Pengalaman Lebih Dalam Akan Kasih Tuhan Dengan Memasuki Sarang Setan

18 Oktober 2019

Oleh Saudari Fenyong, Provinsi Shanxi

Meskipun dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuaku sejak aku masih kecil, dalam hatiku, aku sering merasa kesepian dan tidak memiliki seorang pun tempatku bersandar. Aku sepertinya selalu dicengkeram oleh kesengsaraan yang tak terpahami yang tidak mampu kuatasi. Aku sering bertanya pada diriku sendiri: Mengapa orang hidup? Bagaimana seharusnya kita hidup? Namun Tetapi aku tidak pernah dapat menemukan jawabannya. Pada tahun 1999, akhirnya aku mendapat keberuntungan dengan menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman. Makanan dan perbekalan firman Tuhan menghibur hatiku yang kesepian, dan aku merasa bahwa pada akhirnya aku pulang. Aku merasa sangat aman dan terlindung. Baru pada saat itulah akhirnya aku tahu apa artinya bahagia. Kemudian, aku membaca dalam firman Tuhan bahwa: "Tanpa Tuhan di dalam hatinya, dunia batin manusia gelap, tanpa pengharapan dan hampa. ... Kedudukan serta kehidupan Tuhan tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Umat manusia tidak hanya membutuhkan masyarakat yang adil, tempat di mana setiap orang mendapat cukup makanan dan diperlakukan dengan setara serta mendapat kebebasan, yang dibutuhkan umat manusia adalah keselamatan Tuhan dan perbekalan-Nya untuk kehidupan mereka" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Lampiran 2: Tuhan Mengendalikan Nasib Seluruh Umat Manusia"). Demikianlah, akhirnya aku menemukan bahwa makan enak, mengenakan pakaian mewah, dan bersenang-senang bukanlah hal yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Yang dibutuhkan manusia adalah keselamatan dari Tuhan dan penyediaan kehidupan dari Tuhan. Hanya dengan hal-hal inilah, kekosongan dalam jiwa manusia dapat diatasi. Pertanyaan-pertanyaan yang telah lama meresahkan aku akhirnya terjawab: Tuhan peduli pada setiap makhluk ciptaan—manusia harus hidup dengan mengandalkan Tuhan dan mereka harus hidup untuk Tuhan, sebab hanya dengan hidup seperti inilah, kehidupan manusia menjadi bermakna. Ketika aku membaca lebih banyak tentang firman Tuhan, sedikit demi sedikit aku mulai memahami beberapa kebenaran, dan kemudian aku menjalankan berbagai tugas di gereja. Aku sering pergi ke pertemuan ibadah dan bersekutu dengan saudara-saudariku, dan aku melewati hari-hariku dengan perasaan seolah-olah aku sedang menjalani kehidupan yang lengkap dan memuaskan. Namun, penangkapan secara tiba-tiba menghancurkan kehidupanku yang tenang dan melemparkanku ke dalam sarang setan ....

Saat itu hujan turun, di musim panas pada 17 Juli 2009, ketika aku dan tiga saudariku terbangun dari tidur siang mendengar anjing di halaman tiba-tiba mulai menggonggong terus-menerus. Aku menengok keluar untuk mengamati apa yang sedang terjadi, dan aku melihat lebih dari 20 polisi berpakaian preman memanjat tembok ke dalam halaman. Sebelum aku sempat bereaksi, mereka bergegas masuk ke dalam rumah dan menyeret kami ke ruang tamu. Perubahan keadaan secara tiba-tiba ini membuatku panik sembari bertanya-tanya dalam hatiku bagaimana aku akan menjawab interogasi polisi. Namun pada saat itu, sebuah gagasan muncul di benakku: Tuhan telah mengizinkan keadaan ini terjadi, jadi aku harus tunduk. Setelah itu, polisi memerintahkan kepada kami untuk berjongkok dan dua orang dari mereka memelintir lenganku ke belakang, menempelkan tongkat kejut listrik ke leherku, dan memakaikan penutup pada kepalaku. Mereka terus menekanku dan kakiku menjadi kebas. Gerakan sekecil apa pun menimbulkan rentetan kata-kata kotor dan caci maki. Para polisi jahat ini dengan liar mengubrak-abrik rumah bagaikan bandit, dan aku terus berdoa kepada Tuhan di dalam hatiku dengan berkata, "Tuhan! Aku tahu segala sesuatu berada dalam tangan-Mu dan melalui maksud baik-Mu aku telah dihadapkan dengan situasi ini. Sekalipun aku tidak mengerti sekarang, aku bersedia tunduk. Tuhan! Aku merasa sangat panik sekarang, aku takut sekali, dan aku tidak tahu keadaan macam apa yang harus kuhadapi selanjutnya. Aku tahu tingkat pertumbuhanku terlalu kecil, dan aku kurang memahami kebenaran, jadi kumohon perlindungan dan tuntunan-Mu. Berilah aku iman dan kekuatan, agar aku dapat berdiri teguh, dan tidak menjadi Yudas dan mengkhianati-Mu." Aku berdoa berulang kali, tidak berani meninggalkan Tuhan meski sedetik pun. Dalam penggeledahan mereka, polisi menemukan empat komputer laptop, beberapa ponsel, beberapa USB flash drive dan pemutar MP3, dan lebih dari 1.000 RMB uang tunai. Setelah selesai menggeledah rumah, mereka menyita semua yang mereka temukan, memotret masing-masing dari kami, dan kemudian memaksa kami masuk ke dalam kendaraan mereka. Dalam perjalanan ke luar, aku melihat banyak mobil polisi dan polisi yang banyaknya lebih dari yang bisa kuhitung.

Polisi membawa kami ke suatu asrama di sebuah subdaerah militer, tempat mereka memisahkan kami lalu menginterogasi kami secara terpisah. Ada dua polisi yang menjaga pintu. Segera setelah mereka mendorongku ke dalam ruangan, tiga petugas pria dan satu petugas wanita mulai menanyaiku. Salah satu petugas pria mulai bertanya, "Dari mana asalmu? Siapa namamu? Apa yang kau lakukan di daerah ini? Di mana uang gereja?" Aku terus berdoa kepada Tuhan dalam hatiku, dan apa pun yang mereka tanyakan kepadaku, aku menolak bersuara. Melihat ini, mereka semua kehilangan kesabaran. Mereka memerintahkan agar aku berdiri tegak lurus dan tidak mengizinkan aku bersandar di dinding. Dengan cara ini, mereka terus bergantian menginterogasiku selama tiga hari tiga malam dan, selama waktu itu, mereka tidak mengizinkan aku makan atau tidur. Tubuhku yang sudah kurus dan lemah tidak tahan terhadap perlakuan kejam semacam itu. Kepalaku serasa siap meledak, aku merasa seolah-olah jantungku telah dilubangi, aku lelah dan lapar, dan tidak bisa menjaga keseimbanganku. Tetapi setiap kali aku memejamkan mata, mereka menyodokku dan berkata, "Jangan tidur sebelum kau menjawab pertanyaan kami! Enak saja! Kami memiliki semua waktu di dunia ini. Mari kita lihat berapa lama kau bisa bertahan!" Mereka sering bertanya kepadaku tentang gereja. Aku sangat gugup sepanjang siksaan itu, dan ketakutan kalau-kalau aku akan membiarkan sesuatu terucap karena kelalaian. Aku merasa tersiksa secara fisik dan rohani, tetapi ketika aku berpikir bahwa aku telah menanggung semua yang mampu kutanggung dan tidak sanggup lagi bertahan, Tuhan mencerahkan aku dengan membuatku mengingat bagian dari firman-Nya: "Ketika menghadapi penderitaan, engkau harus mampu untuk tidak memedulikan daging dan tidak mengeluh kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyembunyikan diri-Nya darimu, engkau harus mampu memiliki iman untuk mengikuti-Nya, menjaga kasihmu kepada-Nya tanpa membiarkan kasih itu hilang atau berkurang. Apa pun yang Tuhan lakukan, engkau harus tunduk pada rancangan-Nya, dan siap untuk mengutuki dagingmu sendiri daripada mengeluh kepada-Nya. Ketika dihadapkan pada ujian, engkau harus memuaskan Tuhan, meskipun engkau mungkin menangis getir atau merasa enggan berpisah dengan beberapa objek yang engkau kasihi. Hanya inilah kasih dan iman yang sejati. Bagaimanapun tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya, engkau pertama-tama harus memiliki keinginan untuk menderita dan memiliki iman yang sejati, dan engkau juga harus memiliki keinginan untuk meninggalkan daging" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Setiap baris firman Tuhan memberiku dorongan. Benar, Iblis menggunakan kelemahan fisikku untuk menyerang aku. Ia berharap menggunakan hasratku untuk melindungi dagingku dan hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, untuk membuatku tunduk kepadanya. Aku tidak bisa membiarkan Iblis menipuku dan menjadikan aku hidup seperti Yudas yang pengecut dan hina. Aku rela hidup menurut firman Tuhan, meninggalkan daging, dan menerapkan kasihku kepada Tuhan. Aku lebih suka mengutuk dagingku sendiri daripada mengeluh atau mengkhianati Tuhan. Firman Tuhan adalah sumber kekuatan tanpa batas, dan memberiku tekad untuk menanggung penderitaanku. Tengah malam pada hari yang ketiga, seorang pria paruh baya datang, tampaknya atasan mereka, dan setelah melihat bahwa mereka tidak bisa mendapatkan informasi apa pun dariku, dia datang lalu berdiri langsung di depanku dan berkata, "Kau adalah seorang wanita muda, dan wajahmu tidak jelek. Kau dapat melakukan apa pun yang kau inginkan. Mengapa kau bersikeras percaya kepada Tuhan? Mengapa tidak memberi tahu kami apa yang kau ketahui? Mengulur-ulur waktu tidak akan ada gunanya bagimu. Semakin lama kau mengulur waktu, semakin kau harus menderita." Pada saat itu, dagingku sangat lemah, dan tekadku mulai goyah. Aku berpikir, "Mungkin aku harus memberi tahu mereka sesuatu yang tidak penting. Jika aku terus mengulur-ulur waktu seperti ini, siapa yang tahu cara lain apa yang akan mereka gunakan untuk menyiksaku?" Tetapi aku langsung berpikir, "Tidak! Aku tidak bisa mengatakan apa pun! Jika aku membiarkan sesuatu terucap, mereka akan bertanya lebih banyak lagi. Tidak akan ada hentinya begitu aku melakukannya, dan kemudian aku benar-benar akan menjadi seorang Yudas." Ketika menyadari ini, aku mengerti bahwa aku hampir terpikat pada tipu muslihat Iblis. Ini berbahaya! Betapa jahat dan kejinya setan! Mereka mengeksploitasi kelemahanku, menggunakan teknik keras maupun lunak untuk membuatku mengkhianati gereja. Aku tidak bisa membiarkan diriku ditipu oleh Iblis. Lebih baik aku mati sebelum kulakukan sesuatu yang mengkhianati Tuhan.

Pada hari keempat, ketika polisi jahat ini melihat bahwa aku belum memberi tahu mereka apa pun, mereka mencoba taktik lain. Mereka membawaku ke ruangan lain dan menutup pintunya. Kemudian, aku ingat pernah mendengar seseorang menggambarkan bagaimana polisi membawa seorang saudari ke dalam sel penjara yang penuh dengan pria dan membiarkan para tahanan pria itu merendahkannya. Aku merasa sangat takut, seolah-olah aku adalah seekor domba di mulut harimau tanpa harapan untuk melarikan diri, dan aku berpikir, "Bagaimana mereka akan menyiksaku sekarang? Apakah aku akan mati di ruangan ini? ... Tuhan, kumohon lindungilah aku dan berilah aku kekuatan!" Berkali-kali aku berdoa dan berseru kepada Tuhan, tidak berani meninggalkan Dia sejenak pun. Polisi jahat itu duduk di tempat tidur. Mereka menyuruhku berdiri di depan mereka dan mengajukan pertanyaan yang sama, dan ketika mereka melihatku tetap bungkam, salah satu dari mereka menjadi sangat marah. Dia meraih tanganku, memelintirnya ke belakang, memborgolku, dan memerintahkan aku untuk berdiri dalam posisi kuda-kuda. Kakiku sudah lemas pada saat ini. Kedua kakiku terlalu lemah untuk berdiri, apalagi menopangku dalam posisi kuda-kuda. Aku tidak bisa mempertahankan posisi ini bahkan selama satu menit. Ketika postur tubuhku tidak memenuhi persyaratan mereka, salah satu dari mereka menendang tulang keringku dengan keras, merobohkanku ke lantai. Seorang petugas polisi pria besar melangkah maju dan mengangkatku dengan memegang borgolku, kemudian mengangkat tanganku yang berada di belakang punggungku tinggi-tinggi ke udara, sembari melakukannya, ia mencaci maki aku, "Kau mau bicara sekarang? Jangan menguji kesabaranku!" Semakin tinggi ia mengangkatku, semakin ketat borgolnya, dan aku menjerit kesakitan. Semakin aku menjerit, semakin tinggi ia mengangkatku dan semakin kejam ia memakiku, dan satu-satunya yang kurasakan saat itu adalah lengan dan pergelangan tanganku siap patah kapan saja. Dalam kesengsaraanku, satu bagian dari firman Tuhan muncul di pikiranku. "Selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan sampai helaan napasmu yang terakhir, engkau tetap harus setia kepada Tuhan, dan berada dalam pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Pada saat itu, aku sungguh-sungguh merasakan penghiburan dan dorongan Tuhan. Aku merasa bahwa Tuhan berada di pihakku, bahwa Dia besertaku, mendorongku untuk berdiri teguh seberapa pun hebatnya penderitaan ini, dan tetap setia kepada-Nya sampai akhir, karena hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema. Diam-diam aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, sekarang Engkau menghendaki aku untuk berdiri teguh dan bersaksi bagi-Mu. Sehebat apa pun penderitaanku, aku akan bersaksi bagi-Mu di hadapan Iblis, dan bahkan jika aku mati, aku tidak akan mengkhianati Engkau! Aku tidak akan tunduk pada Iblis!" Setelah satu putaran siksaan, polisi melihat bahwa aku tetap belum berbicara, jadi dia melemparkan aku dengan kejam ke lantai. Setelah itu, aku melihat borgol itu telah menimbulkan dua luka yang dalam di pergelangan tanganku, dan rasa sakit itu sepertinya merobekku. Bahkan hari ini, aku tidak bisa mengangkat benda-benda berat dengan pergelangan tangan kananku.

Selama sepuluh hari polisi sebentar-sebentar menyiksaku untuk mendapatkan informasi tentang gereja. Ketika melihat bahwa taktik agresif mereka tidak berhasil, mereka mencoba strategi yang berbeda. Suatu hari, mereka mengirim seorang petugas wanita untuk mendekatiku. Petugas wanita itu membawakan aku beberapa produk barang keperluan sehari-hari, dan kemudian mencoba mengambil hatiku, berkata, "Lihatlah dirimu—seorang wanita muda, cantik, dengan ijazah yang pasti bagus. Jika kau tidak percaya kepada Tuhan, kita bisa berteman. Jika kau tidak memiliki tempat lain untuk dituju, kau bisa tinggal di rumahku. Aku bisa membantumu mendapatkan pekerjaan yang bagus di sini, dan memperkenalkanmu kepada seorang kekasih yang baik. Kau bisa memiliki rumah sendiri, suami, anak, dan menikmati hari-hari bersama keluargamu. Bukankah itu menyenangkan? Sedangkan seperti sekarang ini, kau tidak bisa pulang. Apakah kau tidak merindukan rumah dan orang tuamu?" Petugas laki-laki di sebelah mereka bergabung, berkata, "Itu benar. Mengapa kau menghabiskan hari-harimu dalam persembunyian, berpindah dari satu tempat ke tempat lain? Mengapa menempatkan dirimu melalui semua itu? Asalkan kau bekerja sama dengan kami, aku berjanji ada jalan keluar dari semua ini untukmu." Aku mendengar mereka membujukku, dan hatiku tentu saja menjadi lemah, "Mereka benar. Aku telah menghabiskan tahun-tahun terakhir ini dalam persembunyian, takut ditangkap oleh polisi. Aku tidak mempunyai alamat tetap, dan aku selalu ketakutan. Kapankah hari-hari penganiayaan ini akan berakhir? Hidup seperti ini benar-benar menyedihkan!" Tetapi pikiran itu langsung membawa kegelapan ke dalam hatiku, jadi aku berseru kepada Tuhan, "Tuhan! Aku tahu keadaanku tidak benar. Aku mengajukan tuntutan kepada-Mu dan mengeluh tentang Engkau. Ini adalah pemberontakan dan penentanganku. Tuhan! Aku memohon kepada-Mu agar mencerahkanku sehingga aku dapat berpaling dari keadaan yang tidak benar ini, menghentikan rencana jahat Iblis agar tidak berhasil, dan mencegah diriku terjatuh ke dalam jerat Iblis." Setelah berdoa, aku ingat satu bagian dari firman Tuhan: "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna penting sejatinya. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Pencerahan dalam Firman Tuhan mencerahkan hatiku. Aku mulai memahami pentingnya mengalami penganiayaan dan kesengsaraan. Tuhan memakai penganiayaan setan-setan ini demi memberi kita tekad untuk menanggung penderitaan dan menyempurnakan ketulusan dan iman kita dalam mengikuti-Nya, sehingga pengalaman dan kesaksian kita dapat menjadi bukti yang sangat kuat bahwa Tuhan mengalahkan Iblis, dan agar semua orang dapat melihat kesaksian seperti itu, yakni bahwa pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman bukanlah pekerjaan manusia, melainkan pekerjaan Tuhan itu sendiri. Tanpa pekerjaan Tuhan dan tuntunan serta perbekalan firman Tuhan, tidak seorang pun sanggup menanggung kekejaman dan siksaan setan-setan ini yang menghancurkan umat manusia dalam kurun waktu yang lama. Mampu percaya kepada Tuhan dan mengikut Dia bahkan dengan mengorbankan nyawa sendiri adalah efek yang dicapai oleh pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa dalam diri manusia. Itulah kesaksian tentang kemuliaan yang Tuhan peroleh, dan kuasa Tuhan Yang Mahakuasa. Pada tahap terakhir dari pekerjaan-Nya ini, Tuhan ingin mendapatkan sekelompok pemenang yang dapat bertahan menghadapi penganiayaan dan kejahatan Iblis yang kejam serta dengan berani berbalik ke arah kebenaran. Inilah para pemenang yang pada akhirnya ingin Tuhan dapatkan! Firman Tuhan berkata: "Aku telah mengaruniakan seluruh kemuliaan-Ku kepadamu, Aku telah mengaruniakan kepadamu hidup yang tidak pernah diterima oleh umat pilihan, yaitu umat Israel. Sudah sepatutnya, engkau semua harus menjadi kesaksian bagi-Ku dan mengabdikan masa mudamu kepada-Ku serta menyerahkan hidupmu. Siapa pun yang menerima kemuliaan-Ku haruslah menjadi saksi-Ku dan menyerahkan hidup mereka bagi-Ku. Ini telah sejak lama ditentukan dari semula oleh-Ku. Engkau semua sungguh beruntung karena Aku mengaruniakan kemuliaan-Ku kepadamu, dan tugasmu adalah bersaksi tentang kemuliaan-Ku" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apa yang Kauketahui tentang Iman?"). Dalam rencana pengelolaan-Nya selama enam ribu tahun, Tuhan telah melaksanakan tiga tahap pekerjaan dan telah berinkarnasi dua kali. Dalam inkarnasi terakhir-Nya, Dia telah datang untuk bekerja di Tiongkok, sebuah negeri ateis yang paling keras menganiaya Tuhan, dan Dia menyelesaikan sebagian dari kemuliaan yang didapatkan-Nya pada akhir zaman dalam diri orang-orang yang secara mendalam dan brutal dirusak oleh Iblis, dan dengan demikian mengalahkan Iblis, dan di saat yang sama mengerjakan kebenaran dan kehidupan dalam diri kita. Kita benar-benar mendapatkan banyak hal dari Tuhan, dan karenanya kita harus bersaksi untuk Tuhan. Ini adalah amanat Tuhan, juga kasih karunia dan peninggian-Nya, dan itu adalah kehormatan kita. Jadi, penderitaan yang kita tanggung hari ini sungguh bermakna dan berharga, dan merepresentasikan kebaikan Tuhan bagi kita. Melalui pencerahan dan tuntunan firman Tuhan, aku mengerti kehendak Tuhan, memahami tipu muslihat Iblis, dan menemukan tekad untuk menanggung setiap penderitaan agar dapat berdiri teguh dan bersaksi bagi Tuhan. Setelah itu, polisi terus menanyaiku selama dua minggu, tetapi aku tidak pernah memberi tahu mereka informasi apa pun tentang gereja.

Setelah itu, aku dipindahkan ke rumah tahanan setempat. Segera setelah aku tiba, seorang polisi wanita memerintahkan aku agar menanggalkan semua pakaian untuk digeledah, dan ia juga merampas uang yang kubawa. Ketika aku memasuki sel, bau busuk begitu menyengat. Lebih dari dua puluh orang berdesakan di atas selembar papan tempat tidur. Kami semua makan, minum, buang air kecil, dan buang air besar di ruangan yang sama. Pada bulan berikutnya, aku diperintahkan oleh para polisi jahat ini untuk bekerja lembur dan mengambil tugas-tugas tambahan setiap hari. Mereka telah mengambil kacamataku, jadi segalanya menjadi kabur bagiku, dan aku harus menarik segala sesuatu sangat dekat ke mataku agar apa yang kukerjakan terlihat jelas. Selain itu, lampu rumah tahanan itu begitu kecil dan redup. Sementara yang lain tidur, aku harus terus bekerja sampai larut malam karena butuh waktu lama untuk menyelesaikan tugasku. Mataku sangat lelah, dan aku khawatir pekerjaan itu akan membuatku menjadi buta. Aku tidak bisa tidur nyenyak di malam hari, dan setiap malam aku harus mengerjakan satu jam tugas kerja di sel. Di luar beban kerja yang berat setiap hari, aku juga diinterogasi dua kali seminggu, dan setiap kali, para polisi jahat ini akan memasangkan borgol dan belenggu padaku, serta seragam tahanan "kuning imperial." Aku ingat, pada suatu hari hujan turun. Aku berjalan di samping seorang polisi pria, yang memegang payung yang menaungi dirinya. Aku berjalan dengan susah payah, diborgol dan dibelenggu dalam seragam penjara tipis, menggigil saat hujan dingin mengguyurku. Belenggu itu sangat berat, dan menggores kakiku serta berdenting keras setiap kakiku melangkah. Dahulu aku hanya melihat hal-hal seperti itu di TV, tetapi sekarang aku mengalaminya sendiri. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain membenci situasiku, dan berteriak dalam hatiku, "Beginilah para pembunuh dan pemerkosa diinterogasi! Apa yang kulakukan hingga pantas diperlakukan seperti ini?" Saat itulah Tuhan memberiku pencerahan dan aku ingat firman Tuhan: "Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa! ... Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah Iblis dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan berpaling dari si Iblis tua yang jahat ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Ketika aku membandingkan firman Tuhan dengan kenyataan yang kuhadapi, akhirnya aku melihat bahwa meskipun PKT (Partai Komunis Tiongkok) menyatakan dengan segala cara kepada dunia luar bahwa semua orang berhak atas kebebasan beragama, pada saat seseorang, siapa pun itu, benar-benar percaya kepada Tuhan, PKT menanggapinya dengan berbagai macam penganiayaan, penangkapan, kekerasan, penghinaan, penghukuman, dan hukuman penjara. PKT tidak memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai-nilai "kebebasan keyakinan beragama" dan "demokrasi dan hak asasi manusia" adalah tipu muslihat yang semata-mata dimaksudkan untuk menipu, membutakan, dan mempermainkan orang lain! Partai jahat ini mempercantik diri dengan segala cara kefasihan berbicara, tetapi sebenarnya kejam dan brutal seperti binatang buas, benar-benar jahat dan ganas sejak awal! PKT sengaja mengabaikan dan menutup mata terhadap para penjahat dan pelaku kejahatan di dunia yang menipu, memeras, membunuh, dan merampok, dan kadang-kadang bahkan melindungi mereka, tetapi dengan kejam menganiaya dan membunuh orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar. PKT benar-benar setan yang menjadikan dirinya musuh Tuhan! Ketika memikirkan hal-hal ini, aku tak kuasa menahan diriku untuk memandang hina setan yang keji ini. Aku bersumpah untuk memberontak melawannya bahkan jika itu mengorbankan nyawaku, dan aku menyerahkan diriku kepada Tuhan! Setelah satu bulan, meskipun tidak memiliki bukti apa pun, polisi menghukumku dengan satu tahun pendidikan ulang melalui kerja paksa dengan tuduhan "mengganggu ketertiban umum."

Saat tiba di kamp kerja paksa, aku menyadari bahwa ini adalah tempat yang bahkan lebih gelap. Di sini, tidak ada kebebasan sama sekali. Para tahanan hanya bisa makan, minum, atau pergi ke toilet atas perintah penjaga unit mereka, dan kami harus mematuhi para penjaga dalam segala hal atau kami akan dihukum. Ketika masuk dan meninggalkan ruangan, kami harus menyebutkan nomor tahanan kami, dan jika ada yang menyebutkan nomor yang salah, seluruh unit dihukum dengan menghabiskan waktu dua jam berjemur di bawah sinar matahari yang terik atau diguyur hujan. Ketika kami pergi makan ke kafetaria, jika ada yang melaporkan nomor yang salah, seluruh unit dihukum dengan dipaksa menunggu di luar dan tidak diizinkan untuk makan. Kami hanya bisa memandang tanpa daya ketika para tahanan lain menyantap makanan mereka. Kami juga harus menyanyikan lagu militer sebelum makan, dengan segenap kekuatan kami, dan jika ada yang bernyanyi tidak selaras atau tidak cukup keras, kami harus memulai lagu itu, sekali, dua kali …. Kami hanya diizinkan makan begitu penjaga unit kami puas. Apa yang disebut "sistem manajemen" ini ada semata-mata demi memuaskan hasrat para penjaga jahat untuk berkuasa atas yang lain, selalu memerintah orang lain, dan menikmati status. Setiap hari mereka membuat orang lain cemas. Di sini, selain membersihkan untuk para penjaga dan melipat selimut mereka, para tahanan harus mengambil air untuk baskom pembasuh kaki dan memijat punggung mereka. Para penjaga bertingkah seperti kaisar dan ratu, tersenyum kepadamu jika engkau melayani mereka dengan baik, tetapi memarahi dengan kejam atau memukul jika engkau melayani mereka dengan buruk. Tidak peduli apa yang kami lakukan, bahkan jika kami berada di kamar mandi, saat kami mendengar para penjaga berteriak, kami harus menjawab "hadir" dengan lantang dan bergegas mematuhi perintah mereka. Seperti inilah cara kamp kerja paksa di bawah rezim PKT dijalankan. Mereka gelap, menindas, kejam, dan mempermalukan. Menghadapi semua ini, satu-satunya yang kurasakan adalah kebencian dan ketidakberdayaan. Dan lebih dari itu, para polisi jahat ini memperlakukan para tahanan kamp kerja seperti hewan pekerja dan budak, hanya sebagai alat untuk menghasilkan uang. Mereka membebani kami dengan pekerjaan setiap hari, sampai-sampai selain makan dan tidur, kami menghabiskan sisa waktu kami bekerja demi menghasilkan kekayaan bagi mereka. Setiap hari, di luar berbagai peraturan yang harus kami ikuti, kami juga harus berurusan dengan beban kerja yang berat, dan tidak bisa ditebak kapan kami akan dihukum dan dicaci maki. Aku benar-benar tidak tahan hidup seperti itu, dan aku tidak tahu berapa kali aku berpikir, "Akankah aku mati di kamp kerja paksa ini? Setiap hari mereka membuat kami kelelahan. Bagaimana mungkin aku bisa melewati tahun sesulit ini? Kapan ini akhirnya akan usai? Aku tidak tahan satu menit lagi, sedetik pun, di tempat yang kejam ini ...." Yang terburuk adalah, tidak ada seorang pun yang bisa menjadi tempatku membagikan perasaanku secara terbuka. Setiap hari, aku harus menanggung semuanya dalam keheningan dan bekerja tanpa henti, dan aku merasa sengsara. Pada malam hari, saat semua orang tertidur, ketika aku memandang bintang-bintang di langit melalui jendela berjeruji, aku diliputi kesedihan. Aku merasa terasing dan sendirian, dan tidak mampu menahan sedu sedan di bantalku. Namun, pada saat aku merasa paling lemah, tiba-tiba aku teringat firman Tuhan, "Banyak sudah malam-malam tanpa tidur yang telah diderita Tuhan demi pekerjaan umat manusia. Dari tempat yang tinggi sampai ke kedalaman yang paling rendah, Dia telah turun ke neraka hidup tempat manusia tinggal untuk melewati hari-hari-Nya bersama manusia, Dia tidak pernah mengeluh tentang kejorokan di antara manusia, dan Dia tidak pernah mencela manusia karena ketidaktaatannya, tetapi menanggung penghinaan terbesar sementara Dia melakukan pekerjaan-Nya sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan menjadi milik neraka? Bagaimana mungkin Dia menghabiskan hidup-Nya di neraka? Tetapi demi semua umat manusia, agar seluruh umat manusia dapat menemukan istirahat lebih cepat, Dia telah menanggung penghinaan dan menderita ketidakadilan untuk datang ke bumi, dan secara pribadi masuk ke dalam 'neraka' dan 'dunia orang mati,' ke dalam sarang harimau, untuk menyelamatkan manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (9)"). Setiap baris firman Tuhan menghibur hatiku yang tersiksa. Ya! Aku merasa begitu sendirian dan terasing di penjara kejam ini karena tidak memiliki siapa pun yang menjadi tempatku berbagi, tetapi Tuhan turun dari surga ke bumi dan mengalami penghinaan serta siksaan yang mengerikan demi menyelamatkan kita, umat manusia, yang memberontak dan menentang-Nya, dan tidak seorang pun bisa memahami Dia atau mempertimbangkan kehendak-Nya. Sebaliknya, Dia dihadapkan pada kesalahpahaman, keluhan, pengabaian, serangan, penipuan, dan pengkhianatan manusia. Bukankah Tuhan merasakan keterasingan dan kesepian yang sama? Bukankah Tuhan juga tersiksa dan terluka? Namun demikian, aku sama sekali tidak mempertimbangkan kehendak Tuhan, dan malah menjadi negatif serta lemah setelah hanya sedikit menderita. Aku hanya ingin mundur dan melarikan diri. Aku benar-benar memberontak! Tuhan mengizinkan penganiayaan oleh setan-setan ini menimpaku bukan karena Dia berniat ingin membuat aku menderita, tetapi karena Dia ingin agar aku melihat dengan jelas wajah jahat PKT dengan mengalami penganiayaannya yang kejam, menjadi mampu untuk benar-benar meninggalkannya, dan akhirnya berpaling sepenuhnya kepada Tuhan. Semua ini dilakukan karena maksud baik Tuhan dan keselamatan-Nya. Bagaimanapun juga, Kristus sedang menderita bersamaku saat ini, jadi aku tidak lagi sendirian. Baru pada saat itulah, aku merasakan bahwa dalam semua yang Tuhan lakukan bagi manusia, terdapat hanya keselamatan dan kasih di dalamnya. Meskipun dagingku menderita siksaan, hal itu sangatlah bermanfaat bagi jalan masukku ke dalam kehidupan. Begitu memahami hal-hal ini, perlahan-lahan aku mulai bangkit dari keadaan negatifku yang lemah dan menemukan tekad untuk merasa puas dengan mengalami penderitaan agar menjadi kesaksian bagi Tuhan.

Pada akhir Juni 2010, aku dibebaskan satu bulan lebih awal. Dengan mengalami penganiayaan dan kesulitan ini, aku benar-benar merasakan bahwa keselamatan Tuhan bagi manusia adalah tulus dan nyata, dan bahwa kasih Tuhan bagi manusia begitu dalam dan murni! Jika aku tidak mengalami penganiayaan dan penangkapan oleh setan-setan ini, iman, keberanian, dan tekadku untuk menderita tidak akan dapat disempurnakan, dan aku tidak akan pernah mampu dengan jelas melihat wajah jelek setan yang sesungguhnya. Aku tidak akan pernah sungguh-sungguh membencinya, dan aku tidak akan pernah mampu memalingkan hatiku kepada Tuhan dan menyerahkan diriku sepenuhnya kepada-Nya. Tanpa pengalaman nyata dari pahitnya penganiayaan dan kesulitan, aku tidak akan pernah bisa memahami atau menghargai kesengsaraan yang Tuhan rasakan atau harga yang Dia bayar untuk datang berinkarnasi ke tempat yang najis ini demi menyelamatkan kita. Pengalaman ini memungkinkan aku untuk lebih dalam merasakan kasih Tuhan dan membawa hatiku lebih dekat kepada-Nya. Aku bersyukur kepada firman Tuhan atas tuntunan yang diberikan padaku berulang kali dan karena menyertai aku selama satu tahun hidup dalam kegelapan di penjara. Hari ini, aku telah kembali ke gereja, aku membaca firman Tuhan dan tentang kebenaran bersama saudara-saudariku, aku telah kembali menjalankan tugas-tugasku, dan hatiku dipenuhi dengan sukacita dan kebahagiaan yang tiada akhir. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku, dan aku telah bersumpah kepada diriku sendiri: keadaan atau ujian apa pun yang akan menimpaku kelak, aku hanya ingin mengejar kebenaran dengan segenap kekuatanku dan mengikuti Tuhan sampai akhir!

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait