Yang Ada di Balik "Kasih"
Sebelum menjadi orang percaya, kupikir perkataan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," "Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi," dan "Perkataan baik menghangatkan musim dingin terdingin, perkataan kasar mendinginkan musim panas terpanas" adalah semua perkataan untuk dihidupi. Aku tak pernah menunjukkan kekurangan orang, serta dalam perkataan dan perbuatan, aku selalu mempertimbangkan perasaan orang lain dan berempati dengan kesulitan mereka. Teman dan teman sekelas semuanya menyukaiku dan aku sangat puas dengan diriku sendiri karena hidup rukun dengan semua orang. Aku mempertahankan pendekatan ini bahkan setelah percaya kepada Tuhan, dan tidak pernah menunjukkan masalah yang kulihat pada saudara-saudari. Meskipun melihat seseorang telah merugikan gereja karena hidup dalam kerusakan mereka, aku tetap diam saja. Aku merasa dengan bersikap toleran, pemaaf, dan mengasihi orang lain, aku sedang menjadi orang baik. Hingga ketika aku dihakimi dan dihajar oleh Tuhan, barulah aku menyadari bahwa di balik "kasih" -ku, ada niat jahat yang tersembunyi. Aku menyadari bahwa aku sama sekali bukan orang baik, tetapi egois, hina, dan licik, yang menyamar sebagai orang baik. Berkat penghakiman dan hajaran Tuhan, serta bimbingan firman-Nya barulah aku memahami prinsip-prinsip tentang menjadi orang baik.
Itu dimulai pada Juli 2018, ketika aku melayani sebagai pemimpin gereja. Aku mendapati bahwa Saudari Liu, yang bekerja di bagian produksi video, bersikap ceroboh dalam tugasnya dan selalu berlambat-lambat, dan tidak merasa terbeban. Dalam sebuah pertemuan, aku menemukan firman Tuhan yang relevan dan menyampaikan sedikit persekutuan sederhana, dan dia mengakui bahwa dia bersikap ceroboh dalam tugasnya dan mengatakan dia mau berubah, tetapi setelah itu dia masih bersikap ceroboh seperti biasanya. Saat itu kupikir, jika dia tidak mengubah sikapnya terhadap tugasnya, itu pasti akan berdampak pada efektivitas pekerjaan dan itu juga takkan membantu jalan masuk kehidupannya. Aku merasa sepertinya aku harus menyingkapkan dan mempersekutukan dengan jelas keadaan dan perilakunya, serta natur dan konsekuensi dari melakukan tugasnya seperti itu, agar dia bisa melihat keseriusan masalah ini dan membuat perubahan tepat waktu. Namun kemudian kupikir, "Jika aku menyingkapkan masalahnya, apakah dia bisa menerimanya? Akankah dia mengatakan aku tak punya kasih dan berpikir aku justru mempersulit dirinya? Jika akhirnya dia membenciku dan menjadi berprasangka terhadapku, akan sulit untuk hidup rukun dengannya sejak saat itu. Lupakan saja. Aku seharusnya tidak bersikap terus terang tentang hal itu. Aku hanya akan menunjukkannya sedikit, dan itu akan cukup untuk dia melihat keadaannya. Dengan begitu, itu tidak akan terlalu memalukan baginya, dan segala sesuatunya takkan menjadi terlalu canggung di antara kami." Jadi, aku hanya menutupi masalah itu, dengan berkata, "Jika kita tidak mengatasi keadaan kita yang ceroboh, tidak mungkin dapat melakukan tugas kita dengan baik. Kesempatan untuk melakukan tugas ini sangat berharga, jadi kita harus benar-benar menghargainya." Dia terus melakukan tugasnya dengan ceroboh, di mana itu tidak hanya menunda produksi video kami, tetapi juga berdampak negatif pada saudara-saudari lainnya. Orang lain mulai bekerja secara lambat dalam tugas mereka tanpa perasaan urgensi, dan mereka tidak mau bekerja keras untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Dan ketika kemudian seorang saudari memangkas dan menanganinya, dia tidak bertobat atau berubah. Ini membuatku sedikit gelisah, dan kupikir, "Saudari Liu cenderung bersikap ceroboh dan dia tidak membuat perubahan apa pun. Dia tidak menyelesaikan apa pun dalam tugasnya. Menurut prinsip, dia seharusnya diberhentikan, tetapi jika aku memberhentikan dia begitu saja, dia mungkin mengatakan aku tidak punya kasih atau kesabaran, bahwa aku tidak memiliki kemanusiaan." Setelah merenungkannya, aku memutuskan untuk tidak memberhentikan Saudari Liu, tetapi berusaha sebisa mungkin untuk memindahkannya ke tugas lain. Dengan begitu, dia takkan berpendapat negatif tentang diriku dan tetap akan menganggapku sebagai orang yang penuh kasih. Jadi, dengan alasan bahwa memberhentikan Saudari Liu akan membuatnya negatif dan sedih, aku mengatur agar dia bekerja mengatur bahan video yang diperlukan untuk produksi video. Namun, karena dia tidak memiliki pengenalan sejati tentang dirinya, dia menjadi lebih tidak disiplin dan bersikap ceroboh dalam tugas barunya. Dia bahkan mulai mengendur dalam perenungan dan doanya. Karena dia melakukan tugasnya tanpa terbeban, bahan video yang dia kumpulkan agak berantakan dan harus diatur ulang oleh orang lain setelah dia menyiapkannya. Suatu kali, dia bahkan secara tidak sengaja menghapus beberapa bahan video yang sangat penting.
Ketika pemimpinku mengetahuinya, dia menanganiku karena tidak melakukan tugasku berdasarkan prinsip atau menerapkan kebenaran, tetapi melindungi citra dan statusku sendiri, yang akhirnya berdampak pada pekerjaan gereja. Aku malu mendengar hal itu. Rasanya sangat menjengkelkan. Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku sedikit pemahaman tentang natur dari melakukan hal-hal semacam itu. Firman Tuhan katakan: "Kebanyakan orang ingin mengejar dan menerapkan kebenaran, tetapi seringkali mereka hanya memiliki tekad dan keinginan untuk melakukannya; kebenaran belum menjadi hidup mereka. Akibatnya, saat mereka bertemu kekuatan jahat atau menghadapi orang-orang keji dan jahat yang melakukan perbuatan jahat, atau para pemimpin palsu dan antikristus melakukan sesuatu dengan cara yang melanggar prinsip—sehingga menyebabkan pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian, dan membahayakan umat pilihan Tuhan—mereka kehilangan keberanian untuk berdiri dan angkat bicara. Apa artinya saat engkau tidak punya keberanian? Apakah itu berarti bahwa engkau malu atau sukar berbicara? Atau apakah engkau tidak memahami hal itu sepenuhnya, dan karenanya tidak memiliki kepercayaan diri untuk berbicara? Tidak satu pun dari hal-hal ini; ini berarti bahwa engkau sedang dikendalikan oleh beberapa jenis watak yang rusak. Salah satu watak ini adalah kelicikan. Engkau memikirkan dirimu sendiri terlebih dahulu, berpikir, 'Jika aku berbicara, apa manfaatnya bagiku? Jika aku berbicara dan membuat seseorang tidak senang, bagaimana kami bisa rukun di masa depan?' Ini adalah mentalitas yang licik, bukan? Bukankah ini adalah hasil dari watak yang licik? Yang lainnya adalah watak yang jahat dan egois. Engkau berpikir, 'Apa hubungan antara kehilangan minat akan kepentingan rumah Tuhan dengan diriku? Mengapa aku harus peduli? Itu tidak ada hubungannya denganku. Bahkan jika aku melihatnya dan mendengar hal itu terjadi, aku tidak perlu melakukan apa pun. Itu bukan tanggung jawabku—aku bukanlah pemimpin.' Hal-hal semacam itu ada di dalam dirimu, seolah-olah hal itu telah muncul dari pikiran bawah sadarmu, dan seolah-olah hal itu menempati posisi permanen di dalam hatimu—semua itu adalah watak manusia yang rusak dan jahat. Watak yang rusak tersebut mengendalikan pikiran-pikiranmu dan menguasai, serta mengendalikan mulutmu. Ketika engkau mau mengucapkan sesuatu di dalam hatimu, kata-kata itu sudah mencapai bibirmu tetapi engkau tidak mengucapkannya, atau, jika engkau mengucapkannya, perkataanmu berputar-putar, memberi ruang bagimu untuk mengatur siasat—engkau sama sekali tidak berbicara dengan jelas. Orang lain tidak merasakan apa pun setelah mendengarmu, dan apa yang telah kauucapkan tidak menyelesaikan masalah. Dalam hati engkau berpikir: 'Yang penting aku sudah berbicara. Hati nuraniku sudah tenang. Aku telah memenuhi tanggung jawabku.' Sebenarnya, di dalam hatimu engkau tahu bahwa engkau belum mengatakan apa yang seharusnya, bahwa apa yang telah kaukatakan tidak berdampak, dan bahwa kerusakan pada pekerjaan rumah Tuhan tetap berlangsung. Engkau belum memenuhi tanggung jawabmu, tetapi engkau berkata secara terang-terangan bahwa engkau telah memenuhi tanggung jawabmu, atau bahwa apa yang sedang terjadi tidak jelas bagimu. Apakah ini benar? Dan apakah ini yang sebenarnya kaupikirkan? Bukankah itu berarti engkau sepenuhnya berada di bawah kendali watakmu yang jahat?" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku sangat malu melihat bagaimana firman Tuhan menyingkapkan watakku yang egois dan licik. Aku melihat Saudari Liu ceroboh dalam tugasnya dan tidak berubah setelah diajari beberapa kali, tetapi aku takut dia akan mengatakan aku tidak penuh kasih, jadi aku dengan sangat hati-hati menunjukkan masalahnya untuk melindungi citra dan statusku di hatinya, dan sebagai akibatnya, itu sama sekali tidak membantu Saudari Liu, dan produksi video kami tertunda. Prinsip mengharuskan agar aku memberhentikan dia dari tugasnya, tetapi aku mau terlihat seperti orang yang baik dan penuh kasih, jadi aku tidak melakukannya. Sebagai gantinya, aku menyuruhnya menyiapkan bahan untuk pembuatan video, di mana ini sangat merugikan pekerjaan gereja. Aku menyadari aku senang menempatkan saudara-saudari dalam situasi yang buruk dan merugikan kepentingan gereja sebagai ganti posisiku di hati orang lain. Bagaimana itu bisa disebut sebagai orang baik? Itu berarti bersikap egois, hina, licik, dan jahat. Bagaimana mungkin itu tidak membuat Tuhan merasa muak? Setelah itu, kami segera memberhentikan Saudari Liu dari tugasnya, dan aku mempersekutukan firman Tuhan dengannya, menyingkapkan perilakunya yang konsisten dalam tugasnya. Setelah beberapa waktu, dia memperoleh sedikit pengenalan diri melalui pencarian kebenaran, dan dia mampu mengubah keadaannya. Dia kembali melakukan tugasnya dan terpilih untuk memimpin sebuah tim. Ketika mendengar berita itu, aku benar-benar merasa senang untuknya, tetapi aku juga merasa malu dan menyesal. Sebelumnya, aku hanya memedulikan reputasi dan statusku sendiri, tidak menerapkan kebenaran, di mana ini menghambat pertumbuhannya dalam hidup dan merusak pekerjaan rumah Tuhan. Itu benar-benar jahat! Aku tahu, sejak saat itu, aku tidak boleh menjadi orang yang suka menyenangkan semua orang dengan mengorbankan saudara-saudari dan pekerjaan rumah Tuhan. Namun, ketika tiba saatnya untuk menerapkan kebenaran, aku masih mendapati diriku tertahan oleh kerusakanku.
Pada Oktober 2020, aku menyadari bahwa Saudari Lin, yang bertugas dalam penyiraman, belum mendapatkan hasil apa pun karena dia tidak memiliki kualitas, jadi aku akan memindahkannya ke tugas lain. Lalu aku mendapati bahwa dia sangat congkak, dan ketika dia tidak sepaham dengan orang lain, alih-alih mencari prinsip kebenaran, dia mau semua orang hanya mendengarkannya. Kupikir, "Jika wataknya yang congkak tidak diselesaikan, dia takkan pernah bisa bekerja dengan baik dengan orang lain, dan dia takkan melakukan tugas apa pun dengan baik. Itu takkan baik untuknya atau pekerjaan rumah Tuhan. Aku harus berbicara dengannya tentang masalah ini dan membagikan persekutuan terbaik yang kubisa." Namun kemudian, dalam persekutuanku dengannya, aku berkata, "Sejak mengenalmu, aku telah mendapati bahwa kau memiliki masalah dengan kecongkakan. Kau tidak menerima saran orang lain atau bekerja dengan baik dengan orang lain, dan ini memengaruhi hasil tugasmu. Apa pendapatmu mengenai hal ini?" Begitu kalimat ini keluar dari mulutku, Saudari Lin berkata dengan sedih, "Tidak bekerja dengan baik dengan orang lain berarti aku takkan berguna dalam tugas apa pun. Aku mau berhenti dari tugasku dan merenungkan diriku untuk sementara waktu." Mendengar dia mengatakan ini, kupikir, "Dia pada dasarnya dalam keadaan yang kurang baik. Jika aku menyingkapkan dan menganalisis masalahnya, akankah dia berpikir aku terlalu kasar dan dengan sengaja menargetkannya? Dia bisa mengatakan aku tidak berperasaan dan tidak penuh kasih. Itu bisa meninggalkan kesan buruk padanya sebelum dia pergi. Aku takkan terlalu terus terang, tetapi aku hanya akan memberinya beberapa dorongan. Aku akan menjelaskan secara singkat tentang masalahnya, itu sudah cukup baik. Mungkin dalam perenungannya dia akan mendapatkan sedikit pemahaman dan bisa berubah. Itu takkan meninggalkan perasaan sakit hati, dan dia akan melihatku sebagai pemimpin gereja yang penuh kasih dan toleran." Jadi, aku mengubah nada bicaraku dan menghiburnya, dengan berkata, "Sebenarnya pergantian tugas ini juga adalah kasih Tuhan. Kau dapat terus merenungkan dirimu sendiri, dan jika kau mengalami sedikit perubahan dalam kecongkakanmu setelah beberapa waktu, kau boleh kembali ke tugas penyiraman. Kita harus memperlakukan masalah ini dengan benar." Kemudian aku menemukan beberapa firman Tuhan yang menasihati dan menghibur orang untuk bersekutu, dan saat dia mendengarkan, kesedihan di wajahnya lenyap. Dia mengatakan bahwa sejak saat itu, dia mau melakukan tugasnya dengan baik dan terus berjuang untuk melakukan yang lebih baik.
Aku juga memikirkan hal itu setelah aku pulang. Kupikir, "Dengan menghiburnya seperti itu, saat itu dia tidak negatif, tetapi apakah dia memperoleh pemahaman nyata tentang watak rusaknya sendiri? Apakah perubahan tugasnya banyak memotivasi atau mengubahnya? Dia akan pindah ke tugas lain dalam beberapa hari. Jika masalah yang sama muncul lagi, bukankah itu akan berdampak langsung pada keefektifannya?" Aku tidak terlalu merasa nyaman, jadi aku bertanya kepada Saudari Fang, yang bekerja bersamaku, apa pendapatnya mengenai hal itu. Dia berkata, "Aku setuju denganmu bahwa Saudari Lin tidak memiliki pemahaman nyata tentang wataknya yang rusak. Dia tidak punya rasa penyesalan dan rasa berutang yang besar atas kerugian yang dia timbulkan terhadap pekerjaan gereja. Saat kau mendengarnya mengatakan dia tidak mau lagi melakukan tugasnya, kau hanya menghiburnya tetapi kau tidak bersekutu dengan jelas tentang kecongkakannya dan sumber ketidakmampuannya untuk bekerja dengan baik dengan orang lain. Itu takkan membantunya dengan perenungan dan jalan masuknya lebih lanjut." Saudari Fang melanjutkan dengan berkata, "Selama aku mengenalmu, aku merasa kau adalah 'pengasuh.'" Mendengar dia menyebutku seperti itu, aku benar-benar tidak tahu harus tertawa atau menangis. Aku bertanya-tanya mengapa dia bisa menggambarkanku seperti itu. Melihat kecanggungan itu, dia segera menjelaskan maksudnya: "Setiap kali saudara atau saudari memengaruhi tugas mereka karena kerusakan, kau datang untuk menenangkan mereka, tidak berani menyatakan satu fakta pun untuk menyingkapkan mereka. Kau membiarkan mereka lolos begitu saja, dan itu sama sekali tidak bermanfaat bagi kehidupan mereka. Aku telah bekerja dengan banyak pemimpin gereja, tetapi aku belum pernah melihat yang seperti dirimu ..." Namun, yang dia katakan benar-benar menunjukkan sesuatu yang selalu menjadi masalahku, dan itu mengingatkanku pada beberapa hal yang telah terjadi sebelumnya. Saudari lain telah menunjukkan hal ini tentang diriku sebelumnya, berkata, "Aku telah bekerja denganmu selama beberapa waktu, tetapi kau tidak pernah menyebutkan masalah atau kekuranganku. Kau tidak pernah benar-benar membantuku dalam hal itu." Penilaian kedua saudari ini terhadapku benar-benar tajam, dan aku merasa sangat bersalah. Aku telah bekerja dengan orang lain selama beberapa waktu tetapi aku tidak pernah memberi mereka apa pun yang benar-benar bermanfaat. Mengapa aku selalu begitu takut untuk menunjukkan kekurangan saudara-saudari? Aku berdoa kepada Tuhan dalam pencarian: "Tuhan, sering kali aku tidak berani menunjukkan masalah siapa pun, takut menyinggung mereka. Orang tidak bisa memahami apa pun dengan cara itu. Tuhan, aku tidak mau menjadi orang semacam ini, tetapi aku tidak memahami sumber masalahnya. Kumohon bimbing aku untuk mengenal diriku sendiri dan memetik pelajaran ini."
Setelah itu, kubaca satu firman Tuhan yang menyingkapkan antikristus yang merekayasa kebaikan. Itu sangat bermanfaat bagiku. Firman Tuhan katakan: " Sebagian pemimpin gereja, ketika melihat saudara atau saudari mereka melaksanakan tugas-tugasnya dengan sembrono dan asal-asalan, tidak menegur mereka, walaupun seharusnya mereka menegurnya. Ketika mereka melihat sesuatu yang jelas-jelas merugikan kepentingan rumah Tuhan, mereka pura-pura tidak melihat dan tidak bertanya, dengan alasan agar tidak menyinggung orang lain sedikit pun. Tujuan dan sasaran mereka yang sesungguhnya bukanlah menunjukkan sikap tenggang rasa atas kelemahan orang lain—mereka tahu persis apa niat mereka: 'Jika aku terus melakukan hal ini dan tidak membuat siapa pun tersinggung, mereka akan berpikir bahwa aku adalah seorang pemimpin yang baik. Mereka akan mempunyai suatu pendapat yang baik dan bagus tentang diriku. Mereka akan memberiku pengakuan dan menyukaiku.' Sebesar apa pun kerugian yang diakibatkan terhadap kepentingan rumah Tuhan, dan sebesar apa pun umat pilihan Tuhan dihambat dalam jalan masuk kehidupan mereka, atau sebesar apa pun kehidupan bergereja mereka terganggu, orang-orang semacam itu gigih dalam falsafah iblis mereka dan tidak menyinggung siapa pun. Tidak pernah ada keinginan untuk menegur diri sendiri di dalam hati mereka; paling-paling, mereka hanya menyinggung sepintas tentang masalah tertentu sambil lalu, dan kemudian selesai. Mereka tidak mempersekutukan kebenaran, dan juga tidak menunjukkan esensi dari masalah-masalah orang lain, apalagi membedah keadaan orang-orang. Mereka tidak menuntun orang-orang untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan mereka tidak pernah menyampaikan kehendak Tuhan, atau kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan orang, atau jenis-jenis watak rusak yang orang singkapkan. Mereka tidak menyelesaikan masalah-masalah nyata seperti ini; sebaliknya, mereka selalu memanjakan kelemahan-kelemahan dan kenegatifan orang lain, dan bahkan memanjakan kecerobohan dan sikap mereka yang asal-asalan. Mereka selalu membiarkan tindakan-tindakan dan perilaku-perilaku orang-orang ini berlanjut tanpa diberitahu seperti apa keadaan mereka sebenarnya, dan justru karena mereka melakukan hal demikian, kebanyakan orang mulai berpikir, 'Pemimpin kita itu seperti seorang ibu bagi kita. Dia bahkan lebih pengertian terhadap kelemahan-kelemahan kita dibanding Tuhan. Tingkat pertumbuhan kita mungkin terlalu rendah untuk mencapai tuntutan Tuhan, tetapi cukup untuk memenuhi tuntutan pemimpin kita. Dia adalah pemimpin yang baik bagi kita. Jika saatnya tiba ketika Yang di Atas mengganti pemimpin kita, kita harus memperdengarkan suara kita, dan mengajukan berbagai pendapat serta keinginan kita. Kita harus berusaha untuk bernegosiasi dengan Yang di Atas.' ... Ketika para antikristus ini telah melakukan pekerjaan mereka dengan cara ini selama beberapa waktu, orang-orang membangun kesan yang baik tentang mereka, merasa bahwa mereka dapat memercayai para antikristus tersebut, dan mulai bergantung kepada mereka—tetapi apa yang akan menjadi akibatnya? Orang-orang tidak akan mampu memahami kebenaran dan tidak membuat kemajuan apa pun dalam jalan masuk kehidupan mereka. Sebaliknya, orang-orang ini mulai memandang para antikristus sebagai sumber penghidupan mereka, sebagai pengganti Tuhan. Para antikristus merebut tempat Tuhan di hati orang-orang" ("Mereka Berusaha Memenangkan Hati Orang" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Dari apa yang firman Tuhan singkapkan, aku menyadari bahwa antikristus tidak menyinggung orang atau menyingkapkan kerusakan orang lain agar mereka dapat memenangkan hati orang dan memperkuat posisi mereka di hati orang lain. Bukankah itu diriku yang sebenarnya? Biasanya, jika melihat saudara-saudari melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran, yang bisa merusak pekerjaan rumah Tuhan, aku tidak berani menunjukkan inti masalahnya, takut merusak citra yang mereka miliki tentang diriku sebagai orang yang bijaksana dan pengertian. Itulah sebabnya aku selalu menghindari inti masalah dan memanjakan orang lain dalam kerusakan dan kelemahan mereka. Aku menyesatkan orang dan melakukan kebaikan secara lahiriah untuk mempertahankan status yang kumiliki dengan orang lain. Itu membahayakan jalan masuk kehidupan saudara-saudari dan pekerjaan rumah Tuhan. Aku tidak membantu orang lain tetapi mereka tetap berbicara yang baik tentang diriku. Bukankah itu berarti membawa saudara-saudari ke hadapanku? Apa perbedaan antara esensi tindakanku dan tindakan antikristus? Mau tak mau aku merasa takut dengan kesadaran ini. Tuhan telah mengangkatku ke posisi pemimpin agar aku bisa berlatih mempersekutukan kebenaran untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan orang lain dalam jalan masuk kehidupan mereka, mencari kebenaran dan mengenal diri sendiri dalam menghadapi masalah, kemudian bertobat kepada Tuhan, menerapkan kebenaran, dan menaati Tuhan. Namun sebaliknya, aku seperti penjahat jalanan, menggunakan cara-cara hina untuk memenangkan hati orang dan membangun posisiku di antara yang lain. Bukankah itu yang akan dilakukan antikristus? Aku bersaing dengan Tuhan demi mendapatkan umat-Nya, yang sangat menyinggung watak-Nya! Aku menyadari betapa menakutkannya esensi dan konsekuensi menjadi orang yang suka menyenangkan semua orang, dan jika tidak bertobat, aku bisa disingkirkan. Ketika menyadari hal ini, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa: "Ya Tuhan, sekarang aku memahami bahwa aku sama sekali bukan orang baik, hanya orang yang ingin disukai semua orang. Aku selalu berusaha melindungi citra diriku di benak orang lain, menyesatkan dan memperdaya saudara-saudari. Ini menjijikkan bagi-Mu. Tuhan, aku ingin bertobat kepada-Mu, menyangkali diriku sendiri, dan berhenti menjadi orang yang suka menyenangkan semua orang."
Setelah itu, Saudari Fang dan aku berbicara lebih banyak tentang masalah Saudari Lin, kemudian pergi bersekutu dengannya dan membantunya. Kami berbicara tentang pengungkapan kecongkakannya dan sikap keras kepalanya. Kami juga menemukan firman Tuhan yang menangani konsekuensi berbahaya dari hidup secara congkak serta jalan masuk dan penerapan. Dia tidak marah dengan kami setelah persekutuan kami, dan dia juga tidak serapuh yang kubayangkan. Dia berkata dengan tulus, "Kalian berdua sepenuhnya benar tentang masalahku. Kelak, aku akan berfokus untuk mengatasi watakku yang congkak ...." Aku sangat senang mendengarnya mengatakan ini. Aku menyadari bahwa memperlakukan orang sesuai dengan prinsip kebenaran, dan membawa mereka ke hadapan Tuhan adalah kasih dan kebaikan sejati. Dahulu aku selalu berpikir bahwa membantu saudara-saudari dengan kasih berarti mengingatkan dan menasihati mereka, mendukung dan menopang mereka, tidak terlalu bersikap terus terang tentang kerusakan mereka. Kupikir mereka akan bergumul untuk menerimanya dan bisa menjadi negatif. Sekarang aku sadar bahwa kasih sejati berarti membantu menyelesaikan kerusakan, masalah, dan kesulitan berdasarkan kebenaran dan firman Tuhan. Di satu sisi, mendukung dan menopang, di sisi lain, memangkas dan menangani mereka. Contohnya, terkadang ketika seseorang memiliki kerusakan sangat serius dalam aspek tertentu dan mereka tidak berubah setelah banyak persekutuan, esensi, sumber, dan tingkat keparahan masalahnya perlu dianalisis berdasarkan firman Tuhan sehingga mereka harus datang ke hadapan Tuhan untuk merenung dan mengenal diri mereka sendiri. Kemudian akhirnya mereka dapat benar-benar bertobat. Itulah satu-satunya cara untuk mendapatkan hasil. Apa yang kusebut kasih kepada orang lain didasarkan pada falsafah duniawi dan itu mengandung motifku yang hina. Aku hanya ingin melindungi citra diriku di benak orang lain. Aku tidak mau bertanggung jawab sedikit pun atas kehidupan saudara-saudari—tidak benar-benar mengasihi. Aku sangat malu ketika menyadari hal ini dan siap untuk memperbaiki penerapanku yang keliru.
Kemudian aku mulai berpikir tentang mengapa begitu sulit bagiku untuk berkata jujur saat menemukan kesalahan dan kerusakan orang lain, dan aku harus menerapkan kebenaran untuk menyingkapkan mereka. Seolah-olah mulutku tertutup rapat, dan aku tak mampu membukanya. Terkadang ada sesuatu yang hampir kukatakan, lalu aku mundur dan mengatakan sesuatu yang lebih halus. Setiap kali mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan, aku merasa sangat jijik, di mana apa yang kurasakan dan apa yang kukatakan sama sekali tidak selaras. Aku berpura-pura baik dengan saudara-saudari, tetapi aku tidak mampu menerapkan kebenaran. Kemudian, aku membaca beberapa bagian firman Tuhan yang menunjukkan sumber masalahnya. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Engkau semua berpendidikan tinggi. Engkau semua ingin memastikan agar bahasamu halus dan bersahaja, serta memperhatikan caramu berbicara: Engkau sopan, dan telah belajar untuk tidak merusak harga diri dan martabat orang lain. Dalam perkataan dan tindakanmu, engkau memberi ruang untuk orang lain berbicara dan melakukan segala sesuatu. Engkau berusaha semampumu untuk membuat orang merasa nyaman. Engkau tidak membuka bekas luka atau kekurangan mereka, dan engkau berusaha untuk tidak melukai atau mempermalukan mereka. Itulah prinsip yang digunakan kebanyakan orang untuk bertindak. Dan prinsip macam apakah ini? Itu adalah prinsip yang penuh tipu daya, curang, licik, dan berbahaya. Ada banyak hal jahat, berbahaya, dan hina yang tersembunyi di balik senyuman wajah orang. ... Jadi, apakah perkataan orang bisa diandalkan? Apakah perkataan orang dapat dipercaya? Orang-orang sangat tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dipercaya, dan itu adalah karena kehidupan, dan tindakan, serta perkataan mereka, setiap perbuatan dan pikiran terdalam mereka, didasarkan pada natur jahat, esensi jahat, dan watak rusak Iblis" ("Enam Indikator Kemajuan dalam Kehidupan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Masih ada banyak racun iblis dalam hidup manusia, dalam perilaku dan perbuatannya; mereka sama sekali tidak memiliki kebenaran. Sebagai contoh, falsafah hidup mereka, cara-cara mereka melakukan segala sesuatu, dan pepatah keberhasilan mereka semuanya dipenuhi dengan racun si naga merah yang sangat besar, dan semuanya berasal dari Iblis. Dengan demikian, segala sesuatu yang mengalir dalam tulang dan darah manusia adalah hal-hal yang berasal dari Iblis. Semua pejabat itu, mereka yang memegang tampuk kekuasaan, dan orang-orang yang sukses, memiliki berbagai jalan dan rahasia keberhasilannya sendiri. Bukankah rahasia semacam itu mewakili natur asli mereka dengan tepat? Mereka telah melakukan hal-hal besar di dunia, dan tak seorang pun dapat melihat rencana jahat dan tipu muslihat yang ada di baliknya. Ini menunjukkan betapa berbahaya dan jahatnya natur mereka. Manusia telah dirusak terlalu dalam oleh Iblis. Racun Iblis mengalir dalam darah setiap orang, dan dapat dilihat bahwa natur manusia itu rusak, jahat dan reaksioner, dipenuhi dan dibenamkan dalam falsafah Iblis—secara keseluruhan, itu merupakan natur yang mengkhianati Tuhan. Inilah sebabnya manusia menentang dan berlawanan dengan Tuhan" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Dari apa yang firman Tuhan singkapkan, aku memahami bahwa alasan aku takut menyingkapkan kerusakan saudara-saudari adalah karena kendali dan perusakan racun Iblis. Aku memikirkan hal-hal seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri," "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," "Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi," "Perkataan baik menghangatkan musim dingin terdingin, perkataan kasar mendinginkan musim panas terpanas," dan "Berpikirlah sebelum berbicara lalu bicaralah dengan berhati-hati," sehingga aku telah hidup menurut falsafah iblis ini. Aku selalu menjaga reputasi dan statusku sendiri. Setelah percaya kepada Tuhan, aku terus hidup menurut falsafah Iblis ini, menangani hubunganku dengan sangat hati-hati, tidak menyinggung siapa pun, berpikir bahwa aku dapat membangun diriku dengan cara ini dan menempatkan diriku di hati orang lain. Aku dikendalikan oleh racun Iblis ini, dan dalam menghadapi masalah, aku selalu menimbang pro dan kontra, memikirkan reputasi dan statusku. Jika menyadari ada kemungkinan yang akan merusak citra pribadiku, aku akan mengesampingkan kepentingan rumah Tuhan dan melindungi kepentinganku sendiri. Aku bahkan mengaku berusaha mencegah orang lain agar tidak menjadi negatif, menyesatkan orang untuk berpikir aku penuh kasih dan bertanggung jawab. Aku melihat betapa egois dan liciknya diriku dengan hidup menurut falsafah iblis ini. Aku sedang bermuka dua. Aku tidak menghadap Tuhan dengan hati yang jujur, dan bahkan tidak bersikap tulus terhadap saudara-saudari. Aku sedang bersikap jahat. Aku sedang merugikan orang lain dan pekerjaan rumah Tuhan. Aku telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun dan telah membaca firman Tuhan, tetapi aku tidak menerapkan kebenaran prinsip dalam interaksiku, dan aku tidak menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Aku menerapkan kekeliruan dan kebohongan Iblis, menggigit tangan yang memberiku makan, berkubang dalam lumpur bersama Iblis. Bukankah aku termasuk orang yang percaya kepada Tuhan tetapi menentang Dia? Jika tidak berubah, aku tahu aku akan menjijikkan Tuhan dan dihukum oleh-Nya. Menyadari hal ini, aku memutuskan tidak mau lagi hidup dengan falsafah iblis ini, tetapi dalam menghadapi masalah, aku akan secara sadar menerapkan kebenaran.
Beberapa bulan kemudian, aku mengetahui bahwa Saudari Zhao, yang sedang bertugas sebagai tuan rumah, telah membangun penghalang di antara dirinya dan beberapa orang karena beberapa masalah sepele. Ketika seseorang melakukan sesuatu yang tidak dia sukai, dia akan bersikap congkak terhadap mereka, yang membuat orang merasa dibatasi. Itu telah memengaruhi beberapa dari mereka dalam tugas mereka, dan dia segera membutuhkan persekutuan. Saudari Fang bertanya apakah aku mau menanganinya, dan kupikir, "Aku telah mengenal Saudari Zhao selama lima tahun sekarang. Dia memiliki kesan yang cukup baik tentang diriku, jadi jika aku menyingkapkan dia sebagai orang congkak dan memiliki kemanusiaan yang buruk, akankah dia marah padaku? Bukankah itu akan merusak hubungan kami? Mungkin Saudari Fang harus pergi sendiri." Namun kemudian, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang merasa baik. Ini bukanlah standarnya. Jadi apa standarnya? Standarnya mencakup memperlakukan Tuhan, orang lain, dan kejadian-kejadian dengan hati yang benar, mampu mengambil tanggung jawab, dan melakukan semua ini dengan cara yang dapat dilihat dan dirasakan semua orang. Selain itu, Tuhan menyelidiki hati manusia dan mengenal mereka, masing-masing dan setiap dari mereka" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Memiliki kemanusiaan yang baik bukan berarti selalu bersikap lembut dan hidup rukun dengan semua orang, tetapi itu berarti mampu menerima pemeriksaan Tuhan dalam perkataan dan tindakanmu, mampu menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Itu berarti memperlakukan Tuhan dan saudara-saudari dengan hati yang tulus. Hanya inilah arti kemanusiaan yang sejati Aku merenung: apakah aku memperlakukan saudara-saudari dengan kasih? Apakah aku menerapkan kebenaran? Aku tahu Saudari Zhao tidak melihat masalahnya sendiri, serta memiliki penghalang dan perasaan yang buruk terhadap orang lain itu menyakitkan. Jika aku pura-pura tidak melihat masalahnya tetapi bertindak sangat baik dan memanjakan, bukankah itu berarti hidup menurut watak jahat yang licin dan licik? Dengan pemikiran ini, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku adalah orang yang suka menyenangkan semua orang dan benar-benar tidak memiliki kemanusiaan. Aku melihat seorang saudari hidup dalam kerusakan dan dipermainkan oleh Iblis, tetapi pura-pura tidak melihat. Itu sebenarnya bukan kasih. Tuhan, aku mau menyangkali diriku sendiri dan tidak lagi hidup menurut watakku yang licik, tetapi untuk membuka diri dalam persekutuan untuk membantu Saudari Zhao dengan masalah yang kulihat. Kumohon bimbinglah aku." Selama persekutuan kami, aku menggunakan beberapa firman Tuhan untuk menunjukkan bagaimana kecongkakannya disingkapkan dan ketiadaan kemanusiaannya, dan aku mempersekutukan konsekuensi berbahaya dari terus bersikap seperti itu. Dia bisa memahami bahwa dia congkak dan bahwa dia selalu ingin melakukan segala sesuatu dengan caranya sendiri, di mana ini membatasi saudara-saudari. Dia juga mengatakan bahwa persekutuan semacam itu sangat membantunya. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan yang membimbingku untuk membebaskan diri dari belenggu kerusakanku, dan untuk mengalami bahwa menerapkan kebenaran dan hidup menurut firman Tuhan adalah satu-satunya cara untuk benar-benar menunjukkan kasih kepada saudara-saudari. Inilah satu-satunya cara hidup yang jujur dan santai.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.