Firman Tuhan Harian: Mengenal Tuhan | Kutipan 134

05 Juli 2020

Jangan Kehilangan Kesempatan untuk Mengenal Kedaulatan Sang Pencipta

Berpuluh-puluh tahun yang membentuk kehidupan manusia tidaklah panjang dan juga tidak pendek. Dua puluh tahun antara kelahiran dan menginjak usia dewasa berlalu dalam sekejap, dan meskipun pada titik kehidupan ini seseorang bisa dipandang sebagai orang dewasa, orang-orang dalam kelompok umur ini masih belum tahu apa pun mengenai kehidupan dan nasib manusia. Seiring bertambahnya pengalaman mereka, perlahan-lahan memasuki usia paruh baya. Orang-orang berusia tiga puluh dan empat puluh tahunan mulai memiliki pengalaman akan hidup dan nasib, tetapi pemikiran mereka akan hal-hal tersebut masih kabur. Tidak sampai menginjak umur empat puluh tahun, barulah sebagian orang mulai memahami umat manusia dan alam semesta, yang diciptakan oleh Tuhan, mengerti apa arti hidup manusia, apa arti nasib manusia. Sebagian orang, meskipun telah lama mengikuti Tuhan dan sekarang menginjak usia paruh baya, tetap saja tidak memiliki pengetahuan dan pengertian yang akurat akan kedaulatan Tuhan, dan tentunya tidak memiliki ketundukan yang sejati. Sebagian orang tidak peduli apa pun selain mencari berkat, dan meskipun mereka telah hidup bertahun-tahun, mereka sama sekali tidak tahu atau paham akan fakta tentang kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, dan oleh karenanya mereka sama sekali belum mendapatkan pelajaran nyata akan ketundukan kepada pengaturan dan penataan Tuhan. Orang-orang demikian benar-benar bodoh; mereka menghabiskan hidup mereka dengan sia-sia.

Apabila hidup manusia dibagi berdasarkan derajat pengalaman hidup dan pengetahuannya akan nasib manusia, maka akan terurai menjadi tiga fase. Fase pertama adalah masa muda, yakni tahun-tahun antara kelahiran dan usia paruh baya, atau sejak lahir sampai usia tiga puluh tahun. Fase kedua adalah kematangan, dari usia paruh baya sampai usia senja, atau dari usia tiga puluh sampai enam puluh tahun. Lalu fase ketiga adalah masa tua seseorang, yakni antara usia senja, yang dimulai saat seseorang berumur enam puluh tahun, sampai kepergiannya dari dunia ini. Dengan kata lain, sejak kelahiran sampai usia paruh baya, pengetahuan kebanyakan orang akan nasib dan hidup hanya sebatas mengulang-ulang cara pikir orang lain; hampir tidak ada substansi yang nyata dan praktis di dalamnya. Selama periode ini, cara pandang seseorang terhadap kehidupan dan bagaimana ia menjalani hidupnya dalam dunia semuanya bersifat dangkal dan naif. Inilah masa muda seseorang. Hanya setelah ia merasakan semua kesenangan dan kesedihan dalam hidup, barulah ia mendapatkan pengertian yang nyata akan nasib, barulah ia—di alam bawah sadarnya, di lubuk hatinya—secara bertahap mulai menghargai keniscayaan nasib, dan perlahan-lahan menyadari bahwa kedaulatan Sang Pencipta atas nasib manusia benar-benar ada. Inilah masa pematangan seseorang. Ketika ia tidak lagi berontak melawan nasib, dan ketika ia tidak lagi menghendaki terlibat dalam perselisihan, tetapi mengetahui nasibnya, tunduk kepada kehendak Surga, memuat keseluruhan pencapaian dan kesalahan dalam hidup, lalu menanti penghakiman Sang Pencipta terhadap hidupnya—inilah masa kematangan. Mengingat berbagai pengalaman dan hasil berbeda yang orang-orang dapatkan selama ketiga masa ini, dalam keadaan normal, kesempatan seseorang untuk mengenal kedaulatan Sang Pencipta tidaklah begitu besar. Apabila seseorang mencapai umur enam puluh tahun, ia hanya memiliki tiga puluh tahun atau lebih untuk mengenal kedaulatan Tuhan; dan apabila ia menginginkan waktu yang lebih lama, hal ini hanya mungkin apabila umurnya cukup panjang, apabila ia mampu hidup sampai seabad. Jadi Aku berkata, berdasarkan hukum normal keberadaan manusia, walaupun prosesnya sangat panjang dari saat seseorang pertama kali berhadapan dengan subjek pengenalan kedaulatan Sang Pencipta, sampai pada ketika seseorang menyadari fakta dari kedaulatan Sang Pencipta, dan dari saat itu sampai pada titik ketika ia bisa tunduk terhadap kedaulatan-Nya, jika seseorang sebenarnya menghitung tahun-tahunnya, ia punya peluang mendapatkan upah tidak lebih dari tiga puluh atau empat puluhan tahun. Dan sering kali, orang terhanyut oleh hasrat dan ambisi mereka untuk mendapatkan berkat; mereka tidak mampu membedakan letak hakikat kehidupan manusia berada, mereka tidak mengerti pentingnya mengenal kedaulatan Sang Pencipta, sehingga mereka tidak menghargai kesempatan berharga ini untuk memasuki dunia manusia dan mengalami kehidupan manusia, mengalami kedaulatan Sang Pencipta, dan tidak menyadari betapa tak ternilai harganya bagi suatu makhluk ciptaan untuk menerima tuntunan pribadi Sang Pencipta. Jadi Aku berkata, orang-orang yang menginginkan pekerjaan Tuhan cepat berakhir, mereka yang menginginkan Tuhan mengatur kesudahan manusia datang sesegera mungkin, supaya mereka bisa segera melihat wujud manusia asli-Nya lalu diberkati, sebenarnya mereka bersalah atas ketidaktaatan dan kebodohan yang paling parah. Dan mereka yang berhasrat, selama masa hidup mereka yang terbatas, mengambil kesempatan langka ini demi mengenal kedaulatan Sang Pencipta, merekalah orang-orang yang bijaksana, orang-orang brilian. Dua hasrat yang berlawanan ini mengungkapkan dua cara pandang dan pengejaran yang sangat berbeda pula: orang-orang yang mencari berkat sebenarnya egois dan jahat; mereka tidak mempertimbangkan kehendak Tuhan, tidak pernah berupaya mengenal kedaulatan Tuhan, dan tidak berkeinginan tunduk terhadapnya. Mereka hanya ingin hidup sesuai kemauan mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang berakhlak rendah; mereka adalah kaum yang harus dimusnahkan. Mereka yang berniat mengenal Tuhan dapat menyingkirkan hasrat mereka, bersedia tunduk kepada kedaulatan dan penataan Tuhan; mereka berusaha menjadi orang-orang yang tunduk kepada otoritas Tuhan dan memuaskan keinginan Tuhan. Orang-orang seperti ini hidup dalam terang, hidup di tengah berkat Tuhan; mereka sudah pasti akan dipuji oleh Tuhan. Bagaimanapun, pilihan manusia tidak ada artinya, manusia tidak punya kendali terhadap berapa lama pekerjaan Tuhan akan berlangsung. Alangkah baiknya bagi mereka untuk memosisikan diri mereka di bawah belas kasihan Tuhan, untuk tunduk pada kedaulatan-Nya. Apabila engkau tidak memosisikan dirimu di bawah kasih-Nya, apa yang dapat engkau lakukan? Akankah Tuhan merugi karenanya? Apabila engkau tidak memosisikan dirimu dalam pengaturan-Nya, apabila engkau berusaha mengendalikan segala sesuatu, itu pilihan yang bodoh, dan engkau sendiri yang akan merugi pada akhirnya. Hanya ketika orang bekerja sama dengan Tuhan sesegera mungkin, hanya ketika mereka segera menerima pengaturan-Nya, mengenal otoritas-Nya, dan memahami semua yang telah Ia lakukan bagi mereka, barulah mereka akan punya harapan, kehidupan mereka tidak dihabiskan dalam kesia-siaan, dan mereka akan mendapatkan keselamatan.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"

Lihat lebih banyak

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Bagikan

Batalkan