknya Dia membekali manusia, manusia tetap buta dan sama sekali tidak peduli terhadap semua itu. Manusia tidak pernah memberikan hatinya kepada Tuhan, dia hanya ingin memikirkan hatinya sendiri, membuat keputusannya sendiri—intinya adalah manusia tidak mau mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, ataupun taat pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dia juga tidak mau menyembah Tuhan sebagai Tuhan. Seperti itulah keadaan manusia saat ini" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Firman Tuhan mengungkapkan motif-motif tercela yang tersembunyi dalam imanku kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Sejak awal, aku memercayai Tuhan untuk memperoleh berkat dan kasih karunia. Aku mampu untuk meninggalkan semuanya dan mengorbankan diriku bagi Tuhan karena aku telah melihat Tuhan menyembuhkan penyakit hatiku, dan aku bersukacita karena telah menemukan seseorang yang paling bisa kuandalkan. Aku melihat Tuhan sebagai dokter yang hebat, tempat yang aman, dan dengan sia-sia aku berusaha menggunakan cara-cara yang dangkal untuk meninggalkan dan mengorbankan diriku sendiri demi memperoleh lebih banyak upah dan berkat dari Tuhan, seperti tetap dalam keadaan sehat dan memiliki tempat tujuan yang baik. Tidak ada ketulusan atau ketundukan dalam pengorbanan diriku, dan bahkan lebih sedikit untuk membalas kasih Tuhan dan memuaskan-Nya. Aku menggunakan Tuhan dan mencurangi-Nya dengan bertransaksi dengan-Nya. Aku hidup dengan hukum Iblis "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya," "Jangan pernah bekerja tanpa upah," dan "Seseorang harus diberi upah atas apa yang mereka korbankan." Aku menjadi makin egois dan serakah, menyikapi setiap hal dari segi kepentinganku sendiri dan membuat perhitungan dengan Tuhan dalam segala hal yang kulakukan, seperti menghitung berapa banyak yang telah kutinggalkan dan membayar harga untuk-Nya dan berapa banyak berkat yang telah Dia anugerahkan kepadaku. Ketika kulihat bahwa Tuhan telah menyembuhkan penyakitku, aku menjadi bersemangat dalam melaksanakan tugasku dan berpikir bahwa meninggalkan apa pun demi Tuhan itu berharga, dan ketika kudengar dokter mengatakan bahwa penyakitkan memburuk, aku ingin melaksanakan tugasku dengan semestinya agar Tuhan menyembuhkan penyakitku. Namun, ketika kulihat bahwa setelah pengorbanan diriku selama bertahun-tahun, penyakitku bukan hanya tidak membaik, tetapi juga makin serius, aku merasa keinginanku untuk mendapatkan berkat pun hancur, dan aku langsung menggunakan pengorbananku selama bertahun-tahun sebagai modal untuk berunding dan mengadakan perhitungan dengan Tuhan. Aku mengeluh tentang Tuhan yang bersikap tidak benar terhadapku dan aku tidak begitu setia pada tugasku seperti sebelumnya. Aku menunda-nunda dan tidak berusaha sepenuhnya, dan aku bahkan ingin meninggalkan tugasku dan pulang ke rumah untuk memulihkan diri. Aku sungguh tidak memiliki hati nurani atau nalar! Aku memikirkan bagaimana Tuhan telah menyelamatkanku dari dunia yang jahat dan gelap ini dan membawaku ke hadapan-Nya, menggunakan firman-Nya untuk menyirami, membekali, dan mendukungku. Dia juga menggunakan penyakitku untuk memperlihatkan kerusakanku, untuk menyucikan, dan mengubahku. Tuhan telah mencurahkan begitu banyak usaha yang melelahkan untukku dan membayar harga yang begitu mahal untukku. Namun, setelah menikmati keselamatan terbesar dari Tuhan tanpa biaya selama bertahun-tahun, bukan saja aku tidak berpikir untuk membalas Tuhan, aku bahkan menganggap sepele semua yang kuperoleh dari-Nya. Ketika mendapati bahwa aku terancam mati karena penyakitku, aku segera berpaling dari Tuhan dan mulai berunding serta melakukan perhitungan dengan-Nya, mengeluh tentang Dia karena bersikap tidak benar terhadapku. Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tanpa sama sekali memperlakukannya sebagai Tuhan. Aku hanyalah orang yang egois, tercela, dan hina yang mementingkan keuntungan di atas segalanya, dan aku tidak memiliki kemanusiaan atau nalar apa pun.
Suatu waktu, aku membaca bagian firman Tuhan dari video kesaksian berdasarkan pengalaman yang sangat menusuk hatiku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Seperti apa pun mereka diuji, kesetiaan mereka yang memiliki Tuhan di dalam hatinya tetap tidak berubah; tetapi bagi mereka yang tidak memiliki Tuhan di dalam hatinya, begitu pekerjaan Tuhan tidak menguntungkan bagi dagingnya, mereka berubah pandangan tentang Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan. Itulah orang-orang yang tidak akan tetap bertahan sampai pada akhirnya, yang hanya mencari berkat Tuhan tanpa memiliki kerinduan untuk mengorbankan diri kepada Tuhan dan menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Orang-orang hina semacam itu semuanya akan dibuang ketika pekerjaan Tuhan berakhir, dan sama sekali tidak layak dikasihani. Mereka yang tidak memiliki kemanusiaan tidak mampu bersungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika situasinya aman dan terjamin, atau ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan, mereka taat sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi begitu keinginan mereka tidak terkabul atau akhirnya ditolak, mereka langsung memberontak. Bahkan hanya dalam waktu semalam, mereka bisa berubah dari sosok manusia yang penuh senyum dan 'baik hati' menjadi pembunuh berwajah buruk yang kejam, yang tiba-tiba memperlakukan orang yang memberi kebaikan kepada mereka di masa lalu sebagai musuh bebuyutan, tanpa sebab atau alasan. Jika setan-setan ini tidak diusir keluar, setan-setan yang bisa membunuh tanpa ragu ini, bukankah mereka akan menjadi bahaya yang tersembunyi?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa ketika orang dengan kemanusiaan yang baik dan memiliki hati nurani serta nalar melihat bahwa semua yang mereka nikmati adalah anugerah yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan tanpa biaya, mereka akan bersedia untuk melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan untuk membalas kasih Tuhan. Intinya, hal ini adalah sesuatu yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, seperti halnya ketika anak berbakti kepada orang tua, mereka memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka dan tidak boleh mengharapkan imbalan atau membuat persyaratan. Sementara itu, mereka yang tidak memiliki kemanusiaan bersyukur dan memuji Tuhan ketika mereka memperolah kepentingan dan keuntungan dari-Nya, tetapi ketika keinginan mereka untuk mendapatkan berkat dihancurkan, mereka segera berpaling dari Tuhan, berunding, dan melakukan perhitungan dengan-Nya, dan bahkan berdiri melawan-Nya, memperlakukan-Nya sebagai musuh, dan terang-terangan berteriak serta memusuhi-Nya. Melalui apa yang firman Tuhan ungkapkan, aku menyadari bahwa aku persis seperti orang ini yang tidak memiliki kemanusiaan. Ketika Tuhan menyembuhkan penyakitku saat itu, aku bersyukur kepada-Nya dan bersedia untuk meninggalkan serta melepaskan semuanya, tetapi ketika aku didiagnosis dengn sirosis dan terancam mati, aku segera berpaling melawan Tuhan dan menggunakan tahun-tahunku yang meninggalkan dan mengorbankan diriku sebagai modal untuk bertanya dengan berani, "Mengapa Tuhan tidak memedulikan dan melindungiku setelah aku meninggalkan dan mengorbankan diriku sendiri sebanyak ini? Mengapa Dia melakukan hal yang sebaliknya dan membuat penyakitku memburuk? Mengapa semua orang yang belum banyak meninggalkan dan mengorbankan diri mereka sendiri dalam keadaan sehat sempurna sementara aku terjebak dengan penyakit serius ini? Mengapa orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan sehat-sehat saja, tetapi aku di sini mengorbankan diriku sendiri dan meninggalkan semua ini sementara Tuhan masih belum menyembuhkanku dengan cepat? Selain itu, ketika aku ditangkap oleh Partai Komunis, aku tidak menyangkal Tuhan dan tetap teguh dalam kesaksianku, jadi mengapa Tuhan tidak menyingkirkan penyakitku?" Bukankah aku berteriak-teriak kepada Tuhan dan melawan-Nya? Makna tersirat di balik kata-kataku adalah ini: "Aku sudah banyak meninggalkan dan mengorbankan diriku sendiri, jadi Tuhan seharusnya memberiku berkat. Baru setelah itu aku akan mengakui kebenaran Tuhan. Jika aku tidak memperoleh berkat, aku tidak akan mengakui bahwa Tuhan itu benar." Aku memaksa dan menuntut Tuhan untuk memberiku berkat, dan ada watak jahat dan kejam di dalamnya. Pada esensinya, sikap itu dengan berani menentang dan memusuhi Tuhan. Bukankah aku mencari kematian dengan melakukan hal ini? Pada masa itu, Paulus pergi ke mana-mana untuk menyebarkan Injil, membangun gereja-gereja, dan melakukan banyak pekerjaan, tetapi motifnya dalam meninggalkan dan mengorbankan dirinya bukanlah untuk memuaskan Tuhan, apalagi untuk melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan. Sebaliknya, dia ingin menggunakan pengorbanan dirinya dan pekerjaannya untuk menuntut mahkota kebenaran dari Tuhan, untuk menukarnya dengan berkat-berkat kerajaan surga. Pandangannya tentang pengejaran dan jalan yang dia ikuti dibenci dan ditolak serta dikutuk oleh Tuhan, dan pada akhirnya, bukan hanya dia tidak masuk ke dalam kerajaan surga, tetapi juga dikirim ke neraka untuk menerima hukuman yang pantas diterimanya. Esensi Tuhan itu kudus dan benar, dan Dia tidak menentukan kesudahan manusia berdasarkan seberapa banyak mereka berusaha dan mengorbankan diri mereka sendiri. Dia justru memutuskan apakah mereka dapat diselamatkan berdasarkan apakah watak hidup mereka dapat berubah. Untuk orang sepertiku, yang penuh dengan watak rusak Iblis dan dengan berani berunding, berteriak-teriak, dan memusuhi Tuhan ketika mereka tidak mendapatkan berkat, jika mereka tidak mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan serta didikan dan pendisplinan-Nya, lalu bagaimana mungkin mereka bisa memenuhi syarat untuk masuk ke dalam kerajaan Tuhan? Pada akhirnya, orang seperti itu pasti akan dikirim ke neraka untuk menerima hukuman seperti Paulus! Pada saat itu, aku memahami bahwa Tuhan telah menggunakan penyakitku untuk segera membuatku berbalik dari jalan yang salah yang berupa jalan menentang Tuhan dan untuk membantuku merenungkan dan memahami diriku sendiri serta menempuh jalan mengejar kebenaran sehingga pada akhirnya aku tidak akan menentang Tuhan dan dihukum oleh-Nya. Saat memahami maksud Tuhan yang tulus, aku merasa sangat yakin bahwa penyakit ini adalah Tuhan yang melindungiku, bahwa ini adalah jenis berkat yang berbeda. Aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Masa hidup setiap orang telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan. Suatu penyakit mungkin mematikan dari sudut pandang medis, tetapi dari sudut pandang Tuhan, jika hidupmu masih harus terus berlanjut dan waktumu belum tiba, maka engkau tidak bisa mati sekalipun engkau menginginkannya. Jika Tuhan telah memberimu amanat dan misimu belum selesai, engkau bahkan tidak akan mati karena penyakit yang seharusnya bisa mematikan—Tuhan belum akan mengambilmu. Meskipun engkau tidak berdoa dan mencari kebenaran, atau tidak berusaha merawat penyakitmu, atau meskipun engkau menghentikan pengobatanmu, engkau tidak akan mati. Hal ini terutama berlaku bagi mereka yang telah menerima amanat dari Tuhan: jika misi mereka belum selesai, penyakit apa pun yang menimpa mereka, mereka tidak bisa langsung mati; mereka harus hidup sampai saat terakhir misi tersebut diselesaikan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan. Tuhan telah menetapkan sejak lama sampai kapan hidupku akan berlangsung; itu telah ditentukan sebelumnya hingga sampai detiknya. Bahkan jika aku didiagnosis dengan penyakit mematikan, atau jika, di mata orang-orang, semua orang di keluargaku telah meninggal karena kanker hati dan tidak ada yang bisa kulakukan untuk menghindarinya, tetapi dari sudut pandang Tuhan, waktuku belum tiba dan misiku belum selesai, maka Dia tidak akan membiarkanku mati, dan aku pun tidak akan bisa mati. Jika misiku telah selesai dan waktuku telah tiba, maka aku harus mati meskipun aku sangat sehat dan tidak memiliki penyakit apa pun. Hal ini berhubungan dengan ketetapan Tuhan dan sama sekali tidak berhubungan dengan riwayat penyakit keluargaku. Dengan mengakui bahwa Tuhan berdaulat atas hidup dan matinya seseorang, aku tidak lagi terkekang oleh kematian seperti sebelumnya. Aku bersedia untuk memercayakan hidup dan matiku kepada Tuhan dan tunduk pada kedaulatan serta pengaturan-Nya, dan hatiku terasa jauh lebih tenang dan bebas.
Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Saat menghadapi penyakit, engkau boleh secara aktif mencari pengobatan, tetapi engkau juga harus menanggapi hal ini dengan sikap yang positif. Mengenai sampai sejauh mana penyakitmu dapat diobati dan apakah penyakitmu dapat disembuhkan atau tidak, dan apa pun yang terjadi pada akhirnya, engkau harus selalu tunduk dan tidak mengeluh. Seperti inilah seharusnya sikapmu, karena engkau adalah makhluk ciptaan dan engkau tidak punya pilihan lain. Engkau tidak boleh berkata, 'Jika aku sembuh dari penyakit ini, aku akan percaya bahwa ini adalah kuasa Tuhan yang besar, tetapi jika aku tidak sembuh, aku tidak akan puas dengan Tuhan. Mengapa Tuhan memberiku penyakit ini? Mengapa Dia tidak menyembuhkanku dari penyakit ini? Mengapa aku yang mengidap penyakit ini dan bukan orang lain? Aku tidak menginginkannya! Mengapa aku harus mati begitu cepat di usia yang semuda ini? Mengapa orang lain bisa terus hidup? Mengapa?' Jangan bertanya mengapa, ini adalah pengaturan Tuhan. Tidak ada alasannya, dan engkau tidak boleh bertanya mengapa. Bertanya mengapa adalah perkataan yang memberontak, dan ini bukanlah pertanyaan yang boleh diajukan oleh makhluk ciptaan. Jangan bertanya mengapa, karena tidak ada alasannya. Tuhan telah mengatur dan merencanakan segala sesuatu seperti ini. Jika engkau bertanya mengapa, maka hanya dapat dikatakan bahwa engkau sangat memberontak, sangat keras kepala. Ketika ada sesuatu yang tidak memuaskan dirimu, atau Tuhan tidak bertindak sesuai dengan keinginanmu atau tidak membiarkanmu melakukan apa yang kauinginkan, engkau menjadi tidak senang, engkau merasa tidak puas, dan engkau selalu bertanya mengapa. Jadi, Tuhan bertanya kepadamu, 'Sebagai makhluk ciptaan, mengapa engkau belum melaksanakan tugasmu dengan baik? Mengapa engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan setia?' Dan bagaimana engkau akan menjawabnya? Engkau berkata, 'Tidak ada alasannya, memang seperti inilah diriku.' Bolehkah engkau menjawab seperti itu? (Tidak boleh.) Tuhan boleh berbicara kepadamu dengan cara seperti itu, tetapi engkau tidak boleh berbicara kepada Tuhan dengan cara seperti itu. Engkau berada di tempat yang salah, dan engkau sangat tidak masuk akal. Kesulitan apa pun yang makhluk ciptaan hadapi, adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan bahwa engkau harus tunduk pada pengaturan dan penataan Sang Pencipta. Sebagai contoh, orang tuamu melahirkanmu, membesarkanmu, dan engkau menyebut mereka ibu dan ayah—ini adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, dan ini adalah hal yang sudah seharusnya; tidak ada alasannya. Jadi, Tuhan mengatur semua ini untukmu dan, entah engkau menikmati berkat atau mengalami kesukaran, ini juga adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan, dan engkau tidak punya pilihan dalam hal ini. Jika engkau mampu tunduk sampai akhir, engkau akan memperoleh keselamatan seperti halnya Petrus. Sedangkan, jika engkau menyalahkan Tuhan, meninggalkan Tuhan, dan mengkhianati Tuhan karena penyakit tertentu yang sementara, maka semua penyerahan, pengorbanan, pelaksanaan tugasmu, dan harga yang telah kaubayarkan sebelumnya akan menjadi sia-sia. Ini karena semua kerja kerasmu di masa lalu belum membuatmu memiliki landasan untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan dengan baik atau belum membuatmu mengambil tempat yang tepat sebagai makhluk ciptaan, dan sama sekali belum mengubah apa pun dalam dirimu. Ini kemudian akan menyebabkanmu mengkhianati Tuhan karena penyakitmu, dan kesudahanmu akan sama seperti kesudahan Paulus, engkau akan dihukum pada akhirnya. Alasan dari tekadmu ini adalah karena semua yang telah kaulakukan sebelumnya bertujuan agar engkau memperoleh mahkota dan menerima berkat. Jika, saat engkau akhirnya menghadapi penyakit dan kematian, engkau masih mampu tunduk tanpa mengeluh, itu membuktikan bahwa semua yang kaulakukan sebelumnya telah kaulakukan bagi Tuhan dengan sungguh-sungguh dan penuh kerelaan. Engkau tunduk kepada Tuhan, dan pada akhirnya ketundukanmu akan membuatmu memiliki kesudahan yang sempurna dalam kehidupan imanmu kepada Tuhan, dan ini dipuji oleh Tuhan. Jadi, penyakit dapat menyebabkanmu memiliki kesudahan yang baik, atau dapat menyebabkanmu memiliki kesudahan yang buruk; kesudahan seperti apa yang akan kauperoleh, itu tergantung pada jalan yang kautempuh dan bagaimana sikapmu terhadap Tuhan" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Tuhan berfirman dengan sangat jelas tentang bagaimana orang harus melakukan penerapan dan jalan seperti apa yang harus mereka pilih ketika menghadapi penyakit. Jika seseorang sakit, mereka bisa mendapatkan perawatan, dan Tuhan tidak menghendaki melihat orang hidup dalam keadaan sakit dengan perasaan suram, cemas, dan khawatir karena kesehatan mereka, apalagi Dia tidak ingin melihat orang yang tidak mengejar kebenaran sedikit pun seperti Paulus, tidak memiliki nalar yang seharusnya dimiliki oleh makhluk ciptaan dan menggunakan tahun-tahun mereka ketika meninggalkan dan mengorbankan diri mereka sebagai modal untuk bertransaksi dengan Tuhan ketika menghadapi ujian dan kesengsaraan, menuntut mahkota kebenaran dari-Nya dan memusuhi serta berteriak-teriak kepada-Nya hingga akhirnya dihukum karena telah menentang-Nya. Apa yang Tuhan harapkan adalah bahwa kita dapat menjadi seperti Ayub ketika menghadapi penyakit, berdiri dalam posisi kita sebagai makhluk ciptaan, menerima dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan tanpa pilihan dan tuntutan kita sendiri. Hanya dengan cara ini seseorang dapat memiliki nalar dan kemanusiaan. Saat merenungkan diriku sendiri, selama ujian penyakit ini, aku menjadi negatif, penuh dengan kesalahpahaman dan keluhan, bahkan berdiri melawan Tuhan dan memusuhi kedaulatan dan pengaturan-Nya. Aku sangat keras kepala dan memberontak, dan aku tidak memiliki nalar yang seharusnya dimiliki oleh makhluk ciptaan. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya, "Tuhan, aku tidak mengejar kebenaran di masa lalu, selalu berusaha bertransaksi dengan-Mu untuk memperoleh berkat. Kini, aku mulai memahami maksud-Mu yang tulus. Engkau menggunakan penyakitku untuk menyucikan dan mengubahku, untuk membalikkan pandanganku yang keliru tentang pengejaran. Aku bersedia untuk tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Mu. Meskipun aku tidak memiliki kemanusiaan Ayub, aku bersedia mengikuti teladannya dan tetap teguh dalam kesaksianku bagi-Mu. Jika aku terus mengeluh kepada-Mu, aku mohon agar Engkau mengutukku." Setelah itu, aku dapat memandang penyakitku dengan benar. Aku minum obat ketika sudah waktunya, dan aku tidak terlalu terkekang oleh kondisiku dan dapat melaksanakan tugasku dengan normal.
Kemudian, aku pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lagi, dan dokter mengatakan bahwa diagnosis sirosis sebelumnya sedikit terlalu dini dan bahwa tuberkel di hatiku belum terlalu berkembang. Dokter memintaku untuk kembali lagi untuk pemeriksaan rutin agar mereka dapat terus mengamati perkembangan tuberkel. Namun, karena aku memiliki catatan kepolisian karena percaya kepada Tuhan dan tidak dapat menunjukkan kartu identitasku, aku tidak dapat pergi ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan selama lebih dari tiga tahun. Pada awal tahun ini, seorang saudari yang bekerja di rumah sakit membantuku melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium. Ketika hasil pemeriksaanku keluar, dokter mengatakan bahwa fungsi hatiku serta berbagai indikatornya sudah normal. Saat mendengarnya, aku sangat bersyukur kepada Tuhan.
Saat mengalami penyingkapan penyakit ini, meskipun aku sangat menderita, aku memperoleh sedikit pemahaman tentang motifku untuk mendapatkan berkat dalam imanku kepada Tuhan serta watak Iblisku yang penuh dengan kekejaman. Melalui pengalaman penghakiman dan hajaran firman Tuhan, pandanganku yang keliru tentang imanku kepada Tuhan sedikit berubah. Sekarang, meskipun penyakitku belum sembuh total, aku dapat menunjukkan beberapa nalar dan bersedia untuk tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Bahwa aku bisa berubah dengan cara kecil ini semuanya adalah karena penghakiman dan hajaran firman Tuhan. Syukur kepada Tuhan!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudari Ruo Yu, SpanyolBeberapa tahun lalu, aku menunaikan tugas menyiram dengan beberapa saudara-saudari yang sebaya. Mereka sangat...
Oleh Rongguang, Provinsi Heilongjiang Pada 1991, berkat rahmat Tuhan, aku mulai mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa karena sakit. Pada waktu...
Oleh Saudari Chun Yu, Tiongkok Itu terjadi musim semi yang lalu ketika aku sedang melakukan tugas memberitakan Injil di gereja. Pada saat...
Pada Juli 2021, aku terpilih sebagai pemimpin gereja. Aku berpikir, “Bisa menerima tugas sepenting ini di usia lebih dari enam puluh tahun...