Hari-hariku selama dalam Pengurungan
Oleh Saudari Yang Qing, TiongkokPada Juli 2006, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Suamiku mendukung...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Dua puluh tahun silam, aku terkena radang sendi parah dan sekujur tubuhku terasa nyeri. Aku mendatangi berbagai rumah sakit besar, tetapi tidak ada satu pun pengobatan yang manjur. Pada akhirnya, aku hanya mengandalkan obat hormon untuk mengendalikan gejalanya, dan tanpa pengobatan, semua sendiku akan menjadi kaku dan nyeri. Yang dapat kulakukan hanyalah berbaring di tempat tidur sepanjang hari, seolah-olah aku berada dalam kondisi vegetatif, tidak dapat bergerak sama sekali. Aku membutuhkan bantuan orang lain untuk makan, berpakaian, membalikkan badan, dan menggunakan kamar mandi. Aku benar-benar tidak berguna. Pikirku, "Lebih baik mati daripada hidup dalam penderitaan seperti itu." Karena penggunaan obat hormon dalam jangka panjang, sistem kekebalan tubuhku sangat lemah, aku sering batuk dan pilek, dan juga terjangkit radang selaput dada. Jantungku juga bermasalah, aku menderita lebih dari sepuluh penyakit berbeda di seluruh tubuhku, dan wajahku tampak seperti orang mati. Di musim panas, suamiku menyalakan AC di dalam ruangan, sementara aku mengenakan pakaian berlapis katun dan berjemur di bawah sinar matahari di luar. Aku bahkan harus menggunakan selimut listrik untuk tidur, kalau tidak, aku akan kedinginan dan tidak bisa tidur. Belakangan, kudengar beberapa kenalanku yang menderita penyakit serupa denganku semuanya meninggal, satu per satu, dan aku merasa sangat takut. Karena menghadapi penyakit yang begitu membandel, aku tidak berdaya, dan yang dapat kulakukan hanyalah menjalani setiap hari dalam ketakutan dan kecemasan.
Pada tahun 2010, aku cukup beruntung untuk menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman. Dari firman Tuhan, aku belajar bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu, bahwa Dia berdaulat atas nasib seluruh umat manusia, bahwa segala sesuatu yang dinikmati manusia adalah pemberian Tuhan, dan bahwa manusia harus menyembah Tuhan. Setiap hari, aku makan dan minum firman Tuhan, berdoa kepada Tuhan, dan berkumpul dengan saudara-saudari, dan tanpa kusadari, pilek dan batukku pun mereda. Setelah tiga bulan, nyeri di persendian kakiku berkurang, aku berhenti mengonsumsi semua obat-obatan, termasuk obat-obatan hormon, sendi-sendiku menjadi makin fleksibel, dan warna kulitku pun mulai berubah. Semua orang yang mengenalku mengatakan bahwa aku tampak seperti orang yang berbeda. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku. Tuhan benar-benar mahakuasa dan luar biasa! Ini penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan bahkan dengan obat-obatan, dahulu aku sangat menderita, tetapi sekarang, dengan penyakitku yang makin mereda, aku bahkan tidak memerlukan obat! Aku harus percaya kepada Tuhan dengan benar, lebih banyak memberitakan Injil, dan melakukan lebih banyak perbuatan baik, dan mungkin Tuhan akan melihat bagaimana aku mengorbankan diriku dan menyembuhkan penyakitku sepenuhnya. Setelah itu, aku mengabaikan rasa sakit di kakiku dan memberitakan Injil kepada saudara-saudara, teman-teman, teman sekelas, dan rekan kerjaku. Tanpa peduli angin atau hujan, panas yang menyengat atau dingin yang membekukan, ataukah seseorang itu dekat atau jauh, selama mereka memenuhi prinsip-prinsip untuk menerima Injil dan bersedia mendengarkan firman Tuhan, aku pergi bersaksi kepada mereka tentang pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Beberapa orang tinggal di lantai tujuh atau delapan, dan aku harus menaiki tangga, tetapi meskipun begitu, aku sering pergi menyirami dan membantu mereka. Beberapa orang memiliki kemanusiaan yang baik dan bersedia mencari serta menyelidiki jalan yang benar, tetapi mereka memiliki banyak keterikatan keluarga, jadi aku pergi bersekutu dengan mereka beberapa kali sampai mereka menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman. Waktu itu, aku menyebarkan Injil kepada banyak orang. Seiring berjalannya waktu, aku menjadi terkenal karena memberitakan Injil dan dilaporkan oleh orang-orang jahat, jadi pemimpin mengatur agar aku melaksanakan tugas menjadi tuan rumah. Aku secara aktif meminta untuk mengerjakan beberapa tugas lain, berpikir bahwa dengan melaksanakan lebih banyak perbuatan baik Tuhan akan menjaga dan melindungiku, dan harapanku akan keselamatan akan lebih besar.
Pada bulan Mei 2019, aku mulai merasa sekujur tubuhku lemah, dan persendianku mulai terasa sakit lagi. Rasa sakit di persendian kakiku sangat parah, dan satu-satunya pilihanku adalah menggunakan kruk dan menahan sakit untuk maju selangkah demi selangkah. Rasa sakit itu membuat keringatku bercucuran. Aku tidak bisa duduk setelah berdiri, dan setelah berjuang untuk duduk, aku tidak bisa bangkit. Seluruh tubuhku terasa sakit, bahkan ketika berbaring. Tekanan darahku melebihi 200mmHg, dan gula darahku juga meningkat, dan bahkan obat-obatan tidak dapat mengendalikannya. Aku diliputi rasa panik. Aku takut radang sendiku kambuh. Setelah memeriksakan diri ke rumah sakit, ternyata gejala-gejala yang kualami memang disebabkan oleh radang sendi. Jantungku berdebar kencang, dan kupikir, "Seperti kata orang, 'Penyakit atau bukan, jika kambuh, kondisinya akan lebih parah daripada saat pertama kali terjadi.' Akankah aku lumpuh total kali ini? Sekalipun aku hidup, jika aku dibiarkan lumpuh di tempat tidur, aku tetap tidak berguna. Bagaimana aku akan melaksanakan tugasku? Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, aku telah mengorbankan begitu banyak hal! Lihat saja bagaimana aku telah menyebarkan Injil. Aku terus bekerja sama meskipun dalam kesakitan dan berhasil menyebarkan Injil kepada banyak orang. Setelah dilaporkan oleh orang-orang jahat karena menyebarkan Injil, aku ditugaskan kembali sebagai tuan rumah, dan aku pun mengerahkan seluruh kemampuanku untuk tugas itu. Bagaimana penyakitku bisa kambuh lagi?" Aku memikirkan tentang bagaimana beberapa kenalanku yang menderita penyakit serupa semuanya telah meninggal, dan bagaimana aku mungkin akan menjadi korban berikutnya. Makin aku memikirkannya, makin aku merasa putus asa. Aku tidak dapat menenangkan pikiranku saat membaca firman Tuhan selama waktu teduhku dan rasanya aku tidak ingin berdoa. Aku menghabiskan hari-hariku dengan perasaan linglung, seolah-olah aku telah jatuh ke dalam penjara yang dalam, dengan hati yang membeku. Aku hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu untuk beristirahat dan memulihkan kesehatanku untuk mengurangi rasa sakit di tubuhku. Kemudian, kudengar seorang tetangga dengan penyakit yang sama telah meninggal, yang membuatku makin takut, dan aku berpikir, "Mungkin suatu hari nanti aku akan mati seperti tetanggaku. Jika aku mati sekarang, apakah semua penderitaan dan pengorbanan yang telah kujalani dalam melaksanakan tugasku selama bertahun-tahun akan sia-sia belaka? Aku bukan hanya tidak akan diselamatkan, tetapi juga akan kehilangan semua kesempatan yang tersisa untuk berjerih payah dan bertahan hidup." Memikirkan penyakitku saja membuatku tidak bisa makan atau tidur. Aku hidup dalam kesedihan, kecemasan, dan kekhawatiran, dan hatiku benar-benar tersiksa. Áku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, kesehatanku makin memburuk, dan aku terus-menerus hidup dalam kondisi emosional yang tidak tenang. Aku tahu ini salah, tetapi aku tidak tahu bagaimana mencari solusinya, dan meskipun aku tahu penderitaan ini atas seizin-Mu, aku tidak bisa hanya tunduk. Ya Tuhan, tolong bimbing aku agar bisa tunduk dalam situasi ini, dan memetik pelajaran darinya."
Aku membaca dua bagian firman Tuhan: "Ketika orang tidak mampu mengenali, memahami, menerima, atau tunduk pada lingkungan yang Tuhan atur dan pada kedaulatan-Nya, dan ketika orang menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan mereka sehari-hari, atau ketika kesulitan tersebut melampaui yang mampu ditanggung oleh manusia normal, mereka tanpa sadar akan merasakan segala macam kekhawatiran dan kecemasan, dan bahkan perasaan sedih. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi besok, atau lusa, atau apa yang akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan, atau akan seperti apa masa depan mereka, sehingga mereka merasa sedih, cemas, dan khawatir tentang segala macam hal. Dalam konteks apa orang merasa sedih, cemas dan khawatir tentang segala macam hal? Itu karena mereka tidak percaya akan kedaulatan Tuhan—yang berarti, mereka tidak mampu memercayai dan memahami kedaulatan Tuhan. Sekalipun mereka melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri, mereka tidak akan memahaminya, ataupun memercayainya. Mereka tidak percaya bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas nasib mereka, mereka tidak percaya bahwa hidup mereka berada di tangan Tuhan, sehingga ketidakpercayaan muncul di hati mereka terhadap kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan kemudian sikap yang menyalahkan pun muncul, dan mereka tidak mampu tunduk" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). "Lalu, ada juga orang-orang yang kondisi kesehatannya buruk, yang tubuhnya lemah dan kurang bertenaga, yang sering menderita penyakit berat atau ringan, yang bahkan tak mampu melakukan hal-hal dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang tak mampu hidup atau berkegiatan seperti layaknya orang yang normal. Orang-orang semacam itu sering merasa tidak nyaman dan kurang sehat saat melaksanakan tugas mereka; ada yang lemah secara fisik, ada yang benar-benar menderita penyakit, dan tentu saja ada yang mengidap penyakit yang diketahui dan berpotensi menderita jenis penyakit tertentu. Karena mereka mengalami kesulitan fisik yang nyata semacam itu, orang-orang seperti itu sering kali tenggelam dalam emosi negatif dan merasa sedih, cemas, dan khawatir. ... Orang yang menderita penyakit akan sering berpikir, 'Aku bertekad melaksanakan tugasku dengan baik, tetapi aku mengidap penyakit ini. Aku berdoa agar Tuhan menjauhkanku dari bahaya, dan dengan perlindungan Tuhan aku tak perlu takut. Namun, jika aku kelelahan saat melaksanakan tugasku, akankah penyakitku kambuh? Apa yang akan kulakukan jika penyakitku kambuh? Jika aku harus masuk rumah sakit untuk menjalani operasi, aku tak punya uang untuk membayarnya, lalu jika aku tidak meminjam uang untuk membayar pengobatanku, akankah penyakitku menjadi bertambah parah? Dan jika penyakitku menjadi bertambah parah, apakah aku akan mati? Dapatkah kematian semacam ini dianggap kematian yang wajar? Jika aku benar-benar mati, akankah Tuhan mengingat tugas-tugas yang telah kulaksanakan? Akankah aku dianggap orang yang telah melakukan perbuatan baik? Akankah aku memperoleh keselamatan?' Ada juga orang-orang yang tahu dirinya sakit, yang berarti mereka tahu bahwa mereka benar-benar mengidap penyakit tertentu, misalnya penyakit lambung, nyeri punggung bagian bawah dan nyeri kaki, radang sendi, reumatik, serta penyakit kulit, penyakit ginekologi, penyakit hati, hipertensi, penyakit jantung, dan sebagainya. Mereka berpikir, 'Jika aku terus melaksanakan tugasku, akankah rumah Tuhan membayar biaya pengobatan penyakitku? Jika penyakitku bertambah parah dan memengaruhi pelaksanaan tugasku, akankah Tuhan menyembuhkanku? Ada orang-orang yang disembuhkan setelah mereka percaya kepada Tuhan, jadi akankah aku juga disembuhkan? Akankah Tuhan menyembuhkanku, sama seperti Dia menunjukkan kebaikan kepada orang lain? Jika aku setia melaksanakan tugasku, Tuhan seharusnya menyembuhkanku, tetapi jika aku berharap Tuhan menyembuhkanku dan Dia tidak melakukannya, lalu apa yang akan kulakukan?' Setiap kali mereka memikirkan hal-hal ini, perasaan cemas yang mendalam muncul dalam hati mereka. Meskipun mereka tak pernah berhenti melaksanakan tugas mereka dan selalu melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, mereka selalu memikirkan penyakit mereka, kesehatan mereka, masa depan mereka, serta hidup dan mati mereka. Akhirnya, mereka menarik kesimpulan yang berupa angan-angan, 'Tuhan akan menyembuhkanku, Tuhan akan melindungiku. Tuhan tidak akan meninggalkanku, dan Tuhan tidak akan tinggal diam dan pasti melakukan sesuatu jika dilihat-Nya aku sakit.' Pemikiran seperti itu sama sekali tidak ada dasarnya, bahkan dapat dianggap semacam gagasan. Orang tak akan pernah mampu menyelesaikan kesulitan nyata mereka dengan menggunakan gagasan dan imajinasi seperti ini, dan di lubuk hatinya, mereka secara samar-samar merasa sedih, cemas, dan khawatir tentang kesehatan dan penyakit mereka; mereka tidak tahu siapa yang akan bertanggung jawab atas hal-hal ini, atau apakah ada orang yang mau bertanggung jawab atas hal-hal ini bagi mereka" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Yang Tuhan ungkapkan adalah persis keadaanku. Kalau dipikir-pikir, dalam waktu kurang dari tiga bulan saat aku percaya kepada Tuhan, radang sendiku yang parah hampir sembuh, jadi aku secara aktif memberitakan Injil, melaksanakan tugas-tugasku, dan ingin mempersiapkan lebih banyak perbuatan baik, berpikir bahwa mungkin Tuhan akan melihat pengorbananku dan menyembuhkan penyakitku sepenuhnya. Ketika kondisiku kambuh dan menjadi makin parah, sampai pada titik di mana aku hampir tidak sanggup mengurus diri sendiri, berdoa kepada Tuhan tidak kunjung meringankan kondisiku, maka aku mulai meragukan kedaulatan Tuhan, dan aku khawatir akan menjadi lumpuh dan tidak dapat mengurus diri sendiri, dan bahwa aku tidak akan mampu menanggung penderitaan fisik. Jika aku kembali mengonsumsi obat hormon, dan berbagai penyakitku kambuh, maka meskipun aku tidak mati karena radang sendi, aku akan mati karena penyakit lainnya. Jika aku mati, aku tidak akan memiliki kesempatan untuk diselamatkan, bahkan tidak ada kesempatan untuk berjerih payah dan bertahan hidup. Hal ini membuatku merasa lemah dan tertekan, dan selama bertahun-tahun aku melaksanakan tugas, menderita, dan berkorban, semua itu sia-sia. Ketika menghadapi penyakit, aku tidak menerimanya dari Tuhan, dan aku tidak mencari maksud Tuhan. Sebaliknya, aku salah paham dan mengeluh tentang Tuhan. Sikapku terhadap tugas-tugasku juga acuh tak acuh. Khawatir bahwa melaksanakan lebih banyak tugas akan berarti lebih banyak kelelahan fisik, bahwa kondisiku akan memburuk dan aku akan lebih cepat mati, aku tidak ingin melaksanakan tugas-tugasku, dan hidup dalam keadaan tertekan dan khawatir, menanti ajal. Dari firman Tuhan akhirnya aku mengerti bahwa kambuhnya penyakitku adalah atas seizin Tuhan, tetapi aku belum mengakui kedaulatan Tuhan dan salah paham serta mengeluh tentang Dia. Hatiku dipenuhi dengan keluh kesah, dan semua yang kuperlihatkan terkesan memberontak dan melawan. Keadaanku sangat berbahaya! Setelah menyadari hal ini, aku merasa takut, jadi aku berdoa kepada Tuhan, meminta-Nya agar menuntunku dalam mencari kebenaran untuk menyelesaikan emosi negatifku.
Belakangan, aku membaca satu bagian firman Tuhan, dan sudut pandangku pun berubah. Tuhan berfirman: "Ketika Tuhan mengatur agar seseorang menderita suatu penyakit, entah berat atau ringan, tujuan Dia melakukannya bukanlah untuk membuatmu memahami seluk-beluk jatuh sakit, kerugian yang penyakit itu timbulkan pada dirimu, ketidaknyamanan dan kesulitan yang disebabkan penyakit itu terhadapmu, dan segala macam perasaan yang kaurasakan karena penyakit tersebut—tujuan Dia bukanlah agar engkau memahami penyakit melalui sakitnya dirimu. Sebaliknya, tujuan Dia adalah agar engkau memetik pelajaran dari penyakit, belajar bagaimana memahami maksud Tuhan, belajar memahami watak rusak yang kauperlihatkan dan sikapmu yang keliru terhadap Tuhan saat engkau sakit dan belajar bagaimana tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, sehingga engkau mampu benar-benar tunduk kepada Tuhan dan mampu tetap teguh dalam kesaksianmu—inilah yang terpenting. Tuhan ingin menyelamatkanmu dan mentahirkanmu melalui penyakit. Hal apa tentang dirimu yang ingin Tuhan tahirkan? Dia ingin mentahirkanmu dari semua keinginan dan tuntutanmu yang berlebihan terhadap Tuhan, dan bahkan mentahirkanmu dari berbagai perhitungan, penilaian, dan perencanaan yang kaubuat dengan segala cara untuk bertahan hidup dan untuk terus hidup. Tuhan tidak memintamu untuk membuat rencana, Dia tidak memintamu untuk menilai, dan Dia tidak mengizinkanmu memiliki keinginan yang berlebihan terhadap-Nya; Dia hanya memintamu untuk tunduk kepada-Nya dan, saat engkau berlatih dan saat engkau tunduk, untuk engkau mengetahui sikapmu sendiri terhadap penyakit, dan mengetahui sikapmu terhadap kondisi tubuh yang Dia berikan kepadamu, serta keinginan pribadimu. Setelah engkau mengetahui hal-hal ini, engkau akan mampu memahami betapa bermanfaatnya lingkungan penyakit yang telah Tuhan aturkan bagimu atau kondisi tubuh yang telah Dia berikan kepadamu; dan engkau akan mampu menyadari betapa bermanfaatnya pengaturan itu untuk mengubah watakmu, untuk engkau memperoleh keselamatan, dan untuk jalan masuk kehidupanmu. Itulah sebabnya, ketika penyakit tiba-tiba menyerang, engkau jangan selalu bertanya-tanya bagaimana engkau dapat menghindarinya atau melarikan diri darinya atau menolaknya" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa di balik penyakit yang kuhadapi itu ada maksud Tuhan, yaitu agar aku memetik pelajaran, merenungkan, dan mengenali pandanganku yang keliru serta watakku yang rusak, serta keinginanku yang berlebihan untuk percaya kepada Tuhan. Aku merenungkan bagaimana selama bertahun-tahun aku melaksanakan tugas dan berkorban, itu dilakukan agar Tuhan menyembuhkan penyakitku. Ketika rasa sakit itu mereda, aku bersyukur dan memuji Tuhan, dan bersedia melaksanakan lebih banyak tugas dan mempersiapkan lebih banyak perbuatan baik. Namun, ketika rasa sakit itu kambuh dan memburuk, aku menjadi salah paham dan mengeluh tentang Tuhan, berpikir bahwa seharusnya Tuhan menyembuhkanku karena aku telah melaksanakan tugas-tugasku. Jadi, ketika penyakitku kambuh, dan keinginanku tidak terpenuhi, aku tidak ingin lagi melaksanakan tugasku. Bahkan ketika aku dengan berat hati melaksanakan tugasku, aku tidak ingin mengerahkan upaya atau membayar harga. Dengan cara apa aku memiliki hati nurani atau nalar? Ketika penyakit ini menimpaku, maksud Tuhan adalah untuk memurnikan keburukan dalam imanku, dan mengubah pandanganku yang keliru tentang pengejaran, sehingga aku dapat tunduk kepada Tuhan dan menempuh jalan untuk mengejar kebenaran. Namun, aku tidak mengejar kebenaran, dan ketika menghadapi penyakit, aku tidak mencari maksud Tuhan. Aku selalu menolak dan menentang, ingin Tuhan segera menyingkirkan rasa sakitku. Ketika itu tidak terjadi, aku terpuruk ke dalam keadaan tertekan, khawatir, dan cemas dan menentang Tuhan, kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebenaran. Jika aku terus seperti ini tanpa berubah, hidupku tidak akan bertumbuh, watakku yang rusak tidak akan berubah, dan pengharapanku akan keselamatan akan makin jauh. Makin aku memahami, makin aku merasa bahwa percaya kepada Tuhan seharusnya bukan berarti menuntut sesuatu dari-Nya. Aku melihat betapa tidak masuk akalnya diriku. Aku segera berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tidak mengejar kebenaran atau memahami pekerjaan-Mu, dan aku tidak tunduk pada pengaturan dan penataan-Mu. Aku terlalu memberontak! Tuhan, tolong bimbing aku untuk memahami diriku sendiri."
Belakangan, aku membaca satu bagian dari firman Tuhan: "Sebelum memutuskan untuk melaksanakan tugas mereka, di lubuk hatinya, antikristus dipenuhi dengan pengharapan akan masa depan mereka, untuk memperoleh berkat, tempat tujuan yang baik, dan bahkan mahkota dan mereka memiliki keyakinan penuh dalam memperoleh hal-hal ini. Mereka datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugas mereka dengan niat dan cita-cita seperti itu. Jadi, apakah pelaksanaan tugas mereka mengandung ketulusan, iman yang sejati, dan kesetiaan yang Tuhan tuntut? Pada saat ini, kesetiaan, iman, atau ketulusan mereka yang sejati belum terlihat, karena semua orang memiliki pola pikir yang sepenuhnya transaksional sebelum mereka melaksanakan tugas mereka; semua orang mengambil keputusan untuk melaksanakan tugas dengan dimotivasi oleh kepentingan, dan juga berdasarkan prasyarat dari ambisi dan hasrat mereka yang meluap-luap. Apa niat antikristus dalam melaksanakan tugas mereka? Niat mereka adalah untuk bertransaksi, untuk melakukan pertukaran. Dapat dikatakan bahwa ini adalah syarat-syarat yang mereka tetapkan untuk melaksanakan tugas: 'Jika aku melaksanakan tugasku, aku harus memperoleh berkat dan mendapatkan tempat tujuan yang baik. Aku harus memperoleh semua berkat dan manfaat yang tuhan katakan telah dipersiapkan bagi manusia. Jika aku tidak dapat memperolehnya, aku tidak akan melaksanakan tugas ini.' Mereka datang ke rumah Tuhan untuk melaksanakan tugas mereka dengan niat, ambisi, dan hasrat seperti itu. Tampaknya seolah mereka memang memiliki ketulusan, dan tentu saja, bagi mereka yang baru percaya dan baru mulai melaksanakan tugas mereka, itu juga dapat disebut sebagai semangat. Namun, tidak ada iman atau kesetiaan sejati dalam hal ini; hanya ada tingkat semangat tertentu. Itu tidak dapat disebut ketulusan. Dilihat dari sikap antikristus terhadap pelaksanaan tugas mereka, ini sepenuhnya bersifat transaksional dan dipenuhi dengan hasrat mereka akan keuntungan, seperti menerima berkat, masuk ke dalam kerajaan surga, memperoleh mahkota, dan menerima upah. Jadi, sebelum diusir, ada banyak antikristus yang di luarnya terlihat melaksanakan tugas mereka dan bahkan meninggalkan dan menderita lebih banyak daripada orang kebanyakan. Apa yang mereka korbankan dan harga yang mereka bayar setara dengan Paulus, dan mereka juga tidak kurang sibuk dibandingkan Paulus. Ini adalah sesuatu yang dapat dilihat semua orang. Dalam hal perilaku dan tekad mereka untuk menderita dan membayar harga, mereka seharusnya menerima sesuatu. Namun, Tuhan tidak memandang orang berdasarkan perilaku lahiriah mereka, tetapi berdasarkan esensi mereka, watak mereka, apa yang mereka perlihatkan, serta natur dan esensi dari setiap hal yang mereka lakukan. Ketika orang menilai dan memperlakukan orang lain, mereka menentukan siapa diri mereka hanya berdasarkan perilaku lahiriah mereka, seberapa banyak mereka menderita, dan harga seperti apa yang mereka bayar, dan ini adalah kesalahan besar" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Aku menyadari bahwa Tuhan menyingkapkan para antikristus sebagai orang yang melaksanakan tugas mereka demi berkat dan mahkota, bahwa semua pengorbanan mereka dilakukan untuk tawar-menawar dengan Tuhan demi berkat untuk masuk ke dalam kerajaan surga, dan pelaksanaan tugas seperti itu sama sekali tidak setia atau tulus. Jika mereka tidak menerima berkat, mereka akan banyak mengeluh, dan bahkan membantah-Nya serta mencoba membalas dendam. Aku membandingkan perilakuku sendiri dengan hal ini dan menyadari itu sama seperti perilaku seorang antikristus. Pada awalnya, ketika aku menyadari radang sendi kronisku sembuh setelah percaya kepada Tuhan, aku dipenuhi dengan rasa syukur kepada Tuhan, dan dengan pola pikir bahwa Tuhan menyembuhkanku serta aku akan dapat memperoleh tempat tujuan yang baik, aku secara aktif menyebarkan Injil dan melaksanakan tugas-tugasku. Tanpa peduli angin, hujan, panas, atau dingin, aku bekerja tanpa kenal lelah untuk mempersiapkan perbuatan baik dengan menyebarkan Injil, dan meskipun saudara, teman, dan kolega mengejek serta memfitnahku, aku tidak mundur. Namun, ketika penyakitku kambuh, dan ketika aku melihat orang-orang dengan penyakit yang sama meninggal, aku mengeluh bahwa Tuhan tidak melindungiku, dan bahkan tidak ingin melaksanakan tugas-tugasku lagi, takut bahwa menanggung lebih banyak kekhawatiran dapat memperburuk kondisiku dan mempercepat kematianku. Melalui penyingkapan fakta, aku menyadari bahwa kepercayaanku kepada Tuhan dan pelaksanaan tugasku hanya dilakukan untuk tawar-menawar dengan Tuhan, dan bahwa semua pengorbananku adalah agar Tuhan menyembuhkanku dan aku dapat mencapai hasil serta tempat tujuan yang baik. Ketika keinginanku untuk mendapatkan berkat hancur, aku bahkan tidak mau melaksanakan lebih banyak tugas, takut menimbulkan kerugian pada kepentingan fisikku. Aku sama sekali tidak memiliki kesetiaan atau ketulusan terhadap Tuhan. Aku mengatakan bahwa aku akan melaksanakan tugasku dengan baik dan membalas kasih Tuhan, tetapi sebenarnya, aku menipu Tuhan, mencoba menggunakan tugasku sebagai alat tawar-menawar demi berkat di masa depan. Aku benar-benar egois, hina, dan licik! Aku menjunjung tinggi hukum iblis "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya" dan dalam segala hal yang kulakukan, semuanya untuk diriku sendiri, menolak untuk melakukan apa pun jika aku tidak mendapatkan keuntungan. Setelah percaya kepada Tuhan, semua yang kulakukan tetaplah demi mendapatkan berkat dan keuntungan. Aku serakah dan egois dan jika aku tidak dapat memperoleh keuntungan, aku akan berbalik melawan Tuhan untuk membalas dendam. Aku tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan dan benar-benar tidak memiliki kemanusiaan!
Kemudian aku teringat pada satu bagian firman Tuhan: "Engkau harus tahu orang-orang macam apa yang Aku inginkan; mereka yang tidak murni tidak diizinkan masuk ke dalam kerajaan, mereka yang tidak murni tidak diizinkan mencemarkan tanah yang kudus. Meskipun engkau mungkin sudah melakukan banyak pekerjaan, dan telah bekerja selama bertahun-tahun, pada akhirnya, jika engkau masih sangat kotor, maka menurut hukum Surga tidak dapat dibenarkan jika engkau berharap dapat masuk ke dalam kerajaan-Ku! Semenjak dunia dijadikan sampai saat ini, tak pernah Aku menawarkan jalan masuk yang mudah ke dalam kerajaan-Ku kepada orang-orang yang menjilat untuk mendapatkan perkenanan-Ku. Ini adalah peraturan surgawi, dan tak seorang pun dapat melanggarnya!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa hanya mereka yang memperoleh kebenaran dan memiliki perubahan watak yang dapat memasuki kerajaan Tuhan. Tuhan menyukai orang yang jujur. Orang yang jujur mencintai kebenaran, dan melaksanakan tugasnya tanpa tawar-menawar atau menuntut. Mereka dapat dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, dan orang-orang seperti itulah yang Tuhan ingin selamatkan. Namun, orang-orang yang percaya kepada Tuhan tetapi tidak mengejar kebenaran dan hanya tawar-menawar dengan Tuhan demi memperoleh berkat, mengeluh dan menentang Tuhan ketika keinginan mereka gagal. Orang-orang seperti itu, sebanyak apa pun mereka menyibukkan diri atau menderita, akan tetap disingkirkan oleh Tuhan. Hal ini ditentukan oleh esensi Tuhan yang benar dan kudus. Dalam tugas dan imanku kepada Tuhan, aku mencoba tawar-menawar dengan Tuhan, memperlakukan Tuhan sebagai harta karun, dan sebagai dokter untuk menyembuhkan penyakitku. Ketika keinginanku tidak terpenuhi, aku berteriak menuntut dan menentang Tuhan. Aku benar-benar tidak tahu malu! Tuhan adalah Sang Pencipta, dan aku adalah makhluk ciptaan. Melaksanakan tugasku adalah tanggung jawab dan kewajibanku. Membuat tuntutan yang tidak masuk akal kepada Tuhan dan memiliki niat seperti itu dalam tugasku, bagaimana mungkin ini tidak membuat Tuhan membenci dan muak padaku? Aku teringat akan Paulus. Sejak awal, dia bekerja dan mengorbankan dirinya hanya untuk memperoleh mahkota kebenaran. Dia melakukan perjalanan ke sebagian besar Eropa untuk menyebarkan Injil, mengalami banyak penderitaan, dan melaksanakan banyak pekerjaan. Namun, semua hal yang dia lakukan bukanlah untuk membalas kasih Tuhan, atau untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, melainkan untuk memperoleh berkat dan upah bagi dirinya sendiri, sehingga pada akhirnya dia dapat mengucapkan kata-kata ini: "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Pengorbanan dan pengeluaran Paulus tidaklah bersifat tulus atau taat. Semua itu hanya dilakukan untuk tawar-menawar dengan Tuhan, dan untuk menipu serta memanfaatkan-Nya. Akhirnya, dia menyinggung watak Tuhan dan dilemparkan ke neraka. Dalam imanku, aku selalu ingin agar Tuhan menyembuhkan penyakitku, untuk memuaskan keinginan egoisku, dan seperti Paulus, aku selalu ingin menerima berkat dari Tuhan. Jika aku tidak menebus kesalahan, hasil akhirku akan menjadi hukuman serupa seperti yang dialami Paulus. Melaksanakan tugasku dengan niat tercela seperti itu dan masih menginginkan perkenanan Tuhan, betapa aku ingin menipu! Setelah menyadari hal ini, aku merasa malu, terhina, dan bersalah. Aku memikirkan tentang bagaimana Tuhan berinkarnasi dua kali di bumi, menanggung segala macam kesulitan manusia demi menyelamatkan kita manusia yang rusak, mengucapkan begitu banyak firman dan secara pribadi memimpin serta menyirami kita dalam kegelapan, tidak pernah meminta apa pun dari kita, atau menuntut apa pun dari kita. Aku menikmati begitu banyak kebenaran yang Tuhan sediakan, dan melaksanakan tugasku adalah apa yang seharusnya kulakukan sebagai makhluk ciptaan, tetapi aku masih ingin tawar-menawar dengan Tuhan dan menuntut-Nya. Aku benar-benar jahat! Aku memikirkan tentang bagaimana aku, di ambang kematian, memiliki kesempatan untuk mendengar suara Tuhan dan kembali ke rumah-Nya, makan dan minum firman Tuhan serta menikmati perbekalan kehidupan, dan bagaimana Tuhan telah menyembuhkan penyakitku dan mengizinkan aku hidup sampai sekarang. Semua ini adalah pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Semua yang Tuhan lakukan untukku adalah kasih dan keselamatan-Nya. Mampu melaksanakan tugas adalah kasih karunia Tuhan dan apa yang seharusnya kulakukan. Namun, aku tidak tahu cara bersyukur, dan malah menggunakannya sebagai modal untuk tawar-menawar dengan Tuhan, dan terus-menerus menuntut Tuhan. Aku benar-benar tidak punya hati nurani dan kemanusiaan, dan berutang begitu banyak kepada Tuhan! Makin aku memikirkannya, makin aku menyesal, dan aku berdoa kepada Tuhan dalam hatiku, bersumpah bahwa sejak saat itu, aku tidak akan lagi hidup demi mendapatkan berkat, bahwa aku akan mengejar kebenaran, tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan, dan melaksanakan tugasku dengan benar.
Setelah itu, aku membaca lebih banyak firman Tuhan, dan memahami bagaimana cara menangani penyakit dan kematian dengan benar. Tuhan berfirman: "Apakah orang akan jatuh sakit atau tidak, penyakit serius apa yang akan mereka derita, dan akan seperti apa kesehatan mereka pada setiap tahap kehidupan, semua itu tidak dapat diubah oleh kehendak manusia, tetapi semua itu telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. ... Jadi, jenis penyakit yang akan diderita tubuh manusia pada waktu atau pada usia tertentu, dan akan seperti apa kesehatan mereka, semua itu adalah hal-hal yang diatur oleh Tuhan dan manusia tidak dapat menentukan sendiri hal-hal ini; sama seperti kapan orang dilahirkan, mereka tidak dapat menentukannya sendiri. Jadi, bukankah bodoh merasa tertekan, cemas, dan khawatir tentang hal-hal yang tidak dapat kautentukan sendiri? (Ya.) Orang seharusnya mengatasi hal-hal yang mampu mereka atasi sendiri, sedangkan untuk hal-hal yang tak mampu mereka lakukan sendiri, mereka harus menunggu Tuhan; orang harus tunduk di dalam hatinya dan memohon kepada Tuhan untuk melindungi mereka—inilah pola pikir yang harus orang miliki. Ketika penyakit benar-benar menyerang dan kematian sudah dekat, orang harus tunduk dan tidak mengeluh atau memberontak terhadap Tuhan atau mengatakan hal-hal yang menghujat Tuhan atau hal-hal yang menyerang diri-Nya. Sebaliknya, orang harus bersikap sebagai makhluk ciptaan, dan mengalami serta menghargai semua yang berasal dari Tuhan—mereka tidak boleh berusaha membuat pilihan mereka sendiri. Ini seharusnya menjadi pengalaman istimewa yang memperkaya hidupmu, dan ini belum tentu hal yang buruk, bukan? Jadi, dalam hal penyakit, orang harus terlebih dahulu membereskan pemikiran dan pandangan mereka yang keliru tentang asal muasal penyakit, sehingga mereka tidak akan lagi mengkhawatirkan hal ini; selain itu, manusia tidak berhak untuk mengendalikan hal-hal yang mereka ketahui dan tidak mereka ketahui, mereka juga tidak mampu mengendalikan semua ini, karena semua hal ini berada di bawah kedaulatan Tuhan. Sikap dan prinsip penerapan yang harus orang miliki adalah menunggu dan tunduk. Dari memahami hingga menerapkan hal ini, semuanya harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran—inilah yang dimaksud dengan mengejar kebenaran" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (4)"). "Jika seseorang mohon agar dirinya mati, dia belum tentu akan mati; jika seseorang mohon agar dirinya hidup, dia belum tentu akan hidup. Semua ini berada di bawah kedaulatan dan penentuan Tuhan, dan diubah serta diputuskan oleh otoritas Tuhan, oleh watak benar Tuhan, dan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Jadi, seandainya engkau menderita penyakit serius, penyakit serius yang berpotensi mengakibatkan kematian—siapa yang memutuskan apakah engkau akan mati atau tidak? (Tuhan.) Tuhanlah yang memutuskan. Dan karena Tuhanlah yang memutuskan dan manusia tidak dapat memutuskan hal semacam itu, apa gunanya manusia merasa cemas dan tertekan mengenainya? Itu seperti siapa orang tuamu, kapan dan di mana engkau dilahirkan—hal-hal ini juga tidak dapat kaupilih. Pilihan paling bijaksana dalam hal ini adalah membiarkan segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, tunduk dan tidak memilih, tidak mengerahkan pikiran atau tenagamu untuk hal seperti ini, dan tidak merasa tertekan, cemas, atau khawatir tentangnya. Karena manusia tidak dapat memilih sendiri hal ini, mengerahkan begitu banyak tenaga dan pikiran untuk hal ini adalah bodoh dan tidak bijaksana" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (4)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa waktu dan jenis penyakit yang diderita seseorang semuanya berada di bawah kedaulatan dan ketetapan Tuhan, bukan pilihan manusia, dan orang-orang harus melepaskan emosi negatif seperti kesusahan, kekhawatiran, dan kecemasan, menghadapi semua ini dengan tenang, tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, serta mencari maksud Tuhan untuk memetik pelajaran. Ketika merenungkan firman Tuhan, tiba-tiba aku merasakan pencerahan di hatiku. Kapan aku sakit, separah apa penyakitku, dan kapan aku meninggal, semua berada dalam pengaturan Tuhan. Bukan berarti aku dapat menghindari kematian dengan takut akan hal itu, dan bukan berarti aku dapat mati hanya karena menginginkannya. Penyakitku yang parah, kelumpuhan, atau kematianku semuanya atas seizin Tuhan, dan aku tidak berhak mengeluh atau menuntut hal-hal dari Tuhan. Aku teringat bagaimana ketika Ayub menghadapi penyakit dan malapetaka, dia tidak mengeluh kepada Tuhan atau kehilangan iman. Sebaliknya, dia memuji kebenaran Tuhan dari lubuk hatinya, dengan mengatakan: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Aku, setelah menikmati penyiraman dan perbekalan begitu banyak firman Tuhan, tidak seharusnya menuntut apa pun kepada Tuhan ketika menghadapi penyakit. Entah Tuhan mengangkat penyakitku atau membiarkannya tetap bersamaku selamanya, itu semua adalah bagian dari niat baik Tuhan, dan tidak seharusnya aku mengeluh atau membuat tuntutan. Sekalipun suatu hari nanti aku menjadi lumpuh atau menghadapi ajal, aku akan tetap tunduk pada pengaturan Sang Pencipta. Yang perlu kulakukan sekarang adalah menghadapi penyakit dan kematian dengan benar, melepaskan diri dari kesusahan, kecemasan, dan kekhawatiran, dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Aku merenungkan kembali bagaimana selama dua puluh tahun terakhir ini, mereka yang menderita penyakit yang sama sepertiku, tanpa memandang usia, apakah mereka sakit lebih awal atau lebih lambat, banyak di antara mereka yang meninggal. Jika bukan karena perlindungan Tuhan, aku tidak akan hidup saat ini. Fakta bahwa aku hidup saat ini dan menikmati penyiraman begitu banyak firman Tuhan sudah merupakan kasih karunia Tuhan. Dengan memahami hal-hal ini, aku tidak lagi merasa takut tentang kapan aku akan mati, dan aku menjadi bersedia tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Setelah itu, setiap hari aku berfokus pada makan dan minum firman Tuhan, merenungkan firman Tuhan, menulis artikel-artikel pengalaman, dan terlepas dari seberapa parah penyakitku, aku berdoa, makan dan minum firman Tuhan, menghadiri pertemuan, dan melaksanakan tugas-tugasku seperti biasa. Kadang kala, ketika penyakit itu kambuh parah, aku berdoa kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya, memohon agar Dia menjaga hatiku agar tetap tunduk. Di saat yang sama, aku terus-menerus merenungkan dan mengenali niat-niat yang tidak murni dalam diriku, dan segera mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Dengan menerapkan seperti ini, hubunganku dengan Tuhan menjadi lebih dekat, dan aku merasa bahwa penyakit ini merupakan perlindungan yang luar biasa bagiku. Kemudian, tanpa kusadari, rasa sakit di sekujur tubuhku berkurang, dan tekanan darah serta gula darahku pun kembali normal. Aku tahu ini adalah belas kasihan dan perlindungan Tuhan bagiku, dan aku bersyukur serta memuji Tuhan dalam hatiku!
Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Katakan kepada-Ku, siapakah di antara miliaran orang di seluruh dunia ini yang begitu diberkati bisa mendengar begitu banyak firman Tuhan, memahami begitu banyak kebenaran hidup, dan memahami begitu banyak misteri? Siapakah di antara mereka yang dapat secara pribadi menerima bimbingan Tuhan, perbekalan dari Tuhan, pemeliharaan dan perlindungan-Nya? Siapakah yang begitu diberkati? Sangat sedikit. Jadi, jika engkau yang sedikit ini dapat hidup di rumah Tuhan sekarang ini, menerima keselamatan-Nya, dan menerima perbekalan-Nya, betapa berartinya hidupmu sekalipun engkau harus mati saat ini juga. Engkau benar-benar sangat diberkati, bukan? (Ya.) Jika orang mampu melihatnya dari sudut pandang ini, tidak seharusnya mereka begitu ditakutkan oleh masalah kematian, dan mereka juga tidak seharusnya dikekang olehnya. Sekalipun engkau belum menikmati kemuliaan dan kekayaan dunia ini, engkau telah menerima belas kasihan Sang Pencipta dan mendengar begitu banyak firman Tuhan—bukankah ini adalah kebahagiaan? (Ya.) Berapa tahun pun engkau menjalani kehidupanmu di dunia ini, hidupmu berarti dan engkau tidak menyesalinya, karena selama ini engkau selalu melaksanakan tugasmu dalam pekerjaan Tuhan, engkau telah memahami kebenaran, memahami misteri kehidupan, dan memahami jalan dan tujuan yang harus kaukejar dalam hidup ini—engkau telah memperoleh begitu banyak! Engkau telah menjalani kehidupan yang sangat berarti!" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (4)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku meneteskan air mata. Aku beruntung mendengar suara Tuhan di zaman akhir dari rencana pengelolaan Tuhan, hidup di bawah pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, menikmati perbekalan dan penyiraman begitu banyak firman-Nya, serta memahami begitu banyak misteri kebenaran, menikmati berkat-berkat yang belum pernah dialami orang-orang sepanjang sejarah. Bahkan jika aku harus mati sekarang, itu akan setimpal. Karena aku masih hidup, aku harus menghargai setiap hari yang tersisa dan dengan tekun melaksanakan tugasku. Rasa sakitku berkurang hari demi hari, pembengkakan di sendi kakiku telah berkurang drastis, sendi pergelangan kaki kananku pada dasarnya telah kembali normal, dan rasa sakit di sekujur tubuhku juga telah berkurang. Saudara-saudari berkata bahwa wajahku menjadi lebih berseri, berbinar-binar tampak sehat, dan seolah-olah aku telah menjadi orang yang berbeda. Aku sangat gembira, dan dalam hatiku, aku terus-menerus bersyukur kepada Tuhan atas kasih dan keselamatan-Nya!
Melalui penyingkapan tentang penyakit itulah akhirnya aku menyadari pandanganku tentang kepercayaan kepada Tuhan itu salah, bahwa aku tidak memenuhi tanggung jawab dan kewajibanku sebagai makhluk ciptaan, tetapi malah mencari berkat dan menggunakan tugasku untuk tawar-menawar dengan Tuhan, sehingga kehilangan hati nurani dan nalar sebagai orang normal. Sekarang, aku memiliki sedikit pemahaman tentang watakku yang rusak dan beberapa perubahan dalam pandanganku yang keliru tentang pengejaran. Ini adalah hasil dari firman Tuhan, dan terlebih lagi, inilah kasih Tuhan. Syukur kepada Tuhan atas keselamatan-Nya!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudari Yang Qing, TiongkokPada Juli 2006, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Suamiku mendukung...
Oleh Saudari Xin Jie, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak...
Pada Mei 2017, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Ketika suamiku melihat aku sembuh dari penyakit dan menikmati...
Oleh Wenwen, Provinsi Jilin Konsepsiku selama ini adalah sepanjang aku melakukan segala hal dengan cara yang benar, dan tidak menunjukkan...