4. Cara agar orang dapat menaati Tuhan dan dengan prinsip penerapan apa orang harus menaati Tuhan
Firman Tuhan yang Relevan:
Selama waktu Tuhan dalam rupa manusia, ketundukan yang Dia tuntut dari manusia bukanlah seperti apa yang manusia bayangkan yaitu dengan tidak menghakimi atau menentang; sebaliknya, Dia menuntut orang untuk menggunakan firman-Nya sebagai prinsip untuk kehidupan dan fondasi untuk kelangsungan hidup mereka, untuk mereka sepenuhnya menerapkan esensi dari firman-Nya, dan sepenuhnya memuaskan kehendak-Nya. Satu aspek diharuskannya orang tunduk kepada Tuhan yang berinkarnasi mengacu pada diterapkannya firman-Nya, dan aspek lainnya mengacu pada kemampuan mereka untuk tunduk pada kenormalan dan kenyataan diri-Nya. Keduanya merupakan keharusan yang mutlak. Orang-orang yang dapat mencapai kedua aspek ini adalah semua orang yang memiliki hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Mereka semua adalah orang yang telah Tuhan dapatkan, dan mereka semua mengasihi Tuhan seperti mereka mencintai hidupnya sendiri. Tuhan yang berinkarnasi memiliki kemanusiaan yang normal dan nyata dalam pekerjaan-Nya. Dengan cara inilah, cangkang luar kemanusiaan-Nya yang normal dan nyata itu menjadi ujian yang besar bagi manusia; itu menjadi kesulitan terbesar mereka. Namun, kenormalan dan kenyataan diri Tuhan tidak dapat dihindari. Dia mencoba segalanya untuk menemukan solusi, tetapi pada akhirnya Dia tidak dapat menghindarkan diri-Nya untuk mengenakan cangkang luar kemanusiaan-Nya yang normal. Ini karena, bagaimanapun juga, Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia, bukan Tuhan Roh yang di surga. Dia bukan Tuhan yang tidak dapat dilihat oleh manusia, melainkan Tuhan yang mengenakan cangkang luar salah satu ciptaan. Dengan demikian, melepaskan diri-Nya dari cangkang luar kemanusiaan-Nya yang normal sama sekali tidak mudah. Jadi, bagaimanapun juga, Dia tetap melakukan pekerjaan yang ingin dilakukan-Nya dari perspektif daging-Nya. Pekerjaan ini adalah pengungkapan diri Tuhan yang normal dan nyata, jadi bagaimana mungkin orang merasa tidak masalah jika mereka tidak tunduk? Apa sesungguhnya yang dapat manusia lakukan mengenai tindakan Tuhan tersebut? Dia melakukan apa pun yang ingin dilakukan-Nya; apa pun yang disukai-Nya, itulah yang terjadi. Jika manusia tidak tunduk, lalu rencana lain apa yang bisa mereka miliki? Sampai sejauh ini, hanya ketundukanlah yang dapat menyelamatkan manusia; tidak seorang pun memiliki ide cemerlang lainnya. Manusia bisa apa, jika Tuhan ingin menguji mereka? Namun, semua ini bukan pemikiran oleh Tuhan yang di surga, melainkan pemikiran oleh Tuhan yang berinkarnasi. Dia ingin melakukan ini, maka tak seorang pun mampu mengubahnya. Tuhan yang di surga tidak mencampuri apa yang dilakukan oleh Tuhan yang berinkarnasi, jadi bukankah ini lebih lagi merupakan alasan mengapa manusia harus tunduk kepada-Nya? Meskipun Dia nyata dan normal, Dia sepenuhnya adalah Tuhan yang menjadi manusia. Berdasarkan gagasan-Nya sendiri, Dia melakukan apa pun yang ingin Dia lakukan. Tuhan yang di surga telah menyerahkan semua tugas kepada-Nya; engkau harus tunduk pada apa pun yang Dia lakukan. Meskipun Dia memiliki kemanusiaan dan sangat normal, Dia telah dengan sengaja merancangkan semua ini, jadi bagaimana manusia bisa memelototi-Nya dengan mata terbelalak tanda tak setuju? Dia ingin menjadi manusia biasa, maka Dia adalah manusia biasa. Dia ingin hidup dalam kemanusiaan, maka Dia hidup dalam kemanusiaan. Dia ingin hidup dalam keilahian, maka Dia hidup dalam keilahian. Orang dapat memandang hal ini sesuka mereka, tetapi Tuhan akan selalu menjadi Tuhan, dan manusia akan selalu menjadi manusia. Esensi-Nya tidak dapat disangkal karena beberapa detail sepele, Dia juga tidak dapat didorong keluar dari "pribadi" Tuhan karena satu hal sepele. Manusia memiliki kebebasan manusia, dan Tuhan memiliki martabat Tuhan; kedua hal ini tidak saling mengganggu. Tidak dapatkah manusia memberi Tuhan sedikit kebebasan? Tidak dapatkah mereka menoleransi keberadaan Tuhan dengan sedikit lebih santai? Jangan bersikap sedemikian ketat terhadap Tuhan! Masing-masing harus bertenggang rasa satu sama lain; maka tidakkah semuanya akan beres? Masih akan adakah kerenggangan? Jika seseorang tidak dapat bertenggang rasa terhadap hal seremeh itu, bagaimana mereka bisa berpikir untuk menjadi seorang yang sabar? Bagaimana mereka bisa menjadi seorang manusia sejati? Bukan Tuhan yang menimbulkan kesulitan bagi manusia, melainkan manusialah yang menimbulkan kesulitan bagi Tuhan. Mereka selalu menangani sesuatu dengan terlalu membesar-besarkan masalah. Mereka benar-benar mengada-ada, dan itu tidak perlu sama sekali! Ketika Tuhan bekerja dalam kemanusiaan yang normal dan nyata, apa yang dilakukan-Nya bukanlah pekerjaan manusia, melainkan pekerjaan Tuhan. Namun demikian, manusia tidak melihat esensi pekerjaan-Nya; mereka hanya selalu melihat cangkang luar kemanusiaan-Nya. Mereka belum melihat pekerjaan yang sedemikian agungnya, tetapi mereka bersikeras untuk melihat kemanusiaan-Nya yang biasa dan normal, dan akan terus bersikeras tentang hal itu. Bagaimana mungkin ini disebut tunduk di hadapan Tuhan? Tuhan yang di surga kini telah "menjadi" Tuhan yang di bumi, dan Tuhan yang di bumi kini adalah Tuhan yang di surga. Tidak masalah jika penampakan luar Mereka sama, juga tidak masalah seberapa serupanya Mereka bekerja. Pada akhirnya, Dia yang melakukan pekerjaan Tuhan sendiri adalah Tuhan itu sendiri. Engkau harus tunduk, baik engkau menginginkannya atau tidak—ini bukan perkara di mana engkau punya pilihan! Tuhan harus ditaati oleh manusia, dan manusia harus sepenuhnya tunduk kepada Tuhan tanpa sedikit pun kepura-puraan.
Sekelompok orang yang ingin didapatkan oleh Tuhan yang berinkarnasi sekarang ini adalah mereka yang sesuai dengan kehendak-Nya. Mereka hanya perlu tunduk pada pekerjaan-Nya, dan berhenti selalu menyibukkan pikiran mereka dengan gagasan tentang Tuhan yang di surga, hidup dalam ketidakjelasan, dan mempersulit keadaan bagi Tuhan dalam rupa manusia. Mereka yang mampu menaati-Nya adalah mereka yang benar-benar mendengarkan firman-Nya dan tunduk pada rancangan-Nya. Orang-orang seperti ini tidak peduli sama sekali tentang seperti apakah Tuhan yang di surga itu sebenarnya, atau pekerjaan seperti apa yang mungkin sedang dilakukan Tuhan yang di surga di antara manusia; mereka sepenuhnya mempersembahkan hati mereka kepada Tuhan yang di bumi dan menempatkan seluruh keberadaannya di hadapan-Nya. Mereka tidak pernah mempertimbangkan keselamatan mereka sendiri, mereka juga tidak pernah mempersoalkan kenormalan dan kenyataan diri Tuhan dalam rupa manusia. Mereka yang tunduk kepada Tuhan dalam rupa manusia dapat disempurnakan oleh-Nya. Mereka yang percaya kepada Tuhan yang di surga tidak akan memperoleh apa-apa. Ini karena bukan Tuhan yang di surga, melainkan Tuhan yang di bumi, yang mengaruniakan janji dan berkat kepada manusia. Manusia tidak seharusnya selalu mengagungkan Tuhan yang di surga sembari memandang Tuhan yang di bumi sekadar orang biasa; ini tidak adil. Tuhan yang di surga agung dan luar biasa dengan hikmat yang luar biasa, tetapi hal ini tidak ada sama sekali; Tuhan yang di bumi sangat rata-rata dan tidak signifikan, dan juga sangat normal. Dia tidak memiliki pikiran yang luar biasa atau melakukan tindakan yang meluluhlantakkan bumi; Dia hanya bekerja dan berfirman dengan cara yang sangat normal dan nyata. Kendati Dia tidak berbicara lewat guntur atau mendatangkan angin dan hujan, Dia sungguh merupakan inkarnasi Tuhan yang di surga, dan Dia sungguh merupakan Tuhan yang hidup di antara manusia. Orang tidak boleh mengagung-agungkan pribadi yang mampu mereka pahami dan yang sesuai dengan imajinasinya sendiri sebagai Tuhan, sementara memandang pribadi yang tidak bisa mereka terima dan yang sama sekali tidak terbayangkan oleh mereka sebagai pribadi yang hina. Semua ini berasal dari pemberontakan manusia; semua ini adalah sumber penentangan manusia terhadap Tuhan.
Dikutip dari "Orang yang Sungguh-Sungguh Mengasihi Tuhan adalah Mereka yang Mampu Sepenuhnya Tunduk pada Kenyataan Diri-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"
Mendengarkan firman Tuhan dan menaati tuntutan Tuhan adalah panggilan surgawi manusia; apa yang Tuhan katakan bukanlah urusan manusia. Apa pun yang Tuhan katakan, apa yang Tuhan minta dari manusia, identitas, esensi, dan status Tuhan tidaklah berubah—Dia selalu adalah Tuhan. Ketika engkau tidak memiliki keraguan bahwa Dia adalah Tuhan, satu-satunya tanggung jawabmu, satu-satunya yang harus engkau lakukan adalah mendengarkan apa yang Dia katakan; ini adalah jalan penerapan. Makhluk Tuhan seharusnya tidak mempelajari, menganalisis, menyelidiki, menolak, melawan, tidak menaati, atau menyangkal firman Tuhan; semua ini dibenci oleh Tuhan, dan bukan apa yang ingin Dia lihat dalam diri manusia. Jadi, apakah tepatnya jalan penerapan itu? Itu sebenarnya sangat sederhana: belajar untuk mendengarkan, mendengarkan dengan hatimu, menerima dengan hatimu, mengerti dan memahami dengan hatimu, kemudian pergi dan melakukan, melaksanakan, dan mengeksekusi dengan hatimu. Apa yang engkau dengar dan pahami di dalam hatimu terkait erat dengan apa yang engkau terapkan. Jangan memisahkan keduanya; semuanya—apa yang engkau terapkan, apa yang engkau taati, apa yang engkau lakukan dengan tanganmu sendiri, semua yang sibuk engkau lakukan—berkaitan dengan apa yang engkau dengar dan pahami dalam hatimu, dan dalam hal ini, engkau akan mencapai ketaatan terhadap firman Sang Pencipta. Inilah jalan penerapan.
Dikutip dari "Lampiran Tiga: Bagaimana Nuh dan Abraham Mendengarkan Firman Tuhan dan Menaati Tuhan (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"
Orang tidak dapat mengubah watak mereka sendiri; mereka harus menjalani penghakiman dan hajaran, penderitaan dan pemurnian oleh firman Tuhan, atau ditangani, didisiplinkan, dan dipangkas oleh firman-Nya. Hanya setelah itulah mereka dapat mencapai ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan, dan tidak lagi bersikap acuh tak acuh terhadap-Nya. Melalui pemurnian oleh firman Tuhan-lah, watak manusia berubah. Hanya melalui penyingkapan, penghakiman, pendisiplinan, dan penanganan oleh firman-Nya mereka tidak akan lagi berani bertindak gegabah, tetapi sebaliknya akan menjadi mantap dan tenang. Hal yang paling penting adalah mereka mampu untuk tunduk pada firman Tuhan zaman sekarang dan pekerjaan-Nya, bahkan sekalipun firman dan pekerjaan itu tidak sejalan dengan pemahaman manusia, mereka mampu menyingkirkan pemahaman tersebut dan dengan rela tunduk.
Dikutip dari "Orang-Orang Yang Wataknya Telah Berubah adalah Mereka yang Telah Masuk ke Dalam Kenyataan Firman Tuhan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"
Watak manusia yang rusak tersembunyi di dalam setiap pemikiran dan gagasan mereka, dalam motif di balik setiap tindakan mereka; watak itu tersembunyi dalam setiap pendapat, pemahaman, sudut pandang dan keinginan mereka dalam menghadapi segala sesuatu yang Tuhan lakukan. Itu tersembunyi dalam hal-hal ini. Dan, bagaimanakah Tuhan menangani hal-hal yang berasal dari manusia ini? Dia mengatur lingkungan untuk menyingkapkan dirimu. Dia bukan saja akan menyingkapkan dirimu, tetapi juga akan menghakimimu. Ketika engkau menyingkapkan watakmu yang rusak, ketika engkau memiliki pemikiran dan gagasan yang menentang Tuhan, ketika keadaan dan sudut pandangmu bertentangan dengan Tuhan, ketika engkau berada dalam keadaan di mana engkau salah memahami Tuhan, atau menentang dan melawan Dia, Tuhan akan menegurmu, menghakimimu dan menghajarmu, dan terkadang Dia bahkan akan menghukummu dan mendisiplin dirimu. Apa tujuan mendisiplinkan dirimu? Tujuannya adalah untuk membuatmu memahami apa yang kauanggap sebagai gagasan manusia, dan memahami bahwa hal itu salah. Niatmu berasal dari Iblis, dari kehendak manusia, dan itu tidak sesuai dengan Tuhan dan tidak dapat memuaskan kehendak Tuhan. Tuhan sangat tidak menyukainya, membencinya, dan itu membuat-Nya marah, sedemikian rupa sehingga Dia mengutuk hal itu. Setelah engkau mengetahui hal ini, engkau harus mengubah niatmu. Bagaimana engkau bisa mengubahnya? Pertama-tama, engkau harus taat terhadap cara Tuhan memperlakukanmu, dan terhadap lingkungan, orang, peristiwa dan hal-hal yang diatur-Nya bagimu. Engkau tidak boleh mencari-cari kesalahan dalam segala hal, jangan mencari alasan-alasan yang objektif dan jangan melalaikan tanggung jawabmu. Selain itu itu, engkau perlu mencari di dalam perkara yang Tuhan sedang kerjakan kebenaran apa yang harus kaulakukan dan masuki. Tuhan ingin engkau mengenali watakmu yang rusak dan esensimu yang jahat, agar engkau mampu taat terhadap lingkungan yang Tuhan aturkan bagimu, dan akhirnya, agar engkau mampu menerapkan apa yang Dia tuntut darimu sesuai kehendak-Nya, serta mampu memenuhi kehendak-Nya. Dengan demikian, engkau pun lulus dari cobaan berat itu. Setelah engkau berhenti menentang dan melawan, apa yang selanjutnya segera menggantikan ini? Engkau bisa taat dan tidak lagi membantah. Ketika Tuhan berkata, "Enyahlah kau, Iblis," engkau menjawab, "Jika Tuhan berkata aku Iblis, aku adalah Iblis. Meskipun aku tidak memahami kesalahan apa yang telah kulakukan, atau mengapa Tuhan mengatakan aku adalah Iblis, jika Dia ingin aku enyah, aku tidak akan ragu. Aku harus mencari kehendak Tuhan." Ketika Tuhan mengatakan natur tindakanmu adalah jahat, engkau berkata, "Aku mengakui apa pun yang Tuhan katakan, aku menerima semuanya." Sikap apakah ini? Ini adalah ketaatan. Apakah disebut ketaatan ketika engkau dapat dengan enggan menerima Tuhan yang mengatakan bahwa engkau adalah Iblis si setan, tetapi tidak dapat menerimanya—dan tidak dapat taat—ketika Dia berkata bahwa engkau adalah seekor binatang buas? Ketaatan berarti kepatuhan total, penerimaan, tidak berdebat dan tidak menetapkan persyaratan. Ini berarti tidak menganalisis sebab dan akibat, apa pun alasan objektifnya, dan hanya merisaukan dirimu dengan penerimaan. Ketika orang telah mencapai ketaatan seperti ini, mereka sudah dekat dengan iman yang sejati kepada Tuhan. Semakin Tuhan bertindak, semakin besar engkau merasa bahwa semua diatur oleh Tuhan, dan kemudian semakin engkau akan merasa, "Segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah baik, tidak ada yang buruk. Aku tidak boleh memilih-milih, tetapi harus taat. Tanggung jawabku, kewajibanku, tugasku—adalah untuk taat; inilah yang harus kulakukan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Jika aku bahkan tidak bisa menaati Tuhan, lalu siapakah aku? Aku adalah binatang buas, aku adalah Iblis!" Bukankah ini menunjukkan bahwa engkau sekarang memiliki iman yang sejati? Begitu engkau telah sampai pada titik ini, engkau akan tanpa noda sehingga akan mudah bagi Tuhan untuk memakaimu dan juga akan mudah bagimu untuk tunduk pada pengaturan Tuhan—dan bukankah kemudian akan mudah bagi Tuhan untuk memberkatimu? Jadi, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari ketaatan.
Dikutip dari "Hanya Jika Orang Benar-Benar Taat Barulah Mereka Dapat Memiliki Iman yang Sejati" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"
Satu-satunya sikap yang makhluk ciptaan harus miliki terhadap Penciptanya adalah ketaatan, ketaatan tanpa syarat. Ini adalah sesuatu yang mungkin tidak mampu diterima oleh beberapa orang di masa kini. Ini karena tingkat pertumbuhan manusia terlalu kecil dan mereka tidak memiliki kebenaran kenyataan. Jika ini menggambarkan keadaanmu, maka engkau jauh dari mampu untuk menaati Tuhan. Sementara manusia menerima penyediaan dan penyiraman dari firman Tuhan, manusia sebenarnya sedang mempersiapkan satu hal. Yakni bahwa pada akhirnya manusia akan mampu mencapai ketundukan yang mutlak dan tanpa syarat kepada Tuhan, di mana saat mencapai titik ini, engkau, ciptaan ini, telah mencapai standar yang dituntut darimu. Terkadang, Tuhan dengan sengaja melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan gagasanmu, yang bertentangan dengan apa yang engkau inginkan, atau yang bahkan tampak bertentangan dengan prinsip, atau dengan perasaan, kemanusiaan, atau sentimen manusia, membuatmu tidak mampu menerimanya dan tidak mampu memahaminya. Dari segi mana pun engkau melihatnya, itu terlihat tidak benar, engkau sama sekali tidak dapat menerimanya, dan engkau merasa apa yang Dia lakukan tidaklah masuk akal. Jadi apakah tujuan Tuhan melakukan hal-hal ini? Untuk mengujimu. Engkau tidak perlu mendiskusikan bagaimana dan mengapa Tuhan melakukan apa yang Dia lakukan; satu-satunya yang perlu engkau lakukan adalah mempertahankan keyakinanmu bahwa Dia adalah kebenaran, dan mengakui bahwa Dia adalah Penciptamu, bahwa Dia adalah Tuhanmu. Ini jauh lebih tinggi dari semua kebenaran, lebih tinggi dari semua hikmat dunia, dari apa yang manusia sebut moralitas, etika, pengetahuan, pendidikan, falsafah, atau budaya tradisional, dan bahkan lebih tinggi dari kasih sayang atau persahabatan, atau yang disebut cinta di antara manusia—ini sungguh lebih tinggi daripada semua hal lainnya. Jika engkau tidak dapat memahami hal ini, cepat atau lambat, ketika sesuatu terjadi padamu, kemungkinan besar engkau akan memberontak terhadap Tuhan dan tersesat, sebelum akhirnya bertobat dan menyadari betapa menyenangkannya Tuhan dan makna penting pekerjaan yang Dia lakukan di dalam dirimu, atau, lebih buruk lagi, engkau mungkin tersandung dan jatuh karenanya. Tidaklah menakutkan bahwa Tuhan akan menghakimimu, juga tidaklah akan menakutkan bahwa Dia mengutukmu atau menghajarmu—jadi apa yang akan menakutkan? Akan menakutkan jika Dia berkata, "Aku tidak akan menyelamatkan orang sepertimu; Aku menyerah!" Dalam hal ini, tamatlah riwayatmu. Oleh karena itu, orang tidak seharusnya memperdebatkan hal-hal sepele dengan berkata, "Firman ini—penghakiman dan hajaran—biasa saja, tetapi firman yang ini—kutukan, pemusnahan, penghukuman—bukankah itu berarti akhir dari diriku? Akan menjadi makhluk ciptaan macam apakah aku setelah itu? Baiklah; aku menyerah. Dan Engkau boleh melakukannya dan berhenti menjadi Tuhanku." Jika engkau memutuskan untuk meninggalkan Tuhan, tanpa memiliki kesaksian, Dia mungkin benar-benar memutuskan Dia tidak menginginkanmu lagi. Sudahkah engkau semua memikirkan hal ini sebelumnya? Terlepas dari berapa lama seseorang telah percaya kepada Tuhan, berapa jauh jalan yang telah mereka tempuh, berapa banyak pekerjaan yang telah mereka lakukan dan berapa banyak tugas yang telah mereka laksanakan, sepanjang waktu ini telah mempersiapkan mereka untuk satu hal: supaya engkau pada akhirnya mampu mencapai ketundukan yang mutlak dan tanpa syarat kepada Tuhan. Jadi apakah artinya "tanpa syarat"? Artinya mengabaikan pembenaran pribadimu, mengabaikan pemikiran objektifmu, dan tidak berbantah tentang apa pun: engkau adalah makhluk ciptaan, dan engkau tidak layak. Ketika engkau berbantah dengan Tuhan, engkau berada di posisi yang salah; ketika engkau berusaha untuk membenarkan dirimu sendiri di hadapan Tuhan, sekali lagi, engkau berada di posisi yang salah; ketika engkau berdebat dengan Tuhan, ketika engkau ingin bertanya alasannya, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, jika engkau tidak dapat taat tanpa memahami terlebih dahulu, dan hanya akan tunduk begitu semuanya jelas bagimu, engkau sekali lagi berada di posisi yang salah. Jika posisimu salah, apakah ketaatanmu kepada Tuhan mutlak? Apakah engkau memperlakukan Tuhan sebagaimana seharusnya Tuhan diperlakukan? Apakah engkau menyembah-Nya sebagai Tuhan atas segala ciptaan? Tidak, itulah sebabnya Tuhan tidak mengakui dirimu. Hal-hal apakah yang dapat memampukanmu untuk mencapai ketaatan yang mutlak dan tanpa syarat kepada Tuhan? Bagaimana hal ini dapat kaualami? Di satu sisi, sedikit hati nurani dan kemanusiaan yang normal diperlukan; di sisi lain, sembari engkau menyelesaikan tugasmu, setiap aspek kebenaran harus dipahami agar engkau dapat memahami kehendak Tuhan. Terkadang, kualitas manusia tidak memenuhi syarat dan manusia tidak memiliki kekuatan atau energi untuk memahami semua kebenaran. Namun, ada satu hal: terlepas dari lingkungan, orang, peristiwa, dan hal-hal yang menimpamu dan yang Tuhan telah aturkan bagimu, engkau harus selalu memiliki sikap taat dan jangan tanya alasannya. Jika engkau bahkan tidak memiliki sikap ini, dan engkau bahkan mampu sampai memiliki sikap waspada terhadap Tuhan, berspekulasi tentang Tuhan, atau berpikir, "Aku harus mempertimbangkan apakah yang sedang Tuhan lakukan ini sungguh-sungguh benar. Mereka berkata Tuhan adalah kasih, mari kita lihat apakah ada kasih dalam apa yang Dia lakukan dengan diriku, dan apakah ini benar-benar kasih," jika engkau selalu memeriksa apakah yang Tuhan lakukan sesuai dengan gagasanmu, melihat apakah yang Tuhan lakukan adalah hal yang engkau suka, atau bahkan apakah itu sesuai dengan apa yang engkau percayai sebagai kebenaran, maka posisimu salah, dan ini akan mendatangkan masalah bagimu dan engkau cenderung akan menyinggung watak Tuhan.
Dikutip dari "Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"
Apa sisi nyata dari sikap ketundukan? Itu adalah: engkau harus membuat dirimu menerima firman Tuhan. Ketika jalan masuk kehidupanmu dangkal, dan engkau belum sampai memiliki tingkat pertumbuhan, dan pengetahuanmu akan kebenaran kenyataan belum cukup dalam, meskipun demikian, bahkan dalam keadaan seperti itu, engkau masih dapat mengikut Tuhan dan tunduk kepada-Nya—itulah sikapnya. Sebelum engkau dapat mencapai ketundukan total, engkau harus terlebih dahulu mengambil sikap ketundukan, yang merupakan sikap yang menerima bahwa firman Tuhan itu benar, sikap yang menerima firman Tuhan sebagai kebenaran dan sebagai prinsip penerapan, dan mampu menegakkannya sebagai aturan, bahkan saat engkau tidak memiliki pemahaman yang baik akan prinsip-prinsip tersebut. Itu adalah sejenis sikap. Karena, saat ini, watakmu belum berubah, engkau mampu mencapai ini, dan engkau tampak oleh Tuhan memiliki sikap dan mentalitas seperti itu, dan engkau berkata, "Aku tidak peduli apa yang Tuhan lakukan dan aku tidak memahami banyak kebenaran. Yang kutahu adalah apa yang Tuhan perintahkan untuk kulakukan, kulakukan. Aku tidak memiliki serangkaian rencana yang cerdik yang akan membantuku menyelidiki apa yang Tuhan katakan, dan bukan itu yang seharusnya kulakukan"—itu adalah sejenis mentalitas ketundukan. Ada beberapa orang yang berkata, "Itu tidak akan berhasil. Bagaimana jika Dia salah?" Bisakah Tuhan salah? Engkau berkata, "Apakah yang Tuhan lakukan itu benar atau salah, aku tidak bertanggung jawab untuk itu. Aku hanya mendengarkan, tunduk, menerima, dan mengikut Tuhan. Itulah yang harus dilakukan oleh makhluk ciptaan." Inilah jenis mentalitas yang dengannya orang harus tunduk, dan hanya orang yang memiliki mentalitas seperti itulah yang dapat memperoleh kebenaran. Jika engkau tidak memiliki mentalitas ini, tetapi berkata, "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menipuku. Tak seorang pun yang akan mengelabuiku. Aku terlalu cerdik untuk tertipu oleh perkataan itu dan dipaksa tunduk pada apa pun; itu tidak akan berhasil. Apa pun yang terjadi padaku, aku harus menyelidiki dan menganalisisnya. Ketika aku sendiri mampu menerima sesuatu dan memahaminya, saat itulah aku akan tunduk"—apakah itu sikap ketundukan? Ini bukanlah sikap ketundukan; ini adalah tidak memiliki mentalitas ketundukan, tanpa niat di hati orang untuk tunduk. "Tuhan? Aku akan tetap harus menyelidiki Tuhan. Bahkan para raja dan ratu mendapatkan perlakuan yang sama dariku. Apa yang Kaukatakan tidaklah berguna. Memang benar bahwa aku adalah makhluk ciptaan, tetapi aku bukan orang bodoh—jadi jangan perlakukanku seperti orang bodoh." Sudah berakhir bagi mereka; mereka tidak memiliki kondisi untuk menerima kebenaran. Apakah orang semacam itu memiliki rasionalitas? (Tidak) Mereka adalah binatang buas! Tanpa rasionalitas semacam ini, orang tidak dapat mencapai ketundukan. Untuk mencapai ketundukan, orang harus terlebih dahulu memiliki mentalitas ketundukan.
Dikutip dari "Dengan Menyelesaikan Gagasan Orang Barulah Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (3)" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"
Apa pun yang kaulakukan, engkau harus belajar untuk mencari dan menaati kebenaran di dalamnya. Selama engkau bertindak sesuai dengan kebenaran, engkau sedang bertindak dengan benar. Bahkan sekalipun seorang kanak-kanak, atau adik lelaki atau adik perempuan yang paling kecil yang menyampaikannya, selama apa yang mereka katakan sesuai dengan kebenaran, maka apa yang sedang kaulakukan akan mendatangkan suatu hasil yang baik, dan itu akan selaras dengan kehendak Tuhan. Penanganan suatu perkara bergantung pada dorongan hatimu dan prinsip-prinsipmu untuk menangani hal itu. Jika prinsip-prinsipmu timbul dari kehendak manusia; jika prinsip-prinsipmu itu timbul dari pemikiran, gagasan, atau khayalan manusia; atau jika itu timbul dari emosi atau sudut pandang manusia, maka caramu menangani masalah akan salah, karena sumbernya salah. Jika pandanganmu didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau menangani perkara tersebut sesuai dengan kebenaran prinsip, maka engkau pasti akan menangani perkara yang sedang berlangsung dengan tepat. Kadang kala, orang lain tidak akan bisa menerima caramu dalam menangani masalah pada saat itu, dan, pada saat seperti itu, tampaknya mereka memiliki gagasan mereka sendiri, atau hati mereka tidak akan merasa tenang. Namun, beberapa waktu kemudian, engkau akan terbukti benar. Perkara yang selaras dengan kehendak Tuhan akan terlihat lebih baik seiring berjalannya waktu; sedangkan hasil dari perkara yang tidak selaras dengan kehendak Tuhan—perkara yang sesuai dengan kehendak manusia dan dibuat oleh manusia—akan semakin buruk seiring berjalannya waktu, dan semuanya akan terbukti demikian. Ketika engkau bertindak, jangan merisaukan dirimu dengan cara mana yang seharusnya atau tidak seharusnya menuntunmu, dan jangan membuat asumsi. Pertama-tama, engkau harus mencari dan berdoa, dan kemudian rasakan jalan majumu, dan bersekutulah bersama-sama dengan semua orang. Apa tujuan persekutuan? Persekutuan memampukan orang untuk melakukan sesuatu dengan tepat sesuai dengan kehendak Tuhan, dan untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan. Ini adalah suatu cara yang agak luar biasa untuk melakukannya; katakanlah bahwa persekutuan memampukan orang untuk menangani masalah dengan tepat sesuai dengan kebenaran prinsip—ini sedikit lebih praktis. Jika engkau dapat mencapai ini, maka itu sudah cukup.
Dikutip dari "Jalan untuk Mengatasi Watak yang Rusak" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"
Ketika menghadapi masalah kehidupan nyata, bagaimana seharusnya engkau mengenal dan memahami otoritas Tuhan dan kedaulatan-Nya? Ketika engkau dihadapkan dengan masalah-masalah ini dan tidak tahu bagaimana memahami, menangani dan mengalami hal-hal ini, sikap apa yang harus engkau ambil untuk menunjukkan niatmu untuk tunduk, keinginanmu untuk tunduk, dan realitas ketundukanmu pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan? Pertama-tama, engkau harus belajar menunggu; lalu, engkau harus belajar mencari; kemudian engkau harus belajar tunduk. "Menunggu" berarti menantikan waktu Tuhan, menantikan orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Dia atur bagimu, menantikan kehendak-Nya untuk secara berangsur-angsur terungkap dengan sendirinya bagimu. "Mencari" berarti mengamati dan memahami maksud Tuhan yang bijaksana bagimu melalui orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Dia persiapkan, memahami kebenaran melalui semua itu, memahami apa yang harus manusia capai dan jalan-jalan yang harus ia patuhi, memahami hasil seperti apa yang ingin Tuhan capai dalam diri manusia dan pencapaian seperti apa yang ingin Dia dapatkan dalam diri mereka. "Tunduk," tentu saja, berarti menerima orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Tuhan atur, menerima kedaulatan-Nya, dan melalui itu, mengetahui bagaimana Tuhan mengatur nasib manusia, bagaimana Dia membekali manusia dengan hidup-Nya, bagaimana Dia mengerjakan kebenaran dalam diri manusia. Segala sesuatu di bawah pengaturan dan kedaulatan Tuhan menaati hukum-hukum alam, dan jika engkau bertekad untuk membiarkan Tuhan mengatur dan menentukan segala sesuatu bagimu, engkau harus belajar menunggu, engkau harus belajar mencari, dan engkau harus belajar tunduk. Inilah sikap yang harus dimiliki setiap orang yang ingin tunduk pada otoritas Tuhan, inilah kualitas dasar yang harus dimiliki setiap orang yang ingin menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Untuk memiliki sikap seperti itu, memiliki kualitas seperti itu, engkau harus bekerja lebih keras. Inilah satu-satunya cara engkau dapat masuk ke dalam realitas yang sebenarnya.
Dikutip dari "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"
Ada prinsip mendasar tentang perlakuan Tuhan Sang Pencipta terhadap makhluk ciptaan, yang juga merupakan prinsip yang tertinggi. Bagaimana Dia memperlakukan makhluk ciptaan sepenuhnya didasarkan pada rencana pengelolaan-Nya dan tuntutan-Nya; Dia tidak perlu berkonsultasi dengan siapa pun, juga tidak perlu membuat siapa pun setuju dengan-Nya. Apa pun yang harus Dia lakukan dan bagaimana pun Dia harus memperlakukan manusia, Dia melakukannya, dan apa pun yang Dia lakukan atau bagaimana pun Dia memperlakukan orang, semuanya itu sejalan dengan prinsip, yang dengannya Tuhan Sang Pencipta bekerja. Sebagai makhluk ciptaan, satu-satunya yang harus dilakukannya adalah tunduk; tidak boleh ada pilihan lain. Menunjukkan apakah hal ini? Ini menunjukkan bahwa Tuhan Sang Pencipta akan selalu menjadi Tuhan Sang Pencipta; Dia memiliki kuasa dan kualifikasi untuk mengatur dan menguasai makhluk ciptaan sebagaimana dikehendaki-Nya, dan tidak perlu alasan untuk melakukannya. Ini adalah otoritas-Nya. Tidak ada satu pun di antara makhluk ciptaan, sejauh mereka adalah makhluk ciptaan, yang memiliki kuasa atau memenuhi syarat untuk menghakimi tentang bagaimana Sang Pencipta harus bertindak atau apakah yang Dia lakukan itu benar atau salah, juga tidak ada makhluk ciptaan yang memenuhi syarat untuk memilih apakah mereka harus diperintah, diatur atau dibuang oleh Tuhan Sang Pencipta. Demikian pula, tidak ada satu makhluk ciptaan pun yang memiliki kualifikasi untuk memilih bagaimana mereka diperintah dan dibuang oleh Tuhan Sang Pencipta. Ini adalah kebenaran yang tertinggi. Apa pun yang telah dilakukan oleh Tuhan Sang Pencipta pada makhluk ciptaan-Nya, dan bagaimana pun Dia telah melakukannya, manusia yang diciptakan-Nya hanya boleh melakukan satu hal: mencari, tunduk, tahu, dan menerima fakta yang diberlakukan oleh Tuhan Sang Pencipta. Hasil akhirnya adalah Tuhan Sang Pencipta akan menyelesaikan rencana pengelolaan-Nya dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, setelah menyebabkan rencana pengelolaan-Nya terus maju tanpa hambatan; sementara itu, karena makhluk ciptaan telah menerima peraturan dan pengaturan Sang Pencipta, dan tunduk pada peraturan dan pengaturan-Nya, mereka akan memperoleh kebenaran, memahami kehendak Sang Pencipta, dan mengetahui watak-Nya. Masih ada prinsip lain yang harus Kuberitahukan kepadamu: apa pun yang dilakukan Sang Pencipta, bagaimana pun cara Dia bermanifestasi, dan entah yang dilakukan-Nya itu adalah perbuatan besar ataupun perbuatan kecil, Dia tetaplah Sang Pencipta; sedangkan segenap umat manusia yang Dia ciptakan, apa pun yang telah mereka lakukan, dan seberbakat atau seistimewa apa pun mereka, mereka tetaplah makhluk ciptaan. Adapun umat manusia yang diciptakan, sebanyak apa pun kasih karunia dan sebanyak apa pun berkat yang telah mereka terima dari Sang Pencipta, atau sebanyak apa pun belas kasih, kasih setia atau kebaikan yang mereka terima, tidak seharusnya mereka menganggap diri mereka lebih hebat dari orang lain, atau berpikir mereka bisa sederajat dengan Tuhan dan bahwa mereka telah menjadi berperingkat tinggi di antara makhluk ciptaan lainnya. Sebanyak apa pun talenta yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu, atau sebanyak apa pun kasih karunia yang telah Dia berikan kepadamu, atau sebaik apa pun Dia telah memperlakukan dirimu, atau apakah Dia telah memberimu beberapa talenta khusus, tidak satu pun dari semua ini merupakan asetmu. Engkau adalah makhluk ciptaan, dan karenanya engkau akan selamanya makhluk ciptaan. Jangan pernah engkau berpikir, "Aku adalah anak kesayangan di tangan Tuhan. Dia tidak akan pernah memukulku. Sikap Tuhan kepadaku akan selalu sikap yang penuh kasih, perhatian, dan belaian lembut, dengan bisikan hangat yang menghibur dan membesarkan hati." Sebaliknya, di mata Sang Pencipta, engkau sama seperti semua makhluk ciptaan lainnya; Tuhan bisa menggunakanmu seperti yang Dia kehendaki, dan bisa juga mengaturmu seperti yang Dia kehendaki, dan Dia bisa menatamu sesuai yang Dia kehendaki untuk memainkan peran apa pun antara segala macam orang, peristiwa, dan perkara. Inilah pengetahuan yang harus orang miliki, dan akal sehat yang harus mereka miliki. Jika orang bisa memahami dan menerima perkataan ini, hubungan mereka dengan Tuhan akan tumbuh lebih normal, dan mereka akan membangun hubungan yang paling masuk akal dengan-Nya; jika orang bisa memahami dan menerima perkataan ini, mereka akan mengorientasikan posisinya dengan tepat, mengambil tempat mereka yang seharusnya, dan menjunjung tinggi tugas mereka.
Dikutip dari "Hanya Dengan Mencari Kebenaran, Orang Bisa Mengetahui Perbuatan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"